Anda di halaman 1dari 3

Malassezia dalam sebuah proses komplemen dan dependen.

Dengan kata lain reseptor yang


tergabung dalam pengikatan sell fagosit-yeast telah dikarakteristikan dalam garis sell monosit
manusia sebagai mannose reseptor, B-glukan reseptor, dan reseptor pelengkap tipe 3.
Penelitian terkini menunjukan bahwa ketika sebuah garis sell monosit, THP1, terangsang
dengan baik hidup ataupun heat-killed malassezia, produksi IL-8 akan meningkat, ketika
rangsangan dari garis sell granulositik, HL-60, menghasilkan peningkatan IL-8 maupun IL1B. Effek dari IL-1B dalam pertahanan tubuh terhadap organisme jamur kulit termasuk
aktivasi dari limfosit, kemotaksis, dan neutrofil serta induksi inflamasi. Interleukin 8 juga
merangsang kemotaksis dan aktivasi dari neutrofil dan t sell. Selain itu, interaksi dari
malassezia dengan sell fagosit dapat menjadi pemicu respon inflamasi dan penarikan lebih
jauh dari sell fagosit.
Opsonisasi sell ragi malasezzia hidup lebih merangsang daripada malasezzia yang
tidak teropsonisasi atau yang mati karena panas. Akan tetapi, kemampuan dari neutrofil untuk
membunuh malassezia lebih terbatas dibandingkan effisiensi pembunuhan dari ragi kandida
albicans dan jenis jamur lainnya. Mekanisme dari malassezia bisa resisten atau mencegah
fagosit membunuhnya belum jelas. Sebagai tambahan untuk lolos dari pembunuhan
phagolisosom, peneliian in vitro menduga efek immunosupresan dari malassezia dalam
aktivasi dari sell innate efektor berbeda. M. Furfur bisa menginvasi keratin manusia dan
penggabungan pagolisosom, yang mengizinkan penyelamatan m. Furfur dalam sell host.
Sebagai tambahan, kultur dari sell ragi m. Furfur dengan keratinosit manusia tidak
merangsang sitokin atau produksi kemotaksis.
Tingkat rendah dari monosit kemotaksis protein 1 (MCP-1), TNF-A, dan IL-1B
ditemukan, yang berhubungan dengan kelebihan produksi dari sitokin immunosupresif IL-10
dan tumor growt factor-B (TGF-B). Pustulat lanjutan bahwa penekanan dari sitokin
proinflamasi memungkankan malassezia untuk selamat dalam sell host tanpa menyebabkan
respon inflamasi. Penekanan dari IL-1B, IL-6, dan TNF-A juga dilaporkan ketika malassezia
di cocultured dengan pheriperal blood mononuclear cells (PBMCs), dan penekanan dari
keterlibatan IL-10. Hubungan ini dengan situasi terlihat pada kulit sehat yang normal dan
juga dengan inflamasi terbatas terlihat pada PV, walaupun terlihat pembebanan jamur yang
besar pada lesi. Diketahui bahwa efek dari imunosupresi dari malassezia pada PBMCs bisa
dibalik dengan penghapusan lapisan kaya lemak seperti kapsul sekitar organisme, dan akan
menarik untuk menentukan jika ini juga kasus dengan keratinosit.
Peran dari DC dan NK sell dalam inate dan respon imun didapat terhadap malassezia
pada individual dengan atopik dan nonatopik telah diteliti lebih lanjut. Pengambilan dari
seluruh sell ragi M. Furfur dan berbagai macam komponen allergi dari ragi, termasuk ekstrak
M.furfur, rekombinan M. Furfur Allergen 5 (Mal-f-5) dan M. Furfur mannan dengan sell
monocyte-derived dendritic yang belum matang telah didemonstrasika in vitro. Internalisasi
dari malassezia menunjukan timbul melalui pengikatan mannose receptor (reseptor lain
mungkin terlibat) atau pinositosis dan tidak terpengaruh dengan IgE. Tampilan dari M. Furfur
juga menunjukan menginduksi pematangan dari MDDCs yang belum matang dengan
meningkatkan regulasi dari ekspresi CD83, dan peningkatan ekspresi dari molekul
perangsang sampingan CD80 dan CD 86.

