Anda di halaman 1dari 11

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai

contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat.
Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang
bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa
faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala.
Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
1) Apakah pasien mengalami gangguan psikosomatis?
Gangguan psikosomatik dapat diartikan sebagai reaksi jiwa pada fisik (soma). Menurut
American Psychosomatic Society (2005), gangguan psikosomatik berasal dari bahasa Yunani
(Psyche= jiwa dan Soma= fisik), sehingga psikosomatik dapat diartikan sebagai hubungan fisik
dan jiwa. Ada hubungan yang sangat erat antara faktor fisik, faktor psikologis, dan sosial
terhadap perjalanan suatu penyakit (BKKBN NAD, 2010).
Gangguan ini mencakup pasien-pasien yang terutama emnunjukkan keluhan somatis
yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, ansietas, atau penyakit medis.
Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform: Pertama, yang
gambaran utamanya adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti adanya
penyakit (hipokondriasis) atau deformitas (dismorfofobia), dan kedua, yang gambaran utamanya
adalah kekhawatiran tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi,
disfungsi autonomik persisten, dan gangguan nyeri somatoform persisten) (Maramis, 2009).

2) Apakah ada hubungan antara kecemasan pasien dengan perdagangan pasien yang sepi?
Istilah kecemasan dalam psikiatri muncul untuk merujuk suatu respons mental dan fisik
terhadap situasi yang menakutkan dan mengancam. Secara mendasar lebih merupakan respons
fisiologis ketimbang respons patologis terhadap ancaman. Sehingga orang cemas tidaklah harus
abnormal dalam perilaku mereka, bahkan kecemasan merupakan respons yang sangat
diperlukan. Ia berperan untuk meyiapkan orang untuk menghadapi ancaman (baik fisik maupun
psikologik) (Deva, 2001).
Perasaan cemas atau sedih yang berlangsung sesaat adalah normal dan hampir semua
orang pernah mengalaminya. Cemas pada umumnya terjadi sebagai reaksi sementara terhadap
stress kehidupan sehari-hari (Wasyanto, 2000).
Bila cemas menjadi begitu besar atau sering seperti yang disebabkan oleh tekanan
ekonomi yang berkepanjangan, penyakit kronik dan serius atau permasalahan keluarga maka
akan berlangsung lama; kecemasan yang berkepanjangan sering menjadi patologis (Sudiyanto,
2000). Ia menghasilkan serombongan gejala-gejala hiperaktivitas otonom yang mengenai sistem

muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal dan bahkan genitourinarius. Respons


kecemasan yang berkepanjangan ini sering diberi istilah gangguan kecemasan, dan ini
merupakan penyakit (Deva, 2001; Wasyanto, 2000).

3) Apa saja macam-macam gangguan cemas?


a. gangguan panik, dengan ciri munculnya mendadak tanpa faktor pencetus
b. gangguan cemas umum, yaitu kecemasan yang diderita bersifat mengambang bebas dan
berlangsung menahun (kronik)
c. gangguan fobik yaitu kecemasan atau ketakutan terhadap situasi atau obyek tertentu
(spesifik)
d. gangguan obsesif kompulsif, yaitu kecemasan yang mendorong penderita secara menetap
untuk mengulangi pikiran atau perilaku tertentu dan
e. gangguan stress pasca trauma yaitu kecemasan yang timbul setelah penderita mengalami
peristiwa yang sangat menegangkan (Sudiyanto, 2000).

4) Bagaimana reaksi tubuh terhadap kecemasan?


Stresor
+
Hipotalamus

CRH

+
Sistem saraf simpatis

+
Hipofisis posterior
Vasopresin

+
Hipofisis anterior
ACTH

+
Medula adrenal

+
Korteks adrenal

Epinefrin

Kortisol

+
Otot polos ateriol

Pankreas endokrin

Glukagon

Insulin

Vasokonstriksi
aliran darah
melalui ginjal

Renin Angiotensin Aldosteron

5) Bagaimana
usia dan jenis kelamin dengan keluhan pasien?
(Sherwood, hubungan
2001)

Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung mengalami gangguan


ansietas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi gangguan ansietas
menurun dengan meningkatnya status sosio-ekonomik. Gangguan panik perempuan lebih
mudah terkena dua hingga tiga kali daripada laki-laki. Gangguan panik paling lazim timbul pada
dewasa muda (sekitar 25 tahun) tetapi gangguan panik dan agorafobia dapat timbul pada usia
berapapun (Kaplan & Sadock, 2010).
Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5 hingga 20 kali
tetapi perkiraan tertinggi dapat disebabkan adanya tendensi dini tidak mendiagnosis gangguan
somatisasi pada pasien laki-laki. Gangguan ini berbanding terbalik dengan posisi sosial dan
terjadi paling sering pada pasien yang memiliki sedikit edukasi dan tingkat pendapatan yang
rendah. Gangguan somatisasi didefinisikan dimulai sebelum usia 30 tahun; dan paling sering
dimulai selama masa remaja seseorang (Kaplan & Sadock, 2010). Prevalensi gangguan
somatisasi biasanya dua kali lebih tinggi pada perempuan dibanding pada laki-laki (Kroenke &
Spitzer, 1998).

6) Mengapa pasien sudah sering berobat ke dokter umum maupun dokter spesialis tetapi tidak
sembuh?
Seorang petugas kesehatan harus melihat pasien atau klien sebagai makhluk fisik, psikis,
sosial, dan spiritual yang utuh. Keluhan seorang pasien harus ditanggapi dengan serius (betapa
pun anehnya keluhan tersebut). Penelitian menunjukkan bahwa pasien psikosomatis seringkali
tidak puas dengan pelayanan medis yang didapatnya akibat tanggapan dokter yang tidak serius
tentang penyakitnya. Pasien ini akan cenderung berpindah-pindah dokter atau rumah sakit tanpa
hasil (Nieuwenhuijsen et al, 2010).

7) Apa sajakah diagnosis banding dari kasus skenario ini?


a. Gangguan Somatisasi
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Somatisasi (Kaplan & Sadock, 2010).
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi selama
periode beberapa tahun dan membutuhkan terapi, yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada
sembarang waktu selama perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat
tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota

gerak, dada, rektum, selama menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama
miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain
nyeri (misalnya mual, kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain
dari nyeri (misalnya indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi
tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang
mengarahkan pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi
seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat,
sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif
seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan
suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau
pura-pura).

b. Hipokondriasis
Kriteria Diagnostik untuk Hipokondriasis (Kaplan & Sadock, 2010)
A. Preokupasi dengan ketakutan menderita, atau ide bahwa ia menderita, suatu penyakit
serius didasarkan pada interpretasi keliru orang tersebut terhadap gejalagejala tubuh.
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan
penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan
delusional, tipe somatik) dan tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan
(seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.

E. Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.


F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas
perpisahan, atau gangguan somatoform lain.

c. Gangguan Nyeri
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Nyeri
A. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat gambaran klinis dan cukup
parah untuk memerlukan perhatian klinis.
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan,
eksaserbasi atau bertahannnya nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada
gangguan buatan atau berpura-pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau
gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriteria dispareunia.
d. Gangguan Ansietas Menyeluruh
A. Jenis-jenis Gangguan Kecemasan
1. Gangguan Neurotik
Gangguan neurotik adalah gangguan di mana gejalanya membuat distres yang tidak dapat
diterima oleh penderitanya. Hubungan sosial mungkin akan sangat terpengaruh tetapi biasanya
tetap dalam batas yang dapat diterima. Gangguan ini relatif bertahan lama atau berulang tanpa
pengobatan.
Neurotik merupakan suatu penyakit mental yang lunak, dicirikan dengan tanda-tanda:
a) wawasan yang tidak lengkap mengenai sifat-sifat kesukarannya
b) konflik-konflik batin
c) reaksi-reaksi kecemasan
d) kerusakan parsial atau sebagian pada struktur kepribadiannya
e) seringkali, tetapi tidak selalu ada, disertai pobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku
obsesif kompulsif.
Gejala-gejala neurotik :
a) Anxiety, sebagai simbol rasa takut, gelisah, rasa tidak aman, tidak mampu, mudah lelah,
dan kurang sehat.

