Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM TENTANG KULIT DAN LUKA
1. Anatomi kulit
Kulit atau skin terdiri atas 2 lapisan utama,yaitu epidermis dan dermis.
Beberapa referensi lainnya menyebutkan bahwa hipodermis menjadi bagian dari
kulit sehingga kulit terdiri atas 3 lapisan, yaitu epidermis, dermis, dan
hypodermis (subkutis). ( Anonim 2014 )

Gambar 1 Lapisan kulit

Gambar 2 lapisan epidermis

a. Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:
1) Stratum korneum/Lapisan tanduk
a) Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti
b) Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)
2) Stratum Lusidum
a)

Lapisan sel gepeng tanpa inti

b)

protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)

c)

Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan

d)

Tidak tampak pada kul

3) Stratum granulosum / Lapisan Granular


a)

Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng

b)

Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat


inti diantaranya

c)

Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

4) Stratum spinosum / lapisan Malphigi


a)

Lapisan epidermis yang paling tebal

b)

Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses


mitosis

c)

Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan


inti terletak ditengah

d)

Terdapat

jembatan

antarsel

(intecelluler

bridges)

yg

tdd:

protoplasma dan tonofibril


e)

Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero

f)

Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon respon


antigen kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah

5) Stratum basale
a)

Terdiri dari sel sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis

b)

Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade

c)

Lapisan terbawah dari epidermis

d)

Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif

e)

Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang


membentuk melanin melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan
sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen
(melanosomes)

b. Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang
terdiri dari 2 lapisan:
1) Pars papilare
a)

Bagian yang menonjol ke epidermis

b)

Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah

2) Pars retikulare
a)

Bagian yang menonjol ke subkutan

b)

Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin),


matiks (cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta
fibroblas)

c)

Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis


yang terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat
dan k. Sebaseus

c. Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis


Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.
Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah
bening.
2. Pengertian luka
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer,
2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang
mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya
kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai
dengan kehilangan substansi jaringan.
3. Pengkajian luka berdasarkan tipe luka
a. Tipe luka berdasarkan waktu penyembuhan
Berdasarkan waktu penyembuhan,luka dibedakan menjadi luka akut dan luka
kronis.
a) Luka akut.
Luka akut adalah luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti
proses hemostasis dan inflamasi. Luka akut sembuh atau menutup sesuai
dengan waktu penyembuhan luka fisiologis (0_21 hari). Contoh luka akut
adalah luka pasca operasi. Luka akut sembuh sesuai dengan fisiologis
proses penyembuhan luka pada setiap fasenya. Misalnya,jika luka operasi
sejak 14 hari yang lalu saat datang masih di temukan tanda inflamasi,luka
operasi tersebut bukan lagi luka akut,melainkan kronis.
b) Luka kronis.
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun
dengan penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama
proses penyembuhan luka. Gangguan dapat berupa infeksi dan dapat
terjdi pada fase inflamasi, proliferasi, atau maturasi. Biasanya luka akan
sembuh setelah perawatan yang tepat selama 2-3 bulan (dengan
memperhatikan faktor penghambat penyembuhan).contoh luka kronis
adalah luka diabetes melitus,luka kanker,dan luka tekan. Luka kronis
umumnya sembuh atau menutup dengan tipe penyembuhan sekunder.
Akan tetapi tidak semua luka dengan tipe penyembuhan sekunder
disebut luka kronis,misalnya luka bakar.
6

b. Tipe luka berdasarkan anatomi kulit


Stadium

Deskripsi

Perubahan warna pada kulit sehat, kemerahan, lapisan epidermis


masih utuh.

Kehilangan lapisan kulit, kehancuran pada lapisan epidermis dan


dermis.

Kehilangan kulit yang melibatkan kerusakan atau nekrosis jaringan


subkutaneus tanpa melibatkan tulang, tendon dan kapsul sendi ( full
thikness )

Kehilangan kulit akibat kerusakan besar yang luas dan jaringan


nekrotik dengan melibatkan tulang, tendon dan kapsul sendi ( full
thikness ).

Unstageable. Luka dikatakan tidak dapat ditentukan stadiumnya


jika warna dasar luka kuning atau hitam

c. Tipe luka berdasarkan warna dasar luka


1. Hitam (black) warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis dengan
kecenderungan

keras

dan

kering.

Jaringan

tidak

mendapatkan

vaskularisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka dengan dasar
warna hitam mengalami deep tissue injury atau kerusakan kulit hingga
tulang.
2. Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis yang
lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering
disebut dengan slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan
faskularisasi dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak.
3. Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan
vaskularisasi yang baik dan memiliki kecenderungan mudah berdarah.
4. Pink. Warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses epitalisasi
dengan baik menuju maturasi. Artinya luka sudah menutup, namun
biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama
proses maturasi terjadi.

4. Eksudat luka
a. Jenis eksudat
Produksi eksudat dimulai sesaat setelah luka terjadi sebagai akibat adanya
vasodilatasi pada fase inflamasi seperti histamin dan bradikinin, adapun jenis
eksudat yaitu :
Type

Colour

Consistency

Serous

Clear

Thin, watery

Fibrinous

Cloudy

Thin

Serosanguinous

Clear, pink

Thin, watery

Sanguinous

Red

Thin, watery

Seropurulent

Yellow, cream coffee

Thicker, cream

Purulent

Yellow, grey, green

Thick

Haemopurulent

Dark, blood-stained

Viscous, sticky

Haemoragic

Red

Thick

b. Konsistensi eksudat
Konsistensi

Kemungkinan

High viscosity

Tinggi protein akibat inflamasi/infeksi

( kental kadang

Jaringan nekrotik

melengket )

Enteric fistula

Residu dari beberapa dressing

Rendah protein akibat dari venous atau

Low viscosity
( encer dan cair )

cardiac disease dan malnutrisi

Urinary atau limfatik fistula

c. Teler indikator untuk quantifikasi bau ( Browne et al. 2004 )


Bau ( odour ) pada eksudat kemungkinan disebabkan oleh pertumbuhan
bakteri/infeksi.
Kode

Bau ( odour )

Tidak ada bau

Bau tercium saat balutan dibuka

Bau tercium walaupun balutan belum dibuka

Bau tercium dengan jarak satu lengan dari pasien

Bau tercium didalam kamar

Bau tercium diluar kamar

5. Penyembuhan dan penatalaksanaan luka


a. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1)

Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu


penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.

2)

Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka


yang

tidak

mengalami

penyembuhan

primer.

Tipe

ini

dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan


dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3)

Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang


dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,
2000:397, InETNA, 2004:4).

b. Fase Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi
dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
1) Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan mempersiapkan
proses penyembuhan lanjutan.
2) Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast
(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase
proliferasi.
3) Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.
Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari

peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan


regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).
c. Penatalaksanaan luka kronis
a)

Chemical debridement yaitu pengangkatan jaringan mati dengan


menggunakan enzim, sodium hypochlorite, atau maggot ( biolisis )

b)

Mechanical debridement yaitu pengangkatan jaringan mati dengan


menggunakan kasa, pinset dengan konsep wet-dry dressing atau irigasi
tekanan tinggi

c)

Autolysis debridement yaitu pengangkatan jaringan mati sendiri oleh


tubuh dengan

menciptakan

kondisi lembap

pada luka. Tubuh

mengeluarkan enzim proteolitik endogen yang berperan penting selama


proses autolysis berlangsung.
d)

Surgical debridement yaitu tindakan pembedahan dengan menggunakan


benda tajam dan tidak hanya pada jaringan yang mati,tetapi juga pada
jaringan yang sehat (fasiotomi) yang memerlukan anastesi untuk
mengurangi nyeri

e)

Conservative Sharp Wound Debridement ( CSWD) yaitu pengangkatan


jaringan mati dengan menggunakan gunting, pinset dan bisturi hanya
pada jaringan mati sehingga tidak banyak berdarah dan tidak
menimbulkan nyeri pada pasien.

