SKRIPSI
Oleh :
AFDUHA NURUS SYAMSI
D1E010034
SKRIPSI
Oleh :
AFDUHA NURUS SYAMSI
D1E010034
ii
SKRIPSI
KECERNAAN KARBOHIDRAT DAN PRODUKSI GAS TOTAL
MILK REPLACER KAMBING BERBAHAN DASAR TEPUNG LIMBAH
SURIMI DAN TEPUNG AMPAS KECAP SECARA IN VITRO
Oleh :
AFDUHA NURUS SYAMSI
D1E010034
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman
iii
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
NIM
: D1E010034
Judul Skripsi : Kecernaan Karbohidrat dan Produksi Gas Total Milk Replacer
Kambing Berbahan Dasar Tepung Limbah Surimi dan Tepung
Ampas Kecap Secara In Vitro.
Saya menyatakan bahwa skripsi tersebut bebas plagiat. Apabila dikemudian
hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi tersebut maka saya bersedia menerima
konsekuensinya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi).
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan.
Purwokerto,
April 2014
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
Kecernaan Karbohidrat dan Produksi Gas Total Milk Replacer Kambing Berbahan
Dasar Tepung Limbah Surimi dan Tepung Ampas Kecap Secara In Vitro.
Sholawat dan salam semoga senantiasa Allah SWT limpahkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto. Tersusunnya skripsi ini dengan baik tentunya tidak terlepas
dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Akhmad Sodiq, M.Sc.Agr, Dekan Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Ir. Suparwi, M.S. dan Ir. Sri Utami, M.P., Pembimbing I dan Pembimbing II
yang telah banyak memberikan pengarahan selama pelaksanaan penelitian dan
perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Ir. Endro Yuwono, M.S., Pembantu Dekan I Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Soedirman.
4. Ir. Pambudi Yuwono, M.Sc, ketua Komisi Tugas Akhir Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman.
v
5. Ir. A.T Ari Sudewo, M.S., Pembimbing Akademik yang telah memberikan
arahan dan bimbingan selama menjalankan kegiatan akademik.
6. Orang tua dan keluarga tercinta yang senantiasa melantunkan doa dan
menghadirkan semangat.
7.
8. Seluruh Dosen Fakultas Peternakan Unsoed yang selalu memberi ilmu, bantuan,
dan pengarahan.
9. FUN TASTE FRUTY (Abi, chris, rio, tyas, arin, ria, imel) dan Bosty Girl
(winda, ana, vina, ita), sahabat dan keluarga kedua di purwokerto yang telah
berbagi kasih sayang dan perhatian.
10. Semua pihak yang turut membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi diri pribadi penulis dan semua
pihak yang membutuhkan.
Purwokerto,
April 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ................................................................................................
vii
ix
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xi
RINGKASAN ..............................................................................................
xii
SUMMARY .................................................................................................
xiii
I. PENDAHULUAN ..................................................................................
1.3.Hipotesis..................................................................................................
10
12
15
3.1.Metode Penelitian.....................................................................................
15
vii
16
18
21
22
23
24
29
33
5.1.Simpulan .................................................................................................
33
33
34
LAMPIRAN ..................................................................................................
39
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
15
2. Analisis Proksimat Formula MR0 (kontrol), MR1, MR2, dan MR3 .....
23
25
26
5. Tabulasi Data Produksi Gas Total Formula MR0 (kontrol), MR1, MR2,
dan MR3.................................................................................................
29
6. Data Uji Lanjut Beda Nyata Jujur Terhadap Produksi Gas Total Formula
MR0 (kontrol), MR1, MR2, dan MR3 ..................................................
ix
30
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
30
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
39
39
39
39
40
6. Uji Beda Nyata Jujur Terhadap Produksi Gas Total Formula MR0
(kontrol), MR1, MR2, dan MR3..........................................................
xi
40
RINGKASAN
AFDUHA NURUS SYAMSI. Penelitian berjudul Kecernaan Karbohidrat
dan Produksi Gas Total Milk Replacer Kambing Berbahan Dasar Tepung Limbah
Surimi dan Tepung Ampas Kecap Secara In Vitro. Penelitian dilaksanakan mulai
tanggal 10 September 2013 sampai 30 November 2013 di Laboratorium Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman,
Purwokerto. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kecernaan karbohidrat dan
produksi gas total formula milk replacer (MR) berbahan dasar tepung limbah surimi
dan tepung ampas kecap secara In vitro dan mendapatkan formula MR dengan
kecernaan karbohidrat dan produksi gas total yang tinggi.
Materi penelitian menggunakan formula MR yang terdiri atas bahan basal
(30% susu skim, 20% bungkil kelapa, 9,4% tepung tapioka, 0,5 % mineral dan 0,1%
probiotik), tepung limbah surimi (TLS) dan tepung ampas kecap (TAK) serta cairan
rumen kambing yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Sokaraja. Metode
penelitian adalah eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
untuk kecernaan karbohidrat dan Rancangan Acak Kelompok (RAK) untuk
produksi gas total. Perlakuan yang diujicobakan terdiri atas MR0: kontrol (susu
murni kambing), MR1: 60% bahan basal+ 30% TLS + 10% TAK, MR2: 60% bahan
basal + 20% TLS + 20% TAK dan MR3: 60% bahan basal + 10% TLS + 30% TAK.
Data dianalisis menggunakan analisis variansi dan dilanjutkan dengan uji beda
nyata jujur (BNJ).
Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan sangat berpengaruh nyata
terhadap kecernaan karbohidrat dan produksi gas total (P<0,05). Berdasarkan uji
beda nyata jujur (BNJ) kecernaan karbohidrat masing-masing perlakuan dan
kontrol sangat berbeda nyata (MR0 94,17 0,25%a vs MR1 62,83 0,34%b vs MR3
51,96 0,53%d vs MR2 51,95 0,47%c). Produksi gas total antara kontrol dan
perlakuan sangat berbeda nyata, namun antara MR2 dan MR3 tidak berbeda nyata
(MR2 41,468 0,482%a = MR3 42,172 0,787%a). Kesimpulan dari penelitian
menyatakan bahwa formula MR1 merupakan milk replacer terbaik dengan
kecernaan karbohidrat dan produksi gas total terbaik dibandingkan formula MR
lainnya.
xii
SUMMARY
AFDUHA NURUS SYAMSI. A research entitled Carbohydrate
Digestibility and Total Gas Production of Goat Milk Replacer Based on Surimi
Waste Powder and Ketchup Dregs Powder by In Vitro, was conducted from
September 10th 2013 to November 30th 2013 in the Animal Nutrition and Feed
Science Laboratory, Animal Science Faculty, University of Jenderal Soedirman,
Purwokerto. The purpose of this study was to evaluate the carbohydrates
digestibility and total gas production of milk replacer (MR) formula based on surimi
waste powder and ketchup dregs powder by in vitro and to get the MR formula with
high carbohydrate digestibility and total gas production.
The materials of the research were MR formula consisted of basal
materials (30 % skim milk, 20 % coconut meal , 9.4 % tapioca powder, 0.5 %
mineral and 0.1 % probiotics), surimi waste powder (SWP) and ketchup dregs
powder (KDP) and goat rumen fluid obtained from Sokaraja Slaughterhouses. The
method of the reaserch was an experimental, using completely randomized design
(CRD) for the carbohydrate digestibility and randomized block design (RBD) for
the total gas production. The treatments that were tested consisted of MR0 : control
(whole milk goat), MR1 : 60 % basal materials + 30 % SWP + 10 % KDP, MR2 :
60 % basal materials + 20 % SWP + 20 % KDP and MR3 : 60 % basal materials +
10 % SWP + 30 % KDP. The data were analyzed using analysis of variance
followed by Honestly Significant Difference Test (HSD).
The results showed that the treatment gave highly significant effect on the
carbohydrate digestibility and total gas production (P < 0.05). Based on the honestly
significant difference test (HSD) each of the carbohydrate digestibility treatment
and control were significantly different (MR0 94.17 0.25% a vs MR1 62.83 0.34
% b vs MR3 51.96 0.53 % d vs MR2 51.95 0.47 %c ). Total gas production
between control and treatment were significantly different. However, between the
MR2 and MR3, there were no significant differences ( MR2 41.468 0.482 % a =
MR3 42.172 0.787 %a). The conclusion of the reaserch is that the MR1 formula
is the best of all with the best carbohydrate digestibility and total gas production.
xiii
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dewasa ini susu telah menjadi produk strategis bagi pemenuhan kebutuhan
protein hewani bagi masyarakat Indonesia, karena susu memiliki nilai nutrisi yang
spesifik dan penting bagi peningkatan kecerdasan bangsa. Susu terutama
dibutuhkan oleh generasi muda yang jumlahnya sekitar 38% dari total penduduk
Indonesia (Luthan, 2011). Nilai strategis tersebut yang mendorong pemerintah
mencanangkan program swasembada susu pada tahun 2020. Matondang et.al.
(2012) menyatakan bahwa konsumsi susu masyarakat indonesia pada tahun 2011
mencapai 15,97 liter per kapita per tahun. Konsumsi tersebut masih termasuk kecil
dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainya, oleh karena itu dibutuhkan
peningkatan populasi dan produksi susu di tingkat peternakan rakyat atau
perusahaan peternakan untuk mencapai target swasembada yang diharapkan.
Kebutuhan susu nusantara 30% dipenuhi oleh peternakan dalam negeri
Luthan (2011). Pemenuhan kebutuhan susu paling banyak dipasok oleh komoditas
sapi perah. Komoditas ternak lain yang berpotensi dapat menyumbangkan produksi
susunya adalah kambing. Kambing memiliki daya adaptif yang tinggi dan produksi
rata-ratanya adalah berkisar antara 0,5 2 liter per hari (Sutama, 2008).
Produktivitas susu tersebut sangat dipengaruhi oleh siklus reproduksi kambing
tersebut. Produksi susu merupakan pendapatan utama yang diperoleh peternak
kambing perah setiap harinya. Susu didapatkan dari induk beranak yang sedang
dipelihara, namun dalam periode tersebut peternak tidak dapat memerah susu
karena induk kambing masih menyusui anaknya.
