Nyai
Nyai
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diterbitkan Depdikbud pada 1989. seorang nyai memiliki
kesinoniman dengan gundik dan selir. Baik nyai, gundik
maupun selir, dalam KBBI, diartikan sebagai bini gelap,
perempuan piaraan, dan istri yang tidak pernah dikawini
resmi.
Pada masa kolonial, nasib nyai jauh lebih beruntung daripada para budak. Di masa awal kolonisasi Hindia Belanda, para pejabat Belanda datang tanpa disertai mevrouw
(nyonya). keberadaan nyai sepenuhnya difaktori kepentingan seksual dan status sosial pejabat kolonial di tanah
Hindia.
Seorang nyai berada dalam posisi yang tinggi secara ekonomis, tapi rendah secara moral. Secara ekonomis, mereka berada di atas rata-rata perempuan pribumi yang bukan bangsawan. Para nyai mengenakan kain songket bersulam benang emas dan perak, mengenakan tusuk konde
roos, peniti intan, dan giwang yang terbuat dari berlian.
Di sejumlah karya sastra yang terbit pada masa kolonialisme, seorang nyai selalu digambarkan sebagai sosok
perempuan yang suka serong, bodoh, dan suka mencuri harta tuannya. Cerita Nyai Dasima yang dikarang G.
Francis misalnya. Dasima, perempuan dari Kampung
Koeripan menjadi nyai Tuan Edward W. Ia sangat dicintai dan dimanjakan layaknya istri yang sah. Namun, Dasima yang rupanya elok ternyata bukan perempuan yang
bisa dipercaya. Ia serong dengan Baba Samioen dari
Kampung Pedjambon.
1
3.1
Text
Nyai Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Nyai?oldid=3092877 Contributors: *drew, Ciko, Alamnirvana, Borgxbot, Relly Komaruzaman,
Kenrick95Bot dan Anonymous: 1
3.2
Images
Berkas:Flag-map_of_Indonesia.png Source: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/6d/Flag-map_of_Indonesia.png License: Public domain Contributors: Karya sendiri Original artist: Andriyko_UA
3.3
Content license