Mandiri Skenario 1 Blok Hemato
Mandiri Skenario 1 Blok Hemato
1102013139
1. Memahami dan menjelaskan eritropoiesis
1.1 Definisi
Eritropoiesis merupakan proses pembentukan sel darah merah. Sel darah merah berfungsi
sebagai pengangkut oksigen ke jaringan dan mengikat CO2 dari jaringan.
(Sumber: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-1-6.pdf)
1.2 Proses
15%) dihasilkan di hati. Produksi EPO akan meningkat pada keadaan anemiaa ataupun
hipoksia jaringan.
(Sumber: J. Jeyaratnam & David Koh, Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Penerbit EGC.
& http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-1-6.pdf )
Siklus Eritropoesis
2. Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Ukuran lebih
kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
3. Rubrisit Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik.
Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di
beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat
lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih
banyak, mengandung warna biru karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) 6
dan merah karena hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa
normal adalah 10-20 %.
4. Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel
ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah
mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih
ada sisa-sisa warna biru dari RNA. Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.
5. Retikulosit Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan
penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa
RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi
dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan beredar
sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 2,5%
retikulosit.
6. Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran diameter
7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada
bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan
karena mengandung hemoglobin. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan
dihancurkan bila mencapai umurnya oleh limpa.
1.3 Faktor pembentukan eritropoiesis
2.4 Patofisiologi
Kehilangan besi
Menstruasi
Perdarahan saluran cerna dan saluran napas
Menurut Bakta (2006) anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya
asupan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun:
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
a. Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker
lambung, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia (perempuan): menorrhagia.
c. Saluran kemih: hematuria.
3.3 epidemiologi
Prevalensi ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada
anak usia sekolah dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia
sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5 %, anak praremaja 2,6% dan remaja 26%. Di Amerika
Serikat sekitar 6% anak berusia 1-2 tahun diketahui kekurangan besi, lebih kurang 9%
remaja wanita kekurangan besi. Sedangkan pada anak laki-laki sekitar 50% cadangan
besinya berkurang saat pubertas. Prevalensi ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam
dibanding kulit putih. Keadaan ini mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak
kulit hitam yang lebih rendah. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia
prevalensi ADB pada anak balita sekitar 25-35%.
Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di indonesia adalah 55,5%.
Pada tahun 2002 prevalensi anemia pada usia 4-5 bulan di Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Jawa Timur menunjukkan bahwa 37% bayi memiliki kadar Hb di bawah 10gr/dl sedangkan
untuk kadar Hb di bawah 11gr/dl mencapai angka 71%.
Pauline di Jakarta juga menambahkan selama kurun waktu 2001-2003 tercatat sekitar 2juta
ibu hamil menderita anemia gizi dan 8,1 juta anak menderita anemia.
Selain itu data menunjukkan bahwa bayi dari ibu anemia dengan berat bayi normal memiliki
kecendrungan hampir 2 kali lipat menjadi anemia dibandingkan bayi dengan berat lahir
normal dari ibu yang tidak menderita anemia. Berdasarkan data prevalensi anemia defisiensi
gizi pada ibu hamil di 27 provinsi di Indonesia tahun 1992, Sumatera Barat memiliki
prevalensi terbesar (82,6%) dibandingkan propinsi lain di Indonnesia.
(Sumber: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter II.pdf)
3.4 Patofisiologi
Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang
meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.
Kehilangan besi
Hemoglobinuria
Hematuria
Menstruasi
Perdarahan saluran cerna dan saluran napas
3.9 Tatalaksana
Pemberian preparat besi peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri. Preparat yang tersedia berupa
ferous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang
lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi
tersedia preparat besi berupa tetes (drop).
Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat menyebabkan
limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik
dibanding peroral. Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mg
besi/ml. Dosis dihitung berdasarkan:
Dosis besi (mg)BB(kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2
Hemoglobin A2
Hemoglobin normal diluar periode neonatal adalah hemoglobin A dan dua hemoglobin kecil, yaitu;
hemglobin A2 dan hemoglobin F. Pada orang dewasa, Hemoblobin A2 (HbA2) sekitar 1,5-3,5%
hemoglobin total. Persentase tersebut jauh lebih rendah saat lahir sekitar 0,2-0,3%, dengan kenaikan
tingkat dewasa pada 2 tahun pertama kehidupan, tetapi ada kenaikan yang lambat pada umur tiga
tahun. Pada dewasa normal HbA2 menunjukan distribusi yang normal. Pengurangan sintesis HbA2
dianggap sebagai gangguan yang diperoleh, yaitu sebagai akibat dari kekurangan zat besi atau
terganggunya pengiriman zat besi untuk mengembangkan sel-sel eritrosit
(Sumber: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/4/Chapter II.pdf)