Cempe masih membutuhkan asupan susu dari induknya hingga 60-90 hari
pasca beranak. Menurut Devendra dan Burns (1983), kebutuhan susu kambing
untuk cempe umur 8-34 hari adalah 1,2 liter /ekor/hari, umur 35-70 hari adalah 1,6
liter/ekor/hari dan umur 71-90 hari adalah 2 liter/ekor/hari, sehingga selama periode
pra sapih dibutuhkan susu sebanyak 131 liter atau 1,5 liter/ekor/hari. Hal tersebut
kurang efisien dan dapat menyebabkan penurunan pendapatan peternak dalam
memasarkan susunya, artinya peternak tidak mendapatkan susu selama cempe
menyusu ke induknya. Sistem pemeliharaan yang dapat digunakan dalam
menangani permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan pengganti susu atau
yang dikenal dengan milk replacer (MR) (Keskin dan Bicer, 2001). Milk replacer
(MR) yang diberikan kepada cempe harus memiliki nilai biologi atau nutrisi yang
tidak jauh berbeda seperti susu induknya (Luo et.al., 2000). Pembuatan Milk
replacer (MR) juga harus memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan
susu murni, salah satunya adalah dengan memanfaatkan limbah surimi dan limbah
industri pembuatan kecap.
Limbah padat industri pangan terutama mengandung karbohidrat, protein,
lemak, serat kasar dan air (Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, 2007),
termasuk industri surimi dan pengolahan kecap. Limbah surimi merupakan sisa
hasil produksi surimi atau fillet ikan berupa kepala, tulang, ekor dan sirip (Setiyono
dan Heru, 2006), dengan jumlah 57% dari total ikan yang digunakan (Archer et.al.,
2001). Limbah surimi biasanya diolah menjadi tepung dengan potensi kadar protein
tinggi yaitu 36,45% (Suparwi, 2012). Industri pengolahan kecap menghasilkan
limbah padatan berbentuk ampas kecap. Menurut Utami et.al. (2012), tepung ampas
kecap memiliki kadar protein rata-rata 33,01% dan serupa dengan hasil penelitian
sebelumnya yaitu sebesar 35% (Suprapto, 2001). Kombinasi antara penggunaan
protein hewani dan protein nabati dengan imbangan yang sesuai, diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan penyusun milk replacer yang baik. Berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilakukan uji secara in vitro dengan judul Kecernaan
Karbohidrat dan Produksi Gas Total Milk Replacer Kambing Berbahan Dasar
Tepung Limbah Surimi dan Tepung Ampas Kecap Secara In Vitro, karena hasil uji
in vitro dapat memberikan gambaran manfaat penggantian susu untuk anak
kambing.
1.2
Perumusan Masalah
Penelitian dan pemanfaatan potensi limbah surimi sebagai bahan pakan
ternak belum banyak digunakan, bahkan ampas kecap hingga saat ini belum pernah
dijadikan bahan pakan ternak. Penggunaan limbah surimi dan ampas kecap sebagai
bahan baku pengganti susu atau milk replacer kambing juga belum pernah
dilakukan, terutama berkaitan dengan peningkatan kecernaan karbohidrat dan
produksi gas total milk replacer dengan formulasi tertentu secara in vitro. Formula
milk replacer 40% tersusun atas tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap.
Kedua bahan tersebut merupakan limbah produksi pangan yang digunakan sebagai
sumber protein.
Milk replacer merupakan pengganti susu dengan kandungan protein yang
cukup tinggi. Milk replacer harus mampu dicerna dengan baik dan memiliki
kecernaan karbohidrat serta produksi gas yang tinggi terutama gas dari golongan
VFA (Volatile Fatty Acid). Penggunaan tepung ampas kecap dan limbah surimi
Hipotesis
Penggunaan tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap sebagai bahan
1.4
Tujuan Penelitian
1. Mengevaluasi kecernaan karbohidrat dan produksi gas total formula milk
replacer berbahan dasar tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap
secara In vitro.
2. Mendapatkan formula milk replacer berbahan dasar tepung limbah surimi
dan tepung ampas kecap yang terbaik ditinjau dari kecernaan karbohidrat
dan produksi gas totalnya.
1.5
Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi ilmiah tentang potensi tepung limbah surimi dan
tepung ampas kecap sebagai bahan dasar pembuatan milk replacer untuk
cempe.
2. Memberikan informasi tentang pengaruh penggunaan tepung limbah surimi
dan tepung ampas kecap sebagai bahan dasar milk replacer terhadap
kecernaan karbohidrat dan produksi gas total secara in vitro.
3. Mendapatkan formula terbaik milk replacer berbahan dasar tepung limbah
surimi dan tepung ampas kecap.
menyebabkan kecernaan BO, protein yang mudah larut akan mengalami hidrolisis
oleh enzim proteolitik mikroba dan dirubah menjadi asam amino, kemudian diubah
menjadi amonia melalui proses deaminasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa milk
replacer berpotensi dalam menghasilkan kecernaan karbohidrat dan produksi gas
total yang tinggi dan kemudian akan memacu pertumbuhan dan perkembangan
cempe yang diberi milk replacer.
Perkembangan sistem pencernaan ternak domba atau kambing mengalami
tiga fase perubahan. Fase pertama, pada saat dilahirkan sampai dengan umur tiga
minggu yang disebut non ruminansia karena pada tahapan tersebut fungsi sistem
pencernaan sama dengan pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai umur 3-8
minggu disebut fase transisi yaitu perubahan dari tahap non ruminansia menjadi
ruminansia yang ditandai dengan perkembangan rumen. Tahap ketiga fase
ruminansia dewasa yaitu setelah umur lebih dari 8 minggu (Heinrichs, 2005). Hal
tersebut menunjukkan bahwa milk replacer yang diberikan akan mengalami fase
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh rumen.