6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004:13).
a.

Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi
dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi,
DM, Arthereosclerosis).

b.

Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan,
radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA,
2004:13).

10

7. Penatalaksanaan luka kronis


a)

Chemical

debridement

yaitu

pengangkatan

jaringan

mati

dengan

menggunakan enzim, sodium hypochlorite, atau maggot ( biolisis )


b)

Mechanical debridement yaitu pengangkatan jaringan mati dengan


menggunakan kasa, pinset dengan konsep wet-dry dressing atau irigasi
tekanan tinggi

c)

Autolysis debridement yaitu pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh


dengan menciptakan kondisi lembap pada luka. Tubuh mengeluarkan enzim
proteolitik endogen yang berperan penting selama proses autolysis
berlangsung.

d)

Surgical debridement yaitu tindakan pembedahan dengan menggunakan


benda tajam dan tidak hanya pada jaringan yang mati,tetapi juga pada
jaringan yang sehat (fasiotomi) yang memerlukan anastesi untuk mengurangi
nyeri

e)

Conservative Sharp Wound Debridement ( CSWD) yaitu pengangkatan


jaringan mati dengan menggunakan gunting, pinset dan bisturi hanya pada
jaringan mati sehingga tidak banyak berdarah dan tidak menimbulkan nyeri
pada pasien.

8. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA, 2004:13).
a. Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh dalam
proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit penyerta (hipertensi, DM,
Arthereosclerosis).
b. Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang dapat
berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,
stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan (InETNA, 2004:13).

11

B. TINJAUAN UMUM TENTANG DIABETES MELITUS DAN ULKUS


DIABETIK
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan
berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
(Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan
Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai
karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol (WHO).
Berdasarkan beberapa pengertian diabetes melitus diatas maka penulis
menyimpulkan penyakit DM adalah penyakit generatif dan merupakan suatu
penyakit yang komplek melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak serta dapat mengancam hidup dan disebabkan oleh defisiensi insulin
karena peningkatan kadar gula dalam darah.

KLASIFIKASI DM
1) Diabetes Melitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM)
Defisiensi insulin karena tidak terdapatnya sel-sel langerhans, biasanya
berhubungan dengan tipe HLA spesifik, keadaan defisiensi insulin ini biasanya
dikatakan absolut karena ketergantungan yang sepenuhnya pada insulin-eksogen.
Penderita IDDM cenderung memiliki keadaan intoleransi glukosa yang lebih
berat dan tidak stabil. IDDM lebih kas/cenderung terjadi pada semua usia,
umumnya usia muda.

12

2) Diabetes Melitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus, NIDDM)


Karena suplai insulin berkurang atau tidak cukup efektif sebagaimana mestinya
tingkat gula darah naik lebih lamban. Tidak banyak protein dan lemak yang
dihancurkan, hingga produksi keton pun tidak banyak, dan rendahnya resiko
terkena ketoasidosis koma. Kebanyakan yang menderita diabetes tipe 2 adalah
wanita dari pada pria, mungkin karena diabetes munculnya di usia yang lebih
lanjut dan wanita umumnya hidup lebih lama (Bilous, R.W., 1999, hal: 12)
2. Etiologi
Corwin

(2000,

hal:

543)

menyatakanetiologi/penyebab

Diabetes

Melitustergantungdaritiap-tiaptipenya.
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM
IDDM adalah penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan insulin,
pengidap penyakit itu harus mendapat insulin pengganti. IDDM disebabkan
oleh destruksi auto imun, sel-sel beta pulau langherhans dan terdapat
kecenderungan pengaruh genetik.
Dirumuskan bahwa kerusakan sel beta terjadi diakibatkan karena
infeksi , biasanya virus dan atau respon autoimun secara genetik pada orang
yang terkena. Awitan dimulai pada saat usia kurang dari 30 tahun.
1) Faktor genetik
2) Faktor-faktor imunologi
3) Faktor lingkungan : virus/toksin
4) Penurunan sel beta : Proses radang, keganasan pankreas, pembedahan.
5) Kehamilan
6) Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung.
(Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)
b. Tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
NIDDM disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya. Kefosis resisten lebih sering pada orang
dewasa, tapi dapat juga terjadi pada semua umur, kebanyakan penderita
kelebihan berat badan, ada kecenderungan familial, mungkin perlu insulin
pada saat hiperglikemik selama stress (Long, BC, hal: 6).

13

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor resiko:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Gaya hidup
(Brunner & Suddarth, Tucker Susan Martin)
3. Patofisiologi Diabetes Melitus
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemia terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.
Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tetap berada dalam darah. Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar , akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin, (Smeltzer, 2001).
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan dmikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan, (Smeltzer,
2001)
4. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
a. Gejala akut
Pada permulaaan, gejala yang timbul adalah banyak makan (polipagi),
banyak minum (polisipsi), banyak kencing (poliuria). Akibat keadaan ini
biasanya berat badan penderita terus naik karena pada saat ini jumlah insulin
masih mencukupi. Bila gejala-gejala tersebut diatas tidak diperhatikan maka
lama-kelamaan akan terjadi kemunduran insulin yang ditandai dengan: nafsu
makan mulai berkurang, berat badan turun dengan cepat bahkan penderita

14

akan tidak sadarkan diri atau mengalami koma diabetik akibat kadar glukosa
dalam darah terlalu tingggi.
b. Gejala kronik
Kadang-kadang penderita Diabetes Mellitus tidak menunjukkan
gejala mendadak namun setelah beberapa tahun bahkan beberapa bulan
penderita Diabetes Mellitus akan sering mengalami kesemutan, kulit terasa
panas, terasa tebal dan gagal. Keram dan gampang mengantuk, mata terasa
kabur dan sering ganti kacamata, gigi mudah goyang dan lepas, pada wanita
hamil sering mengalami keguguran dan melahirkan bayi mati serta
kemampuan seksual menurun (Mangoesnprasodjo, 2005).
5. Pencegahan Diabetes Melitus
Mangoenprasodjo (2005) menyebutkan bahwa bahwa Diabetes Mellitus
sebenarnya dapat dicegah dengan cara berikut:
a. Menurunkan berat badan jika kegemukan.
b. Lakukan aerobik paling tidak tiga kali seminggu, setiap kali 16-60 menit
sampai berkeringat dan terengah-engah tanpa membuat napas sesak.
c. Komsumsi gula sesedikit mungkin atau seperlunya, karena bukan merupakan
bagian penting dari menu yang sehat. Kebutuhan zat gula darah yang sesuai
dengan kebutuhan tubuh dapat dipenuhi dengan karbohidrat yang berasal
dari beras, sereal, roti, kentang atau mie dalam menu sehari-hari.
d. Melakukan pemeriksaan kadar gula darah urin setiap tahun setelah berumur
40 tahun keatas. Mangoenprasodjo (2005).
6. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan Diabetes Mellitus bertujuan
untuk menghilangkan keluhan atau gejala Diabetes Mellitus. Sedangkan tujuan
jangka panjangnya adalah mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan
dengan cara menormalkan kadar glukosa, Lipid, Insulin. Menurut Mansjoer
(2009), penatalaksanaan Diabetes Mellitus antara lain perencanaan makanan,
latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan penyuluhan.
Penatalaksanaan diabetes melitus tergantung pada ketepatan interaksi
dari tiga faktor yaitu aktifitas fisik/ latihan, diet dan obat-obatan
a. Latihan jasmani
Latihan jasmani sangat penting dalam pelaksanaan diabetes melitus
karena latihan jasmani akan menurunkan kadar glukosa darah dengan

15

meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot, sirkulasi darah dan tonus otot
juga sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga, kegiatan
yang dapat dilakukan adalah jogging, berenang, jalan kaki dan lain-lain
(Misnadiarly,2006)
b. Diet
Kepatuhan diet penderita diabetes melitus mempunyai fungsi yang sangat
penting yaitu mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah
sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki sistem
kougulasi darah (Waspadji,2006)
c. Obat-obatan
Apabila pengendalian diabetes melitus tidak berhasil dengan pengaturan
diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemia oral (OHO) dan terapai
insulin.
1) Oral (OHO) obat hipoglikemia : berdasarkan cara kerjanya, OHO dibedakan
menjadi 3 golongan : pemicu sekresi insulin : sulfonylurea dan glinid,
penambah sensivitas terhadap insulin metrofarmin, tiozolidindion dan
penghambat absorsi glukosa : penghambat alfa glukosidase.
2) Terapi insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta pulau langerhans
kelenjar pangkreas. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa kedalam sel
untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan
glikogen didalam sel otot dan hati.
Indikasi terapi dengan insulin :
a. Semua penyandang diabetes melitus tipe I memerlukan insulin eksogen
karena produksi insulin oleh sel beta tidak atau hampir tidak ada.
b. Penyandang diabetes melitus tipe II tertentu mungkin membutuhkan
insulin bila terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa
darah .
c. Keadaan stress berat seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan
infark miokard akut atau stroke.
d. Gangguan fungsi ginjal atau hati berat.
e. Kontra

indikasi

atau

alergi

terhadap

obat

hipoglikemia

oral

(Misnadiarly, 2006)

16

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).
8. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis.
Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes
ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma
(HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic,
nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi (Mangoenprasodjo,
2005).
C. Tinjauan Umum Tentang Ulkus Diabetik
1. Pengertian Ulkus Diabetik
Ulkus diabetikus adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes
mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat (Anonim, 2011).
Kaki diabetik adalah infeksi, ulserasi atau destruksi jaringan ikat dalam
yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai
bawah (Declori, 2008).
Ulcus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena
adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan
neuropati yang lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak
dirasakan, dan dapat berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob
maupun anaerob (Anonym, 2012).
a. Bagaimana fisiologis terjadinya ulkus kaki diabetik ?
Ulkus terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga terdapat gula
berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi
kuman, ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekan-an ataupun

17

trauma pada daerah telapak kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter
lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk lemak, pus, serta krusta di atas
(Handaya, 2009).
a. Alasan Klien Diabetes Berisiko Terjadi Luka
Ada banyak alasan mengapa klien diabetes beresiko tinggi terhadap kejadian
luka dikaki diantaranya diakibatkan karena kaki yang sulit bergerak terutama
jika klien dengan obesitas, neoropati sensorik, iskhemia sehingga proses
penyembuhan menjadi lambat akibat konstriksi pembuluh darah. Adanya
gannguan sistem imunitas, pada klien diabetes menyebabkan luka mudah
terinfeksi dan jika terkontaminasi bakteri akan menjadi ganren sehingga
makin sulit pada perawatannya serta beresiko terhadap amputasi (Anonym,
2012).
2. Klasifikasi Ulkus Diabetik.
Untuk tujuan klinis praktis, kaki diabetika dapat dibagi menjadi 3
katagori, yaitu kaki diabetika neuropati, iskemia dan neuroiskemia. Pada ulkus
yang dilatar belakangi neuropati ulkus biasanya bersifat kering, fisura, kulit
hangat, kalus, warna kulit normal dan lokasi biasanya di plantar, lesi sering
berupa punch out.Sedangkan lesi akibat iskemia bersifat sianotik, gangren, kulit
dingin dan lokasi tersering adalah di jari. Bentuk ulkus perlu digambarkan
seperti; tepi, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus
perlu dinilai dengan bantuan probe steril. Probe (penyeledikan) dapat
membantu untuk menentukan adanya sinus, mengetahui ulkus melibatkan
tendon, tulang atau sendi. Diabetic iskemik Pada DM dengan iskemik terjadi
vaskuler iskemik terjadi penyempitan pembuluh darah karena terebentuk
plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah asupan darah berkurang
agregat platelet juga berkurang proses penyembuhan luka sukar terjadi
(Anonym, 2012).
Klasifikasi Ulkus diabetika pada penderita Diabetes mellitus menurut
Wagner, terdiri dari 6 tingkatan (Anonim 2012) :
0

= Tidak ada luka terbuka, kulit utuh.

= Ulkus Superfisialis, terbatas pada kulit.

= Ulkus lebih dalam sering dikaitkan dengan inflamasi jaringan.

= Ulkus dalam yang melibatkan tulang, sendi dan formasi abses.

18

= Ulkus dengan kematian jaringan tubuh terlokalisir seperti pada ibu jari
kaki, bagian depan kaki atau tumit.=

Ulkus dengan kematian jaringan

tubuh pada seluruh kaki.


3. Etiologi
Pada umumnya Ulkus diabetik disebabkan oleh faktor neuropati (82%),
sisanya adalah akibat neuroiskemia dan murni akibat iskemia (Suharjo, 2007).
Diterangkan bahwa Salah satu penyebab terjadinya ulkus diabetik adalah akibat
penurunan sirkulasi ke perifer yang dipengaruhi oleh tingginya kada glukosa
dalam darah dan penyakit arterial perifer yaitu aterosklerosis (Sumpio, 2000:
Jeffcoate, 2003:, Clayton, 2009). Penurunan perfusi ke perifer menyebabkan
kematian (nekrosis) jaringan dan menyebabkan iskemik perifer dan berisiko
kejadian ulkus diabetik serta mempengaruhi penyembuhan ulkus

(Suharjo,

2007).
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ulkus diabetika (Anonym, 2012) yaitu :

5.

a)

Sering kesemutan.

b)

Nyeri kaki saat istirahat.

c)

Sensasi rasa berkurang.

d)

Kerusakan Jaringan (nekrosis).

e)

Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea.

f)

Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.

g)

Kulit kering.

Diagnosis Ulkus diabetik


Meliputi pemeriksaan Fisik : inspeksi kaki untuk mengamati terdapat
luka atau ulkus pada kulit atau jaringan tubuh pada kaki, pemeriksaan sensasi
vibrasi/rasa berkurang atau hilang, palpasi denyut nadi arteri dorsalis pedis
menurun atau hilang. Pemeriksaan Doppler ultrasound adalah penggunaan alat
untuk memeriksa aliran darah arteri maupun vena.Pemeriksaan ini ntuk
mengidentifikasi tingkat gangguan pada pembuluh darah arteri maupun vena.
Dengan pemeriksaan yang akurat dapat membantu proses perawatan yang tepat.
Pemeriksaan ini sering disebut dengan Ankle Brachial Pressure Index (ABPI).
Pada kondisi normal, tekanan sistolik pada kaki sama dengan di tangan atau
lebih tinggi sedikit. Pada kondisi terjadi gangguan di area kaki, vena ataupun
arteri, akan menghasilkan tekanan sistolik yang berbeda. hasil pemeriksaan

19

yang akurat dapat membantu diagnostic ke arah gangguan vena atau arteri
sehingga manajemen perawatan juga berbeda (Anonym, 2012).
Hasil perhitungan di atas di interpretasi pada tabel di bawah ini.
< 0.5

0.5-0.7

Arterial ulcer

0.7-0.8

Arterial dan Arterial dan


venus ulcer

venous ulcer

Gangguan

Gangguan

Gangguan

pembuluh

arteri

dan arteri

arteri

vena

vena

> 0.8

> 1.2

Venous ulcer

Calcified

Gangguan

dan pembuluh
vena

Periksa
ulang

Hasil pemeriksaan APBI tidak hanya berfungsi mendeteksi pulse


pada pasien diabetes tetapi juga sebagai panduan dalam Bandaging pada
kasus leg ulcer atau luka kaki.
Pemeriksaan Penunjang : X-ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui apakah ulkus diabetika menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya.
6.

Patogenesis Ulkus Diabetik


Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang Diabetes
mellitus adalah ulkus diabetika. Ulkus diabetika disebabkan adanya tiga faktor
yang sering disebut Trias yaitu: Iskemik, Neuropati, dan Infeksi. Pada penderita
DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik
yaitu neuropati, menimbulkan perubahan jaringan syaraf karena adanya
penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga mengakibatkan akson menghilang,
penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya reflek otot, atrofi otot,
keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila diabetisi tidak hati-hati
dapat terjadi trauma yang akan menjadi ulkus diabetika (Anonym, 2012).
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena
kekurangan darah dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal
ini disebabkan adanya proses makroangiopati pada pembuluh darah sehingga
sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga
timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai (Anonym,
2012).

20

Aterosklerosis merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan


menyempit karena penumpukan lemak pada bagian dalam pembuluh darah.
Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena
berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan
yang akan berkembang menjadi ulkus diabetika. Proses angiopati pada
penderita Diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer, sering terjadi pada tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi
jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang kemudian timbul ulkus
diabetika (Anonym, 2012).
Pada penderita DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan
tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh darah besar
dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan
yang mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita DM yang tidak
terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas
eritrosit dan pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga
terjadi penyumbatan yang menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan
oksigen mengakibatkan kematian jaringan yang selanjutnya timbul ulkus
diabetika. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya reaktivitas trombosit
menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi darah
menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding
pembuluh darah yang akan mengganggu sirkulasi darah (Anonym, 2012).
Penderita Diabetes mellitus biasanya kadar kolesterol total, LDL,
trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan akan
menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan
yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan/inflamasi pada
dinding pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen
pembuluh darah, konsentrasi HDL (highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih
plak biasanya rendah. Adanya faktor risiko lain yaitu hipertensi akan
meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis. Konsekuensi adanya
aterosklerosis yaitu sirkulasi jaringan menurun sehingga kaki menjadi atrofi,
dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Pada

21

penderita DM apabila kadar glukosa darah tidak terkendali menyebabkan


abnormalitas lekosit sehingga fungsi khemotoksis di lokasi radang terganggu,
demikian pula fungsi fagositosis dan bakterisid menurun sehingga bila ada
infeksi mikroorganisme sukar untuk dimusnahkan oleh sistem phlagositosisbakterisid intra selluler (Anonym, 2012).
Pada penderita ulkus diabetik, 50 % akan mengalami infeksi akibat
adanya glukosa darah yang tinggi, yang merupakan media pertumbuhan bakteri
yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus diabetika yaitu kuman aerobik
Staphylokokus atau Streptokokus serta kuman anaerob yaitu Clostridium
perfringens, Clostridium novy, dan Clostridium septikum.Hampir 2/3 pasien
dengan ulkus kaki Diabetik memberikan komplikasi osteomielitis. Osteomielitis
yang tidak terdeteksi akan mempersulit penyembuhan ulkus. Oleh sebab itu
setiap terjadi ulkus perlu dipikirkan kemungkinan adanya osteomielitis.
Diagnosis osteomielitis tidak mudah ditegakkan.Secara klinis bila ulkus sudah
berlangsung >2 minggu, ulkus luas dan dalam serta lokasi ulkus pada tulang
yang menonjol harus dicurigai adanya osteomielitis. Spesifisitas dan sensitivitas
pemeriksaan rontgen tulang hanya 66% dan 60%, terlebih bila pemeriksaan
dilakukan sebelum 1021 hari gambaran kelainan tulang belum jelas.
Seandainya terjadi gangguan tulang hal ini masih sering sulit dibedakan antara
gambaran osteomielitis atau artropati neuropati.Pemeriksaan radiologi perlu
dilakukan karena di samping dapat mendeteksi adanya osteomielitis juga dapat
memberikan informasi adanya osteolisis, fraktur dan dislokasi, gas gangren,
deformitas kaki.Uji probe to bone menggunakan probe logam steril dapat
membantu menegakkan osteomielitis karena memiliki nilai prediksi positif
sebesar 89%. Untuk lebih memastikan osteomielitis pemeriksaan MRI sangat
membantu karena memiliki sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%. Namun
diagnosis pasti osteomielitis tetap didasarkan pada pemeriksaan kultur tulang
(Anonym, 2012).
7.

Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Ulkus Diabetik


Adapun faktor-faktor risiko terjadi ulkus diabetic adalah (Anonym, 2012)
a. Umur 60 tahun.
Umur 60 tahun berkaitan dengan terjadinya ulkus diabetik karena
pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging
terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi

22

tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal.


Pada lansia umur > 60 tahun, didapatkan hanya 12% saja pada usia tua
dengan DM yang kadar glukosa darah terkendali, 8% kadar kolesterol
normal, hipertensi 40%, dan 50% mengalami gangguan pada aterosklerosis,
makroangiopati, yang factor-faktor tersebut akan mempengaruhi penurunan
sirkulasi darah salah satunya pembuluh darah besar atau sedang di tungkai
yang lebih mudah terjadi ulkus diabetik.
b. Lama DM 10 tahun.
Ulkus diabetik terutama terjadi pada penderita Diabetes mellitus yang
telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak
terkendali, karena akan muncul komplikasi yang berhubungan dengan
vaskuler sehingga mengalami makroangiopati-mikroangiopati yang akan
terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan menurunnya sirkulasi
darah dan adanya robekan/luka pada kaki. Penderita diabetik yang sering
tidak dirasakan.
c. Neuropati.
Kadar glukosa darah yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikrosirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut
saraf yang mengakibatkan degenerasi pada serabut syaraf yang lebih lanjut
akan terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke
otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu
juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa berisiko tinggi terjadi ulkus
diabetika. Keberadaan neuropati berkaitan dengan kejadian ulkus diabetika.
d. Obesitas.
Pada obesitas dengan IMT 23 kg/m2 (wanita) dan IMT 2 kg/m2
(pria) atau BBR lebih dari 120 % akan lebih sering terjadi resistensi insulin.
Apabila kadar insulin melebihi 10 U/ml, keadaan ini menunjukkan
hiperinsulinmia yang dapat menyebabkan aterosklerosis yang berdampak
pada vaskulopati, sehin gga terjadi gangguan sirkulasi darah sedang/besar
pada tungkai yang menyebabkan tungkai akan mudah terjadi ulkus/ganggren
diabetika.
e. Hipertensi.

23

Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita Diabetes mellitus


karena adanya viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya
aliran darah sehingga terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang
tekanan darah lebih dari 130/80 mm Hg dapat merusak atau mengakibatkan
lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh terhadap
makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang
berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan
yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus. Penelitian studi kasus kontrol
oleh Robert di Iowa menghasilkan bahwa riwayat hipertensi akan lebih besar
4 X terjadi ulkus diabetika dengan tanpa hipertensi pada DM15.
f. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) dan kadar glukosa darah tidak
terkendali.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam
sirkulasi sistemik dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel
darah merah. Apabila Glikosilasi Hemoglobin (HbA1c) 6,5 % akan
menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel darah merah yang
mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada
dinding sel otot polos subendotel. Kadar glukosa darah tidak terkontrol
(GDP > 100 mg/dl dan GD2JPP > 144 mg/dl) akan mengakibatkan
komplikasi

kronik

jangka

panjang,

baik

makrovaskuler

maupun

mikrovaskuler salah satunya yaitu ulkus diabetik.


g. Kolesterol Total, HDL, Trigliserida tidak terkendali.
Pada penderita Diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan
kadar trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL
(highdensity-lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( 45
mg/dl). Kadar trigliserida 150 mg/dl , kolesterol total 200 mg/dl dan
HDL 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi
peradangan

dan

terjadinya

aterosklerosis.

Konsekuensi

adanya

aterosklerosis adalah penyempitan lumen pembuluh darah yang akan


menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah ke
pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi,
dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan

24

sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
Penelitian kasus kontrol oleh Pract, pada penderita DM dengan kolesterol,
HDL, trigliserida tidak terkontrol mempunyai risiko ulkus diabetika 3 kali
lebih tinggi dari pada kadar kolesterol, trigliserida normal.
h. Kebiasaan merokok.
Penelitian case control di California oleh Casanno dikutip oleh WHO
pada penderita Diabetes mellitus yang merokok 12 batang per hari
mempunyai risiko 3 X untuk menjadi ulkus diabetika dibandingkan dengan
penderita DM yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin
yang terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel
kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance
lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis
berakibat insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis,
poplitea, dan tibialis juga akan menurun (Silvia,2005).
i. Ketidak patuhan Diet DM
Kepatuhan Diet DM merupakan upaya yang sangat penting dalam
pengendalian kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati
normal sehingga dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
Kepatuhan Diet DM mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,
meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem
koagulasi darah.
j. Kurangnya aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan
sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan
kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik
Diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama 30
menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif
terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Salah satu penelitian tentang efek olah raga pada penderita DM
menunjukkan bahwa olah raga akan menurunkan kadar trigliserida.

25

Penelitian di Swiss oleh Rocher dikutip oleh Wibisono pada penderita DM


dengan neuropati, hasil penelitian olah raga tidak teratur akan terjadi Ulkus
diabetika lebih tinggi 4 kali dibandingkan dengan olah raga yang teratur.
k. Pengobatan tidak teratur.
Pengobatan rutin pada penderita Diabetes mellitus tipe I, menurut hasil
penelitian di Amerika Serikat dikutip oleh Minadiarly didapatkan bahwa
pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya
komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika.
l. Perawatan kaki tidak teratur.
Perawatan kaki diabetisi yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Penelitian di Spain yang dilakukan
oleh Calle dkk.pada 318 diabetisi dengan neuropati dilakukan edukasi
perawatan kaki kemudian diikuti selama 3-6 tahun dihasilkan pada
kelompok I (223 responden) melaksanakan perawatan kaki teratur dan
kelompok II (95 responden) tidak melaksanakan perawatan kaki, pada
kelompok I terjadi ulkus sejumlah 7 responden dan kelompok II terjadi ulkus
sejumlah 30 responden. Kelompok I dilakukan tindakan amputasi sejumlah 1
responden dan kelompok II sejumlah 19 responden. Hasil penelitian pada
diabetisi dengan neuropati yaitu kelompok yang tidak melakukan perawatan
kaki 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok yang
melakukan perawatan kaki secara teratur.
m. Penggunaan alas kaki tidak tepat.
Diabetes tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa
menggunakan alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang
mengakibatkan ulkus diabetika, terutama apabila terjadi neuropati yang
mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.Penelitian eksperimental
oleh Gayle tentang tekanan pada kaki karena penggunaan alas kaki yang
tidak tepat dengan kejadian ulkus diabetika, menghasilkan bahwa
penggunaan alas kaki tidak tepat menyebabkan tekanan yang tinggi pada
kaki sehingga risiko terjadi ulkus diabetika 3 kali dibandingkan dengan
penggunaan alas kaki yang tepat.(silvia,2005).

26

8. Pencegahan dan Pengelolaan Ulkus diabetic


Pencegahan dan pengelolaan ulkus diabetik untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut adalah :
a. Memperbaiki kelainan vaskuler.
b.

Memperbaiki sirkulasi.

c.

Pengelolaan pada masalah yang timbul ( infeksi, dll).

d.

Edukasi perawatan kaki.

e.

Pemberian obat-obat yang tepat untuk infeksi (menurut hasil laboratorium


lengkap) dan obat vaskularisasi, obat untuk penurunan gula darah maupun
menghilangkan keluhan/gejala dan penyulit DM.

f.

Olah raga teratur dan menjaga berat badan ideal.

g.

Menghentikan kebiasaan merokok.

h.

Merawat kaki secara teratur setiap hari, dengan cara :


1) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih.
2)

Membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air, suam-suam


kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan
sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari kaki.

3)

Memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang
retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara
jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene).

4)

Tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi


kering dan retak-retak.

5)

Menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku


kaki secara lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku
lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu kuku lembut.

6)

Kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang
bias tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki. Jangan
menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya
diobati hanya oleh podiatrist.

7)

Memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus, bula,
luka dan lecet.

8)

Menghindari penggunaan air panas atau bantal panas.

9)

Penggunaan alas kaki tepat, dengan cara :

27

a.

Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.

b.

Memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan
nyaman dipakai.

c.

Sebelum memakai sepatu, memerika sepatu terlebih dahulu,


kalau ada batu dan lain-lain, karena dapat menyebabkan
iritasi/gangguan dan luka terhadap kulit.

d.

Sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu
jari kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki.

e.

Sepatu baru harus dipakai secara berangsur-angsur dan hati-hati.

f.

Memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti setiap hari.

g.

Kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai
bahan sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat.

h.

Memakai kaus kaki apabila kaki terasa dingin.

i.

Menghindari trauma berulang, trauma dapat berupa fisik, kimia


dan termis, yang biasanya berkaitan dengan aktivitas atau jenis
pekerjaan.

10) Menghidari pemakaian obat yang bersifat vasokonstriktor misalnya


adrenalin, nikotin.
11) Memeriksakan diri secara rutin ke dokter dan memeriksa kaki setiap
control walaupun ulkus diabetik sudah sembuh
9. Manajemen Perawatan Ulkus Diabetik
Dasar dari perawatan ulkus diabetik meliputi hal yaitu menghilangkan /
mengurangi tekanan beban (Off Loading), menjaga luka agar selalu lembab
(moist), penanganan infeksi, debridement, revaskularisasi dan tindakan bedah
elektif , profilaktif , kuratif, dan emergensi (Suharjo, 2007).
a.

Debridement
Tindakan debridement merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridement dapat didefenisikan sebagai suatu tindakan
untuk membuang jaringan nekrotik, callus, dan jaringan fibrotik pada luka.
Jaringan mati yang dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka kejaringan sehat.
Debridement meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang
membantu proses penyembuhan. Setelah dilakukan debridement luka
dibersihkan dengan irigasi dengan larutan fisiologis atau pembersih lain
dan dilakukan kompres.

28

Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridement, yaitu debridement


mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement bedah. Debridement
mekanik dilakukan dengan menggunakan irigasi luka secara fisiologis.
Debridement secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim eksogen
secara topical pada permukaan yang lesi, enzim tersebut akan
menghancurkan residu protein.
Debridement autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena
luka. Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang
secara alami akan meriliskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat
hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang
optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan
jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Belatung yang disterilkan
sering digunakan untuk debridement biologi. Belatung menghasilkan
enzim yang dapat menghancurkan jaringan nekrotik. Debridement bedah
merupakan debridement yang paling sering digunakan.
b.

Mengurangi beban tekan (off Loading)


Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak
mendapatkan perhatian dalam perawatan kaki diabetic adalah mengurangi
atau menghilangkan beban pada kaki (off loading). Upaya off loading
berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat kesembuhan ulkus.
Metode off loading yang sering digunakan adalah mengurangi kecepatan
saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas kaki, removable cast
walker, total contack cost, walker, sepatu boot ambulatory.

c.

Perawatan luka
Perawatan luka modern menekankan metode Moist Wound Healing
atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas.
Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisi
trauma

dan

resiko

operasi.

Ada

beberapa

faktor

yang

harus

dipertimbangkan dalam memilih dressing yang akan digunakan , yaitu tipe


ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar
dan biaya.

29

d.

Pengendalian infeksi
Pemberian antibiotik didasarkan pada hasil kultur kuman. Namun,
sebelum hasil kultur dan sensifitas kuman tersedia antibiotic harus segera
diberikan secara empiris pada kaki diabetic yang terinfeksi. Pada ulkus
diabetic ringan/sedang antibiotic yang diberikan difokuskan pada pathogen
gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat, kuman bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri gram positif , coccus, gram negatif
berbetuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika

harus bersifat

broadspectrum, diberikan secara injeksi.


Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama
dan sering kambuh. maka pengobatan oesteomielitis disamping pemberian
antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Apabila jaringan nekrotik
tulang direseksi sampai bersih pemberian antibiotic dapat dipersingkat,
biasanya memerlukan waktu 2 minggu.
e.

Revaskularisasi
Ulkus atau ganggren kaki tidak akan sembuh atau bahkan kemudian
hari akan menyerang tempat lain apabila penyempitan pembuluh darah
kaki tidak dilakukan revaskularisasi. Tindakan endovaskular atau tindakan
bedah vaskular dipilih beradasarkan jumlah dan panjang arteri femoralis
yang tersumbat. Bila oklusi terjadi di arteri femoralis satu sisi dengan
panjang aterosklerosis < 15 tanpa melibatkan arteri politea, maka tindakan
yang dipilih adah ATP.

f.

Tindakan bedah
Jenis tindakan bedah pada kaki diabetika tergantung dari berat
ringannya ulkus DM. Tindakan bedah dapat berupa insis dan drainage,
debridement, amputasi , bedah revaskularisasi , bedah plastic atau bedah
profilaktik. Intervensi bedah pada kaki diabetika dapat digolongkan
menjadi empat, kelas I (efektif), kelas II (profilaktif), kelas III (kuratif),
dan kelas IV (emergensi). Tindakan efektif ditujukan untuk menghilangkan
nyeri akibat deformitas, seperti pada kelainan spur tulang, hammertoes atau
bunios.
Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk mencegah terjadinya
ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati. Prosedur
rekonstruksi yang dilakukan adalah melakukan koreksi demformitas sendi,

30

tulang atau tendon. Tindakan bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak
sembuh dengan perawatan konservatif. Contoh tindakan bedah kuratif
adalah bila tindakan endovaskuler (angioplasty dengan menggunakan
balon atau atherektomi) tidak berhasil maka perlu dilakukan bedah
vaskuler (Silvia,2005).
D. Tinjauan Umum Tentang Modern Dresssing
1.

Pengertian Modern Dressing


Modern dressing adalah suatu metode perawatan luka dengan
menggunakan prinsip moisture balance dan memakai alat ganti balutan yang
lebih modern serta lebih efektif untuk proses penyembuhan luka (Gitardja,
2008)

2.

Fungsi Dressing
a. Penutup luka; melindungi terhadap trauma, kontaminasi bakteri dan
material asing, meminimalkan cairan dan kehilangan panas.
b. Menyerap drainase luka; menjaga luka tetap lembab, tetapi tidak basah,
meminimalkan maserasi.
c. Kompressi; meningkatkan hemostasis, meminimalkan edem dan
pembentukan hematom, mencegah perlengketan.
d. Menyediakan lingkungan yang lembab, memfasilitasi penyembuhan luka
yang akut dan mengurangi nyeri pada luka kronik.
e. Mengontrol dan mencegah perdarahan
f.

Mencegah dan menangani infeksi pada luka.

g. Meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi stres.


Adapun fungsi dressing pada luka akut :
a)

Meningkatkan migrasi epithelia


Rovee menyatakan bahwa pada luka akut dan lembab, resurfasi luka
terjadi lebih cepat oleh karena keratonosit berimigrasi lebih cepat, bukan
karena tingkat mitosis yang lebih cepat.

b)

Merangsang angiogenesis.
Penyembuhan luka yang lembab merangsang vaskularisasi lebih
hebat. Akumulasi angiogenesis-stimulating factors,

seprerli tumor

necrosis factors dan heparin, pada bagian bawah dressing juga merupakan
faktor yang diperhitungkan. Sebagai tambahan, akibat hiperoksia akan
merangsang angiogenesis, dressing menyebabkan tingkat oksigen yang

31

tinggi, yang merangsang pertumbuhan kapiler ke bagian pusat yang lebih


hipoksik.
c)

Retensi faktor-faktor pertumbuhan


Cairan pada luka akut yang berada di bawah dressing oklusif akan
merangsang proliferasi fibroblas, keratinosit, dan sel-sel endotel. Faktorfaktor pada peristiwa ini yaitu plutelet-derived growth factor (PDGF),
basic fibroblast growth factor (bGF), transfornting grorwth factor (tGF)beta, epiderntal grouwth factor (EGF), dan interleukin (lL)-1. EGF
berperan penting pada pertumbuhan, kelangsungan hidup, dan diferensiasi
sel-sel

epidermal.

TGF-beta

merangsang

angiogenesis

fibrosis,

diferensiasi, dan proliferasi.


d) Fasilitasi debridement autolitik.
Air yang tertahan dan interaksi enzim-enzim proteolitik akan
mengurangi nyeri sewaktu melakukan debridemen luka dari jaringan
nekrotik.
e) Proteksi terhadap organisrme eksogen.
Meskipun hitung bakteri lebih tinggi pada luka dengan dressing
okiusif dari pada dressing non oklusif, namun ini tidak merupakan
predisposis untuk infeksi. Tingkat infeksi pada dressiig oklusif hanya 2,6%
dibandingkan 7,1% pada dressing non oklusif. Dressing oklusif bekerja
sebagai barier fisik. menyebabkan infiltrasi netrofil dengan memudahkan
fungsinya menjadi lebih aktif. Oklusi juga meningkatkan lisosim dan
globulin. memelihara
pertumbuhan

PH asam yang ringan

beberapa

bakteria,

terutama

yang

menghambat

Pseudomonas

dan

Staphyllococcus.
f) Memelihara tegangan voltasi.
Penyembuhan pada luka yang lembab membantu dalam memelihara
medan eletrik, yang penting dalam migrasi keratinosit. Juga meningkatkan
sintesis faktor-faktor pertumbuhan oleh fibroblast (Lestari, 2008).
3.

Tujuan memilih Balutan


a.

Membuang jaringan mati

b.

Dapat mengontrol kejadian infeksi

c.

Mampu mempertahankan kelembaban

d.

Mempercepat proses penyembuhan luka

32

4.

e.

Dapat mengabsorbsi cairan luka yang berlebihan

f.

Membuang jaringan mati

g.

Nyaman digunakan

h.

Steril

i.

Cost effectif

Jenis topical therapy/modern dressing


a. Non-Adherent Fabricks
Dressing ini berasal dari kombinasi kasa berlubang-lubang, halus
dan kain tule sering diisi dengan bahan kimia untuk meningkatkan oklusif
dressingnya yang Non-Adherent, memfasilitasi penyembuhan

dan

antimikrobialnya. Dibagi atas dua tipe, yaitu hidrofobik dan hidrofilik.


Dressing hidrofobik mempunyai kemampuan oklusif yang lebih besar,
tetapi menghalangi drainase cairan langsung pada dressing. Contohnya :
Vaselin Gauze, Xeroform, dan telfa. Sedangkan dengan dressing hidrofilik,
kurang oklusif tetapi mempunyai kemampuan yang segera untuk
memfasilitasi drainase cairan dan eksudat di atas dressing. Contohnya
Xeroflo, Mepitel, Adaptic, dan N-terface.
b. Foams
Foams terdiri dari lapisan-lapisan polyurethane foam yang
hidrofobik, lembut, daya serap yang tinggi dan opaque. Tersedia dalam
berbagai bentuk, adhesive dan Non-adhesive, tebal atau tipis. Mempunyai
kemampuan dapat diperluas sesuai bentuk dan ukuran luka. Keuntungan
foam dressing adalah dapat digunakan pada luka (Lestari, 2008).
Foams adalah jenis balutan dengan daya serap yang tinggi , sehingga
sering digunakan pada keadaan luka yang cukup banyak mengeluarkan
eksudat/cairan berlebihan dan pada dasar luka yang berwarna merah saja.
Kemampuannya

menampung

cairan

dapat

memperpanjang

waktu

penggantian balutan. Selain itu keunggulan yang lain tidak memerlukan


balutan tambahan, langsung dapat ditempelkan pada luka dan membuat
dasar luka lebih rata, terutama pada keadaan hipergranulasi (Lestari, 2008).
Karena opaquenya, foams dressing dapat diinspeksi secara terbatas.
Kemampuan daya serap yang tinggi juga merupakan kekurangan yang
mana membuat dasar luka menjadi kering. Foams selalu memerlukan
dressing sekunder. Foam digunakan pada luka dengan eksudat sedang

33

sampai berat seperti luka terinfeksi. Karena kemampuan dehidrasinya,


foam tidak digunakan pada luka yang kering (Lestari, 2008).

c. Transparan Films
Transparan Films secara umum dibuat dari membrane poliuretan
jernih dengan adhesive akrilik pada satu sisinya untuk melekatkan.
Merupakan lapisan tipis, transparan yang permeable terhadap oksigen,
karbodioksida, dan air, tidak permeable terhadap cairan dan bakteri
(Lestari, 2008).
Dapat digunakan sebagai bantalan untuk pencegahan luka dekubitus.
Pelindung sekitar luka terhadap maserasi dan sebagai pembalut luka pada
daerah yang sulit. Pembalut/penutup pada daerah yang diberi terapi salep
dan Sebagai pembalut sekunder Transparan, bisa melihat perkembangan
luka Breathable. Selain itu, transparan film tidak tembus bakteri dan air,
sehingga pasien bisa mandi (Lestari, 2008).
Kerugiannya adalah non-absortif sehingga menyebabkan cairan
berkumpul dibawahnya bahkan keluar. Jika lapisan antibacterial ini rusak
perlu segera mengganti dressing. Jika diperlukan kulit sekitar luka yang
intake untuk melekatkan dressing karena dressing yang melekat pada luka
menyebabkan epidermis yang baru terbentuk dapat terangkat sewaktu
mengangkat dressing (Lestari, 2008).

34

d. Hidrokoloid
Merupakan

jenis

topical

therapy

yang

berfungsi

untuk

mempertahankan luka dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma


dengan menghindari resiko infeksi, mampu menyerap eksudat minimal.
Baik digunakan untuk luka yang berwarna merah, abses atau luka yang
terinfeksi.
Dressing hidrokoloid adalah dressing yang mengandung matrik
koloid seperti gelatin, pectin, dan karboksil metiselulosa. Dressing
iniopaque, absorbent, adhesive waterproof, mengandung partikel koloid
hidrofilik dalam suatu polimer hidrofobik. Waktu berkontak dengan
eksudat luka, partikel hidrofilik menyerap air, udem, dan cairan, dan akan
membentuk suatu gel diatas luka, sehingga meningkatkan debridement
autolitik. Hidrocoloid ini tidak permeable terhadap air, uap air (pasien bisa
mandi), oksigen dan karbondioksida (Lestari, 2008).

e. Hidroaktif gel
Jenis topical therapy yang mampu melakukan proses peluruhan
jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (support autolysis debridement).
Hidroaktif gel banyak sekali mengandung air, yang kemudian akan
membuat suasana luka yang terjadi kering karena jaringan nekrotik
menjadi lembab (Lestari, 2008).
Dressing hidrogel terdiri dari polimer hidrofilik, biasanya suatu
tepung kanji polimer seperti polietilen oksida, dan 80% nya air. Tersedia
sebagai gel, lembaran-lembaran, atau kasa yang serap, yang menyerap,
non-adherent, semi transparan, dan semi permeabel terhadap air, uap air
dan gas. Kandungan airnya yang tinggi memberi kemampuan untuk

35

rehidrasi iuka yang kering, sehingga memberi efek menghaluskan dan


mendinginkan. Hidrogel juga bekerja pada jaringan nekrotik dengan
debridement autolitik, sehingga memfasilitasi pembentukan jaringan
granulasi (Lestari, 2008).
Tidak menimbulkan trauma dan sakit saat penggantian bautan
Dapat diaplikasikan 3 5 hari. Indikasi : luka nekrotik dalam / permukaan
misal : ulkus decubitus, ulkus diabetikum

f.

Kalsium Alginate
Dressing alginate mengandung serat tanpa tenunan yang lembut dari
cellulose-like poltsacharida yang berasal dari garam kalsium ganggang
laut. Bersifat biodegradasi, hidrogilik, non-adheren, dan absorben kuat
(Lestari, 2008). Alginat dapat berubah menjadi gel jika bercampur dengan
cairan luka. Merupakan jenis balutan yang dapat menyerap jumlah cairan
luka yang berlebihan dan keunggulan dari calcium alginate adalah
kemampuan menstimulasi proses pembekuan darah minor serta barier
terhadap kontaminsai oleh Pseudomonas (Arisanti, 2012).
Kemampuan absorbs yang dimiliki membuat

alginat biasa

digunakan untuk luka dengan eksudat yang banyak, luka yang dalam,
sinus, dan rongga, juga mempunyai kemampuan hemostatik. Bentuk seperti
tali dan pita dapat digunakan untuk membalut luka yang dangkal dan sinus.
Hindari pemakaian pada luka yang kering atau luka dengan eksudat
ringan, dan sinus yang dalam dan sempit oleh karena sulit untuk
mengangkatnya.

Kadang-kadang

diperlukan

penggantian

dressing.

Kerugiannya adalah pembentukan gel menyebabkan bau tak enak atau


tampak purulen, dan karena tidak melekat diperlukan dressing sekunder
(Lestari, 2008).

36

g. Metcovazin
Jenis topical therapy dengan paten wocare klinik, sangat mudah
digunakan karena hanya tinggal mengoles saja, bentuk salep berwarna
putih dalam kemasan. Berfungsi untuk support autolysis

debridement,

menghindari trauma saat membuka balutan , mengurangi bau tidak sedap,


mempertahankan

suasana lembab dan support granulasi. Mecovazin

memiliki keunggulan karena dapat dipakai untuk semua warna dasar luka
dan mempersiapkan dasar luka menjadi sehat.
Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :
1)

Metcovazin regular
a)

Topikal therapy atau salep luka untuk jaringan nekrosis hitam


dan kuning tanpa infeksi.

b)

2)

Bahan aktif : Metronidazole dan Zinc.

Metcovazin Gold
a)

Topical Therapy atau salep luka untuk semua jenis warna dasar
luka yang terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer
sebagai zat yang signifikan menurunkan infeksi.

b)

Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus iodine-cadexomer.

37

3) Metcovazin Red
a)

Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang granulasi


merah, karena ada kandungan hydrocoloid.

b)

h.

Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.

Zinc Oxide Topikal


Zinc oxide memiliki ikatan kimia ZnO, Z untuk zink dan O untuk
oksigen. Artinya, zinc oxide terdiri atas satu atom zink dan satu atom
oksigen yang saling berikatan. Ada sekitar 300 enzim yang membutuhkan
zink dalam kegiatannya sebagai mineral esensial dalam pembentukan
sintesis DNA, sintesis protein pergantian dan perbaikan jaringan. Defisiensi
zink dapat menyebabkan gangguan dalam penyembuhan luka, terutama
penurunan jumlah protein dan sintesis kolagen selama proses penyembuhan
luka. Saat proses penyembuhan luka, terjadi peningkatan kebutuhan zink
terutama pada fase inflamasi dan proliferasi. Direkomendasikan dengan
dasar luka hitam, kuning dan merah, tidak dapat menyerap eksudat dan
tidak

dapat

membunuh

kuman,

kecuali

dikombinasikan

dengan

antimikroba.

i.

Epitel Salf
Mengandung Vitamin E, Vitamin A dan Metronidazol. Dimana
Vitamin C sangat berperan dalam produksi fibroblast, angiogenesif dan
respon imun. Pada Vitamin A dapat mendukung epitelisasi dan sintesis

38

kolagen dan berfungsi sebagai antioksidan. Vitamin A dapat ditemukan


pada cod liver oil, jeruk dan sayuran hijau dan metronidazole sebagai
antimokroba.

j.

Tribee
Salep TTO dapat digunakan untuk luka akut, luka kronis, warna
dasar luka merah, kuning dan hitam. Salep ini digunakan untuk
penatalaksanaan infeksi dan mengurangi sakit selam perawatan. Salep
Tribee merupakan salep racikan dari herbal yang dibuat oleh Irma dan zigit
pada tahun 2012. Kemudian diproduksi oleh salah satu perusahaan herbal
besar di Indonesia (Arisanty, 2012).
a.

Kandungan
1)

Meleauca Altermifolia (Tea Tree Oil) 2% merupakan tumbuhan


yang memiliki sebagai anti fungal, anti viral, anti microbial dan
mempercepat proses inflamasi.

2)

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa yang di


olah tanpa menggunakan pemanasan, tanpa fermentasi, tanpa
bahan kimia sintetik. Memiliki manfaat sebagai antiseptic,
antioksidant, meningkatakan imunitas, optimalisasi penyerapan
nutrisi, dan vitamin tubuh serta memiliki kandungan asam larut
yang tinggi.

3)

D Alpha Tocopherol 400 IU

4)

Madu dengan segala kelebihannya member nutrisi yang baik


untuk kulit, berfungsi juga untuk merangsang pertumbuhan
jaringan kulit baru sebagai anti septic kuat.

5)

Campuran lainnya seperti vitamin E. dimana vitamin E alami


yang di ekstra dari minyak tumbuh-tumbuhan berfungsi sebagai
regenerasi kulit dan mencerahkan kulit.

39

b.

Sediaan
Sediaan salep dengan bahan dasar minyak (Oil Based), sehingga
tidak mudah menguap dan dapat menggantikan fungsi minyak pada
kulit. Selain itu dibuat juga dalam sediaan serum dengan kandungan
TTO 15%. Contoh produk : Salep herbal Tribee HPA dan serum TTO
15 %.

c.

Fungsi
1)

Memberikan kelembaban pada dasar luka yang berwarna hitam


dan kuning sehingga terjadi autolysis debridement.

2)

Merangsang granulasi dan epitelisasi pada dasar luka berwarna


merah.

k.

3)

Mencegah balutan menempel pada luka.

4)

Membunuh kuman, virus dan jamur.

5)

Mempercepat proses inflamasi lebih cepat teratasi.

Absorben : Kasa/Gamgee/Low Adherent (LA)


Adalah jenis topical therapy berupa tumpukkan bahan balutan yang
tebal dengan daya serap sedikit sampai sedang. Paling sering digunakan
sebagai balutan tambahan setelah balutan utama yang menempel pada luka.
Beberapa jenis balutan ini ada yang mengandung antimicrobial dan
hidrobic atau mengikat bakteri.

l.

Clorhexidine
Klorheksidin adalah antiseptic yang sangat baik. Ia tetap aktif
terhadap mikroorganisme di kulit beberapa jam sesudah pemberian.
Keuntungannya antimicrobial spectrum luas, secara kimiawi aktif paling
sedikit 6 jam dan dapat menghilangkan biofilm.

40

m. Antiseptik
Mengandung iodine dan betadin, tidak bisa digunakan pada jaringan
granulasi. Antiseptik digunakan terutama untuk mengatasi luka infeksi
terbuka, baik akut maupun kronis. Antiseptik tersedia dalam berbagai
bentuk yang berbeda-beda : cair, pasta, cream, salep, gel, bubuk, semprot
dan diimpregnasi (menyatu) dengan kasa atau balutan lainnya.

n. Prontosan selution
Prontosan selution digunakan dengan cara dikompreskan pada luka
selama 10-15 menit yang berguna untuk mengangkat / merontokan biofilm
pada luka. Prontosan gell berfungsi untuk mampu bertahan 72 jam
sehingga dapat menghilangkan biofilm.

o.

Dressing Sebagai Antimikroba


1)

Silver Dressing
Silver-impregnated

dressing

popular

sebagi

dressing

antimikrobial, Bersifat bakterisidal tanpa antibiotik yang sekaligus


menjaga kelembaban lingkungan untuk memfasilitasi penyembuhan

41

luka. Silver mempunyai spektrum luas terhadap bakteri, yang bekerja


pada sintesis dinding sel bakteri, aktivitas ribosom, dan transkripsi,
juga mempunyai aktivitas terhadap jamur dan yeast. Contohnya
Aquacel Ag, Contreet, Arglaes, Acticoat, Silveron, dan Acry Derm
Silver. Cadexomer iodine, suatu formula yang melepaskan iodine
perlahan-lahan. Secara perlahan-lahan menyerab kelembaban. sambil
melepaskan iodine dengan konsentrasi rendah, bersifat antibakterial
dan tidak sitotoksik. Contoh . Iodosorb, adalah suatu salap cadexomer
iodine yang bersifat antibakterial dan efektif untuk bahan debridemen
pada ulkus karena tekanan, ulkus venosum, dan ulkus diabetic
(Lestari, 2008).
Kondisi infeksi yang sulit ditangani, luka mengalami fase statis,
dasar luka menebal seperti membentuk agar-agar atau yang dikenal
dengan biofilm, penggunaan silver dressing merupakan pilihan yang
paling tepat (Arisanti, 2012).

2)

Hidrofobik
Cutimed

Sorbact

menggunakan

prinsip

fisika

untuk

membersihkan luka yang terkoloni dan terinfeksi: Bakteri dan jamur


akan terikat pada dressing melalui interaksi hidrofobik. Cutimed
Sorbact menggunakan konsep antimikroba unik yang bekerja tanpa
zat aktif kimiawi. Sebaliknya, Cutimed Sorbact menggunakan
prinsip fisika untuk membersihkan luka yang terkoloni dan
terinfeksi: Bakteri dan jamur akan terikat pada dressing melalui
interaksi hiprofobik dan patogen luka yang terikat pada dressing
akan terangkat dari luka dengan mudah dan efisien setiap kali
penggantian dressing (Arisanti, 2012).

42

43

Anda mungkin juga menyukai