b) Depressive Fluctuations, tanda mudah tertekan, susah, suasana hati muram, mudah
kecewa.
c) Emosional Sensitivity, sangat perasa, tidak mampu menyesuaikan secara baik emosi dan
sosialnya, labil. Mudah tersinggung dan banyak melakukan mekanisme pertahanan diri.
Gejala Utama:
a)

Afek depresif

b)

Kehilangan minat dan kegembiraan

c)

Berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas

Gejala Tambahan:
a)

Konsentrasi dan perhatian berkurang

b)

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c)

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d)

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e)

Gagasan/perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

f)

Tidur terganggu

g)

Nafsu makan terganggu

Penyebab neurotik :
a) Tekanan-tekanan menyebabkan ketakutan yang disertai dengan kecemasan dan
ketegangan-ketegangan dalam batin sendiri yang kronis berat sifatnya. Sehingga orang
yang bersangkutan mengalami mental breakdown.
b) Individu mengalami banyak frustrasi, konflik-konflik emosionil dan konflik internal yang
serius, yang sudah dimulai sejak kanak-kanak.
c) Individu sering tidak rasionil sebab sering memakai defence mechanism yang negatif dan
lemahnya pertahanan diri secara fisik dan mental.
d) Pribadinya sangat labil tidak imbang dan kemauannya sangat lemah sosial dan tekanan.

Penatalaksanaan neurotik :
a) Menurunkan atau menghilangkan gejala gangguan neurotik
b) Mengambalikan fungsi utama tubuh
c) Meminimalkan resiko relaps atau rekurens
Terapi farmakologi :
Jenis Gangguan

Obat lini pertama

Obat Lini Kedua

Alternatif

Gangguan

Venlafaxin

Benzodiazepin

Hidroksizin

kecemasan umum

Paroksetin

Imipramin

Escitalopram

Buspiron

Gangguan

Fluoksamin

Imipramin

kepanikan

Fluoksetin

Klomipramin

Fenelzin

Alprazolam
Klonazepam
Gangguan

Paroksetin

Citalopram

Busipron

kecemasan social

Sertralin

Escitalopram

Gabapentin

Venlafaxin XR

Fluvoxamin

Fenelzin

Klonazepam

2. Gangguan Somatoform atau Psikosomatis


Gangguan psikosomatik dapat diartikan sebagai reaksi jiwa pada fisik (soma). Menurut
American Psychosomatic Society (2005), gangguan psikosomatik berasal dari bahasa Yunani
(Psyche= jiwa dan Soma= fisik), sehingga psikosomatik dapat diartikan sebagai hubungan fisik
dan jiwa. Penggunaan kata "psikosomatik" baru digunakan pada awal tahun 1980-an. Istilah
tersebut dapat ditemukan pada abad ke-19 pada penulisan oleh seorang psikiater Jerman Johann
Christian Heinroth dan psikiater lnggris John Charles Bucknill.
Ada hubungan yang sangat erat antara faktor fisik, faktor psikologis, dan sosial terhadap
perjalanan suatu penyakit (BKKBN NAD, 2010).Gangguan psikosomatis atau somatoform ini
mencakup pasien-pasien yang terutama menunjukkan keluhan somatis yang tidak dapat
dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, ansietas, atau penyakit medis. Ada dua gangguan
yang termasuk dalam kelompok gangguan somatoform: Pertama, yang gambaran utamanya
adalah kekhawatiran bahwa gejala yang ada merupakan bukti adanya penyakit (hipokondriasis)
atau deformitas (dismorfofobia), dan kedua, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran
tentang gejala somatik itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi, disfungsi autonomik
persisten, dan gangguan nyeri somatoform persisten) (Maramis, 2009).
3. Gangguan Disosiatif
Gangguan disosiatif adalah gangguan yang ditandai dengan adanya perubahan individu
tentang identitas, memori, atau kesadarannya. Individu yang mengalami gangguan ini
memperoleh kesulitan untuk mengingat peristiwa-peristiwa penting yang pernah terjadi pada
dirinya, melupakan identitas dirinya bahkan membentuk identitas baru. Ganggguan ini muncul
akibat peristiwa traumatik dalam kehidupan dan digunakan sebagai pertahan diri menghadapi
peristiwa tersebut.
Gangguan disosiatif mencakup 4 gangguan yakni;

a) Amnesia Psikogenik/disosiatif
b) Fugue Disosiatif
c) Kepribadian Ganda
d) Gangguan Depersonalisasi
Gangguan Disosiatif belum dapat diketahui penyebab pastinya, namun biasanya terjadi akibat
trauma masa lalu yang berat, namun tidak ada gangguan organik yang dialami. Gangguan ini
terjadi pertama pada saat anak-anak namun tidak khas dan belum bisa teridentifikasikan, dalam
perjalanan penyakitnya gangguan disosiatif ini bisa terjadi sewaktu-waktu dan trauma masa lalu
pernah terjadi kembali, dan berulang-ulang sehingga terjadinya gejala gangguan disosiatif.
Dalam beberapa referensi menyebutkan bahwa trauma yang terjadi berupa :
a)

Kepribadian yang labil

b)

Pelecehan seksual

c)

Pelecehan fisik

d)

Kekerasan dalam rumah tangga (ayah dan ibu cerai)

e)

Lingkungan social yang sering memperlihatkan kekerasan

Identitas personal terbentuk selama masa kecil, dan selama itupun, anak-anak lebih mudah
melangkah keluar dari dirinya dan mengobservasi trauma walaupun itu terjadi pada orang lain.
Pada Gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan kendali selektif
tersebut terganggu sampai taraf yang dapat berlangsung dari hari kehari atau bahkan jam ke jam.
Gejala umum untuk seluruh tipe gangguan disosiatif, meliputi :
a)

Hilang ingatan (amnesia) terhadap periode waktu tertentu, kejadian dan orang

b)

Masalah gangguan mental, meliputi depresi dan kecemasan

c)

Persepsi terhadap orang dan benda di sekitarnya tidak nyata (derealisasi)

d)

Identitas yang buram

e)

Depersonalisasi

Gangguan disosiatif selalu dihubungkan dengan penyulit yang signifikan. Orang-orang


dengan kondisi seperti ini sering tidak dapat mengelola emosi dan stress dengan baik. Dan reaksi
disosiatifnya dapat menyebabkan teman-temannya mengaggap dirinya aneh.
Orang-orang dengan pengalaman gangguan psikis kronik, seksual ataupun emosional semasa
kecil sangat berisko besar mengalami gangguan disosiatif. Anak-ana dan dewasa yang juga
memiliki pengalaman kejadian yang traumatic, semisalnya perang, bencana, penculikan, dan
prosedur medis yang invasif juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya gangguan disosiatif ini.
Psikoterapi adalah penanganan primer terhadap gangguan disosiatif ini. Bentuk terapinya
berupa terapi bicara, konseling atau terapi psikososial, meliputi berbicara tentang gangguan yang
diderita oleh pasien jiwa. Terapinya akan membantu anda mengerti penyebab dari kondisi yang

dialami. Psikoterapi untuk gangguan disosiasi sering mengikutsertakan teknik seperti hipnotis
yang membantu kita mengingat trauma yang menimbulkan gejala disosiatif.
4.

Gangguan yang Berhubungan dengan Stress

A. Anxietas (kecemasan)
Anxietas (cemas) merupakan reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang spesifik
yang dapat menimbulkan perasan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart dan Sundden, 2007).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang
mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman
(Suliswati, 2005).
Respon individu terhadap kecemasan
Menurut Stuart dan

Sundden (2007) kecemasan dapat diekspresikan langsung melalui

perubahan fisiologi, perilaku, kognitif dan afektif secara tidak langsung melalui timbulnya gejala
atau mekanisme koping dalam upaya mempertahankan diri dari kecemasan.
1. Respon fisiologis terhadap kecemasan
a. Pada sistem kardiovaskuler terjadi : palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat,
rasa mau pingsan, denyut nadi dan tekanan darah turun
b. Pada sistem saluran pernafasan terjadi : nafas cepat, pernafasan dangkal,
tertekan

pada

rasa

dada, pembengkakan pada tenggorokan, rasa tercekik dan

terenggah-enggah.
c. Pada sistem neuromeskuler terjadi : insomnia, ketakutan, gelisah, wajah tegang dan
kelemahan secara umum
d. Pada sistem gastrointestinal terjadi : kehilangan nafsu makan, menolak maka, nausea dan
diare perasaan panas atau dingin pada kulit dan muka pucat.
2. Respon pada perilaku
a. Perubahan pada perilaku karena kecemasan dapat terjadi : glisah, ketegangan fisik,
tremor, gugup, menarik diri dan menghindar.
b. Respon pada kognitif : dapat terjadi tidak sabar, tegang, nervous, takut yang
berlebihan, gugup yang luas biasanya dan sangat gelisah (Hirsch et al., 2012).
Rentang respon kecemasan
Menurut Stuart dan Sundden (2007) rentang respon kecemasan dapat digambarkan dalam
rentang respon adaptif sampai maladaptif. Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat kontruktif
dan destruktif (Hirsch et al., 2012).
Mekanisme Pertahanan terhadap Kecemasan
Layaknya semua perilaku dimotivasi oleh insting, begitu juga semua perilaku mempunyai
pertahanan secara alami, dalam hal untuk melawan kecemasan. Freud membuat postulat tentang

beberapa mekanisme pertahanan namun mencatat bahwa jarang sekali individu menggunakan
hanya satu pertahanan saja. Biasanya individu akan menggunakan beberapa mekanisme
pertahanan pada satu saat yang bersamaan. Ada dua karakteristik penting dari mekanisme
pertahanan. Pertama adalah bahwa mereka merupakan bentuk penolakan atau gangguan terhadap
realitas.
Kedua adalah bahwa mekanisme pertahanan berlangsung tanpa disadari. Kita sebenarnya
berbohong pada diri kita sendiri namun tidak menyadari telah berlaku demikian. Tentu saja jika
kita mengetahui bahwa kita berbohong maka mekanisme pertahanan tidak akan efektif.
Beberapa mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melawan kecemasan antara lain
adalah:
a. Represi. Dalam terminologi Freud, represi adalah pelepasan tanpa sengaja sesuatu dari
kesadaran (conscious). Pada dasarnya merupakan upaya penolakan secara tidak sadarterhadap
sesuatu yang membuat tidak nyaman atau menyakitkan. Konsep tentang represi merupakan
dasar dari sistem kepribadian Freud dan berhubungan dengan semua perilaku neurosis.
b. Reaksi Formasi. Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang mengancam
dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma sosial diubah menjadi suatu bentuk yang
lebih dapat diterima.
c. Proyeksi. Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu
impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan miliknya melainkan
milik orang lain.
d. Regresi. Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa periode
awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari frustasi dan kecemasan yang
saat ini dihadapi
e. Rasionalisasi. Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman
kembali perilaku kita untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan dapat diterima oleh kita.
Kita berusaha memaafkan atau mempertimbangkan suatu pemikiran atau tindakan yang
mengancam kita dengan meyakinkan diri kita sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik
pikiran dan tindakan itu.
f. Pemindahan. Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls terhadap objek
lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak tersedia (Hirsch et al., 2012).
g. Sublimasi. Sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu sendiri.
Energi instingtual dialihkan ke bentuk ekspresi lain, yang secara sosial bukan hanya diterima
namun dipuji. Misalnya energi seksual diubah menjadi perilaku kreatif yang artistik.

h. Isolasi. Isolasi adalah cara kita untuk menghindari perasaan yang tidak dapat diterima dengan
cara melepaskan mereka dari peristiwa yang seharusnya mereka terikat, merepresikannya dan
bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi.
i. Undoing. Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam upaya
untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima. Misalnya pada pasien dengan gangguan
obsesif kompulsif, melakukan cuci tangan berulang kali demi melepaskan pikiran-pikiran
seksual yang mengganggu.
j. Intelektualisasi. Sering bersamaan dengan isolasi; individu mendapatkan jarak yang lebih jauh
dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang abstrak dari
individu itu sendiri (Andri, 2007).
Gangguan cemas atau anxietas
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak
menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau
beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu.
Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat
berlebihan, sakit kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan
rasa

ingin

bergerak

dan

gelisah.

Harold

I.

LIEF)

Gejala Umum Anxietas


Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut gila, takut kehilangan
kontrol dan sebagainya.

Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual,
sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa
sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada;
jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan
tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga
berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik
untuk penyakit tertentu (Hirsch et al., 2012).

Anda mungkin juga menyukai