Anda di halaman 1dari 4

3.

2 Pembahasan
Laju digesti adalah laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan
dari molekul yang kompleks ke molekul yang lebih sederhana dan kemudian akan
diabsorpsi oleh tubuh ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat
diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Saluran pencernaan pada
ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Rongga mulut memiliki gigi-gigi
kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut
yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak
menghasilkan

ludah

(enzim). Makanan

masuk

ke

rongga

mulut

makanan lalu masuk ke esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar
insang. Esofagus berbentuk kerucut, pendek, terdapat di belakang insang dan bila
tidak dilalui makanan lumennya menyempit. Makanan di kerongkongan didorong
masuk ke lambung, lambung pada umum-nya membesar, tidak jelas batasnya
dengan usus (Sunde et al., 2004). Ikan jenis tertentu memiliki tonjolan buntu
untuk memperluas bidang penyerapan makanan (Kusrini, 2008).
Laju digesti dipengaruhi oleh faktor fisiologis dan lingkungan. Suhu tubuh,
kesehatan, ukuran makanan dan stress berakibat pada menurunnya efisiensi pakan
dan pengambilan nutrisi. Selain itu digesti dimulai dari usus depan selama 1 2
jam, kemudian menuju usus tengah dimana keberadaan pakan mencapai tingkat
optimum 5 jam setelah proses makan dimulai. Laju digesti pada umumnya
berkolerasi dengan laju metabolisme ikan. Pengukuran waktu saat praktikum
selama 15 menit dan 30 menit, sehingga hasil yang diperoleh saat praktikum besar
kemungkinannya bukan merupakan suatu proses digesti akibat pakan yang
diberikan saat praktikum. Biasanya semakin banyak aktivitas ikan itu, maka akan
semakin banyak membutuhkan energi sehingga proses metabolismenya tinggi dan
membutuhkan makanan yang mutunya jauh lebih baik dan lebih banyak
jumlahnya (Kay, 1998).
Laju digesti juga dipengaruhi oleh enzim pencernaan. Enzim ini berfungsi
sebagai katalisator biologi reaksi kimia didalam pencernaan ikan, enzim enzim
ini disekresikan dalam rongga pencernaan berasal dari sel-sel mukosa lambung,
pilorik kaeka, pankreas dan mukosa usus (Halver dan Hardy, 2002). Beberapa
contoh enzim pencernaan yang berfungsi sebagai hidrolisis nutrien makro

dimungkinkan dengan adanya enzim perncernaan seperti protease, karboksilase,


lipase dan selulase (Zonneveld et al., 1991). Semakin lama waktu setelah
pemberian pakan maka aktivitas enzim protease di usus semakin berkurang. Hal
ini menunjukan enzim protease diproduksi tergantung dengan kondisi pakannya
(Yamin et al., 2008).
Perbedaan bobot tubuh bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi
perbedaan laju digesti yang mengakibatkan perbedaan bobot lambung antara ikan
satu dengan ikan lainnya. Menurut Mujiman (1984), faktor-faktor lain yang juga
mempengaruhi laju digesti diantaranya temperatur, umur, aktivitas, jenis kelamin,
dan faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan seperti kandungan O2, CO2,
H2S, pH dan alkalinitas. Temperatur optimal dan tingkat aktivitas ikan
mengakibatkan laju metabolisme meningkat sehingga laju digestinya pun
meningkat. Penurunan bobot lambung saat praktikum mungkin juga dikarenakan
faktor-faktor tersebut. Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan.
Proses pencernaan makanan yang dilakukan oleh ikan berjalan sangat lambat pada
suhu yang rendah, sebaliknya lebih cepat pada perairan yang lebih hangat
(Rounsefell dan Everhart, 1953). Secara teoritis setiap kenaikan suhu 10C diatas
13C akan mengakibatkan makanan yang dikonsumsi ikan meningkat dari 2
sampai 3 kali lipat. Suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah antara
25C sampai 27C (Atmadja, 1977).
Digesti (pencernaan) adalah proses pemecahan zat-zat makanan sehingga
dapat diabsorpsi oleh saluran pencernaan. Proses digesti meliputi: (1)
pengambilan makanan (prehensi), (2) memamah (mastikasi), (3) penelanan
(deglutisi), (4) pencernaan (digesti), dan (5) pengeluaran sisa-sisa pencernaan
(egesti). Berdasarkan proses pencernaannya dapat dibedakan menjadi digesti
makanan secara mekanis, enzimatis, dan mikrobiotis. Hasil akhir proses
pencernaan adalah terbentuknya molekul-molekul atau partikel-partikel makanan
yakni: glukosa, asam lemak, dan asam amino yang siap diserap (absorpsi) oleh
mukosa saluran pencernaan. Selanjutnya, partikel-partikel makanan tersebut
dibawa melalui sistem sirkulasi (tranportasi) untuk diedarkan dan digunakan oleh
sel-sel tubuh sebagai bahan untuk proses metabolisme (assimilasi) sebagai sumber

tenaga (energi), zat pembangun (struktural), dan molekul-molekul fungsional


(hormon, enzim) dan keperluan tubuh lainnya (Nurcahyo, 2005).
Faktor yang dapat mempengaruhi laju pengosongan lambung diantaranya
suhu, salinitas dan kandungan pakan yang diberikan. Suhu merupakan salah satu
faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktivitas, nafsu makan, konsumsi
oksigen, laju metabolisme, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan molting
krustasea (Kumlu et al. 2001; Whyteley et al. 2001; Hoang et al. 2003; Villareal
et al. 2003; Zacharia dan Kakati, 2004; Xiangli et al. 2004; Kumlu dan Kir,
2005). Suhu air pada saat pengosongan lambung adalah 28-33oC. Keadaan
tersebut memungkinkan laju pengosongan lambung terjadi dengan cepat sehingga
pakan yang berada di dalam lambung kepiting uji cepat habis. Jobling dan Davies
(1979) dan Peterson (1988) dalam Cristo (2001) juga menyimpulkan bahwa suhu
adalah faktor yang sangat mempengaruhi tingkat pengosongan lambung. Reiber
dan Birchard (1993) menyatakan bahwa pengaruh utama suhu adalah
meningkatkan laju pergesekan intermolekular dan laju reaksi-reaksi kimia.
Sehingga semakin tinggi suhu laju metabolisme dan laju pengosongan lambung
akan semakin cepat berlangsung. Gerakan materi di dalam pencernaan sangat
dipengaruhi oleh suhu (Haddon dan Wear, 1987 dalam McGaw. 2006). Selain
faktor suhu, faktor salinitas juga sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme
yang menentukan tingkat pengosongan lambung. Pada salinitas rendah dapat
memperlambat tingkat pencernaan udang (Clemens et al., 1998a dalam McGaw.
2006). Pakan yang dikonsumsi juga berpengaruh terhadap cepat lambatnya laju
pengosongan lambung. Sebab dalam pakan yang akan dikonsumsi banyak
terdapat kandungan-kandungan mineral yang akan diserap oleh usus ikan, melalui
proses pencernaan yang berlangsung selama mengkonsumsi pakan. Pakan yang
bervariasi akan mempengaruhi cepat lambatnya laju digesti atau cepat lambatnya
laju pengosongan lambung pada ikan. Pakan yang diberikan mengandung protein
30,86%, lemak 7,2%, BETN 48,89%, serat kasar 5,7% (Aslamyah dan Fujaya,
2010). Dimana Pencernaan intraselluler dan sintesis protein dapat mulai dalam
waktu 2 jam dan berlangsung selama 2-3 hari (Houlihan et al., 1990.; Mente,
2003; Mente et al., 2003 dalam Mcgaw, 2006). Menurut Elliot (1972) dan

Irigoien (1998) dalam Cristo (2001) menyatakan bahwa isi lambung awal tidak
harus secara signifikan memepengaruhi tingkat pengosongan lambung.

Anda mungkin juga menyukai