2.2. Limbah Surimi
Surimi merupakan istilah yang digunakan di Jepang untuk produk daging
fillet ikan yang biasanya digunakan sebagai bahan isian shushi, kambako atau
produk makanan lain (Tacharatanamanee et.al., 2005). Menurut Ditjen Pengolahan
Pangan Hasil Pertanian (2006), fillet ikan merupakan proses pengolahan hasil
perikanan dengan bahan baku ikan segar yang mengalami perlakuan penyiangan,
penyayatan, dengan atau tanpa pembuangan kulit, perapihan, pencucian, dengan
atau tanpa pembekuan, pengepakan dan penyimpanan segar atau beku. Berdasarkan
bahan bakunya, fillet ikan dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu fillet ikan
bernilai ekonomis tinggi (kakap merah, kerapu, nila dan patin) dan fillet ikan yang
tidak bernilai ekonomis tinggi (kurisi, swangi, kuniran, paperet dan gerot-gerot).
Potensi industri surimi di Indonesia sebagai negara maritim sangat
potensial. Indonesia menyumbang 3% dari produksi surimi di seluruh dunia.
Potensial pengolahan surimi di Indonesia adalah yang berbasis multi spesies. Hal
tersebut dikarenakan keragaman ikan tangkap di Indonesia cukup tinggi namun
banyak spesies yang jumlahnya tidak melimpah (Santoso et.al., 2010).
Produktivitas industri pembuatan surimi di Indonesia menggunakan kurang lebih
332.186 ton ikan per tahun (Purbayanto, 2010) dan dalam proses pengolahannya
akan menghasilkan sisa dalam bentuk padat, cair ataupun gas. Industri fillet ikan
atau surimi menghasilkan limbah padatan 42% sampai 45% (Yorio dan Caille,
2004) bahkan antara 57% (Archer et.al., 2001) sampai 80% dari total produksi (Lin
et.al., 1995). Limbah padat surimi merupakan sisa berupa kepala, tulang, ekor, sirip,
serpihan ikan dan ikan rusak (Setiyono dan Heru, 2006).
Gumisiriza et.al. (2009) menyatakan bahwa limbah padat surimi yang
dibiarkan akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Setiyono dan Heru (2006)
menambahkan bahwa untuk menangani limbah padat surimi yang melimpah perlu
diterapkan sistem produksi bersih. Sistem produksi bersih merupakan proses
produksi yang tidak menyisakan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Sistem
produksi bersih menerapkan pengolahan limbah atau tindakan minimalisasi limbah.
Mireles dan Morrissey (2002) menyatakan bahwa limbah padatan surimi
merupakan produk potensial yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Limbah padat
dari pengolahan surimi biasanya dikonversi menjadi pakan ternak atau tepung ikan.
Proses pembuatan tepung limbah surimi meliputi pengumpulan, perebusan,
penjemuran dan penggilingan. Nilai potensial tepung limbah surimi dapat dilihat
dari kadar nutrisinya dan menurut Suparwi (2012), tepung limbah surimi
mengandung 92% BK, 36,45% protein, 15,46% lemak, 10,96% serat, 36,1% abu
dan 1,03% BETN.
2.3. Limbah Ampas Kecap
Kecap merupakan olahan pangan agro industri berbahan dasar kedelai.
Kecap merupakan sari kedelai yang telah difermentasikan, dengan atau tanpa
tambahan gula dan bumbu. Prinsip pembuatan kecap adalah melakukan fermentasi
ganda. Fermentasi pertama yaitu dengan menggunakan Aspergillus oryzae pada
suhu 25-300C selama 3-7 hari. Hasil kedelai yang terbentuk dari proses fermentasi
tersebut dicampur dengan 20-30% larutan garam untuk dibawa pada fermentasi
cara kedua yaitu dengan larutan garam di bawah 20% pada suhu 25-300C selama
14-120 hari. Kemudian bubur yang telah terfermentasi disaring (Utomo dan
Nikkuni, 2000). Hal serupa disampaikan oleh Mao et.al. (2013) bahwa prinsip
proses pembuatan kecap meliputi tahap fermentasi kedelai, fermentasi dalam
larutan garam, ekstraksi, filtrasi dan pemasakan yang dibarengi dengan
penambahan bumbu.
Kecap memiliki nilai potensi yang cukup besar karena merupakan makanan
yang sangat akrab dengan masyarakat indonesia. Sekitar 14,7% kebutuhan kedelai
Indonesia berasal dari pengolahan pangan termasuk kecap (Wahono, 2012). Seperti
industri pengolahan pangan lainya, proses pengolahan kecap menghasilkan limbah.
10
Limbah padat pengolah kecap berbentuk ampas hasil fermentasi (Marlina dan
Askar, 2004). Ampas kecap berbentuk padatan hasil penyaringan dan pengepresan
dari proses pembuatan kecap (Jong kyu et.al., 1998). Menurut Mao et.al. (2013),
dalam pembuatan kecap hanya sebagian protein yang dimanfaatkan dan terlarut di
dalam kecap, sedangkan sisanya terdapat di dalam ampas kecap. Suminar (2000)
menambahkan bahwa setelah penyaringan, 65% protein masih tertinggal pada
ampas kecap. Protein yang tertinggal di dalam ampas kecap kebanyakan berasal
dari protein kulit biji kedelai. Ampas kecap merupakan golongan sumber protein
karena kadarya lebih dari 18%.
