Anda di halaman 1dari 9

PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tenaga Ahli

(dibaca 4,067 kali)


April 8, 2009 by Rudi
Filed under PPh, PPh 21
4 Comments

Ketentuan dalam PER-31/PJ/2009 telah diubah dengan PER59/PJ/2009, yang mengatur khusus mengenai PPh Pasal 21 Bukan
Pegawai (termasuk tenaga ahli).
Update:
Dirjen Pajak pada tanggal 25 Mei 2009 telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam PER-31/PJ/2009
tersebut mengatur mengenai penghitungan PPh Pasal 21 atas tenaga ahli yang isinya tidak diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 (menyimpang).
Ketentuan Baru PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-31/PJ/2009
Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 9 ayat (1) c:
50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas
Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Pasal 16 ayat (1) b:
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dari 50% (lima puluh persen)
dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
Dengan demikian sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 maka PPh
Pasal 21 atas tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris adalah :
Tarif Pasal 17 x 50% x Jumlah Penghasilan Bruto
Sebelum Update:
Saat ini banyak pertanyaan mengenai tarif penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas tenaga ahli
seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris, karena dalam ketentuan
yang baru mengenai Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan Pekerjaan,
Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008,
tidak diatur jelas bagaimana menghitung PPh Pasal 21 atas tenaga ahli. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya
yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER 15/PJ/2006 jo. KEP-545/PJ/2000 mengatur jelas tarif PPh
Pasal 21 atas penghasilan tenaga ahli.
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 1

Ketentuan Lama PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli


Ketentuan mengenai petunjuk pemotongan PPh Pasal 21 sebelum tahun 2009 diatur oleh Peraturan Direktur
Jenderal Pajak nomor PER 15/PJ/2006 jo KEP-545/PJ/2000.
Menurut Pasal 9 ayat :
7) Atas penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris dikenakan pemotongan
PPh Pasal 21 berdasarkan perkiraan penghasilan neto.
(8) Perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam Ayat (7) adalah sebesar 50% (lima puluh
persen) dari penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Menurut Pasal 12:
Tarif sebesar 15% (lima belas persen) diterapkan atas perkiraan penghasilan neto yang dibayarkan atau
terutang kepada tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (8).
Sehingga besarnya PPh Pasal 21 atas tenaga ahli adalah sebesar 7,5% (15% x 50%) x Penghasilan Bruto
Ketentuan Baru PPh Pasal 21 atas Tenaga Ahli Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/PMK.03/2008 (Sudah Tidak Berlaku)
Kententuan baru mulai 1 Januari 2009 mengenai PPh Pasal 21 atas tenaga ahli diatur oleh Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Menurut Pasal 3 huruf c angka 1 ketentuan tersebut tenaga ahli merupakan salah satu dari bukan pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang melakukan
pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
Dasar Pengenaan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 21 Tenaga Ahli dapat berupa Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Bruto
dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak/PTKP), atau Jumlah Penghasilan Bruto:

Penghasilan Kena Pajak

Pasal 9 ayat (1) huruf a angka 4:


Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 bukan pegawai penerima penghasilan bukan pegawai lainnya
yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun
kalender.

Jumlah penghasilan bruto

Pasal 9 ayat (1) huruf c


Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berupa Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima
penghasilan selain penerima penghasilan yang Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 berupa
Penghasilan Kena Pajak atau jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dilakukan
pemotongan PPh Pasal 21.
Tarif Pemotongan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 2

Tarif Pasal 17 dari Jumlah Penghasilan Bruto

Menurut Pasal 15 :
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas :
ayat 1 (a):
jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan atau
jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat berkesinambungan, yang diterima oleh bukan pegawai.
ayat 1 (c):
jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat
berkesinambungan, baik berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis atau berdasarkan keadaan yang
sebenarnya, yang diterima oleh bukan pegawai.

Tarif Pasal 17 dari Penghasilan Kena Pajak

Pasal 15 ayat (2) :


Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas jumlah
kumulatif Penghasilan Kena Pajak sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh
bukan pegawai lainnya (termasuk tenaga ahli) yang menerima penghasilan dari pemotong PPh Pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender yang dihitung setiap bulan.

Dengan demikian sejak 1 Januari 2009 besarnya tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima termasuk
oleh tenaga ahli seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris berlaku tarif
umum PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dikenakan dari Penghasilan
Bruto, kecuali atas penghasilan yang diterima termasuk oleh tenaga ahli yang diterima secara
berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun kalender yang dihitung setiap bulan, maka PPh Pasal 21 dihitung dari
Penghasilan Kena Pajak (Penghasilan Bruto dikurangi PTKP).
Tarif berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan , yaitu:

Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%


Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%

Contoh Penghitungan:
Pengacara Tony memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa yang diberikannya membela klien PT Devil
sebesar Rp 50 juta, maka atas imbalan jasa yang diberikan PT Devil harus memotong PPh Pasal 21 sebesar:
5% x Rp 50.000.000 = Rp 2.500.000
Ketentuan di atas sudah diubah dengan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 3

Petunjuk Teknis PPh Pasal 21 Ditanggung


Pemerintah
(dibaca 2,164 kali)
March 31, 2009 by Rudi
Filed under PPh, PPh 21
Untuk memberikan kejelasan mengenai tata cara pelaksanaan PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas
Penghasilan Pekerja Pada Kategori Tertentu sebagaimana yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor
43/PMK.03/2009 Tentang PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori
Tertentu, Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-49/PMK.03/2009 serta peraturan pelaksanaannya oleh
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 Tentang Pelaksanaan Pemberian PPh Pasal 21
Ditanggung Pemerintah Atas Penghasilan Pekerja Pada Pemberi Kerja Yang Berusaha Pada Kategori Usaha
Tertentu, PER-26/PJ/2009, berikut ini akan diberikan penjelasan sesuai dengan SE-36/PJ/2009 tanggal 30
Maret 2009.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah diberikan kepada pekerja yang bekerja pada
pemberi kerja yang berusaha pada kategori usaha tertentu, dengan jumlah penghasilan bruto di atas
Penghasilan Tidak Kena Pajak dan tidak lebih dari Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) dalam satu bulan.
Bagi pekerja yang belum memiliki NPWP, Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
diberikan sampai dengan Masa Pajak Juni 2009 dan apabila setelah Masa Pajak Juni 2009 pekerja
belum memiliki NPWP, Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah hanya diberikan sejak Masa
Pajak setelah pekerja yang
bersangkutan memiliki NPWP.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang diterima pekerja adalah sebesar
pajak terutang berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dan tidak termasuk kenaikan
tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi bagi pekerja yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5a) Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Kenaikan tarif pajak sebesar 20% lebih tinggi tetap dipotong oleh pemberi kerja pada saat pembayaran
penghasilan kepada pekerja dan disetor ke Kas Negara oleh pemberi kerja sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
Kategori usaha tertentu sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
o kategori usaha pertanian, termasuk perkebunan dan peternakan, perburuan, dan kehutanan;
o kategori usaha perikanan; dan
o kategori usaha industri pengolahan,

sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PMK.03/2009 tentang Pajak
Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan Pekerja Pada Kategori Usaha Tertentu
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49/PMK.03/2009.

Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah wajib dibayarkan secara tunai pada saat
pembayaran penghasilan oleh pemberi kerja kepada pekerja sebesar Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang atas penghasilan pekerja.
Dalam hal pemberi kerja:
1) memberikan tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada pekerja; atau
2) menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pekerja,
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditunjang atau ditanggung tersebut tetap harus diberikan kepada
pekerja yang mendapat Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 4

