KELOMPOK I
RATNAWATI
P1803213001
P1803213002
NURUL AFIAH
P1803213003
FAHMI HAFID
P1803213004
KONSENTRASI GIZI
MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Memahami Konsep Ketahanan Pangan
2. Memahami Komponen Ketahanan Pangan
3. Memahami Tantangan Untuk Mencapai Ketahanan Pangan
4. Memahami Sistem Ketahanan Pangan Di Indonesia
5. Memahami Konsep Kerawanan Pangan
6. Memahami Penanganan Kerawanan Pangan Wilayah
7. Memahami Contoh-contoh Studi Kasus Terkait Ketahanan Pangan
BAB II
PEMBAHASAN
Ketersediaan
dan
manajemen
tanaman
pertanian;
pemuliaan
dan
pangan
seringkali
berkompetisi
dengan
kebutuhan
lain.
bagi
suatu
negara
untuk
mencapai
ketahanan
pangan melibatkan
penyimpanan,
pemprosesan,
2.
Akses
Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan
membeli dan besarnya alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada
suatu individu dan rumah tangga (Gregory et al, 2005). PBB menyatakan
bahwa penyebab kelaparan dan malnutrisi seringkali bukan disebabkan
oleh kelangkaan bahan pangan namun ketidakmampuan mengakses
bahan pangan karena kemiskinan (PBB, 1999). Kemiskinan membatasi
akses terhadap bahan pangan dan juga meningkatkan kerentanan suatu
individu atau rumah tangga terhadap peningkatan harga bahan
Pemanfaatan/Penyerapan Pangan
pemanfaatan
pangan
oleh
Stabilitas
Stabilitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam
mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu. Kerawanan
pangan dapat berlangsung secara transisi, musiman, ataupun kronis
(permanen) (Gregory, 2005). Pada ketahanan pangan transisi, pangan
kemungkinan tidak tersedia pada suatu periode waktu tertentu. Bencana
alam dan kekeringan mampu menyebabkan kegagalan panen dan
mempengaruhi ketersediaan pangan pada tingkat produksi (Ecker &
Breisinger, 2012). Konflik sipil juga dapat mempengaruhi akses kepada
bahan pangan. Ketidakstabilan di pasar menyebabkan peningkatan harga
pangan sehingga juga menyebabkan kerawanan pangan. Faktor lain
misalnya hilangnya tenaga kerja atau produktivitas yang disebabkan oleh
wabah penyakit. Musim tanam mempengaruhi stabilitas secara musiman
karena bahan pangan hanya ada pada musim tertentu saja. Kerawanan
pangan permanen atau kronis bersifat jangka panjang dan persisten.
penduduk
perempuan
yang
buta
aksara
(lihat:
Pramoedyo,H.,dkk.,2010)
Oleh karena itu berbagai program pembangunan ketahanan pangan
dan gizi pada tingkat Kabupaten/Kota perlu lebih diarahkan untuk
mendukung sekaligus memfasilitasi peningkatan produksi, ketersediaan
pangan, distribusi dan aksesibilitas pangan serta perbaikan tingkat
konsumsi pangan melalui 8 (delapan) upaya sebagai berikut: (1)
pemanfaatan potensi dan keragaman sumber daya lokal secara efisien
melalui pemanfaatan teknologi lokal yang spesifik; (2) pengembangan
sarana dan prasarana yang mendukung produksi pangan;(3) peningkatan
pelayanan,
penyuluhan
dan
pendampingan
ketahanan
pangan
pertanian
lainnya
untuk
produksi biofuel.
Libya
telah
cuaca
yang
akan
ekstrim
meningkat
karena
perubahan
iklim.
Di Honduras,
perempuan
Garifuna
2.
3.
4.
nasional
maupun
global,
ketersediaan
pertama
Millenium
Development
penyediaan
Goals(MGDs)
pangan,
tetapi
bukanlah
menurunkan
untuk
peningkatan kualitas
pencapaian pemenuhan
sumberdaya manusia,
dan
hak
atas
harus
pangan,
ketahanan pangan
kemampuan
sumber
daya
manusia
(SDM),
sehingga
2.
3.
regional/daerah.SKPG
merupakan
serangkaian
proses
untuk
Kegiatan SKPG terdiri dari analisis data situasi pangan dan gizi bulanan dan
tahunan serta penyebaran informasi. Data bulanan dan tahunan tersebut
menginformasikan tentang 3 (tiga) aspek utama yaitu ketersediaan, akses,
dan pemanfaatan pangan yang menjadi dasar untuk menganalisis situasi
pangan dan gizi di suatu daerah. Hasil SKPG ini digunakan sebagai dasar
pelaksanaan
investigasi
pemerintah
provinsi,
membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pangan dan Gizi yang berada di bawah
koordinasi Dewan Ketahanan Pangan.
Pokja
Badan
Ketahanan
pembangunan ketahanan
untuk
mencapai
tujuan
Pangan
dalam
pangan
tahun
2010-2014
dan sasaran
dalam
pemantapan
pada
peningkatan
pertanian
dan
ketahanan
pangan;
(3)
Menerapkan
strategi
koordinasi,
Melaksanakan
koordinasi
secara
sinergis
dalam
penyusunan
Mendorong
pangan,
pengembangan
cadangan
pangan,
sistem
distribusi
pangan segar;
3.
permasalahan
strategis
ketahanan
pangan
melalui
melalui:
penanganan kerawanan
distribusi,
dan
stabilisasi harga
(a)
pemantapan
akses
pangan;
dan
cadangan
ketersediaan
(b)
pangan,
pemantapan
pangan;
(c)
sistem
percepatan
dan
manajemen
masyarakat.
Langkah
operasional
yang
ditempuh
dalam
mengakomodasi
Penguatan
Lembaga
Distribusi
Pangan
c. Koordinasi
evaluasi
dan
pengendalian
pencapaian
kondisi
ketahanan pangan;
d. Peningkatan pelayanan perkantoran dan perlengkapan terhadap
program diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat
e. Pengembangan pemberdayaan masyarakat ketahanan pangan;
f. Efektivitas peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan.
Bahtiar
Husin/Metro
Aceh.
Sumber:
www.jpnn.com/index.php%3Fmib%3Db...%
Adapun 5000 areal sawah tersebut berada di Desa Alue Merbau,
Desa Bukit Metuah, Desa Senebok Antara, Desa Alur Pinang dan Desa
Matang Cengai. Menurut petani Desa Alue Merbau, kekeringan itu terjadi
akibat cuaca panas beberapa pekan terakhir ini. Selain itu juga kerena tidak
berfungsinya saluran irigasi yang berada di desa tersebut, Sudah tiga bulan
lahan pertanian tidak diairi, karena tanggul saluran irigasi yang berada di
lokasi yang biasanya mengaliri air ke lahan sawah telah jebol.
Ancaman Keringnya sawah diawali saat terjadinya jebolnya
tanggul saluran irigasi yang selama ini mengairi sawah. Sejak saat itu air
tidak lagi dapat mengalir ke sawah, sehingga lahan tanaman padi
mengalami kekeringan dan hasil panen menurun drastis.
Biasanya dengan luas lahan yang ada, dapat dihasilkan padi hingga
2,8 ton, namun panen kali ini hasilnya hanya 1 ton saja karena padi banyak
yang mati dan hampa. Akibat gagal panen itu sebagian petani mulai patah
semangat dan enggan untuk menanam padi lagi di lahan tersebut. Areal
persawahan mulai ditinggalkan, karena modal yang dikeluarkan dengan
hasil tidak berimbang (usaha taninya merugi).
Dari sudut pandang perspektif pertanian, kekeringan jauh lebih
berbahaya daripada banjir, terutama karena periode waktunya. Banjir
sampai batas tertentu, masih dapat dikendalikan dan kejadiannya
berlangsung dalam waktu pendek, apalagi jika drainase baik. Di pihak lain,
kekeringan membuat kebutuhan air tanaman dan makhluk hidup lain
menjadi sangat terbatas, itu pun periodenya sangat panjang. Kekeringan
bisa mengancam daerah mana saja, sehingga berdampak lebih luas dan
lama. Oleh karena itu, mengurangi dampak tekanan dari kekeringan jadi
penting. Secara historis, Indonesia telah berulangkali mengalami peristiwa
kekeringan yang serius. Sayangnya, berbagai peristiwa tersebut kurang
terdokumentasikan dengan baik. Salah satu kasus kekeringan yang
mengesankan terjadi pada awal 1970-an yang menimpa daerah-daerah
gudang beras penting di Indonesia, seperti Kabupaten Karawang, Jabar.
Akibatnya insiden kelaparan meluas di tengah masyarakat, terutama
menimpa mereka yang vulnerable dan berpendapatan rendah.
suplai
air.
Sumber:
radarkarawang.blogspot.com/2009_...ive.html
kekeringan
di
Lampung
dapat
mengakibatkan
dengan pengadaan sumur bor untuk mengairi sawahnya. Sebab, air sumur
bor pun kering di saat musim kemarau. Oleh karena itu bantuan bagi
petani berupa benih padi untuk musim tanam berikutnya.
Sumber: www.inilah.com/berita_print.php%...%3D40695
Jika bencana kekeringan terus meluas, pasti bakal ikut memicu
lonjakan harga pangan nasional. Harga beras sebagai bahan pangan pokok
orang Indonesia bisa merambat naik. Problem lain di luar kekeringan
adalah lahan pertanian tanaman pangan dari hari ke hari semakin
berkurang sebagai akibat darui berbagaui bentuk konversi lahan pertanian.
Sebagian petani akan mengubah pola pengelolaan lahannya mengarah
kepada tanaman non-pangan, misalnya aneka tanaman perkebunan yang
lebih tahan kekeringan.
Tuban
prioritas
penanganan
kerawanan
pangannya
Tuban
prioritas
penanganan
kerawanan
pangannya
6.
produksi
adalah
jumlah
produksi
melebihi
bila
yang
surplus
tidak
serta
merta
menunjukkan
dari wilayah NTB. Jadi jangan terlena hanya dengan Surplus produksi
saja, tapi kita perlu lihat sisi yang lain agar dapat dilihat secara utuh.
Kata Surplus sudah jelas dipahami oleh setiap orang
sebagai
sesuatu yang berlebih, dan memang benar sesuai dengan maknanya bahwa
surplus itu adalah berlebih. Maka bila kita kerucutkan yang surplus itu
adalah produksi bahan pangan khususnya beras, maka daerah tersebut
terkesan makmur dan harga komoditas pangan seperti beras pasti murah
atau paling tidak harganya terjangkau oleh masyarakatnya.
Nusa Tenggara Barat, cukup lama menyandang predikat sebagai
provinsi yang mengalami surplus beras, yang ditunjukkan dengan analisis
prognosa yaitu dengan membandingkan antara jumlah produksi dengan
kebutuhan baik untuk kebutuhan bibit, pakan ternak dan konsumsi
masyarakat dan susut hasi, bahkan predikat yang cukup prestisius pernah
dicapai oleh provinsi NTB yaitu berswasembada pangan pada tahun 1984,
dengan keberhasilan GORAnya sehingga pada waktu itu NTB dikenal
dengan BUMI GORA.
Sehingga kita ssering tidak menyangka sebagai daerah yang surplus,
NTB juga secara bersamaan mengalami kasus gizi buruk dan busung lapar.
Sesuai difinisinya bahwa ketahanan pangan itu adalah suatu kondis
terpenuhinya pangan yang cukup sampai dengan tingkat rumah tangga
baik jumlah maupun mutunya secara berkelanjutan dengan harga yang
terjangkau. Kalau kita cermati kalimat itu,paling tidak ada tiga aspek yang
selanjutnya menjadi sub sistem ketahanan pangan itu yaitu ketersediaan,
distribusi dan konsumsi. Hal itu menunjukkan bahwa ketahanan pangan itu
tidak dapat terwujud apabila hanya melihat atau melaksanakan salah satu
aspek saja atau berhasil pada salah satu sub sistem saja, tetapi harus dilihat
dan diupayakan secara utuh ketiga aspek itu. Jadi harus ada sinergi
diantara stake holders yang terkait dengan ketiga sub sistem tersebut.
Sub sistem yang pertama adalah ketersediaan yang dipengaruhi oleh
beberapa
variabel
seperti
produksi,ekspor/impor
dan
juga
stok,
adalah Beras, dan ada anggapan sebagian orang apabila dirumah sudah
ada beras, dia merasa tenang.
Pada hal yang pertama, walaupun kita telah mengkonsumsi
makanan selain beras telah dapat memenuhi asupan gizi yang cukup, kita
akan berupaya makan nasi yang bersumber dari beras. Apabila hal itu
terjadi, akan meningkatkan konsumsi beras perkapita yang akan
berpengaruh langsung pada ketersediaan beras kita yang akan berpengaruh
juga pada kondisi ketahanan pangan. Apabila hal yang kedua terjadi, maka
akan
melemahkan
animo
masyarakat
untuk
melakukan
upaya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Tiga komponen utama
ketahanan pangan menurut WHO, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan,
dan pemanfaatan pangan. Tantangan untuk mencapai ketahanan pangan yakni
degradasi lahan, hama dan penyakit, krisis air global, perebutan lahan,
perubahan iklim, Kebijakan pemerintah
maupun politik
kemampuan
sumber
daya
manusia
(SDM),
sehingga
merupakan
serangkaian
proses
untuk
kerawanan
pangan
dan
kemiskinan
yang
berada
di
3.2 Saran
Kerawanan pangan mempunyai korelasi positif dan erat kaitannya
dengan kemiskinan. Pada situasi dimana kebijakan publik tidak dapat
diandalkan, maka masyarakat harus melibatkan diri secara aktif dalam
pembentukan cadangan pangan. Dengan segala keterbatasan yang ada,
masyarakat harus mampu membangun tatanan kelembagaan cadangan pangan
untuk mengamankan diri sendiri, keluarga, dan komunitasnya dari
kekurangan pangan kronis. Dalam konteks demikian, gagasan untuk
menghidupkan kembali lumbung desa sebagai institusi ketahanan pangan
tradisional yang telah dikelola masyarakat desa secara turun-temurun menjadi
amat relevan.
Ketahanan pangan akan dapat diwujudkan dengan melakukan sinergi
diantara kita baik pemerintah maupun masyarakat, mulai dengan hal-hal yang
kecil dan dari diri kita sendiri, jangan berharap kita memperoleh yang besar
dengan mengabaikan hal yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. - . "Africa may be able to feed only 25% of its population by 2025".
News.mongabay.com. Diakses 16 Maret 2014
.
Anonim. ^ "The Food Bubble Economy". I-sis.org.uk. April 12, 2002. Diakses 16
Maret 2014.
Anonim, 2001.Rencana Strategis dan Program Kerja Pemantapan Ketahanan
Tahun 2001-2004. Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen
Pertanian Jakarta.
Anonim, 2003. Pedoman Umum Penanggulangan Pencegahan Masalah Pangan.
Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Jakarta.
Anonim, 2003. Peta Kerawanan Pangan Indonesia. Badan Bimas Ketahanan
Pangan Departemen Pertanian Jakarta.
Ariani, M, H.P. Saliem, S.H. Suhartini, Wahida dan H. Supriadi. 2000. Analisis
Kebijaksanaan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Berpendapatan
Rendah. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
BKP.
BKP. 2013. Petunjuk Pelaksanaan Kewaspadaan Pangan dan Gizi 2013. Tersedia
di
bkp.deptan.go.id/.../file/Petunjuk_Pelaksanaan_SKPG Tahun
.pd
f. Diakses tanggal 18 Maret 2014
Ecker and Breisinger.2012. The Food Security System. Washington, D.D.:
International Food Policy Research Institute. hlm. 114.
FAO. 1997. "The food system and factors affecting household food security and
nutrition". Agriculture, food and nutrition for Africa: a resource book
for teachers of agriculture. Rome: Agriculture and Consumer
Protection Department. Diakses 16 Maret 2014.
FAO. Agricultural and Development Economics Division (June 2006). Food
Security (2). Diakses 17 Maret 2014
Godfray, H. C. J.; Beddington, J. R.; Crute, I. R.; Haddad, L.; Lawrence, D.;
Muir, J. F.; Pretty, J.; Robinson, S.; Thomas, S. M.; Toulmin, C. (28
Nuhfil.
Ketahanan
Pangan.
Tersedia
di
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCYQFjAA&url=http%3A%2F%2Fnuhfil
.lecture.ub.ac.id%2Ffiles%2F2009%2F03%2F2-pengertian-ketahananpangan-2.pdf&ei=w2wmU4bEPMTwiAeKtoEY&usg=AFQjCNFRq-x9qfyLbYveWSyhiK-1dojJg. Diakses tanggal 16 Maret 2014
Handewi
Propinsi
United Nations Committee on Economic, Social, and Cultural Rights (1999). The
right to adequate food. Geneva: United Nations.
Wibowo, R. 2000. Pertanian dan Pangan. Bunga Rampai Pemikiran Menuju
Ketahanan Pangan. Jakarta: Puslibang Sinar Harapan.