Ked
Menjaga Kebersihan untuk Kesehatan
Oleh: M.Danusiri
yang secara umum kebersihan yang dimaksud adalah kebersihan jiwa, spiritual,
dan metafisik. Contohnya adalah firman Allah sebagai berikut:
Kebersihan Batin
Allah berfirman dalam surat al-Maidah/5 : 41 sebagaiberikut:
(termasuk bersih atau stiril dari kuman, bakteri, virus, atau zat-zat berbahaya
lainnya bagi tubuh.
D. Kebersihan Lingkungan
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah/2 : 125 segaimana berikut:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran."
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri [137] dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[138]. Apabila mereka telah suci,
maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
Dengan ayat ini dapat diambil pengertian, bahwa meskipun terhadap istrinya yang
sah,tidak dibenarkan berhubungan seksual ketika istri sedang haid. Menurut para ulama,
bersenang-senang diantaranya keduanya tetap boleh selama tidak memasukkan kelamin
ke dalam kelamin istri. Alangkah baiknya kalau suami tidak merangsang birahinya dalam
kehidupan seksual, kemudian banyak-banyak melakukan kegiatan yang bermanfaat,
produktif, termasuk berdoa dan berzikir.
F. Keadaan Junub, Berjumatan, Sesudah Berbekam, dan Sesudah Memandikan Mayat
Secara khusus Rasulullah menganjurkan untuk mandi dengan harapan
memperoleh kebersihan diri secara menyeluruh. Demikian sabda Beliau:
Kaana Rasuulullahi Shalla-llaahu alaihi wa sallama yaghtasilu min arbain: min aljanabati, wayau al-jumati, wa min al-khijaamati, wa min ghusli al-mayyiti. Rawaahu
Abu Daawuda an Aisyah.
Artinya:
Rasulullah biasa mandi karena empat hal: dari jinabat, hari Jumat, dari berbekam, dan
dari memandikan mayat. (HR. Abu Dawud dari Aisyah).
3.
Rasulullah melarang menggunakan tulang atau kotoran kering dari hewan. Sangat
mungkin kedua barang tersebut menyimpan kuman, bakteri, atau virus berbahaya yang
tidak mati terkena panas lebih dari 50 derajat Celcius.
4. Cara Pembersihan
Rasulullah memberikan tuntunan teknis cara membersihkan atau mensucikan kotoran sesuai
dengan jenis kotorannya.
Terhadap Najis, Rasulullah mengajarinya teknis intinja. Inti teknis ini adalah secara
nyata najis atau kotoran itu sirna dari tubuh, termasuk aromanya sekalipun.
Terhadap hadas kecil, Rasulllah meberi tuntunan berwudlu dengancara yang benar
Terhadap hadas besar, Rasulullah memberi tuntunan mandi jinabat
Jika karena seseuatu hal (sakit atau kesulitan memperoleh air) Rasulllah memberikan
tuntunan tayamum
Catatan: Hingga sekarang ini belum ada ijtihad ulama, gantinya tayamum dengan debu
adalah menyeka tubuh dengan handuk.
5. Akibat Kebersihan
Alah menegaskan bahwa Dia menyukai orang-orang yang membersihkan diri. Demikian
Allah berfirman
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[137] dari wanita di waktu
haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci [138]. Apabila
mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri.
Dari ayat ini juga dapat diambil pengertian mafhum mukhafah-nya, bahwa membuat
kotoran, pencemaran, kekacauan pikiran dan yang sejenisnya tidak disukai Allah. Itulah
sebabnya ada aturan ketat di dalam baik BAB maupun BAK. Antara lain Rasulullah
bersabda:
Ittaquul-laaniina, alladzii yatakhalla fi thariiqi an-naasi au dhillihim. Rawahu
Muslim an Abi Hurairah (Jauhilah dua macam perbuatan yang dilaknat, yaitu berak
di jalan yang dilalui orang dan di tempat mereka berteduh (HR. Muslim dari Abi
Hurairah). Dalam kesempatan lain Abu Dawud menambahkan riwayat wal
mawaarida (di tempat-tepat sumber air), sehingga teks lengkapnya Ittaquu almalaana ats-tsalaatsah: al-baraaza fi al-mawarida waqaariati ath-thariiq wa dhilli
(Jauhilah dirimu dari tiga perbuatan terkutuk, yaitu berak di tempat sumber air, jalan,
dan tempat berteduh.
Selanjutnya, Rasulullah melarang BAB atau BAK di tempat genangan air, air
yang tidak mengalir. Demikian sabda Beliau: Laa yabluwanna ahadukum fi al-maai
ad-daaimi alladzi la yajzii tsuma yaghtashilu fiihi, Rawaahu al-Bukhari (Jangan sekalikali salah seorang diantaramu kencing di air genangan yang tidak mengalir, kemudian
mandi di dalamnya HR.al-Bukhari dari Abi Hurairah). Sabdanya yang senada adalah
sebagai berikut: Laa yaghtashilu ahadukum fi al-maai ad-daaimi wahuwa junubun,
Rawaahu Muslim (Janganlah mandi seseorang di antaramu di dalam air yang
menggenang sementara ia dalam keadaan junub- HR. Muslim).
Larangan ini begitu mudah dipahami dalam kaitannya dengan menjaga kesehatan.
Jika air kencing atau tinja mengandung cacing, kuman, bakteri, jamur, atau virus yang
membahayakan, termasuk akhir-akhir ini, virus flu burung dan flu babi, tentu mudah
dan cepat berkembang berada di air menggenang. Sangat berbahaya bagi kesehatan jika
nekad menggunakan untuk mandi, apalagi meminumnya..
Aturan umum hajad BAB maupun BAK adalah tempat permanent yang tidak
menjadi kebiasaan manusia beraktifitas kecuali kedua keperluan itu. Dalam ungkapan
bahasa Jawa, tempat BAB maupun BAK disebut pakiwan (secara literal keirian).
Rasulullah ketika BAB atau BAK tak terlihat oleh manusia (pakiwan). Demikian
keterangan yang bersangkutan dengan ini:
Qaala lii an-Nabiyyu shalla-llaahu alaihi wa sallama: Khudz al-adaawata.
Fanthalaqa hatta tawaara annii faqadlaa hajatahu: Muttafaqun alaih (Rasulullah
memerintahku [Mughirah}Ambillah wadah air (untukku), kemudian beliau pergi
sehingga beliau tidak kelihatan dariku, lalu beliau buang air (HR. Muttafaqun alaih).
Berbarengan dengan akibat baik bagi orang yang mau membersihkan (diri,
pakaian, lingkungan) juga dijelaskan ancaman bagi orang yang tidak peduli dengan
kebesihan. Beliau bersabda: Istahziuu min al-bauli. Fainna ammata adzaabi alqabri minhu. Rawahu ad-Daruuquthni (Bersucilah setelah buang air kecil, karena
umumnya siksa kubur itu (diakibatkan) dari padanya: HR ad-daruquthni.
6. Penutup
Semoga pembelajaran ini ada manfaatnya; amin, yaa Rabbalaalamiin.
7. Referensi
Al-Quran al-Karim
Kitab Hadis Bulugh al-Maram
Kitab Hadis Sunan at-Turmudzi
Kitab Hadis al-Luluuu wa al-Marjan
Abdul Basith Muhammad, Fikih Kesehatan, Jakarta: Serambi, 2007.
Wassalaamu alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
Medio November 2009
Penyusun,
M. Danusiri