Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN


PENETAPAN KADAR CO2 PADA JARINGAN TUMBUHAN

DISUSUN OLEH :
Nama

: SOPAN HADI

Nim

: F05112017

Kelompok

: III ( TIGA )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

ABSTRAK
Untuk mengetahui kadar CO2 pada kecambah kacang hijau (Phaseolus
radiatus), maka dilakukanlah percobaan Penatapan Kadar CO2 pada Kecambah
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus). Metode yang digunakan adalah dengan menitrasi
larutan NaOH dengan HCL. Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu dan kadar O2 yang
ada. Suhu dan ketersediaan O2 di dalam botol selai yang tertutup rapat mempengaruhi
laju respirasi dari kecambah pada tiap perlakuan, yang dapat dilihat dari kadar CO2
yang dihasilkan. Suhu dalam oven yang panas dengan ketersediaan O2 mengganggu
proses respirasi kecambah sehingga CO2 yang dihasilkan lebih sedikit dari yang
berada pada suhu ruang.
Pada praktikum mengenai

Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan

Tumbuhan bertujuan untuk mengetahui laju respirasi dari kecambah kacang hijau
berdasarkan kadar CO2 yang dihasilkan. Penentuan tersebut dilakukan dengan metode
titrasi NaOH dengan HCl. Dilakukan dengan membandingkan 2 perlakuan. Perlakuan
pertama kecambah di biarkan di suhu ruang (25C) sedangkan perlakuan kedua
kecambah ditaruh di dalam oven bersuhu 40. Didapatkan hasil bahwa kecambah
yang di taruh di dalam oven memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan
diruangan terbuka. Hal tersebut dipengaruhi oleh suhu, ketersediaan oksigen, dan C02.
serta jenis, usia dan ukuran tumbuhan. Suhu yang tinggi menyebabkan laju respirasi
menurun karena enzim yang berperan dalam proses metabolisme mengalami
denaturasi. Selain itu pada oven yang tertutup ketersediaan oksigen jauh lebih sedikit
sehingga proses penangkapan oksigen tidak semaksimal pada suhu ruang sehingga
kadar CO2 yang dihasilkan pun juga tidak sebanyak pada kecambah pada suhu ruang.
Kata kunci : CO2, O2, Respirasi dan Laju Respirasi

PENDAHULUAN
Hewan, manusia, dan tumbuhan adalah makhluk hidup yang memiliki
kehidupan. Dalam fisiologi ketiganya melakukan respirasi, dimana dilakukan suatu
proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik menjadi CO2,
H2O, dan energi. Namun respirasi pada umumnya adalah reaksi redoks, dimana
substrat dioksidasi menjadi CO2 sedangkan O2 yang diserap sebagai oksidator yang
mengalami reduksi menjadi H2O. Kebanyakan hanya mengetahui proses respirasi
pada hewan dan manusia saja. Ini dikarenakan fisiologi pada hewan dan manusia
cukup jelas sehingga proses respirasinya lebih mudah di amati. Banyak sekali faktorfaktor dalam penentuan kadar karbondioksida pada jaringan tumbuhan. Agar mudah
memahaminya perlu dibahas berupa tujuan penggunaan NaOH, indikator pp dan
BaCl2, dan perbandingan hasil kadar CO2 yang dihasilkan antara tanaman yang
disimpan pada suhu 40oC dengan suhu ruang ( 25oC ), mana yang lebih besar
kaitannya dengan teori yang ada.
Respirasi berasal dari kata latin yaitu respirare yang berarti bernafas. Reaksi
respirasi merupakan reaksi katabolisme yang memecah molekul-molekul gula
menjadi molekul anorganik berupa CO2 dan H2O (Salisbury, 1995). Pernapasan
adalah suatu proses untuk mengubah zat-zat menjadi energi pada organisme, menjadi
penting karena pernapasan adalah salah satu bagian dasar proses hidup (Umbara,
2008).
Respirasi dibedakan dalam tiga tingkat :
(1) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana;
(2) oksidasi gula menjadi asam piruvat; dan
(3) transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2,
air dan energy ( Pantastico , 1989).

Dikemukakan juga bahwa besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan


menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan,
panas yang dihasilkan dan energi yang timbul (Pantastico, 1989 ).
Fotosintesis menyediakan molekul organik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan
mahluk hidup lainnya. Fotosintesis juga terjadi proses metabolisme lain yang disebut
respirasi. Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik
menjadi senyawa anorganik. `Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang
terjadi didalam sel dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam hal ini
respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa
organik menjadi CO2, H2O dan energi . (Lovelles, 1997). Bahan organik yang
dioksidasi adalah glukosa (C6H12O6) maka persamaan reaksi dapat dituliskan sebagai
berikut (Krisdianto, 2005).:
C6H12O6 + 6 O2

6CO2 + 6H2O + Energi

Respirasi dan metabolisme karbon yang terkait di dalamnya melepas energi


yang tersimpan di dalam senyawa karbon dengan cara yang terkontrol untuk
digunakan oleh sel. Pada waktu yang bersamaan, respirasi menghasilkan banyak
senyawa karbon yang dibutuhkan sebagai prekursor untuk biosintesis senyawa
organik lainnya. Respirasi aerob merupakan proses yang umum terjadi dalam hampir
semua organisme eukariot, dan secara umum proses respirasi di dalam tumbuhan
mirip dengan apa yang dijumpai di dalam hewan dan eukoriot tingkat rendah, tetapi
beberapa aspek khusus dari respirasi tumbuhan membedakannya dari respirasi
hewan. Respirasi aerob adalah proses biologi yang memobilisasi dan mengoksidasi
molekul organik secara terkontrol. Selama respirasi, energi bebas dilepas dan
disimpan sementara dalam bentuk ATP yang siap digunakan untuk aktifitas sel dan
perkembangan tumbuhan (Tjitrosomo, 1987). Proses respirasi diawali dengan adanya
penangkapan O2 dari lingkungan. Oksigen yang digunakan dalam respirasi masuk ke
dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui ruang antar sel, dinding sel,
sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2 yang dihasilkan

respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Sedangkan
untuk menghitung respirasi dapat menggunakan koefisian respirasi (KR), yaitu
perbandingan CO2 dengan O2 (Kamariyani, 1984).
Perbedaan antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan
biasa dikenal dengan Respiratory Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ.
Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempurna atau
tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi lainnya (Simbolon, 1989).
Kecambah melakukan pernapasan untuk mendapatkan energi yang dilakukan
dengan melibatkan gas oksigen (O2) sebagai bahan yang diserap atau diperlukan dan
menghasilkan gas karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energy (Putra,
2010).
Oksigen sangat penting dalam perkembangan kecambah, karena kecambah
melakukan respirasi aerob untuk memecahkan cadangan makanan dalam endosperma
yang kaya akan lemak. Cadangan makanan yang digunakan dalam respirasi ini,
berfungsi sebagai substrat yang dapat menghasilkan energi dalam menyokong proses
pembelahan sel dan metabolisme sel lainnya (tahap awal pertumbuhan) (Achmad,
2010).
Karena kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) merupakan suatu
organisme yang walaupun ia masih belum berkembang dengan sempurna tetapi sudah
bisa melakukan pernapasan. Untuk mengetahui kadar CO2 pada kecambah kacang
hijau (Phaseolus radiatus), maka dilakukanlah percobaan Penatapan Kadar CO2 pada
Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus radiatus).
Substrat respirasi meliputi senyawa karbohidrat, glukosa, fruktosa, sukrosa,
pati, lipid, asam-asam organik, dan protein. Proses respirasi yang dominan terjadi
pada bagian tumbuhan yang sedang aktif tumbuh dan melakukan metabolisme, yaitu:
tunas,

biji

yang

berkecambah,

ujung

tunas,

ujung

akar,

serta

kuncup

bunga. Hubungan respirasi dengan lintasan metabolisme lain di dalam tumbuhan


dapat dilihat melalui glikolisis, lintasan pentosa fosfat, serta siklus asam sitrat
(Achmad, 2010).

Faktor yang mempengaruhi laju respirasi ada dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan, susunan kimia
jaringan, ukuran produk, pelapis alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal
meliputi suhu, gas etilen, ketersediaan O2 dan CO2. Laju respirasi menentukan daya
tahan produk yang disimpan sehingga produk yang laju respirasinya rendah
umumnya disimpan lebih lama dalam kondisi yang baik. Respirasi pada tumbuhan
ditandai oleh penurunan konsentrasi gas O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 dalam
chamber. Laju respirasi dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu di antara 0-35 C
kecepatan reaksi akan berlangsung dua atau tiga kali lebih besar untuk tiap kenaikan
suhu 10 C (Wills et al., 1981). Penurunan suhu penyimpanan akan menurunkan laju
respirasi tumbuhan karena penurunan suhu dapat menurunkan kecepatan reaksi kimia
yang terjadi di dalam jaringan tumbuhan. Laju pernapasan adalah berat CO2 yang
dihasilkan per satuan berat bahan pada selang waktu tertentu, dengan dimensi
satuannya mg CO2/kg.jam. Dengan pengukuran O2 dan CO2 dimungkinkan untuk
mengevaluasi sifat proses pernapasan ( Umbara, 2008 ) .
Temperatur merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi produksi
CO2 yang akan
meningkatnya

menyebabkan

suhu.

peningkatan

CO2 merupakan salah

produksi
satu

CO2,

hasil

sejalan

atau

dengan

produk dari

respirasi. Respirasi dan fotosintesis sangat berpengaruh dengan temperatur. Sedikit


perubahan temperatur akan mempengaruhi laju fotosintesis dan respirasi. Beberapa
jenis tanaman mengalami ini, temperatur akan mempengaruhi fotosintesis yang juga
akan mempengaruhi laju respirasi atau sebaliknya ( Atkin, 2007 ) .
Efek ekosistem peningkatan tingkat CO2 di atmosfer akan tergantung pada
status gizi hutan tertentu. Hutan produksi meningkat akan terjadi di mana tanah
mengandung nitrogen yang memadai. Di daerah di mana nitrogen membatasi, kadar
CO2 tinggi tidak akan meningkatkan pertumbuhan pohon - meskipun fotosintesis
dapat meningkat. Tanpa nitrogen yang cukup, pohon-pohon tidak dapat
menggunakan CO2 tambahan untuk pertumbuhan. Karbon tambahan digunakan oleh

organisme tanah dan respirasi ke atmosfer. Selain berkontribusi terhadap


penumpukan CO2 di atmosfer perubahan tersebut di foodweb tanah, yang mengontrol
ketersediaan hara bagi tanaman, bisa memiliki efek jangka panjang pada fungsi
ekosistem. Tingkat CO2 meningkat, pertumbuhan tanaman. dan hasil pertanian akan
meningkat sebagai akibat dari peningkatan tingkat fotosintesis dan peningkatan
efisiensi penggunaan air. Peningkatan kadar peningkatan pertumbuhan tanaman CO2
pada tumbuhan C3 seperti kapas (Gossypium hirsutum L.) dan kedelai dengan
meningkatkan luas daun dan fotosintesis per satuan luas daun, sedangkan pada
tanaman C4 seperti jagung (Zea mays L.) dan sorgum, peningkatan pertumbuhan
adalah hasil menurunkan konduktansi stomata dan peningkatan efisiensi penggunaan
air ( Reeves, 1994 ) .
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya
pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara
organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak
banyak mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan
tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara
( Yasa, 2009).
Dilihat dari jenis dan umur tumbuhan bahwa masing-masing spesies tumbuhan
memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk
berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan
laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada
organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan (Yasa, 2009).
Dalam praktikum kali, Masalah yang diangkat penulis adalah bagamana
pengaruh laju respirasi kecambah kacang hijau ( Phaseolus radiatus ) pada suhu yang
berbeda Berdasarkan masalah tersebut, tujuan dari percobaan ini yaitu menentukan
kadar CO2 kecambah kacang hijau ( Phaseolus radiatus ) pada suhu yang berbeda.

METODOLOGI
Praktikum mengenai

penetapan kadar CO2 pada jaringan tumbuhan

dilaksanakan pada tanggal 26 dan 27 Maret 2014 di laboratorium pendidikan biologi,


fakultas keguruan dan ilmu pendidikan, universitas tanjungpura pontianak, pukul
13.00-selesai WIB.
Adapun alat dan bahan yang digunakan saat praktikum ini, yaitu Alat yang
digunakan berupa neraca analitik, pipet tetes, buret, Erlenmeyer, gelas ukur, oven,
statif, klem buret dan botol selai. Sedangkan bahan yang digunakan berupa kecambah
kacang hijau ( Phaseolus radiatus ), NaOH 10 M, BaCL2 0,2 M, indicator pp, kain
kassa, alumunium foil, dan benang.
Prosedur pelaksanaan dalam praktikum kali ini adalah pertama masukkan 10 M
NaOH sebanyak 10 ml kedalam botol selai sebanyak 2 buah, kedua timbang 5 gr
kecambah kacang hijau ( Phaseolus radiatus ) kemudian bungkusdengan kain kassa
dan masukan dalam masing masing botol selai dengan keadaan mengantung (
jangan terkena NaOH ), ketiga tutup aluminium foil dan tutup dengan tutup botol
selai, keempat masukkan 1 botol selai kedalam oven dengan suhu 400C dan 1 botol
selai lainnya diletakkan pada suhu ruangan selama 24 jam, setelah 24 jam diambil 2
ml NaOH pada masing masing botol selai lalu masukan ke erlenmeyer ditambah 3
tetes indikator pp dan larutan BaCl2 0,2 M sebanyak 0,5 ml, kemudian titrasi dengan
HCL 1 M sampai larutan berubah warna menjadi warna merah muda / pink dan
dihitung kadar CO2 dengan rumus sebagai berikut :

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel Pengamatan Hasil Pengukuran Kadar
Volume Titran (Perlakuan)
Kelompok

Oven

Suhu ruangan

Kadar

CO2

(Oven)

Kadar

CO2

(Suhu
ruangan)

1,1

1,5

22 mg/L

30 mg/L

1,3

2,1

26 mg/L

42 mg/L

1,4

1,7

28 mg/L

34 mg/L

1,7

1,6

34 mg/L

32 mg/L

1,5

1,5

30 mg/L

30 mg/L

1,7

1,5

34 mg/L

30 mg/L

Pada dasarnya, proses respirasi bertujuan untuk mendapatkan energi yang


digunakan dalam metabolisme dan proses pertumbuhan serta perkembangan untuk
menjadi sebuah tanaman dewasa. Semakin besar suatu tanaman, maka makin besar
pula kebutuhannya akan energi sehingga dalam respirasinya memerlukan oksigen
yang banyak pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses respirasi suatu
organisme antara lain: umur atau usia organisme tersebut, bobot dari kegiatan yang
dilakukan, ukuran organisme itu sendiri, keadaan lingkungan sekitar, serta cahaya
juga mempengaruhi rata-rata pernapasan (Dwidjoseputro, 1986).
Pada praktikum ini digunakan bahan Kecambah Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus) untuk menetapkan laju respirasi yang dapat dilihat dari banyaknya kadar
CO2. Kadar CO2 tersebut dapat diketahui dari hasil titrasi sampel (NaOH) dangan
menggunakan HCL. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan, maka semakin banyak
pula HCL yang digunakan untuk titrasi, yang manunjukkan laju respirasi dari
kecambah tersebut. NaOH di sini berperan dalam mengikat CO2. Sedangkan fungsi
penambahan indikator fenoftalein untuk mengetahui terjadinya suatu titik ekivalen

dalam proses penitrasian dengan terjadinya perubahan warna pada larutan. Indikator
PP dengan range pH 8,0 9,6 merupakan indikator yang baik untuk larutan basa
dimana indikator ini akan merubah warna larutan dari bening menjadi merah muda
akibat dari perubahan pH larutan pada saat penitrasian.
Untuk perlakuan pada suhu ruang (25C) pada botol 1 memerlukan volume
HCl sebanyak 1,5 ml untuk mengubah larutan menjadi berwarna merah muda
sedangkan kadar CO2 yang dikeluarkan berdasarkan perhitungan rumus yaitu sebesar
30 mg/L, pada botol 2 di suhu ruang memerlukan volume HCl sebanyak 2,1 ml untuk
mengubah warna larutan dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 42 mg/L, lalu
pada botol 3 disuhu ruangan memerlukan volume HCL sebanyak 1,7 ml untuk
mengubah warna larutan dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 34 mg/L, pada
botol 4 di suhu ruang memerlukan volume HCl sebanyak 1,6 ml untuk mengubah
warna larutan dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 32 mg/L kemudian pada
botol 5 dan 6 disuhu ruangan memerlukan volume HCL sebanyak 1,5 ml untuk
mengubah warna larutan dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 30 mg/L.
Sedangkan untuk perlakuan dalam oven (40C) pada botol 1 memerlukan volume
HCl sebanyak 1,1 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 22 mg/L. Pada botol 2
yang ditaruh di oven memerlukan volume HCl sebanyak 1,3 ml dan kadar CO2 yang
dikeluarkan sebesar 26 mg/L. Lalu pada botol 3 memerlukan volume HCL sebanyak
1,4 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 28 mg/L. Pada botol 4 memerlukan
volume HCL sebanyak 1,7 ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 34 mg/L.
Pada botol 5 memerlukan volume HCL sebanyak 1,5 ml dan kadar CO2 yang
dikeluarkan sebesar 30 mg/L. Pada botol 6 memerlukan volume HCL sebanyak 1,7
ml dan kadar CO2 yang dikeluarkan sebesar 34 mg/L.
Dari data yang didapat pada botol 1,2 dan 3 sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu dan kadar O2 yang ada. Suhu
dan ketersediaan O2 di dalam botol selai yang tertutup rapat mempengaruhi laju
respirasi dari kecambah pada tiap perlakuan, yang dapat dilihat dari kadar CO2 yang

dihasilkan. Suhu dalam oven yang panas dengan ketersediaan O2 mengganggu proses
respirasi kecambah sehingga CO2 yang dihasilkan lebih sedikit dari yang berada pada
suhu ruang.
Kadar CO2 yang dihasilkan pada kecambah yang diberi perlakuan dengan
dimasukkan kedalam oven 40o selama 24 jam lebih sedikit dibanding kecambah pada
suhu ruang, disebabkan pada peningkatan suhu mencapai 40oC atau lebih, laju
repirasi melahan menurun, karena enzim yang diperlukan mulai mengalami
denaturasi, sehingga memperlambat metabolic yang terjadi. Bila suhu meningkat
sampai 30 atau 35oC, laju respirasi akan meningkat, tapi lebih lambat. Hal ini terjadi
karena pada suhu yang tinggi inilah laju penetrasi O2 ke dalam sel lewat kutikula atau
periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia berlangsung dengan cepat
(, Frank B. Salisbury dan Ross, Cleon, 1995).
Sedangkan pada botol 4, 5 dan 6 kadar CO2 lebih banyak didalam oven
daripada didalam suhu ruangan karena ini mungkin disebabkan oleh factor usia dan
ukuran kecambah karena menurut Yasa, (2009), bahwa kalau dilihat dari jenis dan
umur tumbuhan bahwa masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan
metabolisme, dengan demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda
pada masing-masing spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih
tinggi dibanding tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang
sedang dalam masa pertumbuhan .
Absorbsi CO2 dari campuran biogas ke dalam larutan NaOH dapat dilukiskan
sebagai berikut:
I.
II.

CO2(g)
CO2(g) + NaOH(aq)

CO2(g)
NaHCO3(aq)

(1)
(2)

NaOH(aq) + NaHCO3

Na2CO3(s) + H2O(l)

(3)

CO2(g) + 2NaOH(aq)

Na2CO3(s) + H2O(l)

(4)

Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan karena
-

2-

bikarbonat bereaksi dengan OH membentuk CO3 .


Saat sampel dititrasi dengan HCL, maka terjadi reaksi
(1)

CO2(g) + 2NaOH(aq)

(2) Na2CO3(s)+ BaCl2 (l)


BaCO3(aq) + 2HCl(l)

Na2CO3(s) + H2O(l) (4)


2NaCl(l)+ BaCO3(aq)
BaCl 2(l) + CO2(g) + H2O(l)

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Penetapan Kadar Co2 Respirasi Jaringan
Tumbuhan maka dapat disimpulkan bahwa laju respirasi dipengaruhi oleh suhu, CO2,
dan oksigen dan usia dan ukuran kecambah . Laju respirasi pada kecambah biji
kacang hijau lebih tinggi pada suhu ruang (25C) dibandingkan di dalam oven
(40C). Hal ini karena bagi sebagian besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan,
Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5 pada suhu antara 5 dan 25C. Bila suhu
meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35C, laju respirasi tetap meningkat, tapi lebih
lambat, jadi Q10 mulai menurun. Selain itu pada suhu tinggi enzim yang berperan
dalam proses metabolisme akan mengalami denaturasi sehingga proses respirasi akan
berlangsung lebih lama.
Ketersediaan oksigen juga mempengaruhi laju respirasi. Dalam oven oksigen
yang tersedia jauh lebih sedikit dibanding ruangan terbuka sehingga laju respirasi
menurun.
Faktor lain yaitu CO2, dimana CO2 yang dihasilkan pada proses respirasi
didalam oven tidak diimbangi dengan tersedianya oksigen. Adapun kadar CO2 yang

dikeluarkan oleh kecambah kacang hijau dapat menjadi tolak ukur laju respirasi yang
dilakukan oleh kecambah kacang hijau tersebut.
Sedangkan factor dari jenis dan umur serta ukuran tumbuhan bahwa masing-masing
spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan demikian kebutuhan
tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-masing spesies. Tumbuhan
muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding tumbuhan yang tua.
Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa pertumbuhan .
Pada botol 4, 5 dan 6 didalam oven lebih banyak kadar CO2 nya daripada
pada suhu ruangan karena mungkin factor dari jnis, usia dan ukuran dari kecambah
tersebut .
REFERENSI

Achmad, Balie. 2010. Penetapan Kuosien Respirasi Jaringan Tumbuhan. http : //


arcturusarancione. Wordpress. Com / 2010 / 06 / 28 / penetapan kuosien
respirasi jaringan tumbuhan /. (Diakses, Sabtu 7 Mei 2011).
Atkin O. K., Scheurwater I, Pons T. L. 2006. Respiration as a percentage of daily
photosynthesis in whole plants is homeostatic at moderate, but not high,
growth temperatures. Journal compilation 368.
Dwidjoseputro. 1986. Biologi. Erlangga. Jakarta.
Kamariyani. 1984. Fisologi Pasca Panen. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Krisdianto, dkk. 2005. Penuntun Praktikum Biologi Umum. Banjarbaru: FMIPA
Universitas Lambung Mangkurat.
Lovelles. A. R. 1997. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik.
Jakarta: PT Gramedia.

Pantastico, E. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen dan Pemanfaatan Buah - buahan dan
Sayur-sayuran

Tropika

dan

Subtropika.

Kamariyani,

penerjemah.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.


Putra, Issanto. 2010. Penetapan Kuosien Jaringan Tumbuhan. http: // 4thena.
wordpress. Com / category / fisiologi tumbuhan /. (Diakses, Sabtu 7 Mei
2011).
Reeves. 1994. Elevated Atmospheric Carbon Dioxide Effects On Sorghum And
Soybean Nutrient Status.). journal of plant nutrition, 17(11), 1939-1954
(1994).
Salisbury, Frank B. dan Ross, Cleon W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung :
Penerbit ITB.
Simbolon, Hubu. 1989. Biologi Jilid 3. Jakarta: Erlangga.
Tjitrosomo.1987. Botani Umum 2. Bandung: Angkasa.
Umbara, Danu S. 2008. Pengembangan Teknik Modified Atmosphere Packaging
untuk

Sayuran

Campuran

Terolah

Minimal.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:VXsSje3QQaQJ:re
pository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/13949/DANU%2520UMBA
RA%2520S_F2008.pdf?sequence%3D2+kuosien+respirasi+tumbuhan+keca
mbah+pdf&hl=id&gl=id. (Diakses, Sabtu 7 Mei 2011).
Wills RHH, Lee TH, Graham D, Glasson WBM, Hall EG. 1981. Postharvest. An
Introduction to the Physiology and Handling of Fruits and vegetables. New
South Wales University Press Limited. Kensington, N.S.W. Australia.
Yasa, I Komang Jaya Santika. 2009. Respirasi Dipengaruhi oleh Beberapa Faktor.
http://www.idonbiu.com. ( Diakses pada tanggal 10 Mei 2012).

LAMPIRAN
PERHITUNGAN KADAR CO2
Kadar CO 2

=1000xv titran(HCL) x Mr sampel(NaOH)


1000 xV sampel (NaOH)

Kelompok 1
Kadar CO 2 Oven

= 22 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 30 mg/L

= 26 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 42 mg/L

= 28 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 34 mg/L

= 34 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 32 mg/L

Kelompok 2
Kadar CO 2 Oven

Kelompok 3
Kadar CO 2 Oven

Kelompok 4
Kadar CO 2 oven

Kelompok 5
Kadar CO 2 oven

= 30 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 30 mg/L

= 34 mg/L

Kadar CO 2 ruangan =

= 30 mg/L

Kelompok 6
Kadar CO 2 oven

Anda mungkin juga menyukai