Pemberi kerja wajib memberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam hal pemberi kerja memberikan fasilitas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
kepada pekerjanya, pemberi kerja wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
Pasal 21 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku yang dilampiri dengan:
1. realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dengan menggunakan
formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2009; dan
2. Surat Setoran Pajak PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah yang dibubuhi cap atau tulisan PPh
PASAL 21 DITANGGUNG PEMERINTAH EKS PMK NOMOR 43/PMK.03/2009.
Realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah harus disampaikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal jumlah pekerja yang menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
tidak lebih dari 30 (tiga puluh) orang, pemberi kerja dapat menyampaikan daftar pekerja yang
telah menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dalam bentuk kertas
(hardcopy) atau dalam bentuk media elektronik.
2. dalam hal jumlah pekerja yang menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
lebih dari 30 (tiga puluh) orang, pemberi kerja harus menyampaikan daftar pekerja yang telah
menerima Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah dalam bentuk media elektronik.
Realisasi pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang disampaikan dalam
bentuk media elektronik harus disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Formulir Realisasi PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran II dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER- 22/PJ/2009 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2009:
1. sampai dengan baris Jumlah PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah tetap harus ditulis
sesuai dengan jumlah total pekerja, total penghasilan bruto dan total Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang mendapatkan fasilitas Ditanggung Pemerintah.
2. daftar pekerja yang telah menerima PPh 21 Ditanggung Pemerintah dibubuhi cap atau
tulisan DAFTAR PEKERJA YANG TELAH MENERIMA PPh PASAL 21
DITANGGUNG PEMERINTAH ADALAH SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM
MEDIA ELEKTRONIK YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI FORMULIR INI.
2. daftar pekerja yang disampaikan dalam bentuk media elektronik sebagaimana dimaksud pada
butir 1.2 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
2.1 dibuat dalam microsoft office excell dan disimpan dalam tipe xls.
2.2 file disimpan dengan nama sebagai berikut:
XXXXXXXXXXXXXXX21XXXXXXXX

Keterangan:
15 digit NPWP pemberi kerja,Jenis Pajak (21),Masa Pajak (01,02 dst), Tahun Pajak (2009)
Sehingga contoh format nama file keseluruhannya menjadi:

0123456789123452103200900 (untuk SPT Normal)


0123456789123452103200901 (untuk SPT Normal Pembetulan ke satu)

Dalam hal Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah terlanjur disetor ke Kas Negara,
kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
pada masa pajak berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang terlanjur disetor ke Kas Negara wajib
dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pekerja pada saat pembayaran penghasilan masa pajak berikutnya
Dalam hal ditemukan ketidakbenaran atas Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21, atas Pajak Penghasilan Pasal
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 5

21 Ditanggung Pemerintah tersebut ditagih kembali kepada pemberi kerja berikut sanksi sesuai dengan
ketentuan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 28
Tahun 2007.
Pajak Penghasilan Pasal 21 Ditanggung Pemerintah berlaku untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
terutang untuk Masa Pajak Februari 2009 sampai dengan Masa Pajak November 2009 dan dilaporkan
paling lama tanggal 20 Desember 2009.

SPT Masa PPh Pasal 21 Form 1721 dan Bukti


Potong
(dibaca 7,515 kali)
June 5, 2009 by Rudi
Filed under PPh, PPh 21
Untuk mengakomodasi peraturan terbaru tentang PPh Pasal 21 dimana setiap pemotongan PPh Pasal 21 harus
diberikan bukti potong serta ditiadakannya SPT Tahunan PPh Pasal 21, maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan
Peraturan nomor PER-32/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal
21 Dan/Atau Pasal 26 Dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26.
Hal-hal khusus yang diatur dalam PER-32/PJ/2009 bahwa :

Pemotong Pajak wajib melaporkan daftar Pegawai/ Penerima Pensiun Berkala dengan menggunakan
Formulir 1721 -T
Setiap pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik PPh Pasal 21
Final maupun Tidak Final
SPT Masa PPh Pasal 21 masa Desember berisi akumulasi seluruh pemotongan PPh Pasal 21 selama
setahun

Formulir-formulir SPT Masa PPh Pasal 21

SPT Induk Formulir 1721 (SPT MASA PPh PASAL 21 DAN/ATAU PASAL 26)
Formulir 1721 I : Daftar Bukti Pemotongan Pph Pasal 21 Dan/Atau Pasal 26 untuk Pegawai Tetap Dan
Penerima Pensiun Berkala
o Formulir 1721 I wajib disampaikan hanya pada Masa Pajak Desember. Pemotong Pajak tidak
perlu menyampaikan formulir 1721-A1/A2 sebagai lampiran dari SPT Masa PPh Pasal
21dan/atau Pasal26, namun wajib memberikan bukti pemotongan 1721-A1/A2 kepada Pegawai
Tetap atau Penerima Pensiun atau Tunjangan Hari Tua/Tabungan Hari Tua/Jaminan Hari Tua
maupun kepada Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunannya.

Formulir 1721 II : Daftar Perubahan Pegawai Tetap


o Formulir 1721 II wajib disampaikan hanya pada saat ada Pegawai Tetap yang keluar dan/atau
ada Pegawai Tetap yang masuk dan/atau ada Pegawai yang baru memiliki NPWP.
Formulir 1721 T : Daftar Pegawai Tetap/Penerima Pensiun Berkala
o Formulir 1721 T wajib dilampirkan pada saat pertama kali Wajib Pajak berkewajiban untuk
menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26. Dalam hal Wajib Pajak
telah berkewajiban untuk menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 6

26 sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Formulir 1721 T wajib
dilampirkan pada Masa Pajak Juli 2009.

PPh atas Dividen Orang Pribadi


(dibaca 1,605 kali)
February 10, 2009 by Rudi
Filed under PPh, PPh Final
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menerima dividen akan dikenakan PPh Final sebesar 10%, hal tersebut
diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Deviden Yang
diterima atau Diperoleh Oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, yang diterbitkan tanggal 9 Februari
2009.
Objek, Tarif dan Sifat Pemotongan PPh
Penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenai Pajak
Penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dan bersifat final.
Pemotong PPh
Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas dilakukan melalui pemotongan oleh pihak yang
membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku pembayar dividen.

PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon, Pensiun,THT,


dan JHT
(dibaca 304 kali)
November 30, 2009 by Rudi
Filed under PPh, PPh 21
Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan
Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan
Sekaligus, yaitu dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2009 yang terbit tanggal 16 November
2009. Berikut akan disampaikan hal-hal yang diatur oleh PP Nomor 68 Tahun 2009 tersebut.
Uang Pesangon
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk Pengelola Dana Pesangon
Tenaga Kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa
kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak.
Tarif PPh Pasal 21 Uang Pesangon
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan belupa Uang Pesangon ditentukan sebagai berikut:

sebesar 0% (nol persen)atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah);
/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 7

sebesar 5% (lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);
sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasiian bruto di atas Rp500.000.000.00 (lima raLus juta
rupiah).

Uang Manfaat Pensiun


Uang Manfaat Pensiun adalah penghasilal dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta
dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh
Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
Tunjangan Hari Tua
Tunjangan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari
tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
Jaminan Hari Tua
Jaminan Hari Tua adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial
renaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain
yang ditentukan.
Tarif PPh Pasal 21 Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:

sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.00 (lima puluh juta
rupiah:
sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Sifat Pemotongan PPh Pasal 21


Atas penghasiian yang drterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 yang bersifat final, kecuali dalam hal terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada
tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya.
Mulai Berlaku
Ketentuan di atas berlaku sejak tanggal 16 November 2009.

SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009


(dibaca 2,522 kali)
December 22, 2009 by Rudi
Filed under KUP

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 8

Bagi Wajib Pajak Orang pribadi telah terbit peraturan Dirjen Pajak yang mengatur
mengenai bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2009 yaitu dengan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-66/PJ/2009 tanggal 21 Desember 2009 yang mengubah PER-34/PJ/2009
tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Beserta Petunjuk
Pengisiannya.
Terdapat tiga jenis SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu:

Formulir 1770
Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan:
1. dari usaha dan pekerjaan bebas yang menyelenggarakan Pembukuan atau Norma Penghitungan
Penghasilan Neto;
2. dari satu atau lebih pemberi kerja;
3. yang dikenakan PPh Final dadatau Bersifat Final; dan/atau
4. penghasilan lain,

Formulir 1770 S (Sederhana)


Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai penghasilan:
a. dari satu atau lebih pemberi kerja;
b. dari dalam negeri lainnya; dan/atau
c. yang dikenakan PPh Final danlatau Bersifat Final,

Formulir 1770 SS (Sangat Sederhana)


Bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto
dari pekerjaan tidak lebih dari Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai
penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/atau bunga koperasi.

/var/www/apps/conversion/tmp/scratch_4/253600526.doc - 9

Anda mungkin juga menyukai