PENDAHULUAN
Pemeriksaan
penunjang
yang
terdiri
dari
foto
thoraks,
BAB II
GAGAL JANTUNG
2.1. Definisi
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompakan
darah dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh atau kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan
tekanan pengisian jantung yang tinggi atau kedua-duanya.5
Secara singkat menurut Sonnenblik, gagal jantung terjadi apabila
jantung tidak mampu memompakan darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang normal, meskipun
aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal.6
2.2. Etiologi
Gagal
jantung
dapat
disebabkan
oleh
banyak
hal.
Secara
(autosomal
dominant)
meski
secara
sporadik
masih
outflow
aorta
(kardiomiopati
hipertropik
obstruktif).
2.3 Patofisiologi
Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang
dimulai setelah adanya index event atau kejadian penentu hal ini dapat
berupa kerusakan otot jantung, yang kemudian mengakibatkan berkurangnya
miosit
jantungyang berfungsi
baik, atau
mengganggu kemampuan
simtomatik,
aktivasi
berkelanjutan
dari
sistem
sitokin
dan
Mekanisme Neurohormonal
Beberapa ahli menyarankan gagal jantung dilihat dalam suatu model
neurohormonal yaitu gagal jantung berkembang sebagai hasil ekspresi
berlebihan suatu molekul yang secara biologis aktif, yang dapat
memberikan efek kerusakan jantung dan sirkulasi. 1,4,8
Seiring dengan progresi gagal jantung, masukan inhibisi dari reseptor
arterial dan kardiopulmoner terus menurun, dan masukan eksitasi
meningkat. Akibatnya perubahan keseimbangan ini terjadi peningkatan
aktifitas
pada
sistem
simpatis,
berkurangnya
kemampuan
sistem
dinding anterior juga memiliki efek tambahan pada eksitasi sistem saraf
simpatik efferent. Gambaran sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada
gagal jantung dapat dilihat pada Gambar 2. 1.
Pengaturan mekanisme neurohormonal ini dapat bersifat adaptif
ataupun maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat
memelihara tekanan perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung.
Sistem ini menjadi maladaptif apabila menimbulkan peningkatan
hemodinamik melebihi batas ambang normal, menimbulkan peningkatan
kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel miokard. Adapun
pengaturan neurohormonal sebagai berikut:
Gambar 2.1 Mekanisme aktivasi sistem syaraf simpatik dan parasimpatik pada
gagal jantung.
Dikutip dari : Floras JS10
Angiotensin
II
mempunyai
beberapa
aksi
penting
dalam
mempengaruhi
sirkulasi
perifer
dengan
cara
menurunkan
bioavailabilitas NO.1,5
D. Bradikinin
Penelitian menunjukkan bahwa bradikinin berperan penting dalam
pengaturan tonus pembuluh darah. Bradikinin akan berikatan dengan
reseptor B1 dan B2. Sebagian besar efek bradikinin diperantarai lewat
ikatan dengan reseptor B2. Ikatan dengan reseptor B2 ini akan
menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah. Pemecahan bradikinin akan
dipicu oleh ACE.1,5
E. Remodeling Ventrikel Kiri
Model neurohormonal yang telah dijelaskan di atas gagal
menjelaskan progresivitas gagal jantung. Remodeling ventrikel kiri yang
progresif berhubungan langsung dengan bertambah buruknya kemampuan
ventrikel kiri di kemudian hari. Proses remodeling mempunyai efek
penting pada miosit jantung, perubahan volume miosit dan komponen
nonmiosit pada miokard serta geometri dan arsitektur ruangan ventrikel
kiri.
1,5
10
jantung yang paling penting. Jalur ini akan terbuka saat depolarisasi
membran sewaktu fase upstroke potensial aksi. Akibatnya terjadi influk
kalsium kedalam sel yang menyebabkan fase plateu dan meningkatnya
kadar kalsium dalam sitosol. Beberapa penelitian menunjukkan adanya
penurunan mRNA dan kadar protein serta meningkatnya proses fosforilasi
pada jalur ini. Kedua kondisi ini menyebabkan abnormalitas pada influks
kalsium dan mempengaruhi pelepasan kalsium oleh retikulum sarkoplasma
dimana hal ini akan menurunkan kecepatan pengambilan kalsium sehingga
menyebabkan konstraksi dan pengisian jantung menurun.1,5
Kontraksi dan relaksasi jantung merupakan interaksi yang
tergantung pada energi yang memerlukan pemasukan kalsium dalam
sitosol. Proses kontraksi-eksitasi merupakan proses yang menghubungkan
depolarisasi membran plasma dengan pelepasan kalsium ke dalam sitosol,
sehingga dapat berikatan dengan troponin C. Saluran ion kalsium dan
natrium pada membran plasma berperan dalam memulai proses kontraksieksitasi. Proses membuka dan menutup saluran kedua ion ini yang akan
menjaga potensial membran.1,5
Pada kondisi gagal jantung terjadi abnormalitas pada pompa ion
dan saluran ion yang menjaga proses kontraksi-eksitasi. Perpindahan
isoform yang terjadi akan mengganti miosin ATPase yang tinggi dan
mempengaruhi struktur membran sehingga mengakibatkan penurunan
dalam pompa kalsium ATPase. Selain itu, adanya kebutuhan energi juga
menyebabkan gangguan pada proses kontraksi-eksitasi pada gagal
jantung.1,5
Kematian sel miokard merupakan indikator prognosis buruk
pada gagal jantung. Baik apoptosis dan nekrosis akan menyebabkan
kematian sel pada gagal jantung. Apoptosis terjadi sebagai konsekuensi
dari adanya luka pada sel, peningkatan permeabilitas mitokondria dan
jumlah kalsium yang berlebih. Apoptosis dapat berkembang menjadi
nekrosis yang kemudian menjadi fibrosis. Hal-hal ini memperburuk gagal
jantung.1,5
11
BAB III
GAGAL JANTUNG KRONIS
Pasien gagal jantung biasanya datang dalam keadaan sudah kronis, dengan
keluhan yang dirasakan bertambah berat sehingga pasien datang ke dokter.
Untuk menegakkan diagnosis pasien dengan gagal jantung kronis, perlu
penggalian anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat, juga didukung dengan
pemeriksaan penunjang dari yang sederhana sampai pemeriksaan teknologi
terkini, diharapkan dengan demikian akan
12
yang dapat ditentukan melalui anamnesa, klasifikasi ini dapat dilihat pada tabel
1.1.
Berdasarkan klasifikasi NYHA pasien yang dapat berjalan beberapa ratus
meter tanpa gejala namun kesulitan menaiki tangga 2 lantai memiliki gagal
jantung kelas II, sementara pasien yang tidak mampu berjalan jauh atau kesulitan
saat menaiki beberapa anak tangga dapat dimasukan kedalam kelas III.
Klasifikasi fungsional gagal jantung menurut NYHA tidak dapat dicampuradukkan dengan stadium gagal jantung menurut ACC/AHA yang sebelumnya
dibahas. Klasifikasi NYHA didasarkan pada limitasi fungsional, sementara
stadium gagal jantung menurut ACC/AHA didasarkan pada progresi gagal
jantung, terlepas dari status fungsionalnya.
Tabel 1.1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural (ACC/AHA)
atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas fungsionalnya (NYHA)
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung.
Memiliki risiko tinggi
mengembangkan gagal jantung.
Stage
Tidak ditemukan kelainan struktural
A
atau fungsional, tidak terdapat
tanda/gejala.
Secara struktural terdapat kelainan
jantung yang dihubungkan dengan
Stage
gagal jantung, tapi tanpa tanda/gejala
B
gagal jantung.
Stage
C
Stage
D
Kelas
II
Kelas
III
Kelas
IV
13
14
pula dialami pada pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada
pasien paru dengan mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.1
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan
batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari
tidurnya, biasanya terjadi 1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi
PND antara lain batuk atau mengi, umumnya diakibatkan oleh meningkatnya
tekanan pada arteri bronchialis yang mengakibatkan kompresi jalan nafas,disertai
edema pada intersitial paru yang mengakibatkan meningkatnya resistensi jalan
nafas. Keluhan orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak pada sisi tempat
tidur dengan kaki menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan
batuk dan mengi yang menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah
mengambil posisi tersebut. Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung.
Cardiac Asthma(asma cardiale) berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang
ditandai dengan timbulnya wheezing sekunder akibat bronchospasme, hal ini
harus dibedakan dengan asma primer dan penyebab pulmoner wheezing lainnya.5
fungsi
jantung
atau
meningkatnya
volume
intravaskular.
Manisfestasi edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema
paru pada gagal jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat
disertai dahak yang disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema
pulmoner akut dapat mematikan.5
15
Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati oleh pasien atau keluarga pasien sebagai
sesak nafas berat atau periode henti nafas sesaat.5
GEJALA LAINNYA
Pasien dengan gagal jantung juga dapat muncul dengan gejala
gastrointestinal. Anorexia, nausea, dan rasa cepat kenyang yang dihubungkan
dengan nyeri abdominal dan kembung adalah gejala yang sering ditemukan, dan
bisa jadi berhubungan dengan edema dari dinding usus dan/atau kongesti hati.
Kongesti dari hati dan pelebaran kapsula hati dapat mengakibatkan nyeri pada
kuadran kanan atas. Gejela serebral seperti kebingungan, disorientasi, gangguan
tidur dan emosi dapat diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama
pada pasien lanjut usia dengan arteriosklerosis serebral dan berkurangnya perfusi
serebral. Nocturia juga umum ditemukan dan dapat memperberat keluhan
insomnia.5
Manisfestasi tanda dan gejala klinis gagal jantung yang diutarakan diatas
sangatlah bervariasi. Sedikit yang spesifik untuk gagal jantung, sensitivitasnya
rendah dan semakin berkurang dengan pengobatan jantung.Error! Bookmark not defined.
Pada tabel 1.2. dibawah ini menunjukkan sensitivitas dan spesifitas berbagai
tanda dan gejala tersebut. Walau orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspeu
relatif spesifik untuk gagal jantung, gejala tersebut tidak sensitif untuk diagnosis
gagal jantung. Banyak orang dengan gagal jantung tidak memiliki gejala ini pada
anamnesa. Tidak jauh berbeda, tekanan vena jugular yang meningkat sangat
spesifik, tapi tidak sensitif dan membutuhkan keahlian klinis untuk deteksi tepat.
Tabel 1.2 Sensitivitas dan Spesifitas Tanda dan Gejala Gagal Jantung pada pasien
yang dianggap memiliki gagal jantung (Ejeksi Fraksi < 40%) pada
1306 pasien Penyakit Jantung Koroner yang menjalani Angiography
Koroner.
Sensitivitas
(%)
Spesifitas
(%)
(+) Predictive
Value (%)
66
21
33
23
52
81
76
80
23
2
26
22
99
Anamnesa
Mudah sesak
Orthopnea
Nocturnal dyspnea
Riwayat bengkak
Pemeriksaan Fisik
Takikardi
16
Ronkhi
Edema
Ventricular gallop (S3)
Distensi Vena Jugularis
Thorax Foto (Chest X-Ray)
Cardiomegaly
Anamnesa
Mudah sesak
Orthopnea
Nocturnal dyspnea
13
10
31
10
99
93
95
97
6
3
61
2
62
66
21
33
23
67
52
81
76
80
32
23
2
26
22
17
PEMERIKSAAN PARU
Pulmonary Crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi
cairan dari rongga intravaskular kedalam alveoli. Pada pasien dengan edema
paru, ronki dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai dengan
wheezing ekspiratoar (asma kardiale). Jika ditemukan pada pasien tanpa
18
penyakit paru, ronkhi spesifik untuk gagal jantung. Walau demikian harus
ditekankan bahwa ronkhi seringkali tidak ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung kronik, bahkan ketika pulmonary capilary wedge pressure kurang dari
20 mmHg, hal ini karena pasien sudah beradaptasi dan drainase sistem limfatik
cairan rongga alveolar sudah meningkat. Efusi pleura timbul sebagai akibat
meningkatnya tekanan sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan
kedalam rongga pleura. Karena vena pada pleura bermuara pada vena sistemik
dan pulmoner, effusi pleura paling sering terjadi pada kegagalan kedua ventrikel
(biventricular failure). Walau effusi pleura biasanya ditemukan bilateral, angka
kejadian pada rongga pleura kanan lebih sering daripada yang kiri.4
PEMERIKSAAN JANTUNG
Pemeriksaan jantung, walau penting, seringkali tidak dapat memberikan
informasi yang berguna mengenai beratnya gagal jantung. Jika terdapat
kardiomegali, titik impulse maksimal (ictus cordis) biasanya tergeser kebawah
intercostal space (ICS) ke V, dan kesamping (lateral) linea midclavicularis.
Hipertrofi ventrikel kiri yang berat mengakibatkan pulsasi prekodial (ictus)
teraba lebih lama (kuat angkat). Pemeriksaan pulsasi prekordial ini tidak cukup
untuk mengevaluasi beratnya disfungsi ventrikel kiri. Pada beberapa pasien,
bunyi jantung ketiga dapat didengar dan teraba pada apex.1
Pada pasien dengan ventrikel kanan yang membesar dan mengalami
hipertrofi dapat memiliki impulse yang kuat dan lebih lama sepanjang sistole
pada parasternal kiri (right ventricular heave).Bunyi jantung ketiga (gallop)
umum ditemukan pada pasien dengan volume overload yang mengalami
tachycardia
dan
tachypnea,
dan
seringkali
menunjukkan
kompensasi
hemodinamik yang berat. Bunyi jantung keempat bukan indikator spesifik gagal
jantung, tapi biasanya ada pada pasien dengan disfungsi diastolik. Murmur
regurgitasi mitral dan trikuspid umumnya ditemukan pada pasien dengan gagal
jantung yang lanjut.4
19
Ascites dapat timbul sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan pada
vena hepatik dan sistem vena yang berfungsi dalam drainase peritenium.4
Jaundice dapat juga ditemukan dan merupakan tanda gagal jantung
stadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk dan indirek meningkat. Ikterik
pada gagal jantung diakibatkan terganggunya fungsi hepar sekunder akibat
kongesti (bendungan) hepar dan hipoksia hepatoselular.4
Edema perifer adalah manisfestasi kardinal gagal jantung, hal ini walau
demikian tidaklah spesifik dan biasanya tidak terdapat pada pasien yang telah
mendapat diuretik. Edema perifer pada pasien gagal jantung biasanya simetris,
beratnya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering terjadi
sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih
beraktivitas. Pada pasien tirah baring, edema dapat ditemukan pada sakrum dan
skrotum. Edema yang berlangsung lama dihubungkan dengan kulit yang
mengeras dan pigmentasi yang bertambah.4
KAKEKSIA KARDIAK
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditemukan riwayat penurunan
berat badan dan kaheksia. Walau mekanisme kakeksia tidak sepenuhnya
dimengerti, kemungkinan besar faktor penyebabnya adalah multifaktorial,
termasuk didalamnya adalah meningkatnya basal metabolik rate, anorexia,
nausea, dan muntah-muntah yang diakibatkan oleh hematomegali hepatomegali
dan rasa penuh di abdomen, meningkatnya konsentrasi sitokin pro-inflamasi
yang bersirkulasi, dan terganggunya absorpsi pada saluran cerna akibat kongesti
vena intestinal. Jika terdapat kakeksia maka prognosis gagal jantung akan
semakin memburuk.4
20
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan pada gagal jantung antara
lain adalah : darah rutin, urine rutin, elektrolit (Na & K), ureum & kreatinine,
SGOT/PT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus dilakukan pada pasien
dengan gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi
anemia, (2) untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau
hiponatremia), (3) untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur
brain natriuretic peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang,
namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat
ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik
kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia.
Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini
dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya
aktivasi sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu,
rektriksi garam bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat
mengakibatkan
hiponatremia.
Gangguan
elektrolit
lainnya
termasuk
21
Gambar 4. Kadar BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung menurut
kelas fungsionalnya. Dikutip dari: Maisel AS dkk.1
Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan
gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration
rate (GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat
dibandingkan klasifikasi kelas fungsional.4
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan
alanine aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT)
dapat
memanjang,
dan
pada
sebagian
kecil
kasus
dapat
terjadi
hiperbilirubinemia.4
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk
mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan
22
volume urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat diuretik.4
Penyebab
Implikasi Klinis
Kardiomegali
Ekhokardiografi, doppler
Ekhokardiografi, doppler
23
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Edema interstisial
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura
peningkatan pengisian
tekanan jika ditemukan
bilateral, infeksi paru,
keganasan
Garis Kerley B
ELEKTROKARDIOGRAM
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap pasien
yang dicurigai gagal jantung.1 Dampak diagnostik elektrokardiogram (ECG)
untuk gagal jantung cukup rendah, namun dampaknya terhadap terapi cukup
tinggi.1 Temuan EKG yang normal hampir selalu menyingkirkan diagnosis gagal
jantung.1 Gagal jantung dengan perubahan EKG umum ditemukan. Temuan
seperti gelombang Q patologis, hipertrofi ventrikel kiri dengan strain, right
bundle branch block (RBBB), left bundle branch block (LBBB), AV blok, atau
perubahan pada gelombang T dapat ditemukan. Gangguan irama jantung seperti
takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi atrial (AF) juga umum.
Ekstrasistole ventrikular (VES) dapat sering terjadi dan tidak selalu
menggambarkan prognosis yang buruk, sementara takikardi ventrikular sustained
dan nonsustained dapat dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Jenis
aritmia seperti ini biasanya tidak terdeteksi pada resting ECG tapi dapat
terdeteksi pada monitoring holter 24- atau 48- jam.4
24
secara progresif ditingkatkan hingga pasien tidak dapat meneruskan. Pada saat
aktivitas maksimal, uptake maksimal oksigen (Vo2
MAX)
dapat dihitung.
25
ECHOCARDIOGRAPHY
Pemeriksaan echo saat ini telah menjadi metode diagnostik umum
digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung, myokardium dan
perikadium, dan mengevaluasi gerakan regional dinding jantung saat istirahat
dan saat diberikan stress farmakologis pada gagal jantung. Pemeriksaan ini noninvasif, dapat dilakukan secara cepat di tempat rawat, dapat dengan mudah
diulang secara serial, dan memungkinkan penilaian fungsi global dan regional
ventrikel kiri. Pada penilaian gagal jantung echocardiography adalah metode
diagnostik yang dapat dipercaya, dapat diulang, dan aman dengan banyak fitur
seperti doppler echo, doppler tissue imaging, strain rate imaging, dan cardiac
motion analysis.4
Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian
Left-ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri,
dan perubahan pada fungsi diastolik.3 Echo dua dimensi sangat berharga dalam
menilai fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung. Tabel 4
mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering ditemukan pada gagal
jantung.
DISFUNGSI SISTOLIK
DISFUNGSI DIASTOLIK
berkurang <45%
Ventrikel kiri membesar
Dinding ventrikel kiri tipis
Remodelling eksentrik
ventrikel kiri
Regurgitasi ringan-sedang
katup mitral*
Hipertensi pulmonal*
Tanda-tanda meningkatnya
minimal.
katup)
Morfolofi dan beratnya
kelainan katup
Mitral inflow dan aortic
outflow; gradien tekanan
Hipertensi pulmonal*
Pola pengisian mitral
abnormal.*
Terdapat tanda-tanda
tekanan pengisian
26
ventrikel kanan
meningkat.
3.2
3.2.1
3.2.2
27
3.2.3
TERAPI NONFARMAKOLOGIS
jantung
keluhan timbul
28
Rekomendasi diet
Prognosis
3.2.4
TERAPI FARMAKOLOGIS
Pengobatan gagal jantung dengan farmakologis, secara garis
besar bertujuan mengatasi permaslahan preload, dengan menurunkan
preload, meningkatkan kontraktilitas juga menurunkan afterload.
Pemilihan terapi farmakologis ini tergantung pada penyebabnya. Selama
bertahun-tahun, obat golongan diuretik dan digoksin digunakan dalam
terapi gagal jantung. Obat-obat ini mengatasi gejala dan meningkatkan
kualitas hidup, namun belum terbukti menurunkan angka mortalitas.
Setelah ditemukan obat yang dapat mempengaruhi sistem neurohumoral,
RAAS dan sistem saraf simpatik, barulah morbiditas dan mortalitas
pasien gagal jantung membaik.1
ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME INHIBITORS(ACEI)
Pasien dengan tidak ada kontra indikasi maupun pasien yang
masih toleran terhadap ACE Inhibitor (ACEI), ACEI harus digunakan
pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan LVEF <
40%. Terapi
dengan
ACEI memperbaiki
fungsi
ventrikel
dan
BUKTI A.
Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
29
30
gagal
jantung.
Angiotensin
Reseptor
32
33
Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional IIIV), pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian
infark miokard.
Kontraindikasi :
Titrasi dosis :
34
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung yang
disertai tanda dan gejala kongesti.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti B
Diuretik
memperbaiki
kesejahteraan
hidup
pasien
dengan
mengurangi tanda dan gejala kongesi vena sistemik dan pulmoner pada
pasien dengan gagal jantung. Diuretik mengakibatkan aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan biasanya digunakan bersamaan
dengan ACEI atau ARB. Dosis diuretik harus disesuaikan dengan
kebutuhan tiap pasien dan membutuhkan monitoring klinis yang cermat.
Secara umum loop diuretik dibutuhkan pada gagal jantung sedang-berat.
Thiazid dapat pula digunakan dengan loop diuretik untuk edema yang
resisten, namun harus diperhatikan secara cermat kemungkinan dehidrasi,
hipovolemia, hiponatremia, atau hipokalemia. Selama terapi diuretik,
sangat penting level kalium, natrium, dan kreatinine dipanantau secara
berkala.14
Hal yang harus dicermati pada pemberian diuretik :
Diuretik
dan
ACEI/ARB/atau
antagonis
aldosteron
dapat
Tabel 7. Diuretik yang umum diberikan pada gagal jantung dan dosis hariannya
Keterangan:
*Dosis harus disesuaikan dengan volume status / berat badan pasien , dengan pertimbangan dosis yang besar
dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan ototoksisitas.
** Jangan menggunakan thiazid jika eGFR < 30mL/menit, kecuali diresepkan dengan loop diuretic
36
Tabel 8. Keadaan yang mungkin terjadi pada pemberian diuretik jangka panjang,
dan tindakan yang disarankan
ANTAGONIS ALDOSTERON
Antagonis aldosteron menurunkan angka masuk rumah sakit untuk
perburukan gagal jantung dan meningkatkan angka keselamatan jika
ditambahkan pada terapi yang sudah ada, termasuk dengan ACEI.
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
37
ditoleransi.
afrika-amerika.
Kontraindikasinya anatara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus,
gagal ginjal berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).
Cara pemberian hidralizin dan ISDN pada gagal jantung :
sehari.
38
atau demam pikirkan sindroma mirip lupus akibat obat, cek antinuclear
antibodies (ANA), jangan teruskan H-ISDN.
GLIKOSIDA JANTUNG (DIGOXIN)
Pada pasien gagal jantung simtomatik dan atrial fibrilasi, digoxin dapat
digunakn untung mengurangi kecepatan irama ventrikel. Pada pasien
dengan AF dan LVEF < 40% digoxin dapat pula diberikan bersamaan
dengan BB untuk mengontrol tekanan darah.Kelas Rekomendasi I,
Tingkat Bukti C
Pada pasien sinus ritme dengan gagal jantung simtomatik dan LVEF <
40%, terapi dengan digoxin bersamaan dengan ACEI meningkatkan
fungsi ventrikel dan kesejahteraan pasien, mengurangi kemungkinan
perawatan ulang untuk perburukan gagal jantung, hal ini walau demikian
tidak memiliki dampak terhadap angka mortalitas.Kelas Rekomendasi IIa,
Tingkat Bukti B.
Glikosida jantung menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung
dengan meningkatkan kontraksi sarkomer jantung melalui peningkatan
kadar kalsium bebas dalam protein kontraktil, yang merupakan hasil dari
peningkatan kadar natrium intrasel akibat penghambatan NaKATPase dan
pengurangan relatif dalam ekspulsi kalsium melalui penggantian Na+ Ca2+
akibat peningkatan natrium intrasel.
Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
39
(LVEF < 40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan
ARB, beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
dibanding terapi antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko
stroke yang lebih tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien dengan
gagal jantung.
40
3.2.5
41
ANGIOGRAFI KORONER
Direkomendasikan pada pasien dengan risiko tinggi PJK tanpa
kontraindikasi untuk memastikan diagnosis dan merencanakan strategi
terapi.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C
Direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan bukti temuan
kelainan vulvular yang signifikan.Kelas Rekomendasi I, Tingkat Bukti C
Harus dipertimbangkan pada pasien gagal jantung yang mengalami gejala
angina walau sudah diberikan terapi farmakologis yang optimal.Kelas
Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti C
DETEKSI VIABILITAS MIOKARDIUM
42
memperhatikan
komorbidatas
kardivaskular
dan
non-
43
stenosis
aorta
berat
dan
penurunan
fungsi
LVED
operatif
direkomendasikan
pada
pasein
dengan
regurgitasi aorta berat dan LVEF yang menurun. (LVEF < 50%)Kelas
Rekomendasi IIa, Bukti tingkat C.
Fungsi ventrikel kiri biasanya membaik setelah operasi, dan pada
suatu studi ditunjukan bawah pada group yang menjalani operasi
memiliki prognosa yang lebih baik dibandingkan yang tidak menjalani
44
operasi. Disisi yang lain risiko operatif semakin tinggi seiring semakin
beratnya disfungsi ventrikel kiri.15
(jika
memungkinkan
dilakukan
perbaikan
katup).Kelas
45
aneurysmectomy
(reseksi
aneurisma)
dapat
46
pasien NYHA kelas III-IV yang tetap simtomatik meski telah diberikan
terapi medikal optimal, dan mereka yang memiliki LVEF rendah (<35%)
dan
pemanjangan
QRS
komplek
(lebar
QRS
>120
ms).Kelas
47
48
TRANSPLANTASI JANTUNG
Pasien dengan gejala gagal jantung yang berat, memiliki prognosis
buruk, dan yang tidak memiliki kemungkinan terapi lain harus dipikirkan
untuk menjalani transplantasi jantung. Pasien yang direncanakan sebagai
kandidat harus diberi informasi secara jelas, bermotivasi kuat, memiliki
emosi yang stabil, dan mampu mematuhi terapi intensif yang harus
dijalani.15
Selain ketebatasan jantung donor, tantangan utama dalam
transplantasi jantung adalah prevensi rejeksi allograft yang bertanggung
jawab untuk kematian pada sebagian besar kasus pada tahun pertama
setelah transplantasi. Outcome jangka panjang telah terbatasi terutama
akibat konsekuensi immunosupresi jangka panjang (infeksi, hipertensi,
gagal ginjal, keganasan, dan CAD). Transplantasi harus dipikirkan pada
pasien yang memiliki motivasi kuat dengan gagal jantung terminal, gejala
yang berat, tidak memiliki ko-morbiditas yang serius dan tidak memiliki
terapi alternatif lain.
Kontraindikasi transplantasi jantung antara lain : penggunaan
alkohol dan/atau penyalahgunaan obat, kurangnya kerjasama pasien,
status mental yang tidak terkontrol, riwayat kanker dengan remisi dan <5
tahun follow-up, penyakit sistemik yang melibatkan multiple organ,
infeksi aktif, gagal ginjal yang signifikan (CrCl <50 mL/menit), resistensi
vaskuler paru irreversible (6-8 wood unit dengan gradien transpulmoner
>15 mmHg), riwayat komplikasi tromboembolik baru, peptic ulser yang
belum sembuh, dan komorbiditas serius lain yang memiliki prognosis
buruk.
Transplantasi jantung adalah terapi yang telah diterima untuk gagal
jantung terminal. Walau uji klinis terkonrol belum pernah dilakukan,
terdapat konsesus bahwa transplantasi, dengan seleksi kandidat yang
ketat, secara signifikan menurunkan mortalitas, meningkatkan kapasitas
latihan, pasien dapat kembali bekerja, dan meningkatkan kualitas hidup
dibandingkant terapi konvensional.Rekomendasi Kelas I, Tingkat Bukti C
49
pada
pasien
simtomatik
yang
refrakter
terhadap
3.4
50
Demografik
Klinis
EKG
Fungsional Laboratorik
Usia Lanjut*
Hipotensi
Takikardia,
Gelombang
Q
Penyebab
iskemia*
Riwayat
Resusitasi*
NYHA FC
III-IV*
Riwayat
perawatan
karena
gagal
jantung*
QRS lebar
Hiponatremi*
Hipertrofi
ventrikel
kiri
Aritmia
ventrikular
kompleks
Peningkatan
Troponin
Peningkatan
aktivasi
biomarker
humoral
Komplians
buruk
Takikardia
Toleransi
latihan yang
rendah
Atrial
Fibrilasi
Disfungsi
Ginjal
Rales pada
paru
Body Mass
Index yang
rendah
Stenosis
Aorta
, hipeDiabetes
Anemia
Penurunaan
kapasitas
fungsional,
puncak VO2
yang
rendah*
Elevasi BNP /
NT pro-BNP*
Imaging
Ejeksi
fraksi yang
rendah*
Hasil yang
buruk pada
tes jalan 6
menit
Peningkatan
kreatinin /
BUN
Peningkatan
volume LV
Tingginya
slope
VF/VCO2
Peningkatan
anemia
bilirubin
Cardiac
Index
rendah
Nafas
Periodik
(Chayne
Stokes)
Peningkatan
asam urat
Tekanan
pengisian
ventrikel kiri
tinggi
Pola
pengisian
mitral
restriktif,
hipertensi
pulmonal
51
COPD
Kelainan
nafas saat
tidur
Fungsi
ventrikel
kanan yang
terganggu
Depresi
Dikutip dari : Mann DL dkk. 4
BAB IV
GAGAL JANTUNG AKUT
(acute pulmonary
oedema). 15
Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan
ischemia jantung, gangguan irama jantung, disfungsi katup jantung, penyakit
perikard, peninggian dari tekanan pengisian ventrikel atau peninggian dari
tahanan sirkulasi sistemik.15
4.1 Klasifikasi
Presentasi klinis pada GJA mencerminkan suatu spektrum keadaan yang
sangat bervariasi, dan klasifikasi apapun akan memiliki keterbatasan. Pasien
dengan GJA biasanya datang dengan satu dari enam kategori klinis. Keberadaan
edema paru dapat mempersulit menentukan GJA masuk kategori klinis yang
mana. Overlap antara berbagai kondisi ini dapat dilihat pada gambar 6.15
52
Presentasi klinis pasien dengan gagal jantung akut dapat dibagi kedalam 6
kategori :
1. Gagal Jantung Akut Dekompensasi / Acute Decompensated Heart Failure
Keadaan gagal jantung akut dekompensasi, dapat berupa keadaan
dekompensasi yang baru pertama kali ( de novo ) dan dapat juga merupakan
perburukan dari gagal jantung yang kronis (acute on chronic). Kedua keadaan
ini masih lebih ringan dan tidak termasuk syok kardiogenik, edema paru, atau
krisis hipertensi.
2. Gagal Jantung Akut Hipertensif/ Hypertensive Acute Heart Failure
Gagal jantung akut hipertensif yaitu tanda dan gejala gagal jantung
disertai dengan tekanan darah yang tinggi dan fungsi sistolik ventrikel kiri
yang relatif baik. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan tonus simpatik yaitu
didapatkan tachycardia dan vasokontriksi. Keadaan pasien dapat berupa
euvolemik atau sedikit hipervolemik, dan seringkali disertai kongesti paru
tanpa tanda-tanda kongesti sistemik. Dengan respon yang cepat dan terapi
yang tepat, mortalitas selama perawatan akan menjadi lebih rendah.
3. Edema paru
53
hebat/ severe
respiratory distress, takipnu dan ortopnu dengan ronki basah di hampir semua
lapangan paru. Saturasi oksigen di arteri < 90% pada udara ruangan, sebelum
diberikan terapi oksigen.
4. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik yaitu ditemukan bukti adanya hipoperfusi jaringan
akibat gagal jantung walau sudah terdapat koreksi preload dan adanya aritmia
berat. Syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan tekanan darah
sistolik (SBP) <90 mmHg, atau penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
<30 mmHg, dan/atau urine output yang rendah atau tidak keluar (<0.5
mL/kg/jam). Gangguan irama sangat sering ditemukan. Berdasarkan
penelitian, hipoperfusi organ dan kongesti paru dapat terjadi dengan cepat.
5. Gagal jantung kanan terisolasi
Gagal jantung kanan ditandai dengan sindroma berkurangnya output
tanpa adanya kongesti paru dengan peningkatan Jugular Venous Pressure
(JVP) dengan atau tanpa pembesaran hati, dan disertai dengan rendahnya
tekanan pengisian ventrikel kiri (filling pressure) yang rendah.
Tabel 10. Klasifikasi beratnya gagal jantung pada kontek Infark Miokard Akut
Klasifikasi Killip
Stage I
Tidak terdapat gagal jantung. Tidak terdapat tanda dekompensasi jantung. Prognosis
54
kematian sebanyak 6%
Stage II
Gagal jantung. Terdapat : ronkhi, S3 gallop, dan hipertensi vena pulmonalis, kongesti paru
dengan ronkhi basah halus pada lapang bawah paru. Prognosis kematian sebanyak 17%
Stage III
Gagal jantung berat, dengan edema paru berat dan ronkhi pada seluruh lapang paru. Kilip P
rognosis kematian sebanyak 38%
Stage IV
Shock Kardiogenik. Pasien hipotensi dengan SBP <90mmHg, dan bukti adanya
vasokontriksi perifer seperti oliguria, sianosis, dan berkeringat. Prognosis kematian
sebanyak 67%
55
Stenosis katup
Regurgitasi katup
Endokarditis
Diseksi aorta
Post-partum kardiomiopari
Miopati
Aritmia akut
Septikemia
Gagal sirkulasi
Tirotoksikosis
Anemia
Shunts
Tamponade
Emboli paru
Dekompensasi pada awal
gagal jantung kronik
4.2 Diagnosis
Diagnosis gagal jantung akut didapatkan dari gejala dan tanda klinis yang
didapat, yang dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
didukung dengan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, Rontgen
Thoraks,
56
4.2.1
sangatlah penting, dengan fokus pada anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada
anamnesa alasan paling umum pada pasien GJA untuk mencari bantuan medis
adalah gejala berhubungan dengan kongesti, dan pada sebagian kecil kasus
hipoperfusi. Berdasarkan Acute Decompensated Heart Failure National Registry
(ADHERE) dari 187.565 perawatan, 89% pasien datang dengan sesak, 34%
dengan sesak saat istirahat, dan 31% dengan keluhan lelah. Pada registry
Initiation Management Predischarge Assessment of Carvedilol Heart Failure
(IMPACT-HF), banyak gejala secara spesifik ditanyakan, dan ditemukan bahwa
banyak gejala berhubungan dengan sesak dan tanda kelebihan cairan saat datang.
Pada penelitian single-center yang kecil, dilakukan wawancara secara cermat
terhadap pasien yang dirawat karena GJA (63% pasien terdokumentasi memiliki
LVEF < 40%), ditemukan bahwa gejala secara gradual bertambah berat seiring
57
waktu dari hitungan hari hingga mingguan sebelum perawatan, pada 62% pasien
gