Anda di halaman 1dari 5

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat pada

suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan
sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar
abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan.
Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen
anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu.
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan sebagai berikut:

Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses penggolahan

Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan

Untuk memperkirakann kandungan buah yang digunakan untuk membuat jelly.


Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit
uinegar (asli) atau sintesis

Sebagai parameter nilai bahan pada makanan. Adanya kandungan abu yang tidak
larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran lain.
( Irawati.2008 ).

Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa
dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan ini dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu kadar sari yang larut dalam air dan kadar sari yang larut dalam etanol.
Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Ada beberapa teknik isolasi senyawa bahan alam yang umum digunakan seperti
maserasi, perkolasi, dan ekstraksi kontinu. Tetapi pada penelitian ini yang digunakan adalah
maserasi. Maserasi merupakan metode perendaman sampel dengan pelarut organik,
umumnya digunakan pelarut organik dengan molekul relatif kecil dan perlakuan pada
temperatur ruangan, akan mudah pelarut terdistribusi ke dalam sel tumbuhan.
Metode maserasi ini sangat menguntungkan karena pengaruh suhu dapat dihindari,
suhu yang tinggi kemungkinan akan mengakibatkan terdegradasinya senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk maserasi akan memberikan

efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut
akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama dengan sampel (Djarwis, 2004).
Salah satu kekurangan dari metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama untuk
mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi
dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Manjang,
2004).

AKSONOMI Kaempferia galanga


(KENCUR)

KLASIFIKASI
v

Divisi

:Spermatophita

Sub Divisi

:Angiospermae

Kelas

:Monocothyledoneae

Bangsa

:Zingiberales

Suku

:Zingiberaceae

Marga

:Kaempferia

Jenis

:Kaempferia galangal

Nama umum

:kencur(jawa)

v Nama

lain

ceuko(aceh),tekur(gayo),kaciwer(batak),kopuk(mentawai),cakue(minangkabau),
cokur(lampung),kencur(melayu),cikur(sunda),kencur(jawa),kencor(madura),cekor(nusa
tenggara),cekuh(bali),sikum(minahasa),humo

poto(goron

talo),tukulo(bual),

(makasar),eku(bugis),cekir(sumba).

Uji kemurnian
Kadar abu. Tidak lebih dari 8%.
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 4%
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 14%
Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2 %.

cakuru

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini,proses pengabuan dilakukan dengan menggunakan Muffle Furnace
(tanur) yang memijarkan sampel pada suhu mencapai 550C penggunaan tanur karena
suhunya dapat diatur sesuai dengan suhu yang telah ditentukan untuk proses pengabuan.
Sampel yang telah halus ditimbang 2 gram,sebelum dimasukkan kedalam tanur terlebih
dahulu sampel dipanaskan diatas hot plate tujuannya agar dapat meminimalkan asap atau
jelaga yang muncul pada saat pengabuan. Sampel yang digunakan adalah kencur.
Setelah tercapai pengabuan yang dapat ditunjukkan pada warna yang dihasilkan sampel
setelah diarangkan,pada pengabuan sampel telah menjadi abu berwarna putih abu-abu.
Berat abu yang didapat pada sampel kencur pada 1 jam pertama dan kedua yaitu berturutturut 41,72 g dan 41,03. sehingga berat yang konstan yaitu 41,375 g. Terjadi penurunan
berat dari awal dari 2 gram menjadi 41,375 g. Hal ini berarti selama proses pemanasan awal
sampai pada proses pengabuan telah terjadi penguapan air dan zat-zat yang terdapat pada
sampel,sehingga yang tersisa hanyalah sisa dari hasil pembakaran yang sempurna yakni abu.

Sudarmadji. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Penerbit


Liberty

Kadar abu yang didapatkan adalah kadar abu atau mineral total yang terdapat dalam suatu
bahan,tetapi kita tidak mengetahui zat atau senyawa apa saja yang terkandung dalam bahan
tersebut. Persen kadar abu kencur yang didapatkan sebesar 92,25%. Hal ini tida sesuai
dengan literatur yang seharusnya tidak lebih dari 8%.
Dalam hal ini berarti ada kemungkinan kesalahan dalam praktikum ini.Kemungkinan besar
karena ketidak telitian praktikan baik dalam penimbangan,maupun saat mengglinder
terdapat bahan yang kurang baik (bahan belum halus atauhomogen secara sempurna),
sehingga diperoleh kadar abu yang melebihi .
Ditjen POM.1977.Materia Medika Indonesia I.Jakarta:Departemen Kesehatan RI

Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah
kandungan senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol). (Ditjen POM, 2000)
Metode penentuan kadar sari digunakan untuk menentukan jumlah senyawa aktif yang
terekstraksi dalam pelarut dari sejumlah simplisia. Penentuan kadar sari juga dilakukan
untuk melihat hasil dari ekstraksi, sehingga dapat terlihat pelarut yang cocok untuk dapat
mengekstraksi senyawa tertentu. Prinsip dari ekstraksi didasarkan pada distribusi zat terarut
dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling campur (Ibrahim,2009).
Pada penentuan kadar sari larut air, 5gr simplisia dilarutkan dengan air sebanyak
50ml. Sedangkan pada penentuan kadar sari larut etanol, 2gr simplisia dilarutkan dengan
50ml etanol. Hal ini bertujuan agar zat aktif yang ada pada simplisia dapat terekstraksi dan
tertarik oleh pelarut tersebut.
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil kadar sari larut air dari kencur
adalah 5,2 % dan 116,5 % untuk kadar sari larut etanol. Kadar sari larut etanol yang didapat
lebih besar dibandingkan dengan kadar sari larut airnya. Hal ini karena air bersifat polar dan
etanol bersifat non polar. Jadi etanol bisa menarik senyawa yang bersifat polar dan non
polar dibandingkan air yang hanya bias menarik senyawa yang polar saja. Oleh karena itu
etanol biasa disebut pelarut universal.
Hasil kadar sari yang didapatkan tidak seesuai dengan literatur yang seharusnya kadar sari
yang larut dalam air dan etanol berturut-turut adalah 14% dan 4%.

KESIMPULAN
-

Salah satu parameter standar spesifik untuk pengujian standar simplisia adalah penetapan
kadar sari pada pelarut tertentu.

Kadar sari larut air dan etanol merupakan pengujian untuk penetapan jumlah kandungan
senyawa yang dapat terlarut dalam air (kadar sari larut air) dan kandungan senyawa yang
dapat terlarut dalam etanol (kadar sari larut etanol).

Hasil kadar abu total kencur yang didapat adalah 92,25%

Hasil kadar sari larut air dari kulit kencur yang didapat adalah 5,2 %

Hasil kadar sari larut etanol dari kulit kencur yang didapat adalah 116,5 %.

Data kadar sari dalam pelarut tertentu biasanya diperlukan untuk menentukan pelarut yang
akan digunakan untuk mengekstraksi senyawa tertentu agar zat-zat yang terekstraksi lebih
banyak yang terekstrak dari simplisia yang akan diekstrak.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 1977, Materia Medika Indonesia I, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Ibrahim. 2009. Ekstraksi. Bandung: Sekolah Farmasi ITB
Wasilah, Sudja. 1978. Penuntun Percobaan Pengantar Kimia Organik. Bandung: PT Karya
Nusantara
Djarwis, D. 2004. Teknik Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Workshop Peningkatan
Sumber Daya Manusia Penelitian dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang
Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.
Manjang, Y. 2004. Penelitian Kimia Organik Bahan Alam, Pelestarian dan Perkembangan
Melalui Tanah Agrowisata, Workshop Peningkatan Sumber Daya Manusia Penelitian dan
Pengelolaan Sumber Daya Hutan yang Berkelanjutan. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas.
Hariana, Arief. 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai