Disusun Oleh :
LISA PRIHASTARI (1406505140)
A. PENGERTIAN
Studi cross sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari
prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan dengan
cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik secara
serentak pada individu dari populasi pada satu waktu. Beberapa literatur
epidemiologi menyebut studi cross sectional sebagai studi prevalensi.
Teknik survey paling sering digunakan dalam studi cross sectional
(potong lintang). Studi cross sectional tidak menggunakan metode klinis
atau desain eksperimental. Studi ini memberikan gambaran penyakit,
kesehatan, medis, dan fenomena psikososial yang terjadi pada satu kurun
waktu. Kerangka waktu pada kurun waktu didasarakan pada kecepatan
dan efisiensi pengumpulan data. Studi cross sectional dapat
mengumpulkan informasi yang sama dengan studi longitudinal yaitu
dengan cara menetapkan sampel populasi yang menyerupai sampel studi
longitudinal.
Studi ini dapat mengkaji satu atau beberapa variable sekaligus pada
waktu yang sama. Asosiasi dan hubungan antar variable dapat dengan
mudah di evaluasi dalam studi ini. Adapun tujuan dari studi cross sectional
sebagai berikut :
untuk mengetahui masalah kesehatan masyarakat di suatu wilayah
untuk mengetahui prevalensi penyakit tertentu di suatu daerah
Mengetahui hubungan antara faktor risiko dan frekuensi penyakit
untuk memperkirakan adanya hubungan sebab akibat bila penyakit
itu mengalami perubahan yang jelas dan tetap
untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan diuji melalui
penelitian analitis
Pada studi cross sectional, subyek penelitian diklasifikasikan menjadi
subyek yang terkena dan tidak terkena kelainan atau sakit dan tidak sakit
serta terpapar dan tidak terpapar oleh faktor yang kemudian akan diteliti
pada waktu yang bersamaan. Kemudian dilakukan pengukuran
prevalensinya membandingkan antara mereka yang terpapar dan tidak
terpapar faktor yang diteliti terhadap kelainan yang diteliti. Jika dijabarkan
dalam bentuk tabel maka sebagai berikut :
TOTAL
(A+B)
(C+D)
Maka kemungkinan yang dapat terjadi dari tabel hubungan penyakit dan
paparan pada studi cross sectional diatas adalah :
1. D+E+ yaitu terdapat subyek yang mengalami kelainan atau penyakit
dan terkena paparan yang diteliti
2. D+E-,yaitu terdapat subyek yang mengalami kelainan atau penyakit,
namun tidak terkena paparan yang diteliti
3. D-E+, yaitu subyek tidak mengalami kelainan atau penyakit, meskipun
ia terkena paparan
4. D-E-, yaitu subyek tidak mengalami kelaian atau penyakit dan juga
tidak terkena paparan
Dari studi cross sectional ini dapat menjawab pertanyaan seberapa
sering atau suatu kelainan ditemukan dan apakah paparan (exposure)
dan disease saling berhubungan atau tidak. Meskipun untuk mengukur
ada tidaknya hubungan atau asosiasi ini tidak mudah karena peneliti
harus mengetahui dan memastikan apakah faktor paparan mendahului
atau mengikuti akibat. Cross sectional juga tidak dapat digunakan
untuk mengetahui nilai insidens penyakit dan informasi apakah
penyebab mendahului akibat. Analisis pada studi cross sectional adalah
dengan membandingkan point prevalens antara kelompok exposed dan
unexposed. Analisis ini mengasumsikan bahwa data berasal dari case
control study dan mengikuti kaidah analisis dalam case control. Jika
dari data diketahui exposure mendahului penyebab, maka data dari
cross sectional dapat diberlakukan seperti data ayang didapat dari
cohort studi.
B. Kelebihan dan Kekurangan Studi Cross Sectional
Sebelum peneliti memilih untuk menggunakan studi cross sectional, ia
harus memahami terlebih dahulu kelebihan dan kekurangan studi
penelitian ini.
Kelebihan studi Cross sectional adalah sebagai berikut :
1. Lebih murah dan mudah/praktis untuk dilaksanakan
2. Hasil segera diperoleh
3. Dapat menjelaskan hubungan antara fenomena kesehatan yang diteliti
dengan faktor-faktor terkait (terutama karakteristik yang menetap)
4. Merupakan studi awal dari suatu rancangan studi kasus-kontrol
maupun kohort
5. Dapat mempelajari beberapa eksposure dan outcome pada waktu yang
bersamaan
6. Mendapat nilai prevalensi dan perkiraan relative prevalensi
Perawatan
orthodonti
Orthodonti
(EXPOSURE +)
TIDAK
orthodonti
(EXPOSURE -)
TOTAL
Sariawan
(DISEASE +)
Tidak sariawan
(DISEASE -)
TOTAL
50
200
250
50
700
750
100
900
1000
Prevalens 1
= a / (a+b) = 50 / 250
= 20%
adalah proporsi SARIAWAN diantara orang-orang yang dirawat
orthodonti
Prevalens 2
= c / (c+d) = 50 / 750
= 6,7%
adalah proporsi SARIAWAN diantara orang-orang yang tidak dirawat
ortho
2. Studi Cross-Sectional Analitik
cross
sectional
dapat
di mana
Z1-/2
Z1-
P1
P2
= (P1 + P2)/2
5. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan prevalence dan Asosiasi.
Analisis hubungan atau perbedaan prevalens antar kelompok yang
diteliti dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data.
Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk
3. Bila nilai rasio prevalens < 1 dan rentang interval kepercayaan tidak
mencakup angka 1, berarti faktor yang diteliti merupakan faktor
protektif, bukan faktor resiko. Misalnya rasio prevalens pemakaian ASI
untuk terjadinya diare pada bayi adalah 0,3 berarti ASI justru
merupakan faktor pencegah diare pada bayi, yakni bayi yang minum
ASI memiliki resiko untuk menderita diare 0,3 kali apabila dibandingkan
dengan bayi yang tidak minum ASI.
4. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1,
maka berarti pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih
mungkin nilai rasio prevalensnya= 1. Ini berarti bahwa dari data yang
ada belum dapat disimpulkan bahwa faktor yang dikaji benar-benar
merupakan faktor resiko atau faktor protektif.
Contoh :
Rasio prevalens (RP) sebesar3, dengan interval kepercayaan 95% 1,4
sampai 6,8 menunjukkan bahwa dalam populasi yang diwakili oleh
sampel yang diteliti, kita percaya 95% bahwa rasio pevalensnya
terletak antara 1,4 sampai 6,8 (selalu lebih dari 1). Namun suatu RP
sebesar 3 dengan interval kepercayaan 95% antara 0,8 sampai 7,
menunjukkan bahwa variable bebas yang diteliti belum tentu
merupakan faktor resiko, sebab di dalam populasi yang diwakili oleh
sampel, 95% nilai RP-nya terletak di antara 0,8 dan 7, jadi mencakup
nilai 1. RP =1 menunjukkan bahwa variable yang diteliti bersifat netral
hal yang sama juga berlaku untuk faktor protektif (RP kurang dari 1);
apabila nilai interval kepercayaan selalu kurang dari 1 berarti benar
bahwa dalam populasi variable independen tersebut merupakan faktor
protektif. Namun apabila rentang interval kepercayaan mencakup
angka 1, faktor yang diteliti tersebut belum tentu merupakan faktor
protektif.
Studi Cross sectional dengan beberapa Faktor Resiko
Tidak jarang peneliti ingin memperoleh peran beberapa faktor resiko
untuk terjadinya sesuatu penyakit sekaligus, atau data yang
dikumpulkan tidak dapat menyingkirkan adanya faktor-faktor lain yang
mungkin merupakan faktor perancu (confounding factor). Untuk data
ini dapat dilakukan dengan analisis multavariat. Dua jenis analisis
multivariate yang sering digunakan adalah regresi multiple dan regresi
logistik.
DAFTAR PUSTAKA
1. McMahon B, Pugh TF. 1970.Epidemiology: Principles and Methods.
Boston: Little Brown and Company.
2. Last, J.M. 2001. A dictionary of epidemiology ,4th edition. New York :
Oxford University Press
3. Buck C, Llopis A, Njera E, Terris M . 1998. The Challenge of
Epidemiology: Issues and Selected Readings, Scientific Publication
No. 505. Washington, DC : Pan American Health Organization
4. Susser M, Ezra Susser. 1996. Choosing a future for epidemiology: II.
From black box to Chinese boxes and eco-epidemiology. Am J Public
Health, 86: 674-677
5. Strevens,
M.
2011.
Scientific
explanation.
http://www.strevens.org/research/simplexuality/Expln.pdf.
diakses
Agustus 2011
6. Slattery, ML. The Science and art of molecular epidemiology. J
Epidemiol Community Health 2002; 56: 728-729.
7. Timmreck, C Thomas. 2004. Epidemiologi suatu pengantar edisi ke2. Jakarta : EGC
8. Nazir, Moh.,ph.D.
Indonesia.
2003.
Metode
penelitian.
Jakarta
Ghalia