Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik di rongga mulut yang


disebabkan oleh pertumbuhan abnormal dari jamur Kandida albikan.6 Kandida
albikan ini sebenarnya merupakan flora normal rongga mulut, namun berbagai faktor
seperti penurunan sistem kekebalan tubuh maupun pengobatan kanker dengan
kemoterapi, dapat menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen.2,4
Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan mengenai kandidiasis oral, penderita
leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan patogenesis terjadinya kandidiasis
oral akibat kemoterapi.

2.1 KANDIDIASIS ORAL


2.1.1 Defenisi, etiologi, epidemiologi
Kandidiasis oral merupakan salah satu penyakit pada rongga mulut berupa lesi
merah dan lesi putih yang disebabkan oleh jamur jenis Kandida sp, dimana Kandida
albikan merupakan jenis jamur yang menjadi penyebab utama. Kandidiasis oral
pertama sekali dikenalkan oleh Hipocrates pada tahun 377 SM, yang melaporkan
adanya lesi oral yang kemungkinan disebabkan oleh genus Kandida.11 Terdapat 150
jenis jamur dalam famili Deutromycetes, dan tujuh diantaranya ( C.albicans, C.

Universitas Sumatera Utara

tropicalis, C. parapsilosi, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii )


dapat menjadi patogen, dan C. albican merupakan jamur terbanyak yang terisolasi
dari tubuh manusia sebagai flora normal dan penyebab infeksi oportunistik.1,6,8,11
Terdapat sekitar 30-40% Kandida albikan pada rongga mulut orang dewasa sehat,
45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak sehat, 50-65% pada pasien yang
memakai gigi palsu lepasan, 65-88% pada orang yang mengkonsumsi obat-obatan
jangka panjang, 90% pada pasien leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95%
pada pasien HIV/AIDS.6
Kandidiasis oral dapat menyerang semua umur, baik pria maupun wanita.
Meningkatnya prevalensi infeksi Kandida albikan ini dihubungkan dengan kelompok
penderita HIV/AIDS, penderita yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna.
Odds dkk ( 1990 ) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita
HIV/AIDS, sekitar 44.8% adalah penderita kandidiasis.12

2.1.2 Faktor resiko


Pada orang yang sehat, Kandida albikan umumnya tidak menyebabkan
masalah apapun dalam rongga mulut, namun karena berbagai faktor, jamur tersebut
dapat tumbuh secara berlebihan dan menginfeksi rongga mulut. Faktor-faktor tersebut
dibagi menjadi dua, yaitu :6
a. Patogenitas jamur
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenitas dan proses infeksi
Kandida adalah adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa, dan produksi
enzim ekstraseluler.11,13 Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida ke dinding

Universitas Sumatera Utara

sel epitel host.5 Perubahan bentuk dari ragi ke hifa diketahui berhubungan dengan
patogenitas dan proses penyerangan Kandida terhadap sel host.11 Produksi enzim
hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyc proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Kandida albikan.13
b. Faktor Host
Faktor host dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Termasuk faktor lokal adalah adanya gangguan fungsi kelenjar ludah yang
dapat menurunkan jumlah saliva.6,14 Saliva penting dalam mencegah timbulnya
kandidiasis oral karena efek pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung
dalam saliva dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Kandida, itu sebabnya
kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome, radioterapi kepala dan
leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi sekresi saliva.5,6,14 Pemakaian gigi
tiruan lepasan juga dapat menjadi faktor resiko timbulnya kandidiasis oral. Sebanyak
65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh rahang atas menderita infeksi
Kandida, hal ini dikarenakan pH yang rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang
sedikit mengakibatkan Kandida tumbuh pesat.6,14 Selain dikarenakan faktor lokal,
kandidiasis juga dapat dihubungkan dengan keadaan sistemik, yaitu usia, penyakit
sistemik seperti diabetes, kondisi imunodefisiensi seperti HIV, keganasan seperti
leukemia, defisiensi nutrisi, dan pemakaian obat-obatan seperti antibiotik spektrum
luas dalam jangka waktu lama, kortikosteroid, dan kemoterapi.6,13,15

2.1.3 Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Universitas Sumatera Utara

Gambaran klinis kandidiasis oral tergantung pada keterlibatan lingkungan dan


interaksi organisme dengan jaringan pada host. Adapun kandidiasis oral
dikelompokkan atas tiga, yaitu :
1. Akut, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis pseudomembranosus akut yang disebut juga sebagai thrush,
pertama sekali dijelaskan kandidiasis ini tampak sebagai plak mukosa yang putih,
difus, bergumpal atau seperti beludru, terdiri dari sel epitel deskuamasi, fibrin, dan
hifa jamur, dapat dihapus meninggalkan permukaan merah dan kasar.6,16,17 Pada
umumnya dijumpai pada mukosa pipi, lidah, dan palatum lunak.6,16 Penderita
kandidiasis ini dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut.2 Kandidiasis seperti ini
sering diderita oleh pasien dengan sistem imun rendah, seperti HIV/AIDS, pada
pasien yang mengkonsumsi kortikosteroid, dan menerima kemoterapi.6,18 Diagnosa
dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, kultur jamur, atau pemeriksaan
mikroskopis secara langsung dari kerokan jaringan.17

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut pada lidah


dan mukosa bukal pasien15

b. Kandidiasis Atropik Akut


Kandidiasis jenis ini membuat daerah permukaan mukosa oral mengelupas
dan tampak sebagai bercak-bercak merah difus yang rata.2,17 Infeksi ini terjadi karena
pemakaian antibiotik spektrum luas, terutama Tetrasiklin, yang mana obat tersebut
dapat mengganggu keseimbangan ekosistem oral antara Lactobacillus acidophilus
dan Kandida albikan. Antibiotik yang dikonsumsi oleh pasien mengurangi populasi
Lactobacillus dan memungkinkan Kandida tumbuh subur.17 Pasien yang menderita
Kandidiasis ini akan mengeluhkan sakit seperti terbakar.2,6,17

Gambar 2. Kandidiasis Atropik Akut15

2. Kronik, dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :


a. Kandidiasis Atropik Kronik

Universitas Sumatera Utara

Disebut juga denture stomatitis atau alergi gigi tiruan.6,17 Mukosa


palatum maupun mandibula yang tertutup basis gigi tiruan akan menjadi merah,
kondisi ini dikategorikan sebagai bentuk dari infeksi Kandida.6,18 Kandidiasis ini
hampir 60% diderita oleh pemakai gigi tiruan terutama pada wanita tua yang sering
memakai gigi tiruan selagi tidur.8,18

Gambar 3. Kandidiasis Atropik Kronik15

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik


Infeksi jamur timbul pada mukosa bukal atau tepi lateral lidah berupa bintikbintik putih yang tepinya menimbul tegas dengan beberapa daerah merah.17 Kondisi
ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan, dan kadang disebut
sebagai Kandida leukoplakia.18 Bintik-bintik putih tersebut tidak dapat dihapus,
sehingga diagnosa harus ditentukan dengan biopsi.2 Kandidiasis ini paling sering
diderita oleh perokok.6

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4. Kandidiasis Hiperplastik Kronik6

c. Median Rhomboid Glositis


Median Rhomboid Glositis adalah daerah simetris kronis di anterior lidah ke
papila sirkumvalata, tepatnya terletak pada duapertiga anterior dan sepertiga posterior
lidah.6,8 Gejala penyakit ini asimptomatis dengan daerah tidak berpapila.6

Gambar 5. Median Rhomboid Glositis15

Universitas Sumatera Utara

3. Keilitis Angularis
Keilitis angularis merupakan infeksi Kandida albikan pada sudut mulut, dapat
bilateral maupun unilateral.6 Sudut mulut yang terkena infeksi tampak merah dan
pecah-pecah, dan terasa sakit ketika membuka mulut.17 Keilitis angularis ini dapat
terjadi pada penderita defisiensi vitamin B12 dan anemia defisiensi besi.6,16

Gambar 6. Angular Cheilitis6

2.1.4 Perawatan
Pada pasien yang kesehatan tubuhnya normal, seperti perokok dan pemakai
gigi tiruan, perawatan kandidiasis oral relatif mudah dan efektif, namun pasien yang
mengkonsumsi antibiotik jangka panjang, dan pasien dengan sistem imun tubuh
rendah yang mendapat perawatan kemoterapi dimana infeksi jamur mau tidak mau
akan timbul, maka perawatan kandidiasisnya lebih spesifik. Adapun perawatan
kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut, memberi obat-

Universitas Sumatera Utara

obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor
predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.18
Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun

menyikat

daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut.6 Pada pasien yang memakai gigi tiruan,
gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih
efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan
yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya
menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.6,19
Pemberian obat-obatan antifungal juga efektif dalam mengobati infeksi jamur.
Terdapat dua jenis obat antifungal, yaitu pemberian obat antifungal secara topikal dan
sistemik.14,19 Pengobatan antifungal topikal pada awal abad 20 yaitu dengan
menggunakan gentian violet, namun karena perkembangan resisten dan adanya efek
samping seperti meninggalkan stain pada mukosa oral, sehingga obat itu diganti
dengan Nystatin yang ditemukan pada tahun 1951 dan Amphotericin B pada tahun
1956. Obat-obat tersebut bekerja dengan mengikat sterol pada membran sel jamur,
dan mengubah permeabilitas membran sel. Nystatin merupakan obat antifungal yang
paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik digunakan pada pasien yang tidak
mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien dengan resiko tinggi
menderita infeksi sistemik.6,19
Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal
pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi.6 Penanggulangan faktor
predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan
menggunakan cairan pembersih, seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan

Universitas Sumatera Utara

konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang


pengeluaran saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani
penyakit yang dapat memicu kemunculan kandidiasis seperti penanggulangan
penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.

2.2

PENDERITA

LEUKEMIA

AKUT

YANG

MENJALANI

KEMOTERAPI

2.2.1 Leukemia Akut dan Perawatannya dengan Kemoterapi


Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel leukosit, dimana ada gangguan dalam
pengaturan sel leukosit tersebut. Leukosit dalam darah berproliferasi secara tidak
teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi tidak normal.20-22
Insiden leukemia rata-rata 4-4.5 kasus/tahun/100.000 anak dibawah 15 tahun.
Di Jakarta pada tahun 1994, insiden leukemia mencapai 2.76/100.000 anak dengan
usia 1-4 tahun, dan sepanjang tahun 2002, berdasarkan data RSU Dr. Soetomo,
dijumpai 70 kasus leukemia baru.20
Penyebab leukemia akut masih belum diketahui, namun anak-anak yang
menderita cacat genetik mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita penyakit ini.
Beberapa faktor resiko seperti sindrom imunodefisiensi, disfungsi kronis pada
sumsum tulang, terpapar radiasi, obat-obatan dan kimia, serta virus, juga dapat
menyebabkan leukemia.21,23 Kelainan yang menjadi ciri khas leukemia yaitu asal
mula pembentukan sel. Terdapat bukti bahwa leukemia akut dimulai dari sel tunggal

Universitas Sumatera Utara

yang berproliferasi sampai mencapai sejumlah populasi sel yang dapat terdeteksi.
Walaupun etiologi leukemia pada manusia belum diketahui secara pasti, tetapi pada
penelitian terhadap binatang percobaan, ditemukan bahwa penyebabnya mempunyai
kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA, dan kemampuan ini meningkat bila
terdapat suatu kelainan genetik. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa
leukemia dimulai dari suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya sel
abnormal.20
Pasien dengan leukemia akut menunjukkan tanda dan gejala yang
berhubungan dengan gangguan hematopoiesis dari keterlibatan perkembangan
sumsum tulang yang semakin buruk. Keadaan seperti anemia, trombositopenia, dan
neutropenia

umumnya

menyertai

penyakit

leukemia

ini.

Anemia

dapat

mengakibatkan lelah, pusing, sesak nafas, dan pucat. Pasien dengan trombositopenia
dapat menderita petekia, purpura, dan pendarahan.23 Demam dan infeksi juga sering
timbul karena neutropenia.21 Disamping itu, akibat terbentuknya populasi sel
leukemia yang makin lama makin banyak akan menimbulkan dampak buruk bagi
produksi sel normal dan bagi faal tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel
leukemia melalui peredaran darah ke dalam organ tubuh. Rongga mulut pun tidak
luput dari dampak infiltrasi sel leukemia tersebut. Rongga mulut dapat menjadi salah
satu organ pertama yang dapat memperlihatkan tanda-tanda dan atau gejala yang
pada akhirnya mengarah kepada diagnosis penyakit ini. Defisiensi imunologi dan
hematologi leukemia dikaitkan dengan manifestasi oral yang mencakup pembesaran
gingiva, pendarahan, dan infeksi oral ( termasuk didalamnya infeksi jamur, virus, dan
bakteri ).21,24

Universitas Sumatera Utara

Pembesaran gingiva terjadi karena adanya inflamasi dan infiltrasi dari sel
leukosit yang atipikal dan imatur.24 Depresi produksi platelet dan adanya
trombositopenia menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya pendarahan.22
Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel
leukemik menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi. Infeksi oral
merupakan salah satu komplikasi oral paling serius bagi pasien leukemia. Infeksi
bakteri, virus, dan jamur dapat menyebabkan sakit dan kerusakan jaringan setempat.
Sebagai tambahan, salah satu komplikasi infeksi, yaitu sepsis merupakan penyebab
kematian terbesar pada penderita leukemia akut.8,21 Infeksi kandida oral relatif umum
diderita oleh pasien leukemia, dan kandidiasis peseudomembranosus adalah kasus
yang paling sering ditemukan. Karena kekebalan tubuh semakin menurun, maka
atropi dan invasi kandidiasis dapat terjadi. Infeksi sering tidak dapat dikontrol sampai
leukosit pasien meningkat.21
Oleh sebab itu, pasien yang telah didiagnosa menderita penyakit leukemia ini
harus sesegera mungkin ditangani. Penanganan leukemia meliputi kuratif dan
suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai
leukemia dan pengobatan komplikasi, antara lain : pemberian tranfusi darah atau
trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit, obat
antifungal, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial.20
Terapi kuratif bertujuan untuk menyembuhkan leukemia itu sendiri yaitu
berupa perawatan dengan kemoterapi.20 Perawatan kemoterapi pertama untuk anak
penderita leukemia dilakukan oleh Farber dkk pada akhir tahun 1940. Obat
kemoterapi pertama yang dugunakan adalah Aminopterin ( antagonis dari asam folat

Universitas Sumatera Utara

), dan sekarang ini, telah semakin dikembangkan berbagai jenis obat-obatan


kemoterapi, seperti Methotrexate, Doxorubicin, Mercaptopurine, Fluorouracil, dan
Cyclophosphamide.24 Kemoterapi pada leukemia akut terdiri dari tiga fase, yaitu
induksi dimana fase ini bertujuan untuk membunuh sel kanker dengan agen
sitotoksik, seperti Dexamethasone, Vincristine, L-asparaginase, dan Antrasiklin,
kemudian fase yang kedua yaitu konsolidasi yang berfokus kepada membunuh sisasisa sel leukemia, di tahap ini digunakan obat-obat seperti Methotrexate dosis tinggi
dengan atau tanpa 6- Mercaptopurine, L-asparaginase dosis tinggi, kombinasi
Dexamethasone, Vincristine Doxorubicin, dan Tioguanin, dengan atau tanpa
Cyclophosphamide, dan fase ketiga adalah rumatan, yaitu terapi pemeliharaan dimana
fase ini bertujuan untuk mencegah perluasan kembali sisa-sisa sel leukemia, terapi
rumatan ini menggunakan Mercaptopurine setiap hari dan Methotrexate sekali
seminggu.20,22-24

2.2.2 Efek Terapeutik Kemoterapi pada Rongga Mulut


Kemoterapi merupakan obat anti kanker yang berfungsi menghambat dan
menghancurkan kerja sel kanker.25 Sel yang sehat membelah dan tumbuh dalam
bentuk dan fungsi yang normal. Berbeda dengan sel kanker dimana mereka tumbuh
tidak terkontrol dan memiliki bentuk dan fungsi abnormal. Sel kanker kemudian
berkontak dengan sel yang sehat, menghancurkan sel sehat tersebut dan
memperbanyak diri.26 Sel kanker inilah yang menjadi target obat kemoterapi.
Kemoterapi akan menyebabkan sel kanker tersebut hancur, namun beberapa jenis sel
sehat yang sedang membelah atau tumbuh juga akan mengalami kerusakan. Bedanya,

Universitas Sumatera Utara

sel kanker akan mengalami kerusakan lebih parah dibanding kerusakan pada sel
sehat. Setelah beberapa periode 1-3 minggu, sel sehat pulih dan sel kanker juga akan
pulih kembali tetapi mengalami kerusakan berarti, sehingga atas dasar inilah
kemoterapi digunakan.27 Selain memiliki sisi positif, kemoterapi juga tidak lepas dari
efek samping. Sel-sel yang paling terkena dampak kemoterapi adalah sel-sel sehat
yang sedang tumbuh dan cepat membelah, seperti sel-sel darah, sumsum tulang,
saluran pencernaan, folikel rambut.26,27 Dengan demikian, untuk mencegah kerusakan
permanen dari sel sehat, kemoterapi tidak diberikan sekaligus 4-8 siklus. Hal ini
dimaksudkan untuk memulihkan sel sehat, dan di lain pihak berangsur mengecilkan
sel kanker.27
Kemoterapi terdiri dari obat-obatan yang diberikan kepada pasien untuk
mengganggu pertumbuhan sel kanker. Ada tiga metode umum pemberian kemoterapi,
yaitu:

22,26

a. Kemoterapi oral
Metode pemberian kemoterapi secara oral merupakan metode paling mudah
dilakukan dan paling tidak menyakitkan dari metode yang lainnya. Obat diberikan
dalam bentuk pil, kapsul, atau cairan. Metode ini sangat baik diberikan kepada pasien
anak, kecuali pada anak yang memiliki kesulitan menelan pil atau kapsul. Pada pasien
seperti ini, lebih baik memberikan obat dalam sediaan cair daripada menggerus obat
dalam bentuk pil dan memasukkannya ke dalam makanan pasien, karena pasien pada
umumnya memiliki kondisi mulut yang tidak enak dan kehilangan napsu makan,
ditambah lagi rasa pil yang telah digerus tadi tidak sepenuhnya tertutup oleh rasa
makanan.

Universitas Sumatera Utara

b. Intramuskular
Metode pemberian obat kemoterapi secara intramuskular adalah dengan
memberi suntikan terhadap otot ( bokong, lengan, atau paha ) atau tulang belakang
pasien. Suntikan pada tulang belakang diberikan untuk menghancurkan sel-sel kanker
yang dapat menembus tulang belakang. Suntikan ini akan menimbulkan rasa panas
ketika obat disuntikkan.
c. Intravena
Metode ini dilakukan dengan cara obat kemoterapi langsung disuntikkan pada
pembuluh darah pasien. Pasien dengan leukemia biasanya menerima sejumlah
suntikan intravena. Cara ini sedikit menyakitkan pasien, karena selain mendapat
suntikan oleh jarum, cara ini juga menimbulkan sensasi terbakar sesaat ketika obat
disuntikkan. Apabila terjadi kebocoran vena, maka obat ini akan sangat membakar
kulit dan dapat merusak pembuluh darah. Oleh karena itu, dokter merekomendasikan
bahwa sebaiknya dilakukan operasi minor kepada pasien untuk memasukkan kateter
atau port implant. Hal ini memungkinkan pasien untuk menerima kemoterapi
dirumah dan menghindari suntikan kemoterapi.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan nafsu
makan, kehilangan berat badan, kerontokan rambut, dan sel darah hitung rendah (
yang dapat menyebabkan anemia dan resiko infeksi bertambah ), dan lain-lain.25,26,28
Efek samping dari kemoterapi bervariasi tergantung jenis obat. Misalnya, obat
kemoterapi golongan senyawa alkil, contohnya Cyclophosphamide, Chlorambucil,
dan Melphalan, dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang dan sistem kekebalan
tubuh, rambut rontok, mengurangi kesuburan, dan menyebabkan leukemia. Obat

Universitas Sumatera Utara

kemoterapi golongan antimetabolit, seperti Methotrexate, Cytarabine, Fludarabine,


6-Mercaptopurine, dan 5-Fluorouracil juga menimbulkan efek samping yang sama
seperti yang ditimbulkan oleh golongan senyawa alkil, namun obat anti metabolit ini
tidak meningkatkan resiko leukemia. Obat kemoterapi golongan antimitotik yaitu
Vincristine, Paclitaxel, Vinorelbine, Docetal, dan Abraxane juga menimbulkan efek
samping yang sama dengan yang ditimbulkan oleh golongan alkil, disamping itu,
obat golongan antimitotik ini juga dapat merusak syaraf.22,25
Selain daripada efek samping yang telah disebutkan diatas, obat-obat
kemoterapi juga dapat menimbulkan masalah pada rongga mulut. Beberapa obat
kemoterapi dapat menyebabkan komplikasi oral, seperti Bleomicyn, Busulfan,
Carboplatin,

Cisplatin,

Epipodophyllotoxines,

Cytosine-arabinoside,
Fluorouracil,

Daunorubisin,

5-Fluorouracil,

Doxorubisine,

Methotrexate,

dan

Vinblastine.5,8,22
Komplikasi oral sering ditemui pada pasien yang menerima terapi antikanker
dan komplikasi ini dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, penundaan
perawatan, pengurangan dosis obat, serta defisiensi nutrisi.14,29 Disisi lain, keadaan
umum pasien juga dapat berpengaruh terhadap peningkatan resiko komplikasi oral
akibat kemoterapi, diantaranya umur pasien, status nutrisi, tipe keganasan, perawatan
rongga mulut sebelum dan sesudah kemoterapi, dan jumlah neutropil. Pasien yang
lebih muda memiliki resiko efek samping kemoterapi lebih besar karena pada usia itu
pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung lebih cepat.29 Pasien yang menderita
penyakit keganasan hematologi, kebersihan rongga mulut yang buruk dan telah ada
penyakit periodontal, status nutrisi yang buruk, dan jumlah neutropil rendah

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan insiden komplikasi oral yang lebih tinggi selama mendapat kemoterapi.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa insiden komplikasi oral pada pasien yang
mendapat kemoterapi adalah sebanyak 42 % dengan insiden tertinggi diderita oleh
pasien dengan leukemia akut dan non-hodgkins Lymphoma.29
Efek kemoterapi terhadap rongga mulut dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
obat kemoterapi secara langsung mempengaruhi jaringan mulut, disebut dengan
stomatotoksisitas langsung, dan karena adanya perubahan pada jaringan lain seperti
perubahan pada sumsum tulang sehingga menimbulkan komplikasi oral, efek ini
disebut dengan stomatotoksisitas tidak langsung.28
A. Stomatotoksisitas langsung
Stomatotoksisitas langsung terjadi karena adanya aksi sitotoksik dari obat
kemoterapi pada sel mukosa mulut yang dapat menghambat pembentukan epitel basal
yang baru sehingga menghasilkan mukosa mulut yang tipis dan atropi.28,

30

Pasien

akan merasa tidak nyaman karena mukosa mulut mengalami eritema dan ulser.
Stomatotoksisitas langsung ini terutama terjadi pada permukaan mukosa oral yang
tidak berkeratin, seperti pada mukosa labial dan bukal, lidah, dasar mulut, dan
palatum lunak. 28,30 Bentuk stomatotoksistas ini biasanya timbul tujuh hari setelah
pemberian

kemoterapi.

Obat

kemoterapi

yang

dapat

menimbulkan

efek

stomatotoksisitas langsung ini meliputi Methotrexate, Adriamicyn, 5-fluorouracil,


Bleomicyn, dan Cytosine arabinoside.28
Efek stomatotoksisitas langsung ini dapat menyebabkan gangguan pada mukosa
mulut, seperti : mukositis, xerostomia, neurotoksisitas.32

Universitas Sumatera Utara

a. Mukositis
Mukositis

adalah

bentuk

yang

paling

umum

terjadi

akibat

dari

stomatotoksisitas langsung, dengan gambaran klinis berupa eritema dan lesi ulser
berbentuk difus pada mukosa mulut yang tidak berkeratin.30,

32

Seperti yang telah

diketahui bahwa mukosa oral mengalami pembaharuan kira-kira setiap dua minggu
sekali. Akibat dari adanya pembelahan yang cepat dan tingkat maturasi yang tinggi
tersebut dan karena pembelahan sel epitel basal ini dipengaruhi langsung oleh obatobat kemoterapi. maka mukosa menjadi rentan terhadap efek kemoterapi.28,30
b. Xerostomia
Xerostomia dapat timbul sebagai akibat dari kemoterapi. Saliva menjadi
kental, sehingga pasien akan merasa mulut kering, sulit menelan, dan gangguan indra
pengecap. Xerostomia dapat mengarah kepada penurunan pH, dan dengan pH yang
rendah maka mekanisme buffer dari asam laktat akan hilang, dengan demikian akan
menimbulkan karies dan gingivitis. Pengurangan aliran saliva juga dapat mengurangi
jumlah imunoglobulin IgA, IgG, dan IgM sehingga dapat menimbulkan infeksi
oral.29,30
c. Neurotoksisitas
Masalah ini merupakan masalah yang penting bagi seorang dokter gigi karena
keterlibatan nervus gigi dapat menimbulkan keluhan odontogenik. Walaupun kasus
ini jarang terjadi ( sekitar enam persen dari keseluruhan komplikasi oral ), namun
adanya neurotoksisitas ini akan mengakibatkan pasien mengeluhkan rasa sakit pada
gigi.29,32 Gigi molar mandibula paling sering terlibat, dan pada pemeriksaan
radiografi, akan terlihat pelebaran pada ligamen periodontal pada gigi vital.32 Gejala

Universitas Sumatera Utara

dari komplikasi neurologi ini akan hilang jika pemberian obat kemoterapi ini tidak
dilanjutkan.29,32
B. Stomatotoksisitas tidak langsung
Stomatotoksisitas tidak langsung merupakan hasil dari efek obat kemoterapi
terhadap sel lain selain sel mukosa mulut. Sel target paling utama adalah sel pada
sumsum tulang. Mielosupresi sebagai manifestasi dari leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, dan anemia, merupakan akibat umum dari bentuk efek
stomatotoksisitas tidak langsung dari obat kemoterapi.28,32 Perubahan rongga mulut
biasanya dapat diamati setelah 12-16 hari pemberian obat kemoterapi pada titik
terendah jumlah sel darah putih saat pasien dalam keadaan neutropenia berat.28
Stomatotoksisitas tidak langsung dari kemoterapi ini dapat menimbulkan infeksi dan
pendarahan pada rongga mulut.32
a. Infeksi
Infeksi virus, bakteri, dan jamur umum terjadi pada pasien yang mendapat
perawatan kemoterapi, terlebih-lebih pada pasien dengan sistem imun tubuh yang
rendah.30,32
1. Infeksi virus
Herpes simplex virus adalah infeksi virus yang paling umum terjadi pada
pasien kemoterapi, selain Cytomegalovirus, Varicella zoster, dan virus Ebstein
Barr.29,30,32 Sejak awal tahun 1980, para ahli di kedokteran gigi telah memaparkan
sebanyak 37-68% infeksi virus di rongga mulut akibat kemoterapi adalah disebabkan
oleh virus HSV-1.5 HSV menimbulkan ulser yang besar pada palatum, menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

rasa sakit dan cenderung lama sembuh, dan pada bibir dapat ditemukan vesikel.30,32
HSV timbul 18 hari setelah kemoterapi.29,30
2. Infeksi bakteri
Infeksi bakteri sering menambah angka kematian pada pasien imunosupresi,
ini dikarenakan rongga mulut merupakan pintu masuk dari segala jenis bakteri yang
dapat mengakibatkan septikemia.

29,30

Streptococcus viridans adalah jenis bakteri

normal rongga mulut yang sering terlibat dalam septikemia.30 Suatu studi melaporkan
bahwa dari 59 pasien yang diteliti, terdapat streptococcus viridans pada 40% kasus
septikemia, dan 8% diantara pasien-pasien tersebut mengalami kematian.29,30 Infeksi
bakteri dapat terjadi pada gigi, gingiva dan mukosa oral.32
3. Infeksi jamur
Telah dilaporkan sebanyak 40% pasien dengan penyakit keganasan
hematologi menderita infeksi jamur.29 Infeksi jamur pada pasien imunosupresi
disebabkan oleh Kandida albikan, yang menimbulkan kandidiasis.29,30,32 Plak
keputihan yang dapat diangkat pada permukaan mukosa yang kemudian akan
meninggalkan bercak kemerahan dan kasar merupakan ciri-ciri dari kandidiasis
karena efek tidak langsung dari kemoterapi.32 Biasanya kandidiasis ini terletak
didaerah mukosa bukal, lidah, palatum lunak, dan sudut-sudut mulut.30
b. Pendarahan
Agen

kemoterapi

dapat

menyebabkan

trombositopenia

yang

dapat

menimbulkan pendarahan pada intra oral.29,30 Pendarahan dapat mengakibatkan gusi


berdarah, petekia pada gingiva, mukosa bukal, lidah, dasar mulut, pada palatum keras
dan lunak, dan ekimosis di daerah lidah dan dasar mulut.29

Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Patogenesis Kandidiasis Oral Akibat Kemoterapi


Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kemoterapi dapat menimbulkan efek
samping terhadap rongga mulut, hal ini dikarenakan sel epitel rongga mulut sensitif
terhadap obat kemoterapi.4 Salah satu efek samping dari kemoterapi terhadap rongga
mulut adalah kandidiasis. Kejadian kandidasis oral karena kemoterapi dipengaruhi
beberapa faktor, yaitu : efek kemoterapi terhadap sumsum tulang yang nantinya akan
mengakibatkan infeksi jamur pada rongga mulut, kemudian faktor perlekatan
Kandida terhadap epitel mukosa mulut pasien, dan faktor dari pasien itu sendiri yang
meliputi keadaan saliva pasien.5,11,31,32
Efek kemoterapi terhadap sumsum tulang dapat menimbulkan infeksi pada
rongga mulut. Seperti yang telah diketahui bahwa obat kemoterapi bekerja dengan
membunuh sel-sel penyebab kanker yang diproduksi oleh sumsum tulang, namun
yang dibunuh tidak hanya sel ganas, sel normal yang sedang diproduksi oleh sumsum
tulang juga diganggu pertumbuhannya. Aktivitas obat kemoterapi terhadap sumsum
tulang tersebut dapat menurunkan sistem imun pasien, karena sel-sel yang berguna
dalam pertahanan imun tubuh dirusak oleh obat kemoterapi tersebut, termasuk sel-sel
darah yang akhirnya dapat menimbulkan trombositopenia, leukopenia dan
neutropenia

4,11,32

Leukopenia adalah keadaan dimana leukosit dalam nilai dibawah

10.000 mm3, sehingga dalam keadaan kurang leukosit, tubuh akan lebih mudah
diserang infeksi, salah satunya berupa infeksi jamur.11,31,32
Selain diakibatkan oleh gangguan produksi sumsum tulang karena
kemoterapi, infeksi jamur yang disebabkan oleh Kandida albikan dalam rongga mulut

Universitas Sumatera Utara

juga didukung oleh faktor-faktor lain, salah satunya yaitu perlekatan kandida ke sel
epitel rongga mulut.5
Kandida albikan merupakan jamur yang dapat tumbuh dalam sejumlah bentuk
morfologi dari ragi ke hifa.11 Bentuk hifa merupakan bentuk jamur yang bersifat
invasif dan patogenik sehingga memudahkan jamur melekat kepada epitel rongga
mulut pasien.5,11,13 Disamping itu, Kandida memiliki beberapa sekresi enzim seperti:
pospolipase, lipase, pospomonoestrase, hexoaminidase, dan aspartic proteinase.
Aspartic proteinase hanya dihasilkan oleh Kandida yang patogen dan merupakan
faktor penyakit.11,13 Hosteter mengatakan ada tiga macam interaksi yang mungkin
terjadi antara sel Kandida dan sel epitel pasien yaitu interaksi protein-protein, yang
terjadi ketika permukaan Kandida albikan mengenai ligand protein atau peptida pada
sel epitel. Kemudian interaksi lectin-like, yaitu interaksi yang terjadi ketika protein
pada permukaan Kandida albikan mengenai karbohidrat pada sel epitel, dan interaksi
yang ketiga adalah ketika komponen Kandida albikan menyerang ligand permukaan
epitel, namun mekanisme interaksi ketiga ini belum diketahui secara pasti.13 Lebih
lanjut Olsen memaparkan tiga faktor yang mempengaruhi perlekatan Kandida, yaitu :
faktor yang berhubungan dengan ragi jamur tersebut, dimana jamur dalam bentuk
kapsul dan mycelia melekat lebih mudah pada sel epitel dibandingkan jamur dalam
bentuk blastospora. Faktor yang kedua adalah berhubungan dengan sel host, Olsen
mengatakan ada perbedaan perlekatan Kandida ke sel epitel pada masing-masing
pasien. Ini dikarenakan selama imunosupresi, terjadi modifikasi perlekatan Kandida,
dimana jamur dalam ukuran sedang ( 36-70m ) akan lebih melekat ke sel epitel
daripada ukuran lainnya. Faktor yang ketiga adalah faktor lingkungan. Kation seperti

Universitas Sumatera Utara

Ca++ dan Mg++ dapat meningkatkan perlekatan Kandida ke sel epitel pada rongga
mulut.31
Faktor lain yang mendukung infeksi Kandida albikan akibat kemoterapi
dalam rongga mulut pasien adalah keadaan saliva pasien. Kemoterapi dapat
mengakibatkan aliran saliva berkurang, sedangkan didalam saliva terdapat komponen
anti kandida seperti lisozim, histatin, laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila
aliran saliva berkurang, maka berkurang juga komponen-komponen anti kandida
tersebut, dan Kandida menjadi dapat berkembang.5,31 Disamping itu, akibat
penurunan aliran saliva, maka pH rongga mulut menjadi asam karena efek
pembilasan dari saliva ikut berkurang, sedangkan Kandida justru tumbuh subur pada
lingkungan asam, sehingga dalam keadaan berkurangnya aliran saliva dalam rongga
mulut dapat meningkatkan resiko infeksi Kandida, atau dengan kata lain, timbul suatu
penyakit yang disebut kandidiasis.5, 11

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai