Anda di halaman 1dari 17

TUGAS SOSIOLOGI HUKUM

ETIKA DALAM BUDAYA MASYARAKAT INDONESIA


DIKAJI DALAM PERILAKU PHEDOLFILIA

Muchamad Hamid Affandi | NPM : 13120082

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bejudul ETIKA DALAM
BUDAYA MASYARAKAT INDONESIA DIKAJI DALAM PERILAKU
PHEDOLFILIA

sebagai salah satu tugas studi kasus Mata Kuliah Sosiologi

Hukum.
Tidak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua kalangan yang
telah berpartisipasi dan memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Terutama kami ucapkan terima kasih kepada para anggota Kelompok 3
yang telah bekerja sama dan berusaha bersama dalam penyusunan makalah ini.
Kami (Kelompok 3) menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, sehingga dibutuhkan kritik dan saran yang konstruktif
dari berbagai kalangan demi perbaikan dan sekaligus memperbesar manfaat tulisan
ini sebagai sebuah referensi.
Akhirnya, Semoga makalah yang telah kami susun dapat bermanfaat dan berguna bagi semua
kalangan.

NAMA KELOMPOK 3 :

- NPM 13120077 : Dewantino Fajar Pratama


- NPM 13120078 : Munalisa
- NPM 13120080 : Muhammad Muharror
- NPM 13120081 : Muhammad Syamsul Maarif
- NPM 13120082 : Muchamad Hamid Affandi
- NPM 13120083 : Buaman

DAFTAR ISI

COVER MAKALAH

KATA PENGANTAR

NAMA KELOMPOK

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Maksud dan Tujuan Penulisan
BAB II

TINJAUAN KASUS
A. Pengenalan Kasus
B. Contoh Kasus
C. Landasan Teori
BAB III

11

PENYIMPANGAN PERILAKU DALAM MASYARAKAT


A. Tinjauan Dari Aspek Ekonomi
B. Tinjauan Dari Aspek Psikologis
BAB IV

14

PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB V

15

SARAN SARAN
BAB VI

16

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH


Kecenderungan meningkatnya kualitas maupun kuantitas pelanggaran baik
terhadap ketertiban umum maupun pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang
dilakukan oleh pelaku-pelaku usia muda, atau dengan perkataan lain meningkatnya
kenakalan remaja yang mengarah kepada tindakan kriminal mendorong kita untuk
lebih banyak memberi perhatian akan penanggulangan serta penanganannya,
khususnya di bidang hukum pidana (anak), beserta hukum acaranya. Hal ini erat
hubungannya dengan perlakuan khusus terhadap pelaku tindak pidana anak-anak.
Permasalahan pembinaan generasi muda merupakan bagian integral dari
masalah pembangunan. Oleh sebab itu sebagian masalah pembinaan yaitu pembinaan
yustisial terhadap generasi muda khususnya anak-anak perlu mendapat perhatian dan
pembahasan tersendiri
Dalam

proses

perkembangan

tidak

jarang

timbul

peristiwa

yang

menyebabkan anak dalam keadaan terlantar maupun terjadinya perbuatan yang


dilakukan oleh anak-anak dibawah umur berupa ancaman atau pelanggaran terhadap
ketertiban umum dalam masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan adanya
penyalahgunaan anak bagi kepentingan tertentu yang justru dilakukan oleh para
orang tua atau pembinanya.
Oleh sebab itu anak nakal dan anak terlantar perlu diselesaikan melalui suatu
badan yaitu lembaga peradilan khusus agar terdapat jaminan bahwa penyelesaian
tersebut dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan dan
kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan terlaksananya hukum. Oleh karenanya
sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam memperhatikan kemajuan serta
kesempurnaannya.

B.MAKSUD dan TUJUAN PENULISAN


Dengan menulis makalah ini diharapkan mahasiswa dapat untuk menelaah
lebih lanjut tentang masalah- masalah yang ada di masyarakat dan dapat mencari
solusi yang terbaik untuk masalah tersebut,utamannya perilaku yang menyimppang
yang timbul dan berkembang di masyarakat.
Mengetahui fungsi hukum dalam masyarakat yang sudah maju yang dapat
dilihat dari dua sisi. Yaitu sisi pertama, dimana kemajuan masayarakat dalam
berbagai bidang membutuhkan aturan hukum untuk mengaturnya.Dan sisi yang
kedua, adalah dimana hukum yang baik dapat mengembangkan masyarakat atau
mengarahkan perkembangan masyarakat.Bagaimanapun, fungsi hukum dalam
masyarakat sangat beraneka ragam,
bergantung dari berbagai faktor dan keadaan masyarakat.Disamping itu.fungsi
hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda dengan yang terdapat
dalam masyarakat maju.
Dan Mahasiswa dapat menjelaskan kepada masyarakat manfaat dan fungsi
hukum , agar mengetahui kemajuan suatu masyarakat diikuti oleh perkembangan
hukum dalam masyarakat itu sendiri. Semakin maju sebuah masyatakat maka
semakin beragam hukum yang muncul dan dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri.2.
Mengetahui pendapat para ahli tentunya akan lebih bermanfaat untuk pengambilan
keputusan hukum yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat banyak.

BAB II
TINJAUAN KASUS
A. PENGENALAN KASUS
Sebelum kita membahas jauh tentang phedofilia kita perlu mengetahui
terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan phedofilia. Secara harfiah phedofilia
berasal dari bahasa Yunani yaitu paidohilia yang artinya adalah kondisi yang
mempunyai ketertarikan atau hasrat seksual terhadap anak-anak yang belum
memasuki remaja, istilah ini sering ditujukan kepada orang-orang dewasa yang
memiliki kondisi ini. Dalam bidang kesehatan pedofilia diartikan sebagai kelainan
seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual yang melibatkan anak dibawah
umur, orang dengan pedofilia umurnya harus di atas 16 tahun, sedangkan anak-anak
yang menjadi korban berumur 13 tahun atau lebih muda (anak pre-pubertas).
Pelecehan seksual terhadap anak sendiri masih cenderung disempitkan
artinya, terbatas pada bentuk kontak seksual dengan menafikan bentuk pelecehan
nonkontak seksual, seperti exhibitionism dan pornografi. Ada tidaknya unsur
paksaan sebenarnya tidak signifikan dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak
karena adanya kesenjangan pemahaman tentang seks antara orang dewasa dan anakanak. Bentuk manipulasi genital yang dilakukan anak-anak, meski mengakibatkan
orgasme, tidak bisa serta- merta disamakan dengan bentuk masturbasi yang dilakukan
orang dewasa. Keluguan dan rasa ingin tahu yang kuat terhadap kehidupan
seksualitas yang menjadi ciri khas anak-anak inilah yang dimanfaatkan pelaku
pedofilia (pedophile) untuk menjerat korbannya. Karena itu, dalam kasus pedofilia,
penekanannya lebih pada bentuk eksploitasi dan manipulasi ya ng muncul sebagai
akibat ketidakseimbangan (imbalance of power) antara pelaku dan anak-anak
yang menjadi korbannya.

B. CONTOH KASUS

B.1 PELAKU
Nama

: Yahya Santoso

Umur

: 21 Tahun

Alamat

: Desa Mojonggul Jombang

B.2 KORBAN
Nama

: Mawar *

Umur

: 13 Tahun

Alamat

: Jl. Perak Barat Surabaya

B.3 SAKSI dan PELAPOR

Perbuatan

Nama

: Orang Tua Korban

Umur

: # Tahun

Alamat

: Jl. Perak Barat - Surabaya

Pelaku (1) bermula ketika chatting menggunakan social media Facebook (2)
Pelaku Mengrim pesan berkenalan dan mengajak untuk bertemu di suatu tempat
sesuai perjanjian.(3) Pada November awal 2013 mereka sepakat untuk bertemu di
sebuah mall Jl.Basuki Rahmat Surabaya, disini pelaku merayu korban untuk
berpacaran. (4) Saat diinterogasi, pelaku menyatakan bahwa dari pertemuan yang
pertama tidak dilakukannya perbuatan tersebut. Selang dua minggu pelaku mengajak
korban bertemu kembali, kali ini pelaku mengajak korban untuk berjalan-jalan di
sekitar Panta Ria Kenjeran lalu pelaku mengajak korban masuk ke salah satu
penginapan di tempat itu. (5) Dengan bujuk rayunya pelaku mengajak korban

melakukan hubungan badan (6) Korban menolak, namun tersangka tidak menyerah
dan menunjukkan video porno yang ada di ponselnya dan menyuruh mawar untuk
menirukan isi yang terdapat pada video tersebut. (7) Setelah kejadian pertama itu
hubungan keduannya masih tetap berlanjut. Hingga pada 16 Desember, lalu
tersangka meminta korban untuk datang ke rumah kos pelaku di Jl.Wonokitri. Kali
ini Yahya bahkan menahan Mawar untuk tidak pulang sampai 4 hari (8) Merasa
kehilangan putrinnya, Orang tua korban melaporkan kehilangan putrinya ke Polisi.
(9) Kasus itu akhirnya dapat terungkap berkat buku harian korban yang tertinggal,
berisi hubungan mereka yang spesial dan tertulis juga username dan password
Facebook miliknya. Dari bukti tersebut kemudian polisi menindak lanjuti pelapor
dan meringkus pelaku di kosnya.

Motif
Pelaku (1) mengaku tertarik karena kecantikan foto yang di pasang pada
profil korban. (2) Setelah bertemu kala pertama pelaku berkeinginan untuk
melecehkan korban. (3) Pada pertemuan kedualah pelaku kemudian melancaran
aksinya dengan merayu korban dan menggaulinya (4) Setelah kejadian tersebut
pelaku memaksa korban untuk tetap berhubungan selayaknya suami istri dan
menahannya untuk korban pulang

Keterangan:

* : Inisial Nama disamarkan


# : Tidak disebutkan

C. LANDASAN TEORI
Tindak pidana pelanggaran asusila pembentuk undang-undang disebut diatur
dalam pasal 287 Ayat 1 KUHP bab XIV Tentang Kejahatan Terhadap
Kesusilaan.Merupakan pelanggaaran dalam bentuk pokok.Bunyi pasal tersebut
adalah sebagai berikut:
Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan,padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun,atau kalau umurnya tidak jelas,bahwa belum waktunya untuk dikawin,diancam
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun

Dari rumusan di atas, dapat diketahui bahwa tindak pidana pelanggaran


terhadap asusila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur subyektif

1. yaitu dengan maksud ingin menggauli secara melawan


Hukum

2. Unsur obyektif

1. Dengan sengaja melakukan pelanggaran asusila

Kata dengan sengaja terletak di depan unsur-unsur lain, sehingga harus


dibuktikan pada unsur- unsur tersebut. Arti kesengajan bisa dengan menggunakan
teori kehendak atau teori pengetahuan. yaitu dengan membuktikan
1. Perbuatan sesuai dengan motif dan tujuan yang hendak dicapai.
2. Antara motif, perbuatan dan tujuan harus ada hubungan kasual.
Di samping itu, kesengajaan bukan hanya mengetahui saja. tetapi juga dapat
mempertimbangkan tentang kepastian dan dapat mempertimbangkan tentang
kemungkinan.
Perlindungan hukum terhadap hak anak di bawah umur dalam proses peradilan
pidana memperoleh perhatian tersendiri khususnya terhadap peluang tindakan
kriminalitas yang dilakukan orang dewasa.
Perlindungan perlu dilakukan mengigat akan kondisi fisik dan mental
anak,dan juga masa kembang tumbuh anak yang memerlukan perhatian dari orang
tua dan agar terhindar dari omongan masyarakat yang mengucilkan anak tersebut
dalam pergaulannya di kemudian hari.

10

BAB III
PENYIMPANGAN PERILAKU DI MASYARAKAT
A . TINJAUAN DARI ASPEK EKONOMI
Permasalahan yang sangat penting kiranya untuk membahas
tentang Hak Asasi manusia (HAM) pada segala aspek kehidupan, khususnya
adalah perlindungan terhadap anak di Indonesia. Masalahnya perlindungan
anak baru menjadi perhatian masyarakat Indonesia pada kurun waktu tahun
1990an, setelah secara intensif berbagai bentuk kekerasan terhadap anak di
Indonesia diangkat kepermukaan oleh berbagai kalangan. Fenomena serupa
muncul pula diberbagai kawasan Asia lainnya, seperti di Thailand, Vietnam
dan Philipina, sehingga dengan cepat isu ini menjadi regional bahkan global
yang memberikan inspirasi kepada masyarakat dunia tentang pentingnya
permasalahan ini.
Masalah ekonomi dan sosialyang melanda Indonesia berdampak pada
peningkatan skala dan kompleksitas yang di hadapi anak Indonesia yang
ditandai dengan makin banyaknya anak yang mengalami perlakuan salah,
eksploitasi, tindak kekerasan, anak yang didagangkan, penelantaran,
disamping anak-anak yang tinggal di daerah rawan konflik, rawan bencana
serta anak yang berhadapan dengan hukum dan lain- lainnya. Dampak nyata
yang berkaitan dengan memburuknya kondisi perekonomian dan krisis
moneter adalah meningkatnya jumlah anak di Panti Sosial Asuhan Anak
(PSAA) milik masyarakat lebih diperberat lagi dengan menurunnya
pendapatan masyarakat yang merupakan salah satu sumber dana.
Dampak

negatife

dari kemajuan

revolusi

media

elektronik

mengakibatkan melemahnya jaringan kekerabatan keluarga besar dan


masyarakat yang dimanisfestasikan dalam bentuk-bentuk fenomena baru
seperti timbulnya kelompok-kelompok rawan atau marjinal. Misalnya
eksploitasi anak di bawah umur 18 tahun sebagai pekerja seks di Indonesia,
dimana menurut data DUSPATIN 2002 jumlah anak yang bekerja sebagai
pekerja seks komersil di bawah umur 18 tahun adalah 70.000 anak di seluruh
Indonesia. Anak-anak yang terjerat pada oknum yang memanfaatkan

11

eksploitasi anak sebagai pekerja seks komersil terus meningkat. Keadaan ini
membuat anak beresiko tinggi tertular penyakit yang disebabkan hubungan
seksual khususnya HIV/AIDS.
Laporan dari UNICEF mengenai upaya perlindungan khusus kepada
anak-anak, tercatat bahwa dewasa ini banyak anak-anak di Indonesia
mendapat perlakuan yang sangat tidak layak, mulai dari masalah anak
jalanan yang berjumlah lebih dari 50.000 orang, pekerja anak yang
dieksploitasikan mencapai sekitar 1,8
permasalahan

perkawinan

dini,

serta

juta anak, sehingga kepada


anak-anak

yang

terjerat

penyalahgunaan seksual (eksploitasi seksual komersil) yang menempatkan


anak-anak itu beresiko tinggi terkena penyakit AIDS. Dalam analisis situasi
yang telah disiapkan untuk UNICEF, diperkirakan bahwa setidaknya ada
sekitar 30% dari total eksploitasi anak sebagai pekerja seks di Indonesia
dilacurkan ke luar negeri.
Berbagai informasi yang valid atau akurat menyangkut perdagangan
anak untuk tujuan seksual komersil, dimana selain diperdagangkan dar i
daerah satu ke daerah lain dalam wilayah hukum Negara Indonesia. Begitu
pula terdapat berbagai macam indikator mengenai penggunaan anak untuk
produksi bahan-bahan pornografi, dan para korban dari eksploitasi seksual
komersil itu pada umumnya rata-rata berusia 16 tahun dimana bukan hanya
anak-anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi tetapi juga anak lakilaki yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut.
Masih berkaitan dengan persoalan ini adalah bahwa anak-anak yang obyek
eksploitasi seksual komersil menjadi seperti muara atau sebab dari segala
persoalan yang ada. Pekerjaan dan anak-anak jalanan dengan
amat mudah sekali terjebak ke dalam jaringan perdagangan seks komersil
ini. Diperkirakan 30% dari seluruh pekerja seks komersil saat ini adalah
anak-anak di bawah umur.
Anak akan menjadi lost generation dikarenakan orang tua yang tidak
cakap dalam mendidik. Hal tersebut membuat mereka menjadi sumber daya
yang tidak komptitif hingga sangat kecil kemungkinan untuk mampu bekerja

12

disektor formal dan hal yang demikian pada akhirnya membuat atau
menyeret mereka menyerbu sektor informal atau illegal.
Ternyata hak asasi hak tidak pernah diberi melainkan harus direbut
dengan suatu gerakan perlindungan hukum terhadap anak-anak, anti
kekerasan terhadap anak dan mengambil kembali hak asasi anak-anak yang
hilang. Gerakan perlindungan hukum terhadap anak harus digencarkan di
tengah-tengan masyarakat. Pencanangan gerakan nasional perlindungan anak
adalah dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran ba ngsa secara nasional
guna

menghargai

hak-hak

anak

dalam

rangka

menumbuhkan,

mengembangkan kepedulian masyarakat agar berperan aktif melindungi


anak dari segala macam bentuk gangguan terhadap kelangsungan hidup dan
tumbuh kembangnya.

B.TINJAUAN DARI ASPEK PSIKOLOGIS


Penyimpangan sosial atau perilaku menyimpang, sadar atau tidak sadar
pernah kita alami atau kita lakukan. Penyimpangan sosial dapat terjadi dimanapun
dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau
kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan
kehidupan dalam masyarakat.
Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai- nilai
dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain
penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri terhadap kehendak masyarakat.
Beberapa Pendapat ahli tentang penyimpangan sosial :
a. James W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang
dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.
b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang
berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang
dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang.

13

Menurut jenisnya terdapat dua kategori perilaku menyimpang, yaitu penyimpangan


primer dan penyimpangan sekunder.
a. Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan yang dilakukan seseorang akan tetapi si pelaku masih dapat diterima
masyarakat. Ciri penyimpangan ini bersifat temporer atau sementara, tidak dilakukan
secara berulang-ulang dan masih dapat ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya : menunggak iuran listrik, telepon, BTN dsb.
- melanggar rambu-rambu lalu lintas.
- ngebut di jalanan.
b. Penyimpangan Sekunder (secondary deviation)
Penyimpangan yang berupa perbuatan yang dilakukan seseorang yang secara umum
dikenal sebagai perilaku menyimpang. Pelaku didominasi oleh tindakan menyimpang
tersebut, karena merupakan tindakan pengulangan dari penyimpangan sebelumnya.
Penyimpangan ini tidak bisa ditolerir oleh masyarakat.
Contohnya : pemabuk, pengguna obat-obatan terlarang.
- pemerkosa, pelacuran.
- pembunuh, perampok, penjudi.

14

BAB IV
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sosiologi hukum adalah disipli ilmu yang sudah berkembang dewasa ini
bahkan banyak penelitian hukum di Indonesia mempergunakan metode yang
berkaitan dengan sosiologi hukum. Ilmu ini juga merupakan cabang dari ilmu
sosiologi.Walaupun sebagian berpendapat bahwa ilmu ini cabang dari ilmu hukum.
Fungsi hukum dalam masyarakat tergantung dari berbagai faktor dan
keadaan masyarakat. Masyarakat yang sudah maju berbeda kebutuhan hukumnya
dengan masyarakat yang belum maju.Sehingga fungsi hukumnya dapat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
Secara umum fungsi hukum dalam masyarakat telah diuraikan beberapa
pakar diantaranya : hukum sebagai alat bagi elite penguasa untuk mencapai
tujuannya. Hukum juga bisa merefleksi keinginan bersama dalam masyarakat
sehingga mestinya hukum bisa bersifat netral. Sementara pakar lain mengatakan
fungsi hukum dalam masyarakat sebagai pengatur, distribusi sumber daya,
penyelesaiana konflik serta ekspresi dari nilai dan cita-cita dalam masyarakat.
Fungsi hukum menurut masyarakat merupakan sarana perubahan sosial,
dalam hal ini hukum bisa saja hanya berfungsi sebagai alat ratifikasi dan legitimasi.
Perubahan hukum dalam masyarakat bisa terjadi secara evolusi terhadap
norma-norma dalam masyarakat, karena keadaan khusus atau keadaan darurat. Juga
atas inisiatif dari kelompok kecil masyarakat yang dapat melihat jauh kedepan yang
kemudian sedikit demi sedikit mempengaruhi pandangan dan cara hidup masyarakat.
Perubahan juga bisa terjadi bila ada ketidak adilan secara tekhnikal hukum yang
meminta diubahnya hukum tersebut.

15

V
SARAN-SARAN

Sebagai penutup dari makalah ini kami menyampaikan beberapa saran :


Bahwa hukum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat, ya ng perlu difahami
adalah fungsi hukum menurut filsafat kita. Yakni hukum berfungsi untuk melindungi
masyarakat kita,bukan memerintahkan begitu saja.Hukum juga seharusnya dari
rakyat dan bersifat kerakyatan serta menempatkan hukum dalam konteks sosialnya
yang lebih besar.Untuk itu seharusnya ada keterlibatan dari elemen masyarakat
dalam pengambilan keputusan hukum.
Bahwa perilaku menyimpang yang ada di masyarakat juga dapat terpengaruh
melalui perhaulan setiap hari
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan,untuk itu kami mengharapkan adanya masukkan untuk penyempurnaan
makalah ini.

16

VI
DAFTAR PUSTAKA
1. http://swillsond.typepad.com/blog/2012/11/makalah-sosiolog-hukum-dalammasyarakat-o-l-e-h-nama-odi-murib-nri-100711438.html
2. Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. 2008
3. Fuady, Munir. Sosiologi Hukum Kontemporer. Interaksi Hukum, Kekuasan, dan
Masyarakat. Bandung PT Citra Aditya Bakti 2007
4. Koenoe, Muhammad. SH. Prof. Dr Hukum dan Perubahan-Perubahan Perhubungan
Kemasyarakatan
5. http://suaraanaktaliabu.blogspot.com/2012/03/makalah-sosiologi-hukumoleh.html
6. www.isomwebs.net/.../kesimpulan-makalah-sosiologi/

17

Anda mungkin juga menyukai