Imuno
Imuno
TINJAUAN PUSTAKA
sel epitel host.5 Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan
patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host.11 Produksi enzim
hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Kandida albikan.13
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang
dapat menurunkan jumlah saliva.6,14 Saliva penting dalam mencegah timbulnya
kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung
dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya
kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan
leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva.5,6,14 Pemakaian gigi
tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak
65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi
Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang
sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat.6,14 Selain dikarenakan faktor lokal,
kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit
sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti
leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum
luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.6,13,15
3. Keilitis Angularis
Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut mulut, dapat
bilateral maupun unilateral.6 Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan
pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut.17 Keilitis angularis ini dapat
terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi.6,16
2.1.4 Perawatan
Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai
gigi tiruan, perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang
mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh
rendah yang mendapat perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak mau
akan timbul, maka perawatan kandidiasisnya lebih spesifik. Adapun perawatan
kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi obat-
obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor
predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.18
Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun
menyikat
daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut.6 Pada pasien yang memakai gigi tiruan,
gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih
efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan
yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya
menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.6,19
Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi jamur.
Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal dan
sistemik.14,19 Pengobatan antifungal topikal pada awal abad 20 yaitu dengan
menggunakan gentian violet, namun karena perkembangan resisten dan adanya efek
samping seperti meninggalkan stain pada mukosa oral, sehingga obat itu diganti
dengan Nystatin yang ditemukan pada tahun 1951 dan Amphotericin B pada tahun
1956. Obat-obat tersebut bekerja dengan mengikat sterol pada membran sel jamur,
dan mengubah permeabilitas membran sel. Nystatin merupakan obat antifungal yang
paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik digunakan pada pasien yang tidak
mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien dengan resiko tinggi
menderita infeksi sistemik.6,19
Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal
pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi.6 Penanggulangan faktor
predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan
menggunakan cairan pembersih, seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan
2.2
PENDERITA
LEUKEMIA
AKUT
YANG
MENJALANI
KEMOTERAPI
yang berproliferasi sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat terdeteksi.
Walaupun etiologi leukemia pada manusia belum diketahui secara pasti, tetapi pada
penelitian terhadap binatang percobaan, ditemukan bahwa penyebabnya mempunyai
kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA, dan kemampuan ini meningkat bila
terdapat suatu kelainan genetik. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa
leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya sel
abnormal.20
Pasien dengan leukemia akut menunjukkan tanda dan gejala yang
berhubungan dengan gangguan hematopoiesis dari keterlibatan perkembangan
sumsum tulang yang semakin buruk. Keadaan seperti anemia, trombositopenia, dan
neutropenia
umumnya
menyertai
penyakit
leukemia
ini.
Anemia
dapat
mengakibatkan lelah, pusing, sesak nafas, dan pucat. Pasien dengan trombositopenia
dapat menderita petekia, purpura, dan pendarahan.23 Demam dan infeksi juga sering
timbul karena neutropenia.21 Disamping itu, akibat terbentuknya populasi sel
leukemia yang makin lama makin banyak akan menimbulkan dampak buruk bagi
produksi sel normal dan bagi faal tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel
leukemia melalui peredaran darah ke dalam organ tubuh. Rongga mulut pun tidak
luput dari dampak infiltrasi sel leukemia tersebut. Rongga mulut dapat menjadi salah
satu organ pertama yang dapat memperlihatkan tanda-tanda dan atau gejala yang
pada akhirnya mengarah kepada diagnosis penyakit ini. Defisiensi imunologi dan
hematologi leukemia dikaitkan dengan manifestasi oral yang mencakup pembesaran
gingiva, pendarahan, dan infeksi oral ( termasuk didalamnya infeksi jamur, virus, dan
bakteri ).21,24
Pembesaran gingiva terjadi karena adanya inflamasi dan infiltrasi dari sel
leukosit yang atipikal dan imatur.24 Depresi produksi platelet dan adanya
trombositopenia menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya pendarahan.22
Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel
leukemik menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infeksi oral
merupakan salah satu komplikasi oral paling serius bagi pasien leukemia. Infeksi
bakteri, virus, dan jamur dapat menyebabkan sakit dan kerusakan jaringan setempat.
Sebagai tambahan, salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab
kematian terbesar pada penderita leukemia akut.8,21 Infeksi kandida oral relatif umum
diderita oleh pasien leukemia, dan kandidiasis peseudomembranosus adalah kasus
yang paling sering ditemukan. Karena kekebalan tubuh semakin menurun, maka
atropi dan invasi kandidiasis dapat terjadi. Infeksi sering tidak dapat dikontrol sampai
leukosit pasien meningkat.21
Oleh sebab itu, pasien yang telah didiagnosa menderita penyakit leukemia ini
harus sesegera mungkin ditangani. Penanganan leukemia meliputi kuratif dan
suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai
leukemia dan pengobatan komplikasi, antara lain : pemberian tranfusi darah atau
trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat
antifungal, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.20
Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukemia itu sendiri yaitu
berupa perawatan dengan kemoterapi.20 Perawatan kemoterapi pertama untuk anak
penderita leukemia dilakukan oleh Farber dkk pada akhir tahun 1940. Obat
kemoterapi pertama yang dugunakan adalah Aminopterin ( antagonis dari asam folat
sel kanker akan mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel
sehat. Setelah beberapa periode 1-3 minggu, sel sehat pulih dan sel kanker juga akan
pulih kembali tetapi mengalami kerusakan berarti, sehingga atas dasar inilah
kemoterapi digunakan.27 Selain memiliki sisi positif, kemoterapi juga tidak lepas dari
efek samping. Sel-sel yang paling terkena dampak kemoterapi adalah sel-sel sehat
yang sedang tumbuh dan cepat membelah, seperti sel-sel darah, sumsum tulang,
saluran pencernaan, folikel rambut.26,27 Dengan demikian, untuk mencegah kerusakan
permanen dari sel sehat, kemoterapi tidak diberikan sekaligus 4-8 siklus. Hal ini
dimaksudkan untuk memulihkan sel sehat, dan di lain pihak berangsur mengecilkan
sel kanker.27
Kemoterapi terdiri dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien untuk
mengganggu pertumbuhan sel kanker. Ada tiga metode umum pemberian kemoterapi,
yaitu:
22,26
a. Kemoterapi oral
Metode pemberian kemoterapi secara oral merupakan metode paling mudah
dilakukan dan paling tidak menyakitkan dari metode yang lainnya. Obat diberikan
dalam bentuk pil, kapsul, atau cairan. Metode ini sangat baik diberikan kepada pasien
anak, kecuali pada anak yang memiliki kesulitan menelan pil atau kapsul. Pada pasien
seperti ini, lebih baik memberikan obat dalam sediaan cair daripada menggerus obat
dalam bentuk pil dan memasukkannya ke dalam makanan pasien, karena pasien pada
umumnya memiliki kondisi mulut yang tidak enak dan kehilangan napsu makan,
ditambah lagi rasa pil yang telah digerus tadi tidak sepenuhnya tertutup oleh rasa
makanan.
b. Intramuskular
Metode pemberian obat kemoterapi secara intramuskular adalah dengan
memberi suntikan terhadap otot ( bokong, lengan, atau paha ) atau tulang belakang
pasien. Suntikan pada tulang belakang diberikan untuk menghancurkan sel-sel kanker
yang dapat menembus tulang belakang. Suntikan ini akan menimbulkan rasa panas
ketika obat disuntikkan.
c. Intravena
Metode ini dilakukan dengan cara obat kemoterapi langsung disuntikkan pada
pembuluh darah pasien. Pasien dengan leukemia biasanya menerima sejumlah
suntikan intravena. Cara ini sedikit menyakitkan pasien, karena selain mendapat
suntikan oleh jarum, cara ini juga menimbulkan sensasi terbakar sesaat ketika obat
disuntikkan. Apabila terjadi kebocoran vena, maka obat ini akan sangat membakar
kulit dan dapat merusak pembuluh darah. Oleh karena itu, dokter merekomendasikan
bahwa sebaiknya dilakukan operasi minor kepada pasien untuk memasukkan kateter
atau port implant. Hal ini memungkinkan pasien untuk menerima kemoterapi
dirumah dan menghindari suntikan kemoterapi.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan nafsu
makan, kehilangan berat badan, kerontokan rambut, dan sel darah hitung rendah (
yang dapat menyebabkan anemia dan resiko infeksi bertambah ), dan lain-lain.25,26,28
Efek samping dari kemoterapi bervariasi tergantung jenis obat. Misalnya, obat
kemoterapi golongan senyawa alkil, contohnya Cyclophosphamide, Chlorambucil,
dan Melphalan, dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang dan sistem kekebalan
tubuh, rambut rontok, mengurangi kesuburan, dan menyebabkan leukemia. Obat
Cisplatin,
Epipodophyllotoxines,
Cytosine-arabinoside,
Fluorouracil,
Daunorubisin,
5-Fluorouracil,
Doxorubisine,
Methotrexate,
dan
Vinblastine.5,8,22
Komplikasi oral sering ditemui pada pasien yang menerima terapi antikanker
dan komplikasi ini dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, penundaan
perawatan, pengurangan dosis obat, serta defisiensi nutrisi.14,29 Disisi lain, keadaan
umum pasien juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan resiko komplikasi oral
akibat kemoterapi, diantaranya umur pasien, status nutrisi, tipe keganasan, perawatan
rongga mulut sebelum dan sesudah kemoterapi, dan jumlah neutropil. Pasien yang
lebih muda memiliki resiko efek samping kemoterapi lebih besar karena pada usia itu
pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung lebih cepat.29 Pasien yang menderita
penyakit keganasan hematologi, kebersihan rongga mulut yang buruk dan telah ada
penyakit periodontal, status nutrisi yang buruk, dan jumlah neutropil rendah
menunjukkan insiden komplikasi oral yang lebih tinggi selama mendapat kemoterapi.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa insiden komplikasi oral pada pasien yang
mendapat kemoterapi adalah sebanyak 42 % dengan insiden tertinggi diderita oleh
pasien dengan leukemia akut dan non-hodgkins Lymphoma.29
Efek kemoterapi terhadap rongga mulut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
obat kemoterapi secara langsung mempengaruhi jaringan mulut, disebut dengan
stomatotoksisitas langsung, dan karena adanya perubahan pada jaringan lain seperti
perubahan pada sumsum tulang sehingga menimbulkan komplikasi oral, efek ini
disebut dengan stomatotoksisitas tidak langsung.28
A. Stomatotoksisitas langsung
Stomatotoksisitas langsung terjadi karena adanya aksi sitotoksik dari obat
kemoterapi pada sel mukosa mulut yang dapat menghambat pembentukan epitel basal
yang baru sehingga menghasilkan mukosa mulut yang tipis dan atropi.28,
30
Pasien
akan merasa tidak nyaman karena mukosa mulut mengalami eritema dan ulser.
Stomatotoksisitas langsung ini terutama terjadi pada permukaan mukosa oral yang
tidak berkeratin, seperti pada mukosa labial dan bukal, lidah, dasar mulut, dan
palatum lunak. 28,30 Bentuk stomatotoksistas ini biasanya timbul tujuh hari setelah
pemberian
kemoterapi.
Obat
kemoterapi
yang
dapat
menimbulkan
efek
a. Mukositis
Mukositis
adalah
bentuk
yang
paling
umum
terjadi
akibat
dari
stomatotoksisitas langsung, dengan gambaran klinis berupa eritema dan lesi ulser
berbentuk difus pada mukosa mulut yang tidak berkeratin.30,
32
diketahui bahwa mukosa oral mengalami pembaharuan kira-kira setiap dua minggu
sekali. Akibat dari adanya pembelahan yang cepat dan tingkat maturasi yang tinggi
tersebut dan karena pembelahan sel epitel basal ini dipengaruhi langsung oleh obatobat kemoterapi. maka mukosa menjadi rentan terhadap efek kemoterapi.28,30
b. Xerostomia
Xerostomia dapat timbul sebagai akibat dari kemoterapi. Saliva menjadi
kental, sehingga pasien akan merasa mulut kering, sulit menelan, dan gangguan indra
pengecap. Xerostomia dapat mengarah kepada penurunan pH, dan dengan pH yang
rendah maka mekanisme buffer dari asam laktat akan hilang, dengan demikian akan
menimbulkan karies dan gingivitis. Pengurangan aliran saliva juga dapat mengurangi
jumlah imunoglobulin IgA, IgG, dan IgM sehingga dapat menimbulkan infeksi
oral.29,30
c. Neurotoksisitas
Masalah ini merupakan masalah yang penting bagi seorang dokter gigi karena
keterlibatan nervus gigi dapat menimbulkan keluhan odontogenik. Walaupun kasus
ini jarang terjadi ( sekitar enam persen dari keseluruhan komplikasi oral ), namun
adanya neurotoksisitas ini akan mengakibatkan pasien mengeluhkan rasa sakit pada
gigi.29,32 Gigi molar mandibula paling sering terlibat, dan pada pemeriksaan
radiografi, akan terlihat pelebaran pada ligamen periodontal pada gigi vital.32 Gejala
dari komplikasi neurologi ini akan hilang jika pemberian obat kemoterapi ini tidak
dilanjutkan.29,32
B. Stomatotoksisitas tidak langsung
Stomatotoksisitas tidak langsung merupakan hasil dari efek obat kemoterapi
terhadap sel lain selain sel mukosa mulut. Sel target paling utama adalah sel pada
sumsum tulang. Mielosupresi sebagai manifestasi dari leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, dan anemia, merupakan akibat umum dari bentuk efek
stomatotoksisitas tidak langsung dari obat kemoterapi.28,32 Perubahan rongga mulut
biasanya dapat diamati setelah 12-16 hari pemberian obat kemoterapi pada titik
terendah jumlah sel darah putih saat pasien dalam keadaan neutropenia berat.28
Stomatotoksisitas tidak langsung dari kemoterapi ini dapat menimbulkan infeksi dan
pendarahan pada rongga mulut.32
a. Infeksi
Infeksi virus, bakteri, dan jamur umum terjadi pada pasien yang mendapat
perawatan kemoterapi, terlebih-lebih pada pasien dengan sistem imun tubuh yang
rendah.30,32
1. Infeksi virus
Herpes simplex virus adalah infeksi virus yang paling umum terjadi pada
pasien kemoterapi, selain Cytomegalovirus, Varicella zoster, dan virus Ebstein
Barr.29,30,32 Sejak awal tahun 1980, para ahli di kedokteran gigi telah memaparkan
sebanyak 37-68% infeksi virus di rongga mulut akibat kemoterapi adalah disebabkan
oleh virus HSV-1.5 HSV menimbulkan ulser yang besar pada palatum, menyebabkan
rasa sakit dan cenderung lama sembuh, dan pada bibir dapat ditemukan vesikel.30,32
HSV timbul 18 hari setelah kemoterapi.29,30
2. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri sering menambah angka kematian pada pasien imunosupresi,
ini dikarenakan rongga mulut merupakan pintu masuk dari segala jenis bakteri yang
dapat mengakibatkan septikemia.
29,30
normal rongga mulut yang sering terlibat dalam septikemia.30 Suatu studi melaporkan
bahwa dari 59 pasien yang diteliti, terdapat streptococcus viridans pada 40% kasus
septikemia, dan 8% diantara pasien-pasien tersebut mengalami kematian.29,30 Infeksi
bakteri dapat terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa oral.32
3. Infeksi jamur
Telah dilaporkan sebanyak 40% pasien dengan penyakit keganasan
hematologi menderita infeksi jamur.29 Infeksi jamur pada pasien imunosupresi
disebabkan oleh Kandida albikan, yang menimbulkan kandidiasis.29,30,32 Plak
keputihan yang dapat diangkat pada permukaan mukosa yang kemudian akan
meninggalkan bercak kemerahan dan kasar merupakan ciri-ciri dari kandidiasis
karena efek tidak langsung dari kemoterapi.32 Biasanya kandidiasis ini terletak
didaerah mukosa bukal, lidah, palatum lunak, dan sudut-sudut mulut.30
b. Pendarahan
Agen
kemoterapi
dapat
menyebabkan
trombositopenia
yang
dapat
4,11,32
10.000 mm3, sehingga dalam keadaan kurang leukosit, tubuh akan lebih mudah
diserang infeksi, salah satunya berupa infeksi jamur.11,31,32
Selain diakibatkan oleh gangguan produksi sumsum tulang karena
kemoterapi, infeksi jamur yang disebabkan oleh Kandida albikan dalam rongga mulut
juga didukung oleh faktor-faktor lain, salah satunya yaitu perlekatan kandida ke sel
epitel rongga mulut.5
Kandida albikan merupakan jamur yang dapat tumbuh dalam sejumlah bentuk
morfologi dari ragi ke hifa.11 Bentuk hifa merupakan bentuk jamur yang bersifat
invasif dan patogenik sehingga memudahkan jamur melekat kepada epitel rongga
mulut pasien.5,11,13 Disamping itu, Kandida memiliki beberapa sekresi enzim seperti:
pospolipase, lipase, pospomonoestrase, hexoaminidase, dan aspartic proteinase.
Aspartic proteinase hanya dihasilkan oleh Kandida yang patogen dan merupakan
faktor penyakit.11,13 Hosteter mengatakan ada tiga macam interaksi yang mungkin
terjadi antara sel Kandida dan sel epitel pasien yaitu interaksi protein-protein, yang
terjadi ketika permukaan Kandida albikan mengenai ligand protein atau peptida pada
sel epitel. Kemudian interaksi lectin-like, yaitu interaksi yang terjadi ketika protein
pada permukaan Kandida albikan mengenai karbohidrat pada sel epitel, dan interaksi
yang ketiga adalah ketika komponen Kandida albikan menyerang ligand permukaan
epitel, namun mekanisme interaksi ketiga ini belum diketahui secara pasti.13 Lebih
lanjut Olsen memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi perlekatan Kandida, yaitu :
faktor yang berhubungan dengan ragi jamur tersebut, dimana jamur dalam bentuk
kapsul dan mycelia melekat lebih mudah pada sel epitel dibandingkan jamur dalam
bentuk blastospora. Faktor yang kedua adalah berhubungan dengan sel host, Olsen
mengatakan ada perbedaan perlekatan Kandida ke sel epitel pada masing-masing
pasien. Ini dikarenakan selama imunosupresi, terjadi modifikasi perlekatan Kandida,
dimana jamur dalam ukuran sedang ( 36-70m ) akan lebih melekat ke sel epitel
daripada ukuran lainnya. Faktor yang ketiga adalah faktor lingkungan. Kation seperti
Ca++ dan Mg++ dapat meningkatkan perlekatan Kandida ke sel epitel pada rongga
mulut.31
Faktor lain yang mendukung infeksi Kandida albikan akibat kemoterapi
dalam rongga mulut pasien adalah keadaan saliva pasien. Kemoterapi dapat
mengakibatkan aliran saliva berkurang, sedangkan didalam saliva terdapat komponen
anti kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila
aliran saliva berkurang, maka berkurang juga komponen-komponen anti kandida
tersebut, dan Kandida menjadi dapat berkembang.5,31 Disamping itu, akibat
penurunan aliran saliva, maka pH rongga mulut menjadi asam karena efek
pembilasan dari saliva ikut berkurang, sedangkan Kandida justru tumbuh subur pada
lingkungan asam, sehingga dalam keadaan berkurangnya aliran saliva dalam rongga
mulut dapat meningkatkan resiko infeksi Kandida, atau dengan kata lain, timbul suatu
penyakit yang disebut kandidiasis.5, 11