Pengambilan dari ragi dengan DC juga mrenginduksi produksi dari TNF-A, IL-1B,
dan IL-18, tapi tidak IL-10 atau IL-12, setelah 46 jam dari coculture. Walaupun DC yang
belum matang memiliki aktivitas fagositik yang tinggi, DC yang matang lebih sempurna
dalam menampilkan peptida antigen-derived dalam MHC molekul ke T sell. DC yang telah
terpapar dengan malassezia menginduksi proliferasi dari autolog limfosit T pada dosis
dependen. Interaksi dari DC malassezia matang dengan NK sell pada pasien atopik juga
diperiksa dengan membandingkan jumlah NK sell pada kulit normal dari orang sehat dengan
kulit atopik atau kulit dermatitis atopik atau pasien AEDS. Penelitian ini menunjukan bahwa
hanya beberapa NK sell pada kulit normal, dan mereka berlawanan dengan DC. Dendritik
sell yang telah mengalami preinkubasi dengan Malassezia selama 46 jam lebih sedikit rentan
terhadap NK-mediated lysis, dan resisitensi terhadap NK lysis dimediasi oleh faktor
pemecahan.
Proteksi DC terhadap NK-mediated lysis , jika hal ini timbul pada in vivo, akan
mengizinkan sell dendritik matang untuk tetap dalam epidermis, menampilkan malassezia
antigen ke sell T dan karenanya kontribusi terhadap maintenance dari respon inflamasi
dalam lesi AEDS. Efek dari bentuk berbeda dari malassezia pada respon dari DC telah
diteliti. Sama dengan yang tealah didiskripsikan dalam imunitas terhadap C. Albicans, fase
ragi elicit produksi dari IL-12 dan cat dasar dari Th 1, saat fase hifa menghambat IL-12 dan
cat dasar Th 1, dan merangsang produksi dari IL-14, sebuah sitokin Th2-type. Sama dengan
jamur lainnya, Th 1 T-sell-termediasi imunitas sangan penting dalam pencegahan dan
penyembuhan dari infeksi. Defisiensi dalam respon sell-termediasi Th1 bisa sebagai
predisposisi dari host untuk perkembangan malassezia. Pasien atopik dengan Ige antibodi
terhadap m. Furfur terlihat memiliki peningkatan sintesis dari Th2-berhubungan sitokin IL-4,
IL-5, dan IL-10 oleh malassezia-terstimulasi PBMCs.
Berhubungan dengan respon imun humoral terhadap malassezia, sudah jelas bahwa
respon IgG ke ragi malassezia biasanya pada individual yang sehat dan pasien dengan
penyakit terkait malassezia. Hal ini agak menggambarkan paparan dari sistem imun terhadap
antigen yang dihasilkan oleh organisme komensal. Peningkatan respon IgG bisa terlihat pada
manusia dengan dermatitis atopik. Peran dari respon IgG ini dalam patogenesis dari penyakit
kulit saat ini belum jelas. Antibodi IgG diketahui bisa bekerja sebagai opsonin pelapis
mikroorganism dan untuk mengaktifkan fagosit, yang berubah mencerna dan menghancurkan
patogen ekstrasellular. Hal ini bisa dalam teori menyediakan proteksi untuk host.
Perkembangan berlebihan dari malassezia tidak timbul menjadi kondisi pemulihan sendiri,
Sepertinya antibodi tersebut tidak bersifat melindungi. Sebagai kemungkinan lain, IgG
antibodi bisa mengaktivasi sistem pelengkap, seperti yang telah didemonstrasikan dengan
pityrosporum ovale dan p. Orbiculare, dan eksaserbasi respon inflamasi. Hasil akhir
kemungkinan adalah bahwa respon IgG terhadap ragi Cuma berhubungan dan berkontribusi
terhadap penghambatan proses penyakit yang sedang berlangsung. Penelitian lebih lanjut
dibutuhkan untuk menentukan ketepatan peran yang dimainkan oleh antibodi ini dalam
penyakit kulit yang dirangsang oleh malassezia. Menggunakan test serologi in vitro seperti
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), radioallergosorbent test(RAST), dan western
immunoblotting, IgE malassezia yang spesifik telah dideteksi dalam pasien atopik lebih dari

satu dekade. Rangsangan dari ekstrak malassezia dan IL-4 mengarah ke peningkatan dosedependen dalam sintesis IgE dari PBMCs hanya pada RAST(+) pasien atopik, mengindikasi
sebuah respon Th2-type menyimpang terhadap malassezia pada pasien ini. Antibodi
malassezia spesifik IgE dalam pasien dengan atopik bisa memainkan peranan penting dalam
peningkatan dari respon imun. Spesifik alergen IgE antibodi bisa mengikat sell langerhans di
kulit, dengan menambah penangkapan allergen mereka dan kapasitas presentasi terhadap
paparan kedua dengan alergen. Sebagai tambahan, IgE bisa memediasi mast sell termediasi
respon hipersensitivitas terhadap alergen malasezia, dan mungkin juga terlibat dalam
patogenesis, dan berkontribusi terhadap tanda klinis, pada beberapa kasus dari dermatitis
atopik manusia.

Anda mungkin juga menyukai