Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Nama
NIM
: 1404505016
Matkul
: Pancasila (A)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia sekaligus sebagai pedoman dan tolak ukur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai suatu sistem filsafat Pancasila pada
hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran
norma baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Dalam filsafat
Pancasila terkandung didalamnya suatu pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional,
sistematis dan komprehensif dan system pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena
itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma norma yang
merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek praksis melainkan suatu nilai yang
bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar dasar yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai
nilai Pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan
suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia yang dapat diukur dari sudut manapun. Dalam hal ini nilai nilai Pancasila
telah terjabarkan dalam suatu norma norma moralitas atau norma norma etika sehingga
Pancasila merupakan sistem etika dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang
kedua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang undangan yang berlaku di
Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila berkedudukan sebagi sumber dari
segala sumber hukum di negara Indonesia.
Pada hakikatnya Pancasila bukanlah merupakan suatu pedoman yang langsung bersifat
normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai nilai etika yang
merupakan sumber hukum baik meliputi norma social maupun norma hukum, yang pada
gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma norma etika, moral maupun norma
hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.
1.2.Rumusan Masalah
1.2.1. Apa pengertian dari etika?
1.2.2. Bagaimana pengertian nilai, norma dan moral?
1.2.3. Apa pengertian hierarkhi nilai?
1.2.4. Apa pengertian nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis?
1.2.5. Bagaimana hubungan etika, nilai, norma dan moral?
1.2.6. Bagaimana implementasi etika, nilai, norma dan moral terhadap Pancasila?
1.3.Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian dari etika, nilai, norma dan moral.
1.3.2. Untuk mengetahui hubungan antara nilai, norma, moral dan etika.
1.3.3. Untuk mengetahui implementasi etika, nilai, norma dan moral terhdap Pancasila.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan bahasannya masing masing. Cabang cabang itu dibagi menjadi dua
kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praksis. Filsafat teoritis
mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu, misalnya hakikat
manusia, alam dan lain sebagainya. Dalam hal ini filsafat teoritis juga mempunyai maksud
maksud dan berkaitan erat dengan hal hal bersifat praksis, karena pemahaman yang
dicari menggerakkan kehidupannya.
Etika merupakan cabang filsafat yang mempelajari pandangan-pandangan dan
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan masalah kesusilaan, dan kadang-kadang
orang memakai filsafat etika, filsafat moral atau filsafat susila. Dengan demikian dapat
dikatakan, etika ialah penyelidikan filosofis mengenai kewajiban-kewajiban manusia dan
hal-hal yang baik dan buruk. Etika adalah penyelidikan filsafat bidang moral. Etika tidak
membahas keadaan manusia, melainkan membahas bagaimana seharusnya manusia itu
berlaku benar. Etika juga merupakan filsafat praxis manusia. etika adalah cabang dari
aksiologi, yaitu ilmu tentang nilai, yang menitikberatkan pada pencarian salah dan benar
dalam pengertian lain tentang moral.
Etika dapat dibedakan menjadi tiga macam :
1. Etika sebagai ilmu, yang merupakan kumpulan tentang kebajikan, tentang penilaian
perbuatan seseorang.
2. Etika dalam arti perbuatan, yaitu perbuatan kebajikan. Misalnya, seseorang dikatakan
etis apabila orang tersebut telah berbuat kebajikan.
3. Etika sebagai filsafat, yang mempelajari pandangan-pandangan, persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan masalah kesusilaan.
Kita juga sering mendengar istilah descriptive ethics, normative ethics, dan philosophy
ethics :
1. Descriptive ethics, ialah gambaran atau lukisan tentang etika.
2. Normative ethics, ialah norma-norma tertentu tentang etika agar seorang dapat
dikatakan bermoral.
itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma moral yang berlaku dalam kelompok sekretaris
tersebut. Dihubungkan dengan arti kedua, Etika Profesi Sekretaris berarti Kode Etik Profesi
Sekretaris.
Pengertian etika juga dikemukakan oleh Sumaryono (1995), menurut beliau etika
berasal dati istilah Yunani ethos yang mempunyai arti adapt-istiadat atau kebiasaan yang baik.
Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang menjadi study tentang kebiasaan manusia
berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan
perangai manusia dalam kehidupan manusia pada umumnya. Selain itu, etika juga berkembang
menjadi studi tentang kebenaran dan ketidakbenaran berdasarkan kodrat manusia yang
diwujudkan melalui kehendak manusia. Berdasarkan perkembangan arti tadi, etika dapat
dibedakan antara etika perangai dan etika moral.
1. Etika Perangai
Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambaran perangai
manusia dalam kehidupan bermasyarakat di aderah-daerah tertentu, pada waktu tertentu
pula. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati masyarakat
berdasarkan hasil penilaian perilaku.
Contoh etika perangai :
Berbusana adat,
Pergaulan muda-mudi,
Perkawinan semenda,
Upacara adat.
2. Etika Moral
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan benar berdasarkan
kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah kejahatan, yaitu perbuatan yang
tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini berasal dari kodrat manusia yang disebut
moral.
Contoh etika moral :
Etika moral ini terwujud dalam bentuk kehendak manusia berdasarkan kesadaran, dan
kesadaran adalah suara hati nurani. Dalam kehidupan, manusia selalu dikehendaki dengan baik
dan tidak baik, antara benar dan tidak benar. Dengan demikian ia mempertanggung jawabkan
pilihan yang telah dipilihnya itu. Kebebasan kehendak mengarahkan manusia untuk berbuat
baik dan benar. Apabila manusia melakukan pelanggaran etika moral, berarti dia berkehendak
melakukan kejahatan, dengan sendirinya berkehandak untuk di hukum. Dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, nilai moral dijadikan dasar hukum positif yang dibuat oleh
penguasa.
Dalam kehidupan masyarakat kita mengenal etika pribadi dan etika social. Untuk
mengetahui etika pribadi dan etika social diberikan contoh sebagai berikut:
1. Etika Pribadi. Misalnya seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan
menjadi seseorang yang kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya sehinnga
ia lupa akan diri pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan untuk keperluankeperluan hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat (mabuk-mabukan, suka
mengganggu ketentraman keluarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil
mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil dalam
emngembangkan etika pribadinya.
2. Etika Social. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara) dipercaya untuk
mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat dan untuk rakyat.
Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara utnuk kepentingan
pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang dipakainya itu
kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan yang merusak etika
social.
Etika sendiri memiliki berbagai manfaat seperti :
1. Dapat membantu suatu pendirian dalam beragam pandangan dan moral,
2. Dapat membantu membedakan mana yang tidak boleh dirubah dan mana yang boleh
dirubah, sehingga dalam melayani tamu kita tetap dapat yang layak diterima dan ditolak
mengambil sikap yang bisa dipertanggungjawabkan,
3. Dapat membantu seseorang mampu menentukan pendapat,
4. Dapat menjembatani semua dimensi atau nilai-nilai yang dibawa tamu dan yang telah
dianut oleh petugas.
Norma sendiri terdiri dari empat norma yaitu norma agama, norma kesusilaan,
norma kesopanan dan norma hokum.
1. Norma Agama
Norma agama merupakan sekumpulan kaidah atau peraturan hidup yang
sumbernya dari wahyu . Norma agama ialah aturan hidup yang harus
diterima manusia sebagai perintah-perintah, larangan-larangan dan ajaranajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Contohnya seperti :
a. Rajin beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan, berdoa
sebelum makan, sebelum tidur, sebelum perjalanan, sebelum belajar,
sebelum memasuki tempat ibadah, dll.
b. Mencegah dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama.
Pelanggar norma agama mendapatkan sanksi secara tidak langsung, artinya
pelanggarnya baru akan menerima sanksinya nanti di akhirat berupa siksaan di
neraka.
2. Norma Kesusilaan
Setiap manusia memiliki hati nurani yang membedakan dengan makhluk
lainnya. C.S.T Kansil menyatakan bahwa norma kesusilaan adalah
peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia. Sanksi
bagi pelanggarnya, yaitu rasa bersalah dan penyesalan mendalam bagi
pelanggarnya. Contoh norma kesusilaan seperti :
a. Dilarang membunuh,
b. Berkata jujur,
c. Menghargai dan menghormati orang lain.
3. Norma Kesopanan
Norma kesopanan juga sering disebut sebagai norma adat masyarakat
tertentu. Landasan kaidah ini adalah kepatuhan, kepantasan dan kebiasaan
yang berlaku pada masyarakat itu. Jadi Norma kesopanan adalah peraturan
hidup yang bersumber dari tata pergaulan masyarakat tentang etika sopan
santun, dan tata krama dalam masyarakat. Sanksi bagi pelanggarnya, yaitu
dicemooh atau dikucilkan. Contoh norma kesopanan seperti :
a. Tidak meludahi di sembarang tempat,
4. Norma Hukum
Norma Hukum adalah norma/aturan-aturan yang bersumber dari pemerintah
atau negara. Norma hukum dibuat oleh pejabat pemerintah yang berwenang
dengan tertulis dan sistematika tertentu. Sanksi bagi yang melanggar, yaitu
denda, penjara, atau hukuman mati. Contoh norma hukum seperti :
a. Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain dikenakan pidana
penjara dengan ancaman pidana sekurang-kurangnya 15 tahun,
b. Pengemudi kendaraan bermotor harus membawa Surat Ijin mengemudi
(SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK),
c. Barang siapa mengambil hak milik orang lain untuk dikuasai kepadanya
akan dikenakan sanksi pidana.
2.2.3 Pengertian Moral
Moral merupakan pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang
beradab. Moral juga berarti ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan
(akhlak). Moralisasi, berarti uraian (pandangan, ajaran) tentang perbuatan dan
kelakuan yang baik. Demoralisasi, berarti kerusakan moral.
Menurut asal katanya moral dari kata mores dari bahasa Latin, kemudian
diterjemahkan menjadi aturan kesusilaan. Dalam bahasa sehari-hari, yang
dimaksud dengan kesusilaan bukan mores, tetapi petunjuk-petunjuk untuk
kehidupan sopan santun dan tidak cabul. Jadi, moral adalah aturan kesusilaan, yang
meliputi semua norma kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila
berasal dari bahasa Sansekerta, su artinya lebih baik, sila berarti dasar-dasar,
prinsip-prinsip atau peraturan-peraturan hidup. Jadi susila berarti peraturanperaturan hidup yang lebih baik.
Pengertian moral dibedakan dengan pengertian kelaziman, meskipun dalam
praktek kehidupan sehari-hari kedua pengertian itu tidak jelas batas-batasnya.
Kelaziman adalah kebiasaan yang baik tanpa pikiran panjang dianggap baik, layak,
sopan santun, tata krama, dsb. Jadi, kelaziman itu merupakan norma-norma yang
diikuti tanpa berpikir panjang dianggap baik, yang berdasarkan kebiasaan atau
tradisi.
1.
Moral
juga
dapat
dibedakan
menjadi
dua
macam,
yaitu:
Moral murni, yaitu moral yang terdapat pada setiap manusia, sebagai suatu
pengejawantahan dari pancaran Ilahi. Moral murni disebut juga hati nurani.
2.
Moral terapan, adalah moral yang didapat dari ajaran pelbagai ajaran filosofis,
agama, adat, yang menguasai pemutaran manusia
Nilai nilai kenikmatan : dalam timgkatan ini terdapat deretan nilai nilai yang
mengenakkan dan tidak mengenakkan (die Wertreihe des Angenehmen und
Unangnehmen) yang menyebabkan orang senang atau menderita tidak enak.
2.
Nilai nilai kehidupan : dalam tingkat ini terdapatlah nilai nilai yang penting bagi
kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani,
kesejahteraan umum.
3.
Nilai nilai kejiwaan : dalam tingkat ini terdapat nilai nilai kejiwaan (geistige werte)
yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai
nilai semacam ini ialah kehidupan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai
dalam filsafat.
4.
Nilai nilai kerohanian : dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci
dan tidak suci (wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen). Nilai nilai semacam ini
terutama terdiri dari nilai pribadi.
Manusia banyak lagi cara pengelompokkan nilai, misalnya seperti yang dilakukan N.
Rescher, yaitu pembagian nilai berdasarkan pembawa nilai, hakikat keuntungan yang
diperoleh dan hubungan antara pendukung nilai dan keuntungan yang diperoleh. Begitu pula
dengan pengelompokan nilai menjadi nilai intrinsic dan ekstrinsik, nilai objektif dan nilai
subjektif, nilai positif dan nilai negatif dan sebagainya.
Dari uraian mengenai macam macam nilai di atas, dapat dikemukakan bahwa yang
mengandung nlai itu bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, tetapi juga sesuatu
yang berwujud non-material atau immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial itu dapat
mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai nilai material relative
lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat indra ataupun alat pengukur seperti berat,
panjang, luas dan sebagainya. Sedangkan nilai kerohanian lebih sulit mengukurnya. Dalam
menilai hal hal kerohanian yang menjadi alat ukurnya adalah hati nurani manusia dibantu
oleh alat indra, cipta, rasa, karsa dan keyakinan manusia.
Notonegoro berpendapat bahwa nilai nilai Pancasila tergolong nilai nilai
kerohanian, tetapi nilai nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital.
Dengan demikian nilai nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital,
nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai
kesucian yang sistematika-hirarkhis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai
dasar sampai sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan.
Selain nilai nilai yang dikemukakan oleh para tokoh aksiologi tersebut menyangkut
tentang wujud macamnya, nilai nilai tersebut juga berkaitan dengan tingkatan
tingkatannya. Hal ini kita lihat secara objektif karena nilai tersebut menyangkut segala aspek
kehidupan manusia. Ada sekelompok nilai yang memiliki kedudukan atau hierarkhi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai nilai lainnya atau ada yang lebih rendah bahkan ada nilai
yang bersifat mutlak. Namun demikian, hal ini sangat tergantung pada filsafat dari masyarakat
atau bangsa sebagai subjek pendukung nilai nilai tersebut. Misalnya bagi bangsa Indonesia
nilai religious merupakan suatu nilai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai religious tersebut
hierarkhinya di atas segala yang ada dan tidak dapat dijastifikasi berdasarkan akal manusia
karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan
pikiran manusia. Namun demikian bagi bangsa yang menganut paham sekuler nilai yang
tertinggi adalah akal pikiran manusia sehingga nilai ketuhanan di bawah otoritas akal manusia.
1. Nilai Dasar
Walaupun nilai memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra mnusia,
namun dalam realisasinya nilai berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek
kehidupan manusia yang bersifat nyata, namun demikian setiap nilai memiliki nilai
dasar yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai
nilai tersebut. Niali dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan
objektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
Jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai tersebut bersifat
mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehinga segala sesuatu diciptakan
berasl dari Tuhan. Demikian juga jikalau nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat
manusia, maka nilai nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia, sehingga
jikalau nilai nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma huku maka
diistilahkan sebagai hak dasar. Demikian juga hakikat nilai dasar itu dapat juga
berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun
waktu. Demikianlah sehingga nilai dasar dapat juga disebut sebagi sumber norma yang
pada gilirannya dijabarkan atau direalisasikan dalam suatu kehidupana secara praksis.
Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda beda namun secara
sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan penjabaran
norma serta realisasi praksis tersebut.
2. Nilai Instrumental
Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka niali dasar tersebut
harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental
inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan.
Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam
kehidupan sehari hari maka hal itu merupakan suatu norma moral. Namun jikalau
nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai
nilai instrumental itu merupakan suatu arahan, kebijaksanaan atau strategi yang
bersumber pada nilai dasar. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplitasi dari nilai dasar.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental
dalam suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan
dari nilai instrumental itu. Dapat juga dimungkinkan berbeda beda wujudnya, namun
demikian tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh
karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu system
perwujudannya tidak boleh menyimpang dari system tersebut.
Hubungan antara moral dengan etika memeang sangat erat sekali dan kadangkala kedua
hal tersebut disamakan begitu saja. Namun sebenarnya kedua hal tersebut memiliki
perbedaan. Moral merupakan ajaran ajaran ataupun wejangan wejangan, patokan
patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus
hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di pihak lain etika adalah
suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran ajaran dan
pandangan pandangan moral tersebut. Atau juga sebagaimana dikemukakan oleh De Vos
bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan. Adapun yang
dimaksud dengan kesusilaan adalah identic dengan pengertian moral, sehingga etika pada
hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip prinsip
moralitas.
Setiap orang memiliki moralitasnya sendiri sendiri, tetapi tidak demikian halnya
dengan etika. Tidak semua orang perlu melakukan pemikiran yang kritis terhadap etika.
Terdapat suatu kemungkinan bahwa seseorang mengikuti begitu saja pola pola moralitas
yang ada dalam suatu masyarakat tanpa perlu merefleksikannya secara kritis.
Etika tidak berwenang menentukan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan
seseorang. Wewenang ini dipandang berada di tangan pihak pihak yang memberikan
ajaran moral. Hal inilah yang menjadi kekurangan dari etika jikalau dibandingkan dengan
ajaran moral. Sekalipun demikian, dalam etika seseorang dapat mengerti mengapa dan atas
dasar apa manusia harus hidup menurut norma norma tertentu. Hal yang terakhir inilah
yang merupakan kelebihan etika jikalau dibandingkan dengan moral. Hal ini dapat
dianalogikan bahwa ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita
memperlakukan sebuah mobil dengan baik, sedangkan etika memberikan pengertian pada
kita tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri. Demikianlah hubungan sistematik
antara nilai, norma, moral dan etika yang pada gilirannya ke-empat aspek tersebut
terwujud dalam suatu tingkah laku praksis dalam kehidupan manusia.
b.
c.
d.
e.
Selalu ikut mewujudkan perdamaian dunia lewat hubungan kerja sama dengan
bangsa lain.
b.
c.
d.
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat melalui pemilu secara berkala
dan teratur.
Dalam memenuhi hak rakyat atas kepentingan jalan raya pemerintah harus
membangun jalan tol, membuat jembatan, memperbanyak alat transportasi,
b.
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Etika, nilai, norma dan moral merupakan aspek yang saling berkaitan satu sama lain di
dalam kehidupan manusia. Etika mengajarkan kita tentang kebajikan, penilaian terhadap
seseorang dan pandanganan mengenai kesusilaan. Nilai mengajarkan kita tentang
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.
Norma mengajarkan kita tentang aturan, patokan atau ukuran yang bersifat pasti dan tidak
berubah. Moral mengajarkan kita tentang pengetahuan yang menyangkut budi pekerti
manusia yang beradab serta ajaran yang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan. Sehingga
pada gilirannya ke-empat aspek tersebut terwujud dalam suatu tingkah laku praksis dalam
kehidupan manusia dan dapat diimplementasikan sesuai dengan sila sila yang terdapat
dalam Pancasila demi keberlangsungan hidup yang aman, tentram dan sejahtera.
DAFTAR ISI
Prof. Dr. Kaelan, M.S. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta:Paradigma
http://www.cpuik.com/2013/11/pengertian-nilai-dan-nilai-sosial.html (diakses pada 29
November 2014)
http://imungblog.blogspot.com/2012/10/pengertian-etika-dan-moral.html (diakses pada 29
November 2014)
http://carapedia.com/pengertian_definisi_norma_info2015.html (diakses pada 29 November
2014)
http://www.artikelsiana.com/2014/08/macam-macam-norma-dan-contohnya.html#_ (diakses
pada 29 November 2014)
http://www.artikelsiana.com/2014/08/perngertian-dan-penjelasan-norma.html#_ (diakses
pada 29 November 2014)
http://rizkynovianis.wordpress.com/2012/11/10/hubungan-etika-norma-moral-dalamkaitannya-dengan-kehidupan-berbangsa-dan-bernegara-ditinjau-dari-implementasi-sila-sila/
(diakses pada 29 November 2014)