Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan Bahasa Daerah Sebagai Sarana Pendidikan Moral dan Etika Bagi Siswa

Relevansi pendidikan bahasa daerah dalam dunia pendidikan kita sekarang masih ada.
Alasannya, bahasa daerah merupakan satu kekayaan budaya nasional dan sebuah identitas
budaya yang patut dilestarikan. Bahasa adalah alat untuk menyampaikan gagasan, pendapat, dan
perasaan kepada orang lain. Orang lain dapat memahami apa yang diharapkan jika menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti dan dipahami. Bahasa Jawa merupakan salah satu jenis bahasa
yang tergolong kompleks baik dari segi tata bahasanya, penggunaannya yang menggunakan
berbagai tataran fonologis , segi penulisannya, dan pada materi pembelajaran bahasa Jawa yang
mencakup beberapa bahan ajar yang perlu disampaikan kepada siswa.
Di lingkungan sekolah, pendidikan bahasa daerah dapat berperan sebagai pendidikan moral dan
etika bagi siswa. Dilihat dari konteks budaya masyarakat, kefasihan berbahasa daerah dijadikan
tolak ukur sopan santunnya seseorang. Dengan begitu, peran bahasa daerah dapat dioptimalkan
dikarenakan
keterpaksaan budaya para siswa. Dalam bahasa daerah termuat
nilai-nilai akhlak, sopan-santun dan keramah-tamahan, disamping pengenalan budaya itu sendiri.
Sebagai contoh, dalam bahasa Jawa terdapat hierarki penggunaan bahasa yang pemilihan kata
harus tepat. Dilihat dengan siapa ia berbicara dengan siapa dan bagaimana cara pengucapannya.
Bahasa berbicara dengan orang tua berbeda dengan berbicara dengan teman sebaya. Dan
disinilah tergali sebuah nilai unggah-ungguh atau tata krama. Pendidikan bahasa daerah penting,
karena sebagai sarana prasarana kebanggaan akan budaya bangsa kita sendiri.
Untuk melestarikan kekayaan budaya dari ancaman kepunahan, UNESCO mendukung
pengajaran bahasa daerah di sekolah-sekolah. Bahasa daerah, yang sering disebut bahasa ibu,
akan dijadikan pelajaran muatan lokal di sekolah kata Ketua Komisi Nasional UNESCO Prof.
Dr. Arief Rahman, pada Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional di Jakarta, Senin, 25 Februari
2011. Dalam kurikulum muatan lokal (1994:65) tujuan pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa
adalah peningkatan pemahaman dan penggunaan bahasa Jawa, peningkatan kemampuan
penguasaan kebahasaan untuk berkomunikasi, pengembangan sikap positif terhadap bahasa dan
sastra Jawa, peningkatan kemampuan menggunakan bahasa Jawa untuk meningkatkan
kemampuan intelektual, memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan kehidupan serta
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Di Indonesia ada 742 bahasa ibu, namun dari tahun ke tahun jumlahnya berkurang. Ada beberapa
alasan berkurangnya bahasa ibu di Indonesia yaitu dalam komunikasi sehari-hari banyak
keluarga yang sudah tidak lagi mengajarkan dan membiasakan bertutur dalam bahasa ibu.
Pemakaian bahasa ibu juga dikalahkan oleh pemakaian bahasa nasional atau bahasa asing .
Akibatnya, di pelosok daerah generasi muda lebih memilih memakai bahasa Indonesia dan asing
dari pada bahasa daerahnya.
Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kota Yogyakarta bapak Drs, Darno, M.A. mengatakan
bahwa melalui pelajaran bahasa Jawa akan mengangkat nilai adi luhung yang ada dalam tata
krama kehidupan Jawa, seperti toleransi, kasih sayang, gotong royong, sopan santun,
kemanusiaan, nilai hormat, berterima kasih kepada sesama, dan sebagainya. Melalui bahasa Jawa
itu diharapkan dapat diangkatnya kembali nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini,
khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkait dengan bahasa Jawa. Untuk pelaksanaan

dalam pembelajaran, pelajaran bahasa Jawa harus dikemas dengan baik supaya tidak
membosankan.
Pembelajaran bahasa Jawa di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) seharusnya lebih luas dari seni dan bahasa, yaitu kebudayaan Jawa. Pembelajaran bahasa
Jawa di SMA dan SMK harus dibawa dalam konteks kebudayaan Jawa. Kebudayaan dalam
konteks ini, bahasa Jawa dimaknai sebagai bagian dari keseluruhan kebudayaan Jawa dan
sebagai bahasa kebudayaan Jawa. Sehingga bahasa Jawa tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
Jawa. Penanaman nilai-nilai lokal yang terkandung dalam bahasa Jawa dan kebudayaan Jawa
juga berlangsung tidak sekedar meaning getting, tetapi berupa proses meaning making sehingga
akan terjadi internalisasi nilai-nilai dalam diri siswa.
Bahasa Jawa merupakan simbol-simbol yang berkembang melalui kemampuan berpikir orang
Jawa dan proses interaksinya di masa lampau hingga sekarang. Setiap Informasi yang
dipertukarkan melalui bahasa Jawa kemudian diolah di kepala masing-masing individu,
diinterprestasikan dan dapat terbentuk suatu makna tertentu. Bahasa Jawa sebagai bahasa suku
Jawa membentuk makna yang mencerminkan budaya, norma sosial, dan adat istiadat yang
mengikat orang Jawa itu sendiri dalam bertindak, berperilaku, dan bergaul.
Orang tua yang membiasakan anaknya menggunakan bahasa Jawa Ngoko dalam pergaulan
sehari-hari maka penerimaan sosial anak menjadi kurang sopan dan cenderung nakal di luar
rumah. Kebiasaan di dalam keluarga yang berbahasa Jawa Ngoko cenderung membuat anggota
keluarga kasar dan cenderung bersikap kurang beretika. Penerapan bahasa Jawa Ngoko di dalam
keluarga memperlihatkan bahwa kedudukan antara anak dan orang tua adalah sejajar. Situasi
dalam berkomunikasi tidak bereaksi ketegangan sosial, komunikasi yang dilakukan anak
cenderung santai dan terbuka. Akibatnya, konflik yang timbul lebih banyak dari pada keluarga
yang menerapkan bahasa Jawa Krama, bahkan sering terjadi pertengkaran dan perselisihan
antara orang tua dengan anak.
Aplikasi bahasa Jawa Karma di dalam komunikasi keluarga membuat tatanan hirarkhi antara
tatanan orang tua dan anak, orang tua memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari pada anak.
Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Jawa dapat dijadikan sarana pendidikan moral dan etika
bagi siswa agar memiliki ungah-unguh dalam berkomunikasi sehari-hari baik dilingkungan
sekolah, masyarakat, dan keluarga yang tidak hanya sekedar sebagai bahasa tutur melainkan
terdapat makna-makna sosial yang meletar belakanginya.

Anda mungkin juga menyukai