Ktut Silvanita - Karil U Prosiding 60th UKI - KUR Untuk Kesejahteraan Rakyat - 211013
Ktut Silvanita - Karil U Prosiding 60th UKI - KUR Untuk Kesejahteraan Rakyat - 211013
Abstract
Mengentaskan masyarakat miskin dan berbagai dimensinya
merupakan komitmen dunia seperti yang dicanangkan Perserikatan
Bangsa-bangsa dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang
dimulai sejak tahun 1990. Sebagai salah satu negara anggota Perserikatan
Bangsa-bangsa, Indonesia terikat dengan deklarasi PBB untuk
melaksanakan program-program MDGs. Salah satu program pemerintah
Indonesia untuk mengentaskan masyarakat miskin adalah melalui
peningkatan kapasitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Pangsa unit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dibandingkan Usaha
Besar (UB) pada tahun 2011 mencakup 99,99%, dan 99,82% diantaranya
adalah Usaha Mikro, yaitu usaha rumah tangga, pedagang kaki lima, dan
berbagai jenis usaha informal lainnya. Jumlah tenaga kerja yang bekerja
pada Usaha Mikro adalah 90,7% dan menyumbang 58% terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB). Untuk meningkatkan kapasitas UMKM,
Pemerintah Indonesia telah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Untuk mendekatkan pelayanan kepada Usaha Mikro, KUR
disalurkan secara tidak langsung melalui Lembaga Linkage dengan pola
Executing atau pola Channeling. Data menunjukkan bahwa baru sekitar
15% dana KUR diserap oleh UMKM, 14% diantaranya diserap oleh Usaha
Mikro. Bercermin dari cara yang dilakukan Grameen Bank dan rentenir,
maka penyaluran KUR melalui Lembaga Linkage dengan pola Channeling
dapat menjadi cara yang efektif. Pendekatan personal akan meningkatkan
kepercayaan UMKM terhadap Lembaga Linkage. Cara yang ditempuh
Grameen Bank untuk menekan kredit macet juga dapat ditiru, yaitu dengan
meningkatkan status nasabah menjadi pemegang saham pada Lembaga
Linkage, bila lembaga tersebut meningkat statusnya menjadi Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Dengan adanya kepemilikan BPR oleh
nasabah, maka nasabah dengan sendirinya akan turut serta menjaga
kelangsungan bisnis BPR tersebut, sehingga akan menurunkan derajat
moral hazard dan akan menurunkan NPL Bank Pelaksana, sehingga tujuan
KUR untuk mengentaskan masyarakat miskin melalui peningkatan
kapasitas Usaha Mikro dapat tercapai.
Keywords: UMKM, KUR, Pola Executing, Pola Channeling
KtutS/ FE-UKI
Pendahuluan
Mengentaskan masyarakat miskin dan berbagai dimensinya merupakan komitmen
dunia
seperti yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Millenium
Development Goals (MDGs) yang dimulai sejak tahun 1990.
Terdapat delapan (8)
program MDGs yaitu, (1) Menghapus kemiskinan kelaparan ekstrim, (2) Mencapai
pendidikan dasar secara universal, (3) Memajukan persamaan gender dan pemberdayaan
perempuan, (4) Menekan Angka Kematian Bayi, (5) Meningkatkan kesehatan Ibu, (6)
Memberantas HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya, (7) Menjamin keberlanjutan
lingkungan hidup, dan (8) Mengembangkan kerjasama global. Pada tanggal 20 September
2000, 189 negara mencanangkan deklarasi untuk membebaskan manusia dari kemiskinan
ekstrim dan berbagai kerugian/perampasan dalam Resolution adopted by the General
Assembly 55/2. United Nations Millenium Declaration, melalui 8th Plenary meeting.
Dalam deklarasi tersebut disebutkan akan menurunkan sebanyak 50% proporsi penduduk
dunia yang memperoleh pendapatan kurang dari satu dolar (+/- Rp.10 000,-) per hari dan
menderita kelaparan, serta menurunkan 50% proporsi penduduk dunia yang tidak dapat
memperoleh air untuk minum pada tahun 2015, seperti yang dinyatakan dalam resolusi
no.19 sebagai berikut:
To halve, by the year 2015, the proportion of the worlds people whose income is
less than one dollar a day and the proportion of people who suffer from hunger and,
by the same date, to halve the proportion of people who are unable to reach or to
afford safe drinking water.
Dalam artikel yang dikeluarkan oleh UNDP tahun 2010, dengan judul What Will It
Take to Achieve The MDGs, dijelaskan bahwa penurunan kelaparan dan kemiskinan yang
cepat merupakan hasil pertumbuhan per kapita yang tinggi yang didorong oleh
produktivitas pertanian, penciptaan pekerjaan, distribusi pendapatan yang merata,
kepemilikan asset dan adanya kesempatan. Hasil penilaian yang dilakukan oleh UNDP
dari program MDGs di berbagai negara menunjukkan adanya sinergi yang penting antar
tujuan-tujuan MDGs. Percepatan yang dilakukan dalam satu program sering meningkatkan
kemajuan dari tujuan-tujuan MDGs lainnya.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara belum tentu sejalan dengan penurunan tingkat
kemiskinan negara tersebut. UNDP menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dapat
menurunkan kemiskinan, kecuali pertumbuhan ekonomi yang bersifat inklusif karena dapat
meningkatkan kehidupan manusia secara riil, memberikan pilihan dan membuka
kesempatan kepada orang miskin. Dengan perkataan lain, suatu negara perlu memasukkan
program MDGs dalam program pertumbuhan ekonominya.
Sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa, Indonesia terikat
dengan deklarasi PBB untuk melaksanakan program-program MDGs. Salah satu program
pemerintah Indonesia untuk mengentaskan masyarakat miskin adalah melalui peningkatan
kapasitas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
KtutS/ FE-UKI
Tabel 1.
KtutS/ FE-UKI
Tabel 2.
Sumber dana KUR adalah 100% (seratus persen) berasal dari dana Bank Pelaksana,
yaitu BRI, BTN, BNI, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, dan 13 Bank
Pembangunan Daerah (BPD), serta bank lainnya yang secara sukarela mengikatkan diri
dan tunduk kepada Nota Kesepahaman Bersama tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan
kepada UMKMK. KUR yang disalurkan oleh Bank Pelaksana dijamin secara otomatis
bersyarat (conditional automatic cover) oleh Perusahaan Penjamin, yaitu PT Askrindo dan
Perum Jamkrindo serta perusahaan penjaminan lainnya yang secara sukarela mengikatkan
diri dan tunduk kepada Nota Kesepahaman Bersama untuk melakukan dan memberikan
sebagian penjaminan kredit/pembiayaan secara otomatis bersyarat (conditional automatic
cover) kepada Bank Pelaksana dengan nilai penjaminan sebesar 80% untuk sektor
pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, dan industri kecil, serta 70% untuk sektor
lainnya.
Dalam SOP pelaksanaan KUR dijelaskan, bahwa persyaratan penerima KUR adalah
tidak sedang menerima kredit/pembiayaan modal kerja dan/atau investasi dari perbankan
dan/atau tidak sedang menerima kredit program dari Pemerintah, sedangkan persyaratan
agunannya berupa kelayakan usaha dan obyek yang dibiayai. Bila diperlukan, Bank
Pelaksana dapat meminta agunan tambahan dan melakukan pengikatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku pada Bank Pelaksana. Mekanisme penyaluran KUR dapat
dilakukan secara langsung, yaitu UMKM dan Koperasi mengakses KUR di Kantor Cabang
atau Kantor Cabang Pembantu Bank Pelaksana. Sedangkan untuk mendekatkan pelayanan
kepada Usaha Mikro, KUR dapat juga diakses secara tidak langsung melalui Lembaga
Linkage dengan pola Executing atau pola Channeling.
8.781.838 debitur. Jika dibandingkan dengan jumlah UMKM pada tahun 2012 sebanyak
56.534.592, maka realisasi pemanfaatan KUR adalah 15%, dimana 14% diantaranya
disalurkan oleh BRI dengan rata-rata penyaluran kredit kurang dari sepuluh juta rupiah per
debitur. Sedangkan bank-bank pelaksana selain BRI menyalurkan KUR dengan plafon
lebih dari lima puluh juta rupiah per debitur, yang secara implisit menyatakan bahwa
debitur mereka adalah Unit Usaha Usaha Kecil dan atau Mengengah.
Tabel 3.
Realisasi Kredit Usaha Rakyat Tahun 2007 14 Juni 2013
Bank
Penyalur
KUR
BNI
BRI
Bank
Mandiri
BTN
Bukopin
BSM
BNI
Syariah
13 BPD
TOTAL
234,034.0
21,507.0
11,448.0
44,474.0
51,346,812.9
175,733,482.1
150,087,351.5
72,838,062.7
103.2
11,095.6
117,329.2
665.0
141,712.0
8,781,838.0
155,187,969.9
78,296,827.4
13,360,437.8
Selain masih rendahnya penyerapan KUR oleh UMKM, rata-rata rasio kredit
bermasalah atau NPL (Non Performing Loan) dari KUR masih tinggi. Mengutip data
Komite KUR yang diperoleh dari harian Kompas (12/8/2013), rasio NPL dari masingmasing kelompok bank berkisar 1,8-10,5 persen, dengan NPL terendah pada KUR Mikro
BRI sebesar 1,8 persen dan NPL tertinggi pada BNI sebesar 10,5 persen.
untuk mengentaskan orang miskin seperti yang dijelaskan dalam bukunya Bank Kaum
Miskin yang diterbitkan oleh Marjin Kiri divisi penerbitan PT. Cipta Lintas Wacana,
cetakan ke-4, April 2008 adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasi akar permasalahan
kemiskinan dengan benar. Bahwa dampak terparah kemiskinan dipikul oleh kaum
perempuan. Untuk itulah program kredit mikronya difokuskan terutama untuk perempuan;
(2) Mencoba memahami masalah dari sudut pandang pihak yang mengalami masalah,
bahwa orang miskin tidak butuh pelatihan keterampilan. Mereka butuh dana mendesak dan
fleksibel; (3) Gagasan kredit mikro diujicoba lebih dulu dalam skala kecil di desa,
kemudian dicoba lagi di desa lain yang memiliki konteks berbeda. Setelah itu disebarkan
dalam skala nasional dan seterusnya sampai ke negara-negara lain yang perekonomiannya
mirip Bangladesh, maupun negara-negara kaya; (4) Penyelesaian masalah bersifat
struktural, bukan bagi-bagi uang.
Meloloskan Undang-undang yang memungkinkan
adanya bank dengan struktur kepemilikan dan cara beroperasi yang sangat berbeda dengan
bank konvensional, yang memungkinkan para nasabahnya yang tidak beralas kaki dan buta
huruf menjadi pemegang saham dan komisaris Grameen Bank.
Dijelaskan bahwa pada dasarnya orang miskin takut untuk melakukan pinjaman,
apalagi harus berhubungan dengan Bank yang dikenal sangat birokratis. Ketakutan mereka
oleh Yunus dikatakan sebagai potensi bahwa mereka akan mengembalikan pinjamannya
(Catatan: Sesuai dengan prinsip moral hazard, bahwa makin besar pinjaman maka makin
besar peluang pinjaman tidak kembali, dan sebaliknya, makin kecil pinjaman makin kecil
pula peluang pinjaman itu untuk kembali). Dengan pendekatan yang tepat, para petugas
Grameen Bank menggugah kesadaran akan kemampuan yang dimiliki oleh calon debitur,
sehingga meningkatkan kepercayaan diri mereka. Dengan demikian fasilitas pinjaman
menjadi suatu kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas mereka.
Program KUR pada dasarnya sama dengan program Grameen Bank, yaitu
memfasilitasi pinjaman bagi UMKMK, khususnya Usaha Mikro untuk meningkatkan
kapasitas usahanya sehingga diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka.
Hasil penelitian SEADI project & Nathan Associates tentang Dampak KUR Terhadap
Penurunan Kemiskinan di Indonesia, studi kasus di tiga propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah,
dan Bengkulu menjelaskan bahwa 360 responden yang disurvey (50% diantaranya adalah
pemilik usaha mikro bukan peserta KUR), telah memperoleh informasi KUR dari sumber
yang tepat yaitu pemerintah daerah, staf bank pelaksana KUR, Iklan TV, Radio, dan Koran
serta sumber terpercaya lainnya (sosialisasi, diskusi, dll). Namun hal yang perlu dicermati
dari hasil survey tersebut bahwa 53% responden masih memerlukan bantuan pihak ketiga
(keluarga, tetangga, dan teman) dalam pengurusan KUR, sedangkan 42% lainnya
memperoleh bantuan dari staf Bank. Hasil tersebut memberi gambaran tentang karakteristik
usaha mikro yang masih memiliki rasa takut untuk berhubungan dengan pihak lain dalam
mengembangkan usahanya. Oleh karena itu, pendekatan seperti yang dilakukan oleh
Grameen Bank dan juga oleh para rentenir perlu ditiru, yaitu pendekatan dilakukan secara
personal dan memberi kepercayaan penuh kepada peminjam. Mereka juga menerapkan
cara pengembalian yang sangat memudahkan peminjamnya, yaitu rentenir mendatangi
nasabahnya, atau petugas Grameen Bank mendatangi kelompok nasabahnya.
KtutS/ FE-UKI
Kesimpulan
Bercermin dari cara yang dilakukan Grameen Bank dan rentenir, maka penyaluran
KUR melalui Lembaga Linkage dengan pola Channeling dapat menjadi cara yang efektif.
Pendekatan personal akan meningkatkan kepercayaan UMKM terhadap Lembaga Linkage.
Dengan demikian fasilitas KUR akan menjadi kebutuhan bagi UMKM untuk meningkatkan
kapasitasnya. Pendekatan personal juga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kredit
macet. Cara yang ditempuh Grameen Bank untuk menekan kredit macet juga dapat ditiru,
yaitu dengan meningkatkan status nasabah menjadi pemegang saham pada Lembaga
Linkage, bila lembaga tersebut meningkat statusnya menjadi Bank Perkreditan Rakyat
(BPR). Dengan adanya kepemilikan BPR oleh nasabah, maka nasabah dengan sendirinya
akan turut serta menjaga kelangsungan bisnis BPR tersebut. Dan bila Lembaga Linkage
dalam pola Channeling berkembang menjadi BPR, maka pola penyaluran KUR dapat
diubah menjadi pola Executing, dimana BPR tersebut dapat menentukan sendiri suku bunga
pinjaman yang menguntungkan bagi penerima kredit yang adalah bagian dari BPR itu
sendiri. Dengan perkataan lain, pola Executing hanya akan berhasil bila kepercayaan
nasabah terhadap Lembaga Linkage sangat tinggi, dan itu akan bisa terjadi bila terdapat
peluang bagi nasabah UMKM untuk menjadi pemilik (pemegang saham) dari lembaga
tersebut. Dengan demikian jumlah target UMKM yang menggunakan fasilitas KUR akan
meningkat secara sukarela seperti halnya kredit mikronya Muhammad Yunus dan adanya
peluang kepemilikan akan menurunkan derajat moral hazard yang akan menurunkan NPL
Bank Pelaksana, sehingga tujuan KUR untuk mengentaskan masyarakat miskin melalui
peningkatan kapasitas Usaha Mikro dapat tercapai.
__________________________
KtutS/ FE-UKI
Daftar Pustaka
KtutS/ FE-UKI