Pemanfaatan limbah agro industri sebagai pakan ternak telah digalakkan
dengan tujuan efisiensi produksi ternak (Sruamsiri, 2007). Ampas kecap merupakan
produk limbah potensial yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan bahan pakan
ataupun bahan suplemen pakan ternak. Cahyono (2003) mengatakan bahwa untuk
menjadi pakan ternak, ampas kecap harus dicuci terlebih dahulu untuk
menghilangkan pengaruh fermentasi, dijemur atau dioven dan selanjutnya digiling.
Menurut Utami et.al. (2012), ampas kecap mengandung rata-rata 55,24% air,
44,76% BK, 33,01% protein, 20,73% lemak, 17,10% serat, 3,42% abu dan 25,74%
BETN.
2.3 Kecernaan Karbohidrat
Secara definisi kecernaan (digestibility) adalah bagian nutrien pakan yang
tidak diekskresikan dalam feses. Kecernaan didasarkan atas suatu asumsi bahwa
nutrien yang tidak terdapat di dalam feses telah dicerna dan diabsorpsi. Jumlah
nutrien yang terdapat di dalam pakan dapat dicari dengan analisis kimia, sedang
11
jumlah nutrien yang dicerna dapat dicari bila pakan telah mengalami proses
pencernaan. Analisis secara biologis dilakukan pada bahan pakan yang kemudian
diikuti dengan analisis kimia untuk mengetahui nutrien yang terdapat di dalam
feses. Diketahuinya jumlah nutrien di dalam pakan dan jumlah nutrien di dalam
feses maka dapat diketahui jumlah nutrien tercerna pakan tersebut (Kamal, 1994).
Karbohidrat merupakan komponen yang paling berpengaruh diantara
komponen bahan organik dalam penentuan kecernaan bahan organik karena
karbohidrat sebagai penghasil energi adalah komponen terbesar dalam
pakan. Karbohidrat memiliki nilai kelarutan yang tinggi di dalam air, sehingga
memudahkan proses pemanfaatannya. Perombakan karbohidrat di dalam rumen
terbagi menjadi dua tahap. Pada tahap pertama berlangsung perombakan yang
kompleks seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dextran, xylan dan pectin menjadi
gula-gula sederhana. Hasil yang terbentuk pada tahap pertama ini akan segera
dimetabolisme pada tahap dua menjadi asam lemak asiri yang terdiri atas asam
asetat, propionat dan butirat yang mencapai 80% dan 20% sisanya merupakan
energi yang terbuang dalam bentuk produksi gas CO2, CH4 dan energi dalam bentuk
ATP (Agle, 2010).
Proses kecernaan karbohidrat sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme di
dalam rumen. Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak
ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya
mengandung selulosa yang tinggi. Volatil Fatty Acid (VFA) merupakan produk
akhir fermantasi karbohidrat dan sumber energi utama bagi ternak ruminansia. VFA
dapat
menggambarkan
fermentabilitas
suatu
pakan
sebab
VFA
dapat
12
13
14
III.
15
MR1
MR2
MR3
16
17
18
penjemuran akan menghasilkan limbah surimi yang kering dan kemudian langsung
digiling. Setiap 1 ton limbah basah akan menghasilkan 2 kwintal tepung limbah
surimi.
3.3.2 Pembuatan Tepung Ampas Kecap
Ampas kecap dikumpulkan dari berbagai pabrik pengolahan kecap yang ada
di Purwokerto. Ampas yang dikumpulkan kemudian direndam di dalam air dengan
suhu 250C selama 24 jam. Setelah perendaman, ampas kecap dicuci menggunakan
air mengalir kemudian ditiriskan. Ampas kecap hasil penirisan dijemur di bawah
terik matahari selama 2-3 hari, kemudian dioven pada suhu 420C hingga ampas
kecap kering (2-3 hari). Ampas kecap yang telah kering kemudian digiling halus.
3.3.3 Mengukur Kecernaan Karbohidrat Secara In vitro
Pengukuran kecernaan karbohidrat diawali dengan pengukuran kadar
karbohidrat di dalam bahan asal, residu dan blanko. Pengukuran karbohidrat
diperoleh melalui analisis dengan metode proksimat weende (Henneberg dan
Stohman, 1860).
Karbohidrat
= BETN + SK
BETN
Setelah diperoleh kadar karbohidrat dalam bahan asal, residu dan blanko,
selanjutnya dimasukkan ke dalam rumus sebagai berikut:
( )
100
19
(24 0 0) 200
V0
V24
Gb0
Fh
20
Fc
21
22
Penelitian tentang kecernaan karbohidrat dan produksi gas total milk replacer
kambing berbahan dasar tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap
dilaksanakan secara in vitro, menggunakan 3 formulasi yang berbeda dan
dibandingkan dengan susu kambing murni bubuk sebagai kontrol. Masing-masing
formula berdasarkan analisis proksimat (Henneberg dan Stohmann, 1860) memiliki
kadar nutrien yang berbeda dapat disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Analisis proksimat formula MR0 (kontrol), MR1, MR2, dan MR3.
Formula
BK % Protein % Lemak%
SK%
Abu % BETN %
MR0
93,78
26,96
28,95
0,41
8,23
35,44
MR1
89,98
30,62
10,39
6,56
17,22
32,22
MR2
91,31
29,73
13,73
8,66
13,29
34,60
MR3
92,76
28,60
17,28
11,45
11,45
30,09
Keterangan : MRO (kontrol) susu bubuk murni kambing, MR1: 60% bahan basal
(BB) + 30% tepung limbah surimi (TLS) + 10% tepung ampas kecap (TAK), MR2:
60% BB + 20% TLS + 20% TAK, MR3: 60% BB + 10% TLS + 30% TAK.
Berdasarkan analisis proksimat (Tabel 2), dapat diketahui bahwa MR1
merupakan formulasi dengan kadar protein tertinggi yaitu sebesar 30,62% lebih
tinggi dibandingkan dua formulasi lain dan kontrol. Hal tersebut disebabkan karena
komposisi tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap yang berbeda pada setiap
formula. MR1 tersusun atas 60% bahan basal (30% susu skim, 20% bungkil kelapa,
9,4% tepung tapioka, 0,1% probiotik dan 0,5% mineral) ditambah 30% tepung
limbah surimi dan 10% tepung ampas kecap, MR2 tersusun atas 60% bahan basal
ditambah 20% tepung limbah surimi dan 20% tepung ampas kecap, sedangkan MR3
tersusun atas 60% bahan basal ditambah 10% tepung limbah surimi dan 30% tepung
ampas kecap. Semakin tinggi persentase penggunaan limbah surimi akan
meningkatkan kadar protein dari formula MR. Hal tersebut terjadi karena tepung
23
limbah surimi memiliki kadar protein yang cukup tinggi yaitu 36,45% (Suparwi,
2012), sedangkan tepung ampas kecap memiliki kadar protein yang lebih rendah
dari tepung limbah surimi yaitu 33,01% (Utami et.al., 2012).
Formula MR3 memiliki kadar lemak dan serat kasar tertinggi dibandingkan
dengan dua formula lain, namun kadar lemak MR3 lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol. Formula MR3 mengandung 30% tepung ampas kecap yang
menyebabkan peningkatan kadar lemak dan serat kasar formula tersebut. Ampas
kecap memiliki kadar lemak sebesar 20,73% dan serat kasar sebesar 17,10% lebih
besar dibandingkan dengan tepung limbah surimi yang mengandung lemak sebesar
15,46% dan serat kasar sebesar 10,96% (Utami et.al., 2012). Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin besar penggunaan tepung limbah surimi akan
meningkatkan kadar lemak dan serat kasar dari formula MR.
4.1 Kecernaan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi ternak ruminansia.
Keberadaanya sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan metabolisme
mikroorganisme di dalam rumen. Kecernaan karbohidrat merupakan selisih antara
kadar karbohidrat di dalam bahan pakan terhadap kadar karbohidrat di dalam feses.
Karbohidrat berdasarkan analisis proksimat (Henneberg dan Stohman, 1860) adalah
sama dengan serat kasar ditambah dengan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa MR0 memiliki rataan kecernaan
karbohidrat tertinggi yaitu 94,17 0,25% diikuti dengan MR1 sebesar 62,83
0,34%, MR3 51,96 0,53% dan MR2 51,95 0,47%. Hasil tabulasi rataan
kecernaan karbohidrat masing-masing formulasi disajikan pada tabel 3. MK0
24
memiliki rataan kecernaan yang tinggi karena merupakan susu murni kambing.
Menurut Turner (2006), susu mengandung 4,6% karbohidrat dalam bentuk laktosa
(glukosa dan galaktosa) dan susu merupakan bahan makanan yang sempurna karena
seluruh kadar nutrien yang ada di dalamnya mampu tercerna hingga 100% di dalam
saluran pencernaan.
Tabel 3. Kecernaan karbohidrat formula MR0 (kontrol), MR1, MR2, dan MR3.
Perlakuan
Total (%)
Rataan (%)
Standar Deviasi (%)
MR0
470,826
94,17
0,25
MR1
314,172
62,83
0,34
MR2
221,162
44,23
0,52
MR3
259,795
51,96
0,47
Total rataan
620,700
31,035
Keterangan : MRO (kontrol) susu bubuk murni kambing, MR1: 60% bahan basal
(BB) + 30% tepung limbah surimi (TLS) + 10% tepung ampas kecap (TAK), MR2:
60% BB + 20% TLS + 20% TAK, MR3: 60% BB + 10% TLS + 30% TAK.
25
2
MR1
62,83b
3
MR2
44,23d
4
MR3
51,96c
Keterangan : MRO (kontrol) susu bubuk murni kambing, MR1: 60% bahan basal
(BB) + 30% tepung limbah surimi (TLS) + 10% tepung ampas kecap (TAK), MR2:
60% BB + 20% TLS + 20% TAK, MR3: 60% BB + 10% TLS + 30% TAK.
Menurut Sari (2003), kecernaan karbohidrat dapat digambarkan melalui
kecernaan bahan kering (BK) dan organik (BO) bahan tersebut. Kecernaan BK dan
BO yang tinggi, sejalan dengan kecernaan karbohidrat yang tinggi. Pernyataan
tersebut dapat didukung melalui hasil penelitian Utami et.al. (2012) yang
menunjukkan bahwa susu kambing sebagai kontrol dan masing-masing perlakuan
memiliki kecernaan BK dan BO yang tinggi. Kecernaan BK secara berurut adalah
MR0 92,10%, MR1 86,48%, MR2 84,24% dan MR3 83,12%. Sedangkan kecernaan
BO secara berurut adalah MR0 92,12%, MR1 84,58%, MR3 82,87% dan MR2
82,83%.
Perlakuan kontrol (MR0) memiliki kecernaan karbohidrat tertinggi
dibandingkan dengan semua perlakuan, karena perlakuan kontrol merupakan susu
kambing murni bubuk. Susu merupakan produk ternak yang sempurna, karena
memiliki nilai gizi yang tinggi dan dapat tercerna atau terserap hingga 100%
didalam saluran pencernaan (Saleh, 2004). Berdasarkan rataan kecernaan
karbohidrat dan uji BNJ diketahui bahwa MR1 memiliki kecernaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan MR2 dan MR3. Formula MR1 memiliki kadar serat
kasar (SK) terrendah yaitu 6,56% dibandingkan MR2 8,66% dan MR3 11,45%.
Kadar SK di dalam formula milk replacer dipengaruhi oleh penggunaan tepung
ampas kecap. Ampas kecap yang digunakan dalam formula milk replacer
merupakan hasil penggilingan limbah berbentuk biji kedelai bersama dengan
26
kulitnya. Kadar SK tepung ampas kecap sangat dipengaruhi oleh kulit kedelai.
Persentase kulit kedelai pada setiap butir kedelai adalah 7,3% dan mengandung
36,4% SK (Murni, et.al, 2008). Oleh karena itu, semakin tinggi penggunaan ampas
kecap maka kadar SK milk replacer semakin tinggi. Menurut Wijayanti et.al.
(2012), kecernaan suatu bahan pakan dipengaruhi oleh persentase serat kasar (SK)
di dalamnya. Oleh karena itu, semakin tinggi kadar SK maka kecernaan nutrien
termasuk karbohidrat akan berkurang.
Kulit kedelai merupakan golongan karbohidrat serat yang kecernaannya
lebih rendah dibandingkan karbohidrat non serat (Rimbawanto dan Ning, 2000).
Persentase penggunaan tepung ampas kecap dalam formula milk replacer,
meningkatkan kadar karbohidrat serat, sehingga kecernaan milk replacer dengan
kandungan ampas kecap yang tinggi akan menurunkan kecernaan karbohidrat.
Formula MR1 memiliki kecernaan karbohidrat tertinggi (62,83%), karena hanya
menggunakan 10% tepung ampas kecap, namun MR3 memiliki kecernaan
karbohidrat lebih tinggi dibandingkan MR2 (51,96% > 44,23%). Hal tersebut
menunjukkan bahwa kecernaan karbohidrat tidak hanya dipengaruhi oleh SK tetapi
juga karena faktor lain seperti BETN.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) MR2 merupakan tertinggi diantara
perlakuan (MR2 34,60% > MR1 32,22% > MR3 30,09%). Kulit biji kedelai yang
ikut tergiling di dalam tepung ampas kecap terdiri atas 61% dinding sel yang
terpartisi atas 16,4% hemiselulosa, 42,6% selulosa dan 2% lignin (Murni et.al,
2008). Zat-zat tersebut merupakan bagian dari BETN yang memiliki efek yang
buruk bagi kecernaan. Lignin bersama selulosa di dalam dinding sel mengikat
27
28
40
30
20
10
MR0
MR1
MR2
MR3
29
Berdasarkan hasil analisis variansi produksi gas total formulai milk replacer
berbeda nyata (P<0,05) dari perlakuan yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa MR berbahan dasar tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap mampu
mempengaruhi produksi gas total di dalam rumen. Selanjutnya data dianalisis lanjut
dengan beda nyata jujur (BNJ) dan hasilnya disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Data uji lanjut beda nyata jujur terhadap produksi gas total formula MR0
(kontrol), MR1, MR2, dan MR3..
No
Perlakuan
Produksi Gas Total (%)
1
MR0
22,450b
2
MR1
18,050c
3
MR2
41,468a
4
MR3
42,172a
Keterangan : MRO (kontrol) susu bubuk murni kambing, MR1: 60% bahan basal
(BB) + 30% tepung limbah surimi (TLS) + 10% tepung ampas kecap (TAK), MR2:
60% BB + 20% TLS + 20% TAK, MR3: 60% BB + 10% TLS + 30% TAK.
Berdasarkan uji beda nyata jujur (BNJ), terdapat perbedaan yang sangat
nyata antara kontrol (MR0) dengan perlakuan MR1, MR2 dan MR3 (MR0 22,45
0,622%b vs MR1 18,05 0,622%c), namun MR2 dan MR3 dianggap sama (MR2
41,468 0,482%a = MR3 42,172 0,787%a) dan merupakan formula MR dengan
produksi gas total tertinggi. Menurut Tanuwiria et.al (2010), bahan pakan dengan
kadar karbohidrat tinggi akan menghasilkan VFA yang tinggi dan menjadi bagian
yang cukup banyak dari gas total yang akan diukur. Tillman et.al. (1998)
menyatakan bahwa karbohidrat dalam analisis terpartisi menjadi SK dan BETN,
oleh karena itu dapat diketahui bahwa kadar karbohidrat dalam formulasi MR
secara berurut adalah MR3 41,54%, MR2 43,26% dan MR1 38,78%, sedangkan
kadar karbohidrat pada kontrol (MRO) yang teranalisis adalah 35,85%. Produksi
30
gas total dipengaruhi kecernaan karbohidrat, hidrolisis protein oleh mikroba dan
hasil samping sintesis mikroba. MR0 dan MR1 memiliki karbohidrat yang sangat
fermentabel (karbohidrat non serat), sedangkan MR2 dan MR3 lebih banyak
mengandung karbohidrat serat yang lebih sulit didegradasi. Gambar 1 menunjukkan
bahwa rataan produksi gas awal pada MR0 dan MR1 sangat tinggi dibandingkan
dengan MR3 dan MR2. Produksi gas yang terlampau tinggi pada awal pengamatan
menyebabkan substrat yang terdegradasi oleh mikroorganisme menjadi sedikit dan
secara perlahan produksi gas selanjutnya akan berkurang. Hal tersebut juga yang
kemudian menyebabkan selisih antara produksi gas awal dan produksi gas akhir (24
jam) menjadi kecil dan analisis produksi gas total menjadi rendah. Berbeda dengan
MR3 dan MR2, produksi gas pada awal pengamatan tidak terlampau tinggi, hal
tersebut terjadi karena kadar serat kasar pada MR3 dan MR2 (8,66% dan 11,45%)
lebih tinggi dibandingkan dengan MR0 dan MR1, sehingga kurang fermentabel.
Hal tersebut menyebabkan kinerja mikroba dalam mendegradasi substrat menjadi
lambat dan akumulasi gas hasil metabolisme secara perlahan menjadi tinggi.
Menurut Budiyanto (2009), faktor yang mempengaruhi gas total tidak hanya
berasal dari degradasi karbohidrat menjadi VFA, namun juga dipengaruhi dengan
kadar protein bahan pakan. Semakin tinggi kadar protein substrat atau bahan pakan,
maka produksi gas total akan menurun. Tingginya kadar protein akan meningkatkan
produksi NH3 dan VFA diikuti dengan pertambahan jumlah mikroba. Gas yang
dihasilkan akan digunakan dalam proses sintesis protein mikroba, dimana NH3
akan bereaksi dengan C02, oleh sebab itu produksi gas akan menurun. Hal tersebut
31
sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa MR1 memiliki produksi
gas tersendah dibandingkan perlakuan lain, kadar protein MR1 adalah 30,62%.
5.1 SIMPULAN
1. Kecernaan karbohidrat MR1, MR2 dan MR3 lebih rendah dibandingkan
dengan MR0.
2. Produksi gas total MR2 dan MR3 adalah tertinggi dibandingkan dengan
formula milk replacer lainya.
32
5.2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan MR berbahan
dasar tepung limbah surimi dan tepung ampas kecap sebagai pengganti susu murni
kambing untuk cempe secara in-vivo.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
35
36
37
LAMPIRAN
38
1
94,58
62,64
44,63
51,42
MK0
MR1
MR2
MR3
TOTAL
Sd sampel = 19,5045
2
94,15
63,17
44,09
51,77
Ulangan
3
93,96
62,81
43,57
52,61
4
94,15
63,18
43,57
52,61
5
93,98
62,38
43,99
51,74
Total
Rataan
470,8
314,2
221,2
259,8
1265,9
94,17
62,83
44,23
51,96
63,29
Sd
0,25
0,34
0,53
0,47
Derajat Jumlah
Bebas Kuadrat
3
7225,34
16
2,7070
19
7228,05
Kuadrat
Tengah
2408,44
0,1692
F
F Tabel
Hitung
0.05 0.01
14235,34 ** 3,24 5,29
SD = 0,411
KK = 0,650 %
MR3
MR2
MR1
MK0
MK0
94,1652
42,2062**
49,9328**
31,3308**
MR1
62,8344
10,8754**
18,6020**
MR2
44,2324
7,7266**
MR3
51,9590
1
23,33
18,05
40,94
42,70
MK0
MR1
MR2
MR3
TOTAL
Sd sampel = 11,198
2
21,57
17,17
40,94
42,70
Ulangan
3
22,45
18,05
41,82
40,70
4
22,45
18,05
41,82
42,70
5
22,45
18,05
41,82
41,82
Total
Rataan
Sd
112,25
90,25
207,34
210,86
22,450
18,050
41,468
42,172
0,622
0,622
0,482
0,787
F tabel
39
Sumber
variansi
Blok
Perlakuan
Eror
Total
Derajad
bebas
4
3
12
19
Jumlah
Kuadrat
kuadrat
tengah
1,1616
0,2904
0,6522
2375,9635 791,9878 1778,6288**
5,3434
0,4453
2382,4685
0.05
0.01
3,26
5,41
3,49
5,95
Sd = 0,667
KK = 2,150%
MR3
MR2
MR1
MK0
MK0
22,450
19,722**
19,018**
4,400**
MR1
18,050
24,122**
23,418**
MR2
41,468
0,704**
MR3
42,172
40
003/001,
Desa
Rajabasa
Lama,
TK Pertiwi 1 Rajabasa Lama. Masuk pada tahun 1996 lulus tahun 1998.
2.
SD Negeri 1 Rajabasa Lama. Masuk pada tahun 1998 lulus tahun 2004.
3.
SMP Negeri 1 Labuhan Ratu. Masuk pada tahun 2004 lulus tahun 2007.
4.
SMA Negeri 1 Way Jepara. Masuk pada tahun 2007 lulus tahun 2010.
Tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan tinggi Strata Satu (S1) di
41
Fakultas Peternakan Unsoed (2012). Staf Bidang Pendidikan dan Keilmiahan Unit
Penelitian dan Pengembangan Peternakan (UP3) Fakultas Peternakan Unsoed
(2011-2012),
koordinator
Bidang
Keorganisasian
Unit
Penelitian
dan
42