Anda di halaman 1dari 24

FARMAKOGNOSI FITOKIMIA III

SUATU TINJAUAN KOMPREHENSIF

Oleh
Wahono Sumaryono

Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Pancaasila

Dr. S. Brotosutaryo, Apt.

Bahan Kuliah Farmakognosi Fitokimia III

Dosen Fitokimia pada Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
SUATU TINJAUAN KOMPREHENSIF
I.

PENDAHULUAN
FITOKIMIA adalah suatu ilmu yang mempelajari kimia tumbuhan yang

berkaitan dengan aneka ragam senyawa organik yang dibentuk, ditimbun atau
digunakan lebih lanjut sesuai fungsinya oleh tubuhan yang bersangkutan. Hal itu
berkaitan dengan struktur kimia, biosintesis, perubahan serta metabolism berbagai
senyawa,

penyebaran alamiah dan fungsi biologisnya dalam interaksi anatara

tumbuhan dengan ekosistem. Pada perkembangannya lebih lanjut, fitokimia telah


menjadi disiplin ilmu tersendiri yang boleh dikatakan berada diantara kimia organik
bahan alam dan biokomia tanaman serta berkaitan erat dengan keduanya.

Kandungan kimia tumbuhan dapat digolongkan menurut beberapa cara,


yakni beredasarkan struktur kimianya, metabolismenya, aktivitas biologisnya,
taksonominya, senyawa pemula dalam biosintesis ( precursor ), ataupun menurut
cara pengelompokan lainnya. Pada kenyataannya, perkembangan fitokimia yang
cukup pesat adalah

berkat

pemanfaatan

kemajuan teknik-teknik isolasi,

pemurnian dan identifikasi. Sampai dengan tahun 1985 saja telah berhasil
diidentifikasi senyawa golongan metabolit sekunder yang terdiri lebih dari 7000
senyawa golongan alkaloida, 1000 senyawa golongan flavonoida, 4650 senyawa
golongan terpenoida, 100 senyawa golongan glukosinolat dan masih banyak lagi
metabolit sekunder lain yang
khasiatnya sebagai

menjadi objek

telahan farmasi

dikarenakan

obat atau karena kegunaannya sebagai bahan baku obat.

Jumlah senyawa tersebut terus bertambah, karena tiap tahunnya dari hasil
penelitian fitokimia secara keseluruhan di dunia internasional lebih dari 1000
senyawa berhasil dielusidasi struktur kimianya.
Ada

kemajuan

teknologi

di

bidang

KROMATOGRAFI

dan

SPEKTROSKOPI yang berkemamouan analitis sampai dengan kadar mikrogram

(10-6 g), bahkan sampai nanogram (10-9), merupakan dukungan yang sangat berarti
bagi kemajuan fitokimia. Hal tersebut cukup beralasan karena dalam banyak kasus
fitokimiawi seringkali penyelesaian masalah ataupun jawaban-jawaban terhadap
fenomena biologis dalam dunia tumbuhan ; misalkan masalah regulasi zat pengatur
tumbuh, interaksi tumbuhan dengan insekta, interaksi antara tumbuhan dengan
mikroba penyebab penyakit bagi tumbuhan yang bersangkutan, dan lain
sebagainya, memerlukan dukungan alat-alat analisis kimia

yang canggih.

Dukungan tersebut mutlak diperlukan karena perubahan-perubahan (turn over)


kualitatif maupun kuantitatif dari senyawa-senyawa kimia yang terlibat dalam
proses-proses yang bersangkutan adalah dalam jumlah yang sangat kecil
(mikrogram sampai nanogram, atau bahkan lebih kecil lagi).
Berdasarkan uraian tersebut, jelaslah bagi kita bahwa untuk penguasaan
fitokimia secara menyeluruh, selain dibutuhkan penguasaan pengetahuan tentang
biogenesis maupun biosintesis senyawa, teknik analisis biokimiawi dan
fisiologi tumbuhan, juga pengetahuan dan pengalaman dalam hal isolasi,
pemurnian, identifikasi sampai dengan elusidadi struktur senyawa-senyawa
organik asal tanaman.
Dengan memahami pengetahuan tentang peranan metabaolit sekunder
dalam interaksi antar tanaman dengan ekosistemnya, dan disertai penguasaan
pengetahuan

dan

teknologi

kultivasi

spesies

tanaman

obat

yang

akan

dikembangkan menjadi komoditi agro industri, serta pemasaran produknya, maka


pengembangan agro industri tanaman obat akan memberikan penghasilan
tambahan kepada petani produsen disamping produk-produk holtikultura, tanaman
pangan atau tanaman hias.

II.

PENERAPAN

Berkat perkembangan yang maju, fitokimia telah mempunyai kedudukan


yang mantap diantara cabang-cabang ilmu tumbuhan. Penerapan fitokimia untuk
disiplin ilmu-ilmu tumbuhan seperti genetika, fisiologi, sistematika, ekologi, fitoterapi,
fitoterapi, paleobotani dan sebagainya, menunjukkan bahwa fitokimia mempunyai

peranan penting dalam menunjang perkembangan cabang-cabang ilmu tumbuhan


lainnya. Disamping itu dalam bidang farmasi, fitokimia telah banyak memberi
sumbangan berupa informasi tentang senyawa-senyawa kimia dari tumbuhtumbuhan yang berkhasiat sebagai obat atau efek biologik lainnya yang bukan
sebagai obat. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut pada bab berikut ini :

a.

Fisiologi Tumbuhan
Secara singkat dapat dikatakan bahwa sumbangan fitokimia kepada

fisiologi tumbuhan berupa penentuan struktur, asal-usul biosintesis, dan ragam


kerja hormon alamiah tumbuhan. Sebagai hasil kerjasama antara peneliti bidang
fitokimia dan bidang fisiologi tumbuhan secara berkesinambungan, telah dikenal
senyawa-senyawa pengatur tumbuh, yakni senyawa-senyawa golongan : auksin,
sitokinin, asam absisat, giberelin, dan etilena. Adapun contoh senyawa dari
masing-masing golongan tersebut ditampilkan pada gambar 1 berikut :

Gambar 1 : Contoh senyawa pengatur tumbuh dalam tanaman.

Auksin merupakan hormin tanaman yang peertaman kali diteliti. Kata


auksin berasal dari bahasa Yunani auxem, yang berarti tumbuh. Auxin terdiri
dari beberapa jenis senyawa kimia ; misalkan Indole 3 acetic acid (IAA), Indole
3 acetonitrile (IAN).
Dari hasil penelitian dalam ruang lingkup fisiologi tanaman dapat ditunjukkan
bahwa auxin disintesis terutama pada jaringan meristematis yakni ujung kuncup,
ujung akar, serta daun, bunga, dan buah yang sedang berkembang. Adapun efek
fisiologis dari auxin adalah cukup kompleks, karena jaringan yang berbeda
melakukan respon yang berbeda pula terhadap auxin. Secara klasik auxin
diidentifikasi mempunyai efek fisiologis dalam hal memacu pertumbuhan jaringan
melalui stimulasi perpanjangan sel yang berada dalam jaringan meristematis.

Disamping itu, auxin juga diduga mempunyai peranan bagian dalam hal gugurnya
daun dan bunga, serta dalam hal pembelahan sel.
Gibberellins terdiri dari banyka anggota senyawa yang mempunyai
kemiripan dengan senyawa triterpenoid tetra siklis. Gibberellins ditemukan pada
tanaman tinggi, dimana biji yang belum masak dari tanaman yang bersangkutan
merupakan sumber yang baik untuk mengidentifikasi keberadaan geny tersebut.
Senyawa anggota Gibberellin kesemuanya merupakan asam karboksilat, oleh
karena itu juga serign disebut sebagai asam giberelat (gibberellic acid = GA).
Untuk membedakan satu dengan lainnya maka masing-masing anggota Gibberellin
diberi nomor

GA1, GA2, GA3, dan seterusnya. Aktivitas Gibberellin menurut

penelitian terdapat di berbagai bagian tanaman, seperti pada kuncup, akar, daun,
bagian-bagian bunga, biji, dan sebagainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa
bagian vegetatif dari tanaman menunjukkan aktivitas GA yang lebih rendah
dibanding bagian tanaman yang reproduktif. Biji yang belum masak biasanya kaya
akan GA (10 100 mg per g basah) dan merupakan sumber GA yang potensial
untuk diisolasi dan diidentifikasi. Efek fisiologi dari Gibberellin adalah lebih kepada
pemanjangan sel (cell elongatin) daripada pembelahan sel (cell division).
Cytokinin diketemukan sebagai hasil kerja ekstensif dengan obyek kultur
jaringan tanaman oleh Skoog pada periode 1945-1955. Senyawa-senyawa dalam
kelompok cytokinin berupa turunan purine. Secara fisiologis, cytokinin diidentifiaksi
oleh Skoog sebagai senyawa yang memacu pembelahan sel dalam kultur kalus
yang tumbuh dalam media yang mengandung bahan nutisi organik dan anorganik,
serta faktor pertumbuhan termasuk penambahan auxin dari luar (exogenous auxin).
Secara umum, cytokinin berperan dalam memacu pembelahan dan diferensiasi sel,
serta memperpanjang proses penuaan sel.

Absocisic Acid (ABA ; asam abskisat) merupakan senyawa golongan


seskuiterpenoida dengan formula C15H20O4. Secara fisiologis asam abskisat
diidentifikasi mempunyai efek memacu masa tidak aktif (dormancy) kuncup
tanaman, berkecambahnya biji, pematangan buah, penutupan stomata pada waktu
tanaman mengalami kekurangan air, dan sebagainya.

Ethylene (etilena) terdapat dalam berbagai jaringan tanaman seperti


dalam buah, bunga, daun, akar, biji, dan sebagainya. Dari berbagai penelitian
dilaporkan beberapa efek fisiologis dari etilena antara lain mempercepat
pematangan daging buah, mendorong gugurnya daun, stimulasi memucatnya
warna pada bunga, dan sebagainya.

b.

Patologi tumbuhan
Dalam bidang patologi tumbuhan, analisa fitokimia diperlukan untuk

menentukan ciri atau sifat kimia dari senyawa-senyawa, baik yang disintesis oleh
mikroba yang menyerang suatu tanaman maupun yang disintesis oleh tanaman
yang bersangkutan sebagai jawaban terhadap serangn mikroba terasebut.
Senyawa kimia yang disintesis oleh mikroba pad waktu mikroba tersebut
menyerang suatu tanaman disebut sebagai FITOTOKSIN, sedangkan senyawa
kimia yang disintesis oleh tanaman sebagai jawaban terhadap serangan mikroba
tersebut dinamakan FITOALEKSIN.
Beberapa contoh senyawa dari fitotoksin yang paling dikenal ialah senyawa
LIKOMARASMIN dan ASAM FUSARAT ; yakni suatu turunan asam amino yang
menyebabkan layu pada tanaman tomat. Selain kedua senyawa tersebut, fitotoksin
lain

yang

telah

diidentifikasi

berupa

senyawa

glikopeptida,

naftokuinon,

seskuiterpenoid, dan senyawa-senyawa dengan struktur lainnya. Demikian halnya


dengan fitoaleksin, sampai saat ini dikenal sebagai senyawa yang mempunyai
struktur kimia yang berbeda-beda tergantung pada tanaman yang mensintesisnya.
Ditinjau dari struktur kimianya, fitoaleksin dapat berupa SESKUITERPENOID
misalkan senyawa RISITIN dari tanaman Solanum tuberosum, ISOFLAVONOID
misalkan senyawa PISATIN dari Pisanum sativum, ASETILENA misalkan ASAM

WIERON dari Vicia faba, FENOL ; misalkan senyawa ORSINOL dari Orchis
militaris, dan jenis-jenis senyawa lainnya. Beberapa contoh Fitoaleksin yagn
dihsilkan berbagai spesies tanaman dipaparkan pada table 1 berikut :
Tabel 1 : Beberapa contoh Fitoaleksin dari Berbagai Spesies Tanaman

c.

Ekologi tumbuhan
Dalam ekologi tumbuhan, peristiwa yang menarik para peneliti adalah

interaksi antara tanaman yang satu dengan tanaman lain, dan antar tanaman
dengan hewan. Pada kedua macam interaksi tersebut, peranan metabolit sekunder
yang disintesis oleh masing-masing tanaman cukup penting untuk mempertahankan
eksistensi individu tanaman yang bersangkutan.

Didalam interaksi antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain
dikenal

suatu

peristiwa

yang

dinamakan

ALELOPATI

(allelopathy)

yaitu

penyebaran metabolit sekunder dengan cara ekskresi melalui daun atau akar
disekitar tempat tumbuh tanaman yang bersangkutan dengan tujuan meniadakan
tanaman pesaingnya dalam hal memperebutkan makanan. Sebagai contoh dari
peristiwa

tersebut

adalah

diekskresikannya

senyawa

5-Glucosyl

-1,4,5-

trihidroksinapthalen (bentuk inaktif) dari daun tanaman dan akar Julgans regia
yang secara umum dikenal dengan nama walnut (sejenis kenari) disekitar tempat
tumbuhnya. Oleh mikroba tanah, senyawa tersebut dihidrolisa dan dioksidasi
menjadi HIDROKHINON (JUGLON), yang mana bersifat toksik bagi rumputrumputan yang tumbuh disekitarnya (lihat gambar 1)

1 = Pelepasan senyawa 5-Glucosyl -1,4,5-trihydroxynaphtalen melalui


pembasuhan daun oleh air hujan
2 = Pelepasan senyawa tersebut oleh akar
3 = Transformasi senyawa oleh mikroba tanah (proses hidrolisa oksidasi)
4 = Efek allelopati terhadap rumput rumputan atau tanaman lain disekitar
tempat tumbuh Juglans regia

Gambar 2 : Pembentukan Juglon dari 5-Glucosyl-1,4,5trihydroxynaphthalen pada tanaman Jugans regia.

Di dalam interaksi antara tanaman dengan hewan (dari serangga sampai


dengan hewan besar) berperan pula senyawa senyawa yang tergolong metabolit

sekunder. Ditinjau dari fungsinya kelompok senyawa-senyawa dalam interaksi


tersebut mempunyai peran masing-masing sebagia alat pemikat (attractant), alat
penangkal (repellant) maupun untuk melindungi jaringan tanaan terhadap keadaan
patologis (jaringan luka) atau keadaan fisik yang ekstrim (kekeringan, intensitas
cahaya lembayung ultra yang tinggi, musim dingi, dsb). Contoh attractant misalnya
beberapa senyawa FALVONOIDA, dalam pigmen daun bunga, senyawa AMINOID
(allyglucosinolates) yang baunya khas seperti faeces sehingga mempunyai daya
tarih terhadap lalat dalam rangka membantu terjadinya penyerbukan (polinasi).
Contoh

dari

repellant

misalnya

GLIKOSIDASIANOGEN,

KUINON,

dan

sebagainya. Sedangkan yang tergolong protectant misalnya TANIN, LIGNIN,


RESIN, dan sebagainya. Hubungan antara fotosintesis metabolisme primer dan
metabolism sekunder, serta fungsi metabolit sekunder bagi tanaman dalam
berinteraksi dengan lingkungannya secara skelmatis diilustrasian pada gambar 3
dan 4 berikut :

Gambar 3 : Alur hubungan fotosintesis metabolism primer metabolism


sekunder dan fugnsi metabolit sekunder dalam interaksi dengan ekosistem.

Gambar 4 : skema strategi pertahanan diri dari tanaman untuk


mempertahankan eksistensinya dalam interaksi dengan ekosistem.

d.

Paleobotani
Pada perkembengannya lebih lanjut, fitokimia juga digunakan untuk

menelaah tumbuhan fosil, khususnya dalam hal menguji berbagai hipotesis


mengenai asal-usul tumbuhan darat. Beberapa hasil analisis fitokimia yang telah
dicapai di bidang paleobotani antara lain identifiaksi pigmen khlorofil yang telah
terurai sebagian dalam endapan lignit yang berumur sekitar 50 juta tahun,

identifikasi karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dari zaman paleozolikim yang


berumur 250 400 jutan tahun, dan diidentifikasi hidrokarbon dalam tanaman
equisetum yang hidup pada zaman triasikum yang berumur 200 juta tahun.
Kontribusi fitokimia bagi paleobotani yang juga tak kalah penting adalah
hasil identifikasi senyawa terpena dalam dammar fosil dan batu ambar fosil yang
menghasilkan data baru yang sangat menarik perhatian dari segi filogenetik (asalusul tumbuhan).
e. Genetika Tumbuhan
pada masa lampau, sumbangan fitokimia kepada genetika tumbuhan tinggi
mulai berkembang melalui pengidentifikasian antosianin, flavon dan pigmen
karotenoid yang terdapat dalam genotype warna yang berbeda pada tanaman
kebun. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pengaruh biokimia
terhadpa gen-gen yang berkaitan dengan pembentukan zat warna tersebut cukup
mudah dimengerti. Hal itu terjadi kemungkinan besar melalui jalur-jalur biosintesis
pigmen.
Sumbangn fitokimia ynag lebih baru dibidang genetilka ialah identifikasi
tumbuhan hibrida dan penentuan asal-usul induknya dengan cara kimia. Bersamasama dengan SITOLOGI, FITOKIMIA dimanfaatkan untuk analisis VARIASI
GENETIKA antar tumbuh-tumbuhan didalam satu populasi.
f. Sistematika tumbuhan
salah satu bidang yang cepat berkembang dengan adanya dukungan
fitokimia adalah disiplin ilmu khemotaksonomi. Pada dasarnya khemotaksonomi
adalah suatu telaah kimia dalam kelompok yang terbatas (misalkan satu familia),
terutama mengenai kandungan metabolit sekundernya atau senyawa makromolekul
yang dijadikan indicator bagi penggolongan tumbuhan. Salah satu golongan
senyawa yang paling banyak digunakan untuk studi sistimatika tumbuhan adalah
FLAVONOIDA.
g. Pemanfaatan Senyawa
senyawa-senyawa yang terdapat dalam tumbuhan, terutama kelompok
metabolit sekunder telah banyak diteliti untuk berbagai keperluan. Pada awal
perlembangan studi fitokimia, kebanyakan eksplorasi metabolit sekunder tanaman

ditujukan untuk mencari aktivitas biologis missal sebagai obat, bahna obat,
korigensia, zat pewarna, insektisida, dan lain-lainnya.
Pemanfaatan senyawa-senyawa dalam tumbuhan yang berkhasiat obat
sangat memacu perkembangan ilmu farmakognosi maupun perkembangan industry
obat-obatan. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa seiring dengan kemajuan di
bidang kimia organic sintesis, tanaman obat masih merupakan sumber dari 25%
obat0obatan yang diresepkan. Adapun contoh-contoh dari beberapa senyawa asal
tumbuhan yang digunakan salam obat moern dapat dipaparkan papa table berikut :
Tabek 2 : Contoh senyawa berkhasiat obat dari berbagai spesies tanaman yang
digunakan dalam formulasi obat modern

Disamping contoh-sontoh senyawa aktif seperti tersebut pada table 1. Dapat


dikemukakan pula contoh-contoh ekstrak tanaman dalam bentuk ekstrak standar
sebagai bahan obat modern. Contoh-contoh ekstrak tersebut ditampilakan pada
table 2 berikut :
Tabel 3 : Contoh Ekstrak Standar untuk Obat Modern

III. METABOLIT SEKUNDER


Sebagaimana telah disebutkan pada diktat pengantar fitokimia, fitokimia
didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kimia tumbuhan yang berkaitan
dengan ragam senyawa organic yang dibentuk, ditimbun, atau digunakan lebih
lanjut sesuai fungsinya oleh tumbuhan yang bersngkutan. Hal itu berkaitan dengan
struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran
alamiah dan fungsi fisiologisnya dalam interaksi antara tumbuhan dengan
ekosistem.
Untuk memahami biosintesis senyawa-senyawa didalam tumbuhan secara
menyeluruh baik yang dikategorikan sebagai metabolit primer maupun metabolit
sekunder, perlu ditelaah dua masalah terkaitnya. Masalah yang pertama
menyangkut prosesnya, sedangkan yang kedua berkenaan dengan fenomenanya.
Pemahaman terhadap rangkaian proses biosintesis senyawa-senyawa di dalam
tumbuhan mengharuskan kita menelusuri mulai dari kegiatan dasar tumbuhan untuk
kelangsungan

hidupnya

yakni

fotosintesis,

kemudian

dilanjutkan

dengan

metabolism primer dan metabolism sekunder. Disamping itu perlu juga dipahami
perbedaan fungsi dan karakteristika antara metabolism primer dengan metabolism
sekunder dari sudut pandang ekosistem. Pada diktat ini focus bahasan diarrahkan
pada metabolir primer dengan proses terkaitnya.
Metabolit primer didefinisikan sebagai senyawa yang disintesis oleh makhluk
hidup (dalam hal ini tanaman) untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, yakni tumbuh
dan berkembang. Mengacu kepada fungsinya untuk tumbuh dan berkembang
makan metabolism primer memiliki karakteristika yang bersifat universal, uniform,
konservatif, dan mutlak. Karakteristika universal dimaksudkan bahwa metabolism
primer dilaksanakan oleh semua makhluk hidup tanpa kecuali. Karakteristika
uniform dimaksudkan bahwa pola metabolismenya seragam atau identik untuk
semua spesies. Namun karakteristika konservatid dimaksudkan bahwa metabolism
primer dilaksanakan oleh individu (tanaman) yang bersangkutan untuk memelihara
tetap berlangsungnya proses-proses dasar untuk kehidupannya. Sedangkan
karakteristika mutlak dimaksudkan untuk menegaskan bahwa metabolism primer
haris dilaksanakan oleh individu yang bersangkutan agar tetap hidup.

Mengenai proses terkait dengan metabolism primer yang akan dibahas


dalam diktata ini adalah peristiwa fotosintesis, yang merupakan kegiatan awal
sebelum dilakukan metabolism primer.

1. FOTOSINTESIS
Fotosintesis

adalah

suatu

proses

konversi

karbondioksida

menjadi

karbohidrat melalui bantuan cahaya bagi organism yang mempunyai khlorofil (lihat
skema 1) :
Skema 1 : CO2 (CHO)n
Meskipun fotosintesis itu merupakan proses bertahap (multisteps), yang
mana kompleksitasnya belum secara keseluruhan dapat di elusidasi, namun
kerangkan mekanismenya dapat didekati melalui senyawa kimia yang diperlukan
maupun dihasilkan serta penerapan prinsip-prinsip biokimiawi. Pertama-tama sudah
dapat dilihat bahwa CO2 mempunyai derajad oksidasi lebih tinggi (tidak mempunyai
atom H) dibandingkan karbohidrat. Oleh karena itu untuk mengubah CO2 menjadi
(CH2O)n perlu penambahan hydrogen atau dengan kata lain, bahwa prose situ
harus ada reduksi CO2 dimana [H] merupakan reduktornya. (lihat skema 2) :
Skema 2 : CO2 + [H] (CH2)n
Tinjauan lebih jauh lagi daripada skema 2 dapat dilakukan, karena selama
ini diketahui bahwa dalam proses reduksi yang demikian memerlukan penambahan
electron (lihat skema 3)
Skema 3 : CO + e- + (+H+) (CH2)n
Atas dasar itu, proses tersebut harus merupakan suatu system oksidasi
reduksi (redox system) biologis yang mampu menyediaak electron untuk reduksi.
Dari berbagai penelitian disebutkan bahwa Eo (potensial redox) dari system redox
tersebut jauh lebih negative dari -0,4 Volt yang merupakan harga Eo dari system
CO2/(CH2O)n. oleh karena itu, reduksi tersebut memungkinkan terjadinya aliran
electron secara eksergonik dan menu=imbulkan adanya gradian elektrokimiawi.
Dari uraian tersebut dapat dikemukakan beberapa argumentasi sebagai berikut :
yang pertama bahwa proses fotosintesis dapat dideskripsikan sebagai suatu reaksi
yang digambarkan dalam skema 4 berikut ini :

Skema 4 : CO2----- (CHO)n


Pada reaksi tersebut X- merupakan bentuk tereduksi daris sitem reduksi
X/X- dimana Eo lebih negative dibandingkan -0,4 Volt. Yang kedua, dari prose situ
dapat diprediksi bahwa konversi dari CO2 menjadi karbohidrat memerlukan
masukan sejumlah besar energy. Hal tersebut dipres=diksi dengan melihat fakta
bahwa pada respirasi yakni oemecahan karbohidrat menjadi CO2 (proses kebalikan
dari fotosintesis) dilepaskan energy bebas dalam jumlah yang besar (lihat skema 5).
Atas dasar itu, sejumlah energy yang ekivalen dengan energy bebas yang
dihasilkan dari proses respirasi tersebut harus bersedia mengkonversi CO2 menjadi
karbohidrat.
Skema 5 : (CH2))n + O2
Yang ketiga, bahwa dugaan dengan menggunakan pola piker seperti diuraikan
tersebut diatas mempunyai derajad akurasi yang cukup baik. Argumentasi dari
pernyataan itu adalah sebagai berikut :
Untuk mempertahankan agar reaksi yang digambarkan pada skema 4 tetap berjalan
kea rah bentuk teroksidasi (X), dari system redoks tersebut harus dires=duksi
kembali kea rah terbentuknya X-. electron yang diperlukan untuk proses reduksi
tersebut haruus berasal dari bentuk tereduksi dari system redoks yang kainnya
yang diebut sebagai dono elektron. Dalamkonteks seperti itu ,donor elektron harus
mempunyai dua sifat yakni, yang pertama harus mempunyai Eo yang jauh lebih
negative dibandingkan Eo dari system X/X- sehingga electron yang melakukan
reduksi dari X menjadi X- secara eksergonik dapat menghasilkan perbedaab
(gradient) elektrokimiawi. Yang kedua donor tersebut harus tersedia secara
melimpah (abundant) dan terdapat di banyak tempat (ubiquitous) dalam biosfer.
Dalam kenyataannya tidak ada system redoks alami yang mempunyai kedua sifat
tersebut. Di alam banyak terdapat donor electron yang secara local melimpiah dan
terdapat di banyak tempat, yakni system redoks O2/H2O, akan tetapi system
tersebut mempunyai harga Eo yang positip dibandingkan system X/X- (Eo O2/H2O
= +0,82 V).
Ada beberapa system redoks yang mempunyai harga Eo negative, akan tetapi tak
satupun ada di biosfer dalam jumlah yang menciukupi. Oleh karena itu secara

ringkas dapat disimpulkan bahwa energy yang diperlukan untuk beerlangsungnya


proses dalam system redoks X-/X adalah adanya perbedaan eletrokimiawi dalam
system itu sendiri (dari bentuk tereduksi X- sebagai donor electron menjadi bentuk
teroksidasi X).
Selain hipotesa mengenai masukan energy yang disebabkan oleh adanya
perbedaan elekttrokimiawi, dari system redoks tersebut diatas hipotesa lainnya
adalah berkaitan dengan pembentukan ATP (Adenosine Tri Phosphate) dari ADP
(Adenosine Di Phosphate) dan orthophosphate. Hipotesa yang disebut terakhir
adalah berdasarkan fakta abahwa senyawa antara terfosforilasi (phosphorylated
intermediates) diketahui ikut mengambil bagian dalam metabolism karbohidrat
termasuk dalam kaitannya dengan fotosintesis. Dalam hal itu, produksi senyawa
antara terfosforilasi merupakan hasil kerja dari ATP. Pelaku fosforilasi ADP yang
terbantuk harus dikonversikan kembali menjadi ATP untuk menjaga proses yang
memerlukan banyak energy itu tetap beerjalan (Ago = +30,5 k J mol-1 ADP).
Atas dasar itu, proses fotosintesis pada tahap konversi eenrgi tersebut dapat
digambarkan pada skema 6.
Donor electron (system redoks dimana Eo < 0,4 V)
Yang keempat, bahwa energy yang dibutuhkan untuk berjalannya proses
fotosintesis berasal dari energy cahaya. Energy cahaya dari alam tersebut harus
ditangkap oleh suatu system pigmen yang komponen utamanya adalah khlorofil.
Atas dasar itu, peruses fotosintesis dapat digambarkan secara skematis seperti
skema 7.
Skema 7 :
Berdasarkan skema 7 tersebut, beberapa persyaratan bagi terjadinya fotosintesis
adalah sebagai berikut :
1. Konversi CO2 menjadi karbohidrat memerlukan kekuatan pereduksi dan
ATP
2. Cahaya hanya diperlukan untuk menghasilkan kekuatan pereduksi dan ATP
3. Cahaya tidak diperlukan untuk mengkonversi CO2 menjadi karbohidrat bila
sudah tersedia kekuatan pereduksi dan ATP.

Oleh karena itu fotosintesis dapat terjadi pada fasa yang ada cahaya maupun pada
fasa gelap (tanpa cahaya). Pada fasa cahaya, fotosintesis melibatkan proses untuk
menghasilkan kekuatan oereduksi dan ATP, sedangkan pada fasa gelap melibatkan
penggunaan kekuatan pereduksi dan ATP untuk mengkonversi CO2 menjadi
karbohidrat,\.
2. BIOSINTESIS KARBOHIDRAT
2.1 Daur Calvin
Penelitian yagn dilakukan oleh Calvin (Melvin Calvin) menghasilkan penjelasan alur
reaksi dari CO2 manjadi 3-PGA (3-Phospho Glyceric Acid = 3-asam fosfogliserat).
Atas karyanya yaitu Calvin mendapat hadiah Nobel pada tahun 1961.
Adapun skema reaksinya adalah sebagai berikut :

Penemuan reaksi daur Calvin semula diperkiirakan telah memecahkan masalah


penambatan dan reduksi CO2 pada tumbuhan, tapi penemuan lebih baru dalam
penelitian fotosintesis pada beberapa spesies tumbuhan tropika dari keluarga
Gramineae, seperti jagung, padi, bamboo, dan sebagainya menunjukkan bahwa
reaksi karboksilasi utama dari beberapa spesies tersebut berbeda dari reaksi yang
melibatkan Ribulosa Bifosfat (RuBP).
Spesies tumbuhan yang menambat CO2 menjadi 3-PGA (penemuan Calvin)
disebut sebagai spesies C-3, sedangkan spesies yang menghasilkan asam 4karbon (seperti asam malat, asam asparta) sebagai produk utama awal
penambatan CO2, disebut sebagai spesies C-4 (penemuan Kortshak dkk, Hatsch
dan Slack).
Adapun daur Calvin dapat digambarkan secara skematis sebagai berikut :

Keterangan :
Reaksi 1

: Penambahan COa2 menjadi 3-PGA ditentukan oleh enzim


Ribulosa bifosfat

Reaksi 2

karboksilase ( disingkat Rubisko)

: Fosforilasi 3-PGA oleh ATP membentuk 1,3 bis PGA, dikatalisis


oleh enzim Fosfogliserokinase

Reaksi 3

: Reduksi 1,3 bis PGA menjadi 3-Fosfogliseraldehida (3-PGald)


dikatalisis oleh 3-Fosfogliseraldelida dehidrogenase.

Reaksi 4

: Isomerasi 3-PGald membentuk dihidroksiaseton fosfat, dikatalisis


oleh Triosafosfat isomerase.

Reaksi 5

: Konjugasi aldol dari P-Gald dan dihidroksiaseton-P membentuk


fruktosa-1,6, bis P dikatalisasi oleh aldolase.

Reaksi 6

: Hidrolisis fosfat dari C-1 pada fruktosa-bis P membentuk fruktosa-6P (F-6-P) dikatalisis oleh Fruktosa 1,6-bisfosfat fosfatase.

Reaksi 7

: Pemindahan dua karbon teratas dari F-6-P menjadi 3-PGald untuk


membentuk xilulosa-5-P-5-karbon dan melepaskan eritrosa-4P 4
karbon, dikatalisasi oleh transketolase.

Reaksi 8

: Gabungan aldol pada eritrosa-4-P dan dihidroksiaseton-P untuk


membentuk sedoheptulosa-1,7-bis P dikatalisis oleh aldolase.

Reaksi 9

: Hidrolisis fosfat dari C-1 pada sedoheptulosa-1,7-bis P membentuk


sedoheptulosa-7-P

Reaksi 10

: Pemindahan dua karbon teratas sedoheptulosa-7-P menjadi 3PGald membentuk Ribosa-5-P dan Xilulosa-5-P, dikatalisis lagi oleh
transketolase.

Reaksi 11

: Xilulosa-5-P diisomerasi oleh enzim epimerase membentuk pentose


fosfat lain yakni ribulosa-5-P

Reaksi 12

: Xilulosa-5-P ini juga dapat dibentuk dengan enzim isomerase lain


yang menggunakan Ribosa-5-P sebagai substrat.

Reaksi 13

: Xilulosa-5-P diubah menjadi RuBp oleh enzim ribulosa-5-P kinase


(memungkinkan penambatan CO2 berlangsung lagi).

Secara singkat gambaran biosintesa karbohidraat melalui daur Calvin adalah


sebagai berikut :

Senywa karbohidrat yang dibentuk oleh tumbuhan, selanjutnya digunakan sebagai


karbohidrat cadangan atau sebagai karbohidrat jaringan. Contoh karbodidrat
cadangan adalah pati (terdiri dari molekul amilosa dan amilopektin), fruktan,
dekstrin, dekstran, dan lain lain. Sedangkan contoh karbohidrat jaringan adalah
pectin, selulosa, glukomanan, dan sebagainya. Berdasarkan jumlah molekul
penyusunnya, karbohidrat dikelompokkan menjadi monosakharida, oligosakharida,
dan polisakharida.
Monosakharida adalah gula sederhana ( suatu polyhydroxyaldehide atau
polyhydroxyketone) dimana bila dihidrolisa tidak lagi mempunyai struktur dasar
sakharida lagi. Contoh senyawa monosakharida adalah biosa (2C), tiosa (3C),
tetrosa (4C), pentose (5C), dan heptosa (7C).
Beberapa contoh senyawa senyawa golongan hexsosa adalah sebagai berikut :

Oligosakharida pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai glikosida, terdiri dari


2-8 molekul gula. Berdasarkan jumlah molekul gulanyamaka senyawa yang
bersangkutan dinamakan di-tri-tetrasakharida, dan seterusnya.
Bentuk ikatan glikosidik-nya dapat berupa C-glikosidik atau O-glikosidik.
Contoh disakharida adalah maltose, trehalosa, sakharosa, dan sebagainya. Contoh
trisakharida adalah umbeliferosa, glukosilrutmosa, xilosilrutmosa, dan sebagainya.
Contoh tetrosa adalah stakhiosa. Beberapa contoh senyawa disakharida adalah
sebagai berikut.

Polisakharida adalah suatu ikatan polimer yang sebagian golongan terdiri dari 70100 unit monosakharida, sedangkan kebanyakna golongan terdiri dari 1000-10.000

unit monosakharida. Bila unit monosakharida homogeny maka seyawa polimernya


disebut homo-polisakharida, contohnya adalah senyawa glukan, mannan, galaktan,
dan sebagainya. Bila unit monosakharidanya campuran (heterogen) maka senyawa
polimernya

disebut

hetero-polisakharida,

contohnya

adalah

senyawa

mannogalaktan, xiloglukan, dan sebagainya.


3. BIOSINTESIS ASAM LEMAK DAN LIPIDA
Asam lemak terdapat dalam tumbuhan terutama dalam bentuk terikat, yakni
teresterkan dengan gliserol sebagai lemak atau lipida. Lipid ini meliputi 7% bobot
kering dalam daun tumbuhan tinggi dan penting sebagai bahan pembentuk
membrane dalam klooroplas dan mitokondria. Lipida terdapat sab=ngat banyak
dalam biji atau buah sejumlah spesies tumbuhan dan merupakan bentuk cadangan
energy bagi tumbuhan itu untuk digunakan pada saat berkecambah.
Rumus bangun umum dari lemak atau minyak digambarkan sebagai berikut :

Lemak jarang disimpan di daun, batang atau akar, tetapi sebagian besar disimpan
di biji dan daging buah (missal alpokat, zaitun). Dibandingkan dengan karbohidrat,
lemak lebih banyak engandung karbon dan hydrogen dan lebih esdikit oksigen. Bila
melakukan respirasi, akan lebih banyak O2 digunakan tiap satuan bobot, sehingga
lebih n=banyak ATP yang terbentuk. Hal itu memungkinkan bahwa lebih banyak
energy yang disimpan dalam bentuk lemak daripada karbohidrat.

Lemak yang disimpan dlaam biji dan buah tidak diangkut dari daun, melainkan
disintesis in-situ (di biji dan di buah itu sendiri) dari sukrosa atau gula lainnya yang
didistribusikan sebagai hasil fotosintesis. Baik asam leak maupun lemak
mempunyai lelarutan ayng kurang dalam air sehingga tidak dapat diangkut lewat
floem atau xylem.

Pengubahan karbohidrat menjadi lemak memerlukan produksi asam lemak dan


gliserol sehingga asam lemak dapat teresterifikasi. Unit gliserol (A-gliserofosfat)

terbentuk oleh reduksi dihidroaseton fosfat yang dihasilkan pada glikolisis dengan
jalur reaksi sebagai berikut :

Gambar 5 : Alur reaksi glikolisis

Adapun unit asam lemak dibentuk oleh kondensasi berganda dari unit setelah
asetat di asetil CoA, sebagian besar reaksi sintesis asam lemak terjadi hanya di
kloroplas daun, proplastid biji, dan akar. Asam lemak yang disintesis di organ-organ
tersebut terutama asam palmitata dan asam oleat. Asetil Co A yang digunakan
untuk membentuk lemak di kloroplas sering dihasilkan oleh piruvat dehidrogenase.
Asam lemak primer yang terbentuk melalui jalur asetat-malonat adalah asam
palmitat. Proses metabolismenya digambarkan sebagai berikut :

Gambar 6 : Biosintesis asam lemak


Keterjaitan Fitokimia dengan ilmu lainnya
1. Fisiologi tumbuhan : penentuan struktur, asal-usul sintesis dari ragam
.alamiah tumbuhan (auksin, gilin, asam abkisat, sitokinin)
2. Patologi tumbuhan : fitotoksin fitoaleksin interaksi tanaman dengan
pathogen atau penyakit
3. Ekologi tumbuhan : Alelopati, alelokemi
4. Paleobotani : Lignit (btubara muda) ~ 50 juta tahun minyak bumi
5. Genetika tumbuhan : : pigmen tumbuhan identifikasi tumbuhan hibrida asal
usul induk tumbuhan
6. Sistematika tumbuhan : kemotaksonomi pengelompokan tumbuhan
berdasarkan senyawa kimia yang dibiosintesis olehnya orde, genus,
kelas, familia, spesies.
Aplikasi fitokimia dalam farmasi

A. Pengembangan obat Herbal


a. Jamu
b. Obat Herbal Terstandar

c. Fitokimia
B. Senyawa aktif yang telah dielusidasi struktur kimianya digunakan
sebagai model senyawa (Led Compound dalam kimiawi obat
sintesis.

Beberapa Contoh Fitoaleksin


Jenis Senyawa

Struktur Kimia

Tanaman

yang Familia

memproduksi
Isoflavon

Kieviton

Lablab niger

Fabaceae

Macrobtilum
atropurpureum
Phaseolus aureus
Phaseolus vulgaris
Norseskiterpen

Rhisitin

Solanum tuberosum

Solanaceae

Nicotiana tabacum
Lycopersicon ese
Dihydrophenanthren

Orchimol

Orchis militaris

Orchidaceae

Phenylpropanoid

Asam

Orthosiphonaristatus

Lamiaceae

rosmarinat

Celeus blumei
Anchusa officinalis

Dst tugas : lengkapi dengan senyawa-senyawa lain

INTERAKSI TANAMAN DENGAN LINGKUNGAN


(FUNGSI METABOLIT SEKUNDER)

KHARAKTERISTIKA METABOIT SEKUNDER


DALAM KONTEKS RESPONS DALAM INTERAKSI :
Adaptif, spesifik, variatif, (tidak mutlak untuk tumbuh & berkembang, tetapi mutlak
untuk mempertahankan eksistensi & kelangsungan hidup spesiesnya di dalam
EKOSISTEM)

BIOSINTESIS METABOLIT SEKUNDER merupakan bagian integral dari


METABOLISME UMUM

PERBEDAAN

antara

Metabolit

Primer

dengan

Metabolit

Sekunder

Anda mungkin juga menyukai