Ketentuan dalam PER-31/PJ/2009 telah diubah dengan PER59/PJ/2009, yang mengatur khusus mengenai PPh Pasal 21 Bukan
Pegawai (termasuk tenaga ahli).
Update:
Dirjen Pajak pada tanggal 25 Mei 2009 telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam PER-31/PJ/2009
tersebut mengatur mengenai penghitungan PPh Pasal 21 atas tenaga ahli yang isinya tidak diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 (menyimpang).
Ketentuan Baru PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-31/PJ/2009
Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 9 ayat (1) c:
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas
Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 16 ayat (1) b:
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dari 50% (lima puluh persen)
dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Dengan demikian sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 maka PPh
Pasal 21 atas tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris adalah :
Tarif Pasal 17 x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto
Sebelum Update:
Saat ini banyak pertanyaan mengenai tarif penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas tenaga ahli
seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris, karena dalam ketentuan
yang baru mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008,
tidak diatur jelas bagaimana menghitung PPh Pasal 21 atas tenaga ahli. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya
yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER 15/PJ/2006 jo. KEP-545/PJ/2000 mengatur jelas tarif PPh
Pasal 21 atas penghasilan tenaga ahli.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 1
Menurut Pasal 15 :
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas :
ayat 1 (a):
jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan atau
jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat berkesinambungan, yang diterima oleh bukan pegawai.
ayat 1 (c):
jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat
berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan yang
sebenarnya, yang diterima oleh bukan pegawai.
Dengan demikian sejak 1 Januari 2009 besarnya tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima termasuk
oleh tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris berlaku tarif
umum PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikenakan dari Penghasilan
Bruto, kecuali atas penghasilan yang diterima termasuk oleh tenaga ahli yang diterima secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender yang dihitung setiap bulan, maka PPh Pasal 21 dihitung dari
Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Bruto dikurangi PTKP).
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan , yaitu:
Contoh Penghitungan:
Pengacara Tony memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa yang diberikannya membela klien PT Devil
sebesar Rp 50 juta, maka atas imbalan jasa yang diberikan PT Devil harus memotong PPh Pasal 21 sebesar:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
Ketentuan di atas sudah diubah dengan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 3
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan kepada pekerja yang bekerja pada
pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto di atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.
Bagi pekerja yang belum memiliki NPWP, Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
diberikan sampai dengan Masa Pajak Juni 2009 dan apabila setelah Masa Pajak Juni 2009 pekerja
belum memiliki NPWP, Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah hanya diberikan sejak Masa
Pajak setelah pekerja yang
bersangkutan memiliki NPWP.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang diterima pekerja adalah sebesar
pajak terutang berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak termasuk kenaikan
tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Kenaikan tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi tetap dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran
penghasilan kepada pekerja dan disetor ke Kas Negara oleh pemberi kerja sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
o kategori usaha pertanian, termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
o kategori usaha perikanan; dan
o kategori usaha industri pengolahan,
sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2009.
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah wajib dibayarkan secara tunai pada saat
pembayaran penghasilan oleh pemberi kerja kepada pekerja sebesar Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan pekerja.
Dalam hal pemberi kerja:
1) memberikan tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada pekerja; atau
2) menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja,
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan kepada
pekerja yang mendapat Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 4
Pemberi kerja wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam hal pemberi kerja memberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
kepada pekerjanya, pemberi kerja wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku yang dilampiri dengan:
1. realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dengan menggunakan
formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2009; dan
2. Surat Setoran Pajak PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang dibubuhi cap atau tulisan PPh
PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 43/PMK.03/2009.
Realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah harus disampaikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal jumlah pekerja yang menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
tidak lebih dari 30 (tiga puluh) orang, pemberi kerja dapat menyampaikan daftar pekerja yang
telah menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dalam bentuk kertas
(hardcopy) atau dalam bentuk media elektronik.
2. dalam hal jumlah pekerja yang menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
lebih dari 30 (tiga puluh) orang, pemberi kerja harus menyampaikan daftar pekerja yang telah
menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dalam bentuk media elektronik.
Realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang disampaikan dalam
bentuk media elektronik harus disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Formulir Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 22/PJ/2009 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2009:
1. sampai dengan baris Jumlah PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah tetap harus ditulis
sesuai dengan jumlah total pekerja, total penghasilan bruto dan total Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang mendapatkan fasilitas Ditanggung Pemerintah.
2. daftar pekerja yang telah menerima PPh 21 Ditanggung Pemerintah dibubuhi cap atau
tulisan DAFTAR PEKERJA YANG TELAH MENERIMA PPh PASAL 21
DITANGGUNG PEMERINTAH ADALAH SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM
MEDIA ELEKTRONIK YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI FORMULIR INI.
2. daftar pekerja yang disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud pada
butir 1.2 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
2.1 dibuat dalam microsoft office excell dan disimpan dalam tipe xls.
2.2 file disimpan dengan nama sebagai berikut:
XXXXXXXXXXXXXXX21XXXXXXXX
Keterangan:
15 digit NPWP pemberi kerja,Jenis Pajak (21),Masa Pajak (01,02 dst), Tahun Pajak (2009)
Sehingga contoh format nama file keseluruhannya menjadi:
Dalam hal Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah terlanjur disetor ke Kas Negara,
kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
pada masa pajak berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang terlanjur disetor ke Kas Negara wajib
dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerja pada saat pembayaran penghasilan masa pajak berikutnya
Dalam hal ditemukan ketidakbenaran atas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21, atas Pajak Penghasilan Pasal
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 5
21 Ditanggung Pemerintah tersebut ditagih kembali kepada pemberi kerja berikut sanksi sesuai dengan
ketentuan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 28
Tahun 2007.
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah berlaku untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang untuk Masa Pajak Februari 2009 sampai dengan Masa Pajak November 2009 dan dilaporkan
paling lama tanggal 20 Desember 2009.
Pemotong Pajak wajib melaporkan daftar Pegawai/ Penerima Pensiun Berkala dengan menggunakan
Formulir 1721 -T
Setiap pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik PPh Pasal 21
Final maupun Tidak Final
SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember berisi akumulasi seluruh pemotongan PPh Pasal 21 selama
setahun
SPT Induk Formulir 1721 (SPT MASA PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26)
Formulir 1721 I : Daftar Bukti Pemotongan Pph Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 untuk Pegawai Tetap Dan
Penerima Pensiun Berkala
o Formulir 1721 I wajib disampaikan hanya pada Masa Pajak Desember. Pemotong Pajak tidak
perlu menyampaikan formulir 1721-A1/A2 sebagai lampiran dari SPT Masa PPh Pasal
21dan/atau Pasal26, namun wajib memberikan bukti pemotongan 1721-A1/A2 kepada Pegawai
Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua/Jaminan Hari Tua
maupun kepada Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 6
26 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Formulir 1721 T wajib
dilampirkan pada Masa Pajak Juli 2009.
sebesar 0% (nol persen)atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 7
sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta
rupiah).
sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta
rupiah:
sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 8
Bagi Wajib Pajak Orang pribadi telah terbit peraturan Dirjen Pajak yang mengatur
mengenai bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2009 yaitu dengan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-66/PJ/2009 tanggal 21 Desember 2009 yang mengubah PER-34/PJ/2009
tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk
Pengisiannya.
Terdapat tiga jenis SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu:
Formulir 1770
Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan:
1. dari usaha dan pekerjaan bebas yang menyelenggarakan Pembukuan atau Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
2. dari satu atau lebih pemberi kerja;
3. yang dikenakan PPh Final dadatau Bersifat Final; dan/atau
4. penghasilan lain,
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 9