Anda di halaman 1dari 17

TUGAS TERSTRUKTUR

KESEHATAN MATERNAL

KONTRASEPSI NON HORMONAL DAN KOMLPIKASINYA

Disusun Oleh :
Kelompok 10
Rita Mei Nurahayu

G1B011067

Lidya Natalia Sitompul

G1B012027

Cahyo Ari Prastiyo

G1B012089

Ayu Pri Utami

G1B012095

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2014

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Kontrasepsi berasal dari kata Kontra berarti mencegah atau melawan.
Sedangkan Konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang
matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Jadi
kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
Dalam menggunakan kontrasepsi, keluarga pada umumnya mempunyai
perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut diklasifikasikan
dalam

tiga

kategori,

yaitu

menunda

atau

mencegah

kehamilan,

menjarangkan kehamilan, serta menghentikan atau mengakhiri kehamilan


atau kesuburan (Prawirohardjo, 2006).
Salah satu jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah
kontrasepsi non hormonal. Pada kontrasepsi non hormonal, penundaan
kehamilan dilakukan dengan memanfaatkan sistem atau alat tertentu yang
mencegah bertemunya sperma dengan sel telur. Cara ini pada dasarnya tidak
akan memengaruhi perubahan hormon dalam tubuh. Yang termasuk dalam
kontrasepsi non hormonal,yaitu sistem kalendar, sistem senggama terputus,
kondom, cap servikal, spermisida, AKDR atau IUD (Intra Uterine Device),
vasektomi/tubektomi (sterilisasi). Metode kontrasepsi non hormonal yang
banyak digunakan adalah IUD (Intra Uterine Device), mengingat metode
kontrasepsi ini dapat digunakan dalam jangka waktu panjang hingga waktu
8 tahun dan memiliki tingkat efektivitas tinggi (97-99%) sebagai salah satu
metode antisipasi laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat. Di
Indonesia,metode IUD menempati posisi ketiga alat kontrasepsi yang
digunakan yaitu sebesar 6,2 %.
Terlepas dari banyaknya keuntungan dari penggunaan IUD, masih
terdapat komplikasi yang ditimbulkan dari pemakaian IUD tersebut seperti
ekspulsi IUD, translokasi IUD, perdarahan berat, kram, infeksi akibat

penyisipan IUD ke dalam serviks atau uterus. Komplikasi penggunaaan alat


kontrasepsi non hormonal yang dipilih adalah translokasi IUD (Cicek, 2012)

BAB II
DESKRIPSI KASUS

Kontrasepsi spiral atau IUD (Intra Uterine Device) yang meleset tidak cuma
dialami oleh istri Daus Mini. Meski sebenarnya langka, kejadian yang disebut
translokasi IUD ini dialami juga oleh beberapa pengguna alat kontrasepsi tersebut.
Krisnamurti misalnya, ibu muda yang bekerja sebagai karyawati di sebuah
perusahaan swasta di Jakarta juga mengalami translokasi IUD. Spiral yang
digunakannya bahkan tidak cuma meleset, tetapi terbelah dan salah satu bagian
bergeser sampai di sekitar ginjal."Hanya berselang 2 bulan setelah pemasangan.
Parahnya, IUD itu terbelah 2 patahan, sebelahnya sampai ke saluran kencing dekat
ginjal, yang sebelahnya nggak tahu ke mana," kata Krisnamurti. (10/5/2013).
Kejadian tersebut tentunya sangat tidak diharapkan meski akhirnya IUD
yang pecah itu bisa dikeluarkan lewat bedah laparoskopi. Krisnamurti mengaku,
pemasangan IUD tidak sembarangan karena dilakukan oleh dokter kandungan
yang cukup senior dan berpengalaman.
Dihubungi secara terpisah, dr M Nurhadi Rahman, SpOG dari RS Dr
Sardjito Yogyakarta mengatakan bahwa translokasi IUD dalam bentuk patahan
seperti yang dialami Krisnamurti sangat mungkin terjadi. Patahan seperti itu bisa
berpindah dari lokasi semula yakni di rahim. "Sangat mungkin terjadi, walaupun
kejadiannya sangat kecil. Apabila terjadi di rongga perut, bisa perpindah ke mana
saja ke organ-oragan yang berada disekitar rahim, termasuk mendekati ginjal, dan
sebagainya, karena pergerakan usus bisa memindahkan serpihan IUD tersebut,"
kata dr Nurhadi, dokter kandungan yang mendalami laparoskopi ginekologi, dan
telah menangani sedikitnya 15 kasus translokasi IUD dalam 2 tahun terakhir.
Dikatakan oleh dr Nurhadi, translokasi IUD merupakan kejadian
berpindahnya IUD atau spiral ke lokasi atau posisi yg tidak normal. Normalnya,
posisi alat kontrasepsi berbentuk huruf T ini berada di dalam rahim. Posisi huruf
T-nya harus sejajar dengan rahim di bagian tengah atas, tidak boleh miring,
ataupun turun, atau bahkan menembus rahim. Kejadian seperti ini sebenarnya
cukup langka, hanya ada 2 kasus di antara 1.000 pengguna IUD. Direktur Bina
Kesertaan KB Jalur Swasta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

(BKKBN), dr Muhammad Tri Tjahjadi, MPH seperti diberitakan detikHealth


sebelumnya mengatakan, kontrol pertama setelah pemasangan penting dilakukan
untuk mencegah pergeseran IUD. "Eksklusi itu 2 dari 1.000 ada kemungkinannya.
Makanya kehati-hatian waktu memasang itu sangat penting dan kontrol pertama
itu sangat penting," kata dr Tri.

Sumber :
http://health.detik.com/read/2013/05/10/125947/2242482/763/2/walau-jarangkontrasepsi-spiral-bisa-juga-meleset-ke-ginjal

BAB III
LITERATUR REVIEW

A.

Pengertian kontrasepsi non hormonal

B.

Jenis kontrasepsi non hormonal


1. Kondom
Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat
dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan
alami (produksi hewan) yang dipasang pada penis saat berhubungan
seksual. Kondom tidak hanya mencegah kehamilan tetapi juga
melindungi diri dari penularan penyakit melalui hubungan seks, termasuk
HIV/AIDS (Uliyah,2010; Saifuddin,2003).
Kondom merupakan kontrasepsi yang mudah dan praktis
digunakan. Selain mencegah kehamilan, kondomjuga dapat mencegah
terjadinya infeksi HIV/AIDS. Kondom efektif menunda kehamilan jika
digunakan dengan benar.

2. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau IUD (Intra Uterine Device)
Intra Uterine Device (IUD) atau juga disebut Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke
dalam rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang. IUD
berguna untuk mencegah terjadinya penempelan sel telur pada dinding
rahim

atau

menangkal

pembuahan

sel

telur

oleh

sperma

(Handayani,2010; Uliyah,2010).
IUD terbuat bahan plastik yang lentur yang kemudian dimasukan
ke dalam rongga rahim oleh bidan. Digunakan dalam jangka waktu yang
lam, yaitu sekitar 8 tahun. Meskipun demikinan pemeriksaan rutin tetap
boleh dilakukan karena jika pemasangan rutin tetap perlu dilakukan
karena jika IUD tidak tepat atau posisi berubah, bisa memungkinkan
terjadinya kehamilan. IUD sangat efektif mencegah kehamilan. Efek

samping yang mungkin timbul antara lain masa haid lebih lama dan
banyak, serta terdapat kemungkinan terjadi infeksi panggul.
Menurut Saifudin (2010), pemakaian IUD sangat efektif, reversible
dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun: CuT-380A), haid menjadi
lebih lama dan lebih banyak, pemasangan dan pencabutan memerlukan
pelatihan, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi, serta
tidak diperbolehkan dipakai oleh perempuan yang terpapar pada Infeksi
Menular Seksual (IMS).

3. Metode sederhana atau Vaginal


Kontrasepsi metode sederhana atau vaginal mengunakan spermisid
atau tisu KB, difragma dan dapat di pakai sendiri oleh perempuan.
Caranya adalah dengan memasukan ke dalam vagina sebelum
berhubungan seks (Siswosuharjo, 2010).

4. Vasektomi dan Tubektomi


Vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas
reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vas deferensia sehingga
jalur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi penyatuan
dengan ovum tidak terjadi (Arum, 2009). Pada pelaksanaan vasektomi ini
saluran sel mani yang berfungsi menyalurkan sperma (sel mani) keluar,
diikat atau di potong sehingga sperma tidak dikeluarkan dan tidak bisa
bertemu dengan sel telur. Dengan demikian bila suami istri melakukan
hubungan seksual tidak akan terjadi kehamilan, yang disebabkan karena
tidak terjadinya pertemuan antara sperma suami dan sel telur istri
(BKKBN, 2008). Belfield (1997, dalam Everett, 2007) mengatakan
bahwa vasektomi adalah bentuk kontrasepsi yang sangat efektif. Angka
kegagalan langsungnya adalah 1 dalam 1000; angka kegagalan lanjutnya
adalah antara 1 dalam 3000.
Tubektomi (Metode Operasi Wanita/MOW) adalah metode
kontrasepsi mantap yang bersifat sukarela bagi seorang wanita bila tidak
ingin hamil lagi dengan cara mengoklusi tuba falupii (mengikat dan

memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu


dengan ovum.

C.

Mekanisme kerja
Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang
menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan lekorit yang dapat
melarutkan blastosis atau sperma. Mekanisme kerja AKDR yang dililiti
kawat tembaga mungkin berlainan.tembaga dalam konsentrasi kecilyang
dikeluarkanke dalamrongga uterus juga menghambat khasiatanhidrase
karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkanhormon juga
menebalkan lendirsehingga menghalangi pasasi sperma (Prawirohardjo,
2005).
Menurut Saefuddin (2003), mekanisme kerja IUD adalah:
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu walaupun
AKDR membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi perempuan dan
mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur ke dalam uterus.

D.

Keuntungan Intra Uterine Device (IUD)


Menurut Manuaba (2010) keuntungannya yaitu, efektifitasnya dengan
segera yaitu setelah 24 jam dari pemasangan, reversibel dan sangat efektif,
tidak mengganggu produksi ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan
ataupun pasca abortus, tidak mempengaruhi hubungan sexsual dan dapat
meningkatkan kenyamanan berhubungan karena tidak perlu takut hamil,
tidak ada efek samping hormonal seperti halnya pada alat kontrasepsi
hormonal, tidak ada interaksi dengan obat-obatan. membantu mencegah
kehamilan diluar kandungan, dapat dilepas jika menginginkan anak lagi,
karena tidak bersifat permanen.

E.

Kerugian Intra Uterine Device (IUD)


Kerugian IUD dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi panggul,
Perforasi uterus, usus dan kandung kemih, bila terjadi bisa terjadi kehamilan
ektopik, Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk
HIV/AIDS sehingga wanita yang memiliki peluang promosikuitas (bergantiganti pasangan ) tidak direkomendasikan untuk menggunakan alat
kontrasepsi ini, prosedur medis (pemeriksaan pelvik) diperlukan sebelum
pemasangan sehingga banyak perempuan yang takut

menggunakan

kontrasepsi ini, Adanya perdarahan bercak atau postting selama 1-2 hari
pasca pemasangan tetapi kemudian akan menghilang. Klien tidak bisa
memasang atau melepas sendiri, petugas kesehatan yang diperbolehkan
memasang juga yang terlatih, Kemungkinan terlepasnya AKDR setelah
pemasangan atau selama pemakaian, sehingga akseptor harus mengecek
keberadaan IUD dengan meraba menggunakan jari benar pada liang vagina
sewaktu-waktu (bila ada indikasi terlepasnya AKDR ) atau rutin pada akhir
menstruasi.
Kemungkinan Komplikasi Cuper T 380 Sebagai berikut terdiri dari
:(Meilani, 2010).
Dapat terjadi perforasi pada saat pemasangannya, menimbulkan
keluhan wanita (terdapat keputihan yang berlebihan, kadang kadang
bercak darah ), Perdarahan yang tidak teratur, Perdarahan menstruasi lebih
banyak, Rasa nyeri saat menstruasi, Badan

kurus karena banyak

mengeluarkan keputihan,akan terasa sakit dan kejang selama 3 5 hari


setelah pemasangan, Mungkin dapat menyebabkan anemia jika pendarahan
pada saat haid sangat banyak, jika pemasangan tidak benar, bisa saja terjadi
perforasi dinding uterus ( sangat jarang terjadi jika pemasangannya benar )
bisa mengakibatkan :
a. Tidak bisa mencegah infeksi penyakit menular.
b. Tidak baik digunakan pada perempuan yang rentan terkena penyakit
menular sexsual karena sering berganti pasangan.

c. Jika perempuan yang terkena IMS ( Infeksi menular sexsual ) memakai


IUD, dikhawatirkan akan memicu penyakit radang pelama bulan
pertama.

F.

Waktu pemasangan/pencabutan
a. Waktu untuk pemasangan Intra Uterine Device (IUD)
Menurut Susianti (2010) waktu pemasangan IUD yang terbaik adalah:
1. Intra Uterine Device (IUD) dapat dipasang pada: Bersamaan pada
menstruasi, segera setelah menstruasi, pada akhir masa nifas
(puerperium), tiga bulan pasca persalinan, bersamaan dengan seksio
sesaria, hari kedua-ketiga pasca persalinan ,dan lain-lain.
2. Intra Uterine Device

(IUD)

tidak dapat dipasang pada

keadaan,terdapat infeksi genetalia karena dapat menimbulkan


eksesirbasi (kambuh) infeksi, dan keadaan patologis lokal

yaitu

infeksi vagina, dugaan keganasan serviks, perdarahan dengan sebab


yang tidak jelas, pada kehamilan terjadi abortus, mudah perforasi,
perdarahan dan infeksi.

b. Indikasi Pemasangan Intra Uterine Device (IUD)


Harna (2010) mengatakan indikasi IUD adalah:
1. Telah mempunyai anak hidup satu atau lebih.
2. Ingin menjarangkan kehamilan.
3. Sudah cukup anak hidup, tidak mau hamil lagi namun takut atau
menolak cara permanenen.
4. Tidak cocok menggunakan kontrasepsi hormonal karena mengidap
penyakit jantung, hipertensi,dan lain- lain.
5. Berusia diatas 35 tahun dimana kontrasepsi hormonal dapat kurang
menguntungkan.

c. Teknik Pemasangan dan Pencabutan Intra Uterine Device (IUD)


Pemasangan, penggunaan dan instruksi pemakaian kontrasepsi
IUD. Memberi salam sapa klien dengan ramah dan perkenalkan diri,

Anamese, konseling pra pemasangan AKDR atau IUD, Beri penjelasan


pada ibu tindakan yang akan dilakukan dan diberi dukungan mental agar
ibu tidak cemas,mengisi formulir informed consent, Menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan antara lain sarung tangan, duk steril,
ring tang, spekulum, penster klem, tena kulum, sonde uterus, gunting
benang, kom untuk larutan DTT dan Betadine, kassa, meja gynokolog,
AKDR atau IUD dalam kemasan, Memasukan tabung inserter yang
sudah berisi AKDR atau IUD

dalam kanalis servikalis sampai ada

tahanan, mengeluarkan tabung inserter, potong benang saat tampak


keluar dari lubang tabung 3-4cm, cuci tangan, catat semua hasil tindakan
dokumentasi.

G.

Jenis dan Pemasangan Intra Uterine Device (IUD)


Menurut Manuaba (2010) jenis dan pemasangan IUD adalah:
a. Jenis Lippes Loop. Cara pemasangannya adalah Lippes Loop dimasukkan
kedalam intudusor dari pangkal, sampai mendekati ujung proksimal, tali
AKDR dapat dipotong dahulu, sesuai dengan keinginan atau dipotong
kemudian setelah pemasangan, intodusor dimasukkan kedalam rahim,
sesuai dengan dalamnya rahim, pendorong AKDR dimasukkan kedalam
intodusor untuk mendorong sehingga lippes loop terpasang, setelah
terpasang maka intodusor dan pendorongnya ditarik bersama, dan tali
AKDR dapat dipotong sependek mungkin untuk menghindari sentuhan
penis menghindari infeksi.
b. Jenis Cupper T atau Seven Cupper
AKDR Cupper T atau Seven Cuper telah tersedia dalam keadaan steril,
dan baru dibuka menjelang pemasangan dengan cara yaitu bungkus
Cupper T dibuka, AKDR-nya dimasukkan kedalam intodusor melalui
ujungnya sampai batas tertentu dengan memakai sarung tangan steril,
introdusor dengan AKDR terpasang dimasukkan kedalam rahim sampai
menyentuh fundus uteri dan ditarik sedikit, pendorong selanjutnya
mendorong AKDR hingga terpasang, introdusor dan pendorongnya
ditarik.

c. Jenis Multiload atau Medusa


AKDR

jenis ini siap dipasang langsung dengan cara: pembungkus

AKDR telah siap dipasang langsung dengan mendorong sampai


mencapai fundus uteri, tanpa berhenti, setelah mencapai fundus uteri
intodusor ditarik, tali AKDR dipotong sependek mungkin, dan sterilisasi
pemasangan Medusa atau Multiload lebih terjamin.

H.

Jadwal pemeriksaan
Setelah dilakukan pemasangan IUD maka ibu harus melakukan jadwal
pemeriksaan ulang, menurut Manuaba (2008) antara lain :
1. Dua minggu setelah pemasangan
2. Satu bulan setelah pemeriksaan pertama
3. Tiga bulan setelah pemeriksaan kedua
4. Setiap enam bulan sekali
5. Jika ada keluhan

I.

Komplikasi penggunaan kontrasepsi non hormonal dan efek samping


kontrasepsi IUD
Komplikasi AKDR Menurut Prawirohardjo (2006) antara lain:
1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan
2. Perdarahan

berat

pada

waktu

haid

atau

di

antaranya

yang

memungkinkan penyebab anemia.


3. Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangannya benar).
Komplikasi pemakaian AKDR yang sering muncul yaitu AKDR
tertanam dalam-dalam di endometrium atau miometrium (embedding,
displacement) dan infeksi (Hartanto, 2004).

BAB IV
PEMBAHASAN

Intra Uterine Device (IUD) atau juga disebut Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
(IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang sangat
efektif, reversibel dan berjangka panjang. dimasukan ke dalam rongga rahim oleh
bidan. IUD dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama, yaitu sekitar 8 tahun.
IUD sangat efektif mencegah kehamilan. Efek samping yang mungkin timbul
antara lain masa haid lebih lama dan banyak, serta terdapat kemungkinan terjadi
infeksi panggul. Selain menimbulkan efek samping, ada juga keuntungan yang
diperoleh dengan penggunaan alat kontrasespsi ini. Keuntungan yang diperoleh
diantaranya yaitu tidak mengganggu produksi ASI, dapat dipasang segera setelah
melahirkan ataupun pasca abortus, tidak mempengaruhi hubungan sexsual dan
dapat meningkatkan kenyamanan berhubungan karena tidak perlu takut hamil.
IUD dapat menimbulkan efek samping dan pula mengakibatkan komplikasi
seperti translokasi IUD. Kejadian translokasi IUD ini merupakan salah satu
kejadian yang tidak dikehendaki dari pemasangan IUD. Seperti pada kasus yang
kami angkat, dimana terdapat seorang ibu bernama Krinamurti dimana Ibu
Krinamurti tidak melakukan pemeriksaan IUD setelah pemasangan, membuat Ibu
Krinamurti merasakan nyeri dibawah perut. Nyeri yang dirasakan oleh Ibu
Krinamurti merupakan salah satu ciri dari translokasi IUD.
Menurut Manuabah (2008) seharusnya setelah dilakukan pemasangan IUD,
ibu wajib melakukan jadual pemeriksaan ulang pada 2 minggu setelah
pemasangan, satu bulan setelah pemeriksaan pertama, tiga bulan setelah
pemeriksaan pertama, setiap enam bulan sekali dan jika ada keluhan. Hal inilah
yang tidak dilakukan oleh Ibu Krisnamurti yang menyebabkan IUD berpindah
lokasi ke lokasi tidak normal yaitu melesat hingga ke ginjal. Padahal posisi IUD
normalnya ada di dalam rahim. Posisi huruf T harus sejajar dengan rahim
dibagian tengah atas, tidak boleh miring ataupun turun bahkan menembus rahim
(Cicek, 2012).
Kejadian translokasi IUD tersebut menharuskan Ibu Krinamurti untuk
mengeluarkannya, proses pengeluaran IUD yang dipilih oleh Ibu Krinamurti yaitu
menggunakan teknik leparoskopi dengan pertimbangan proses penyebuhannya
lebih cepat dan resiko komplikasi kecil meskipun biaya yang dikeluarkan lebih

besar. Laparoskopi merupakan tindakan bedah yang menggunakan teknik


minimali infasive surgery (bedah infasiv minimal), dimana dokter menggunakan
teleskop atau kamera kecil yang dimasukan ke dalam perut dan instrument bedah
dalam bentuk miini. Metode laparoskopi merupakan metode terkini dalam dunia
kedokteran. (Inceboz, 2003).

BAB V
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Intra Uterine Device (IUD) atau juga disebut Alat Kontrasepsi Dalam
Rahim (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam
rahim yang sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang. dimasukan ke
dalam rongga rahim oleh bidan. IUD dapat digunakan dalam jangka waktu
yang lama, yaitu sekitar 8 tahun. IUD sangat efektif mencegah kehamilan.
Efek samping yang mungkin timbul antara lain masa haid lebih lama dan
banyak, serta terdapat kemungkinan terjadi infeksi panggul. Selain
menimbulkan efek samping, ada juga keuntungan yang diperoleh yaitu
tidak mengganggu produksi ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan
ataupun pasca abortus, tidak mempengaruhi hubungan sexsual dan dapat
meningkatkan kenyamanan berhubungan karena tidak perlu takut hamil.
IUD dapat pula mengakibatkan komplikasi seperti translokasi IUD.
Translokasi IUD adalah berpindahnya IUD atau spiral ke lokasi/posisi yg
tidak normal. Posisi IUD normalnya ada didalam rahim. Tindakan
pengeluaran IUD dapat dilakukan dengan teknik laparoskopi. Laparoskopi
merupakan tindakan bedah yang menggunakan teknik minimali infasive
surgery (bedah infasiv minimal), dimana dokter menggunakan teleskop atau
kamera kecil yang dimasukan ke dalam perut dan instrument bedah dalam
bentuk mini.

B.

Saran
1. Bagi pengguna alat kontrasepsi AKDR
Pengguna hendaknya mengetahui terlebih dahulu alat kontrasepsi yang
akan di pakai dengan cara bertanya hal yang ingin diketahui ke tenaga
kesehatan.
2. Bagi tenaga kesehatan
a. Sebagai tenaga kesehatan hendakna meningkatkan keterampilannya
memasang AKDR yang baik dan sesuai prosedur.
b. Sebelum memasang AKDR pada klien jangan lupa untuk melakukan
inform consent pada klien.

DAFTAR PUSTAKA

Cicek, Nedim. 2012. Clinical Presentation, Diagnosis and Management of IntraAbdominally Dislocated Intrauterine Devices. The New Journal of Medicine
Vol 29 No 2 tahun 2012.
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
Hartanto Hanafi. (2003). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: CV.
Mulia Sari
Inceboz, U. S. 2003. Migration of an intrauterine contraceptive device to the
sigmoidColon. The European Journal of Contraception and Reproductive
Health Care.
Manuaba, dkk. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk
Pendidikan Bidan. Ed.2. Jakarta : EGC.
Manuaba, I.B.G. 2008. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri
Ginekologi dan KB. Jakarta: EGC.
Meilani, Niken, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana (dilengkapi dengan
penuntun belajar), cetakan I. Yogyakarta: Fitramaya.
Prawirohardjo, Sarwono. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi.
Jakarta: YBP-SP
Saifuddin, et al. 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Siswosuharjo. 2010. Panduan super lengkap hamil sehat. Semarang: Penebar
Plus.
Uliyah, M. 2010. Panduan Aman dan Sehat Memilih Alat KB. Yogyakarta:
Insania

Anda mungkin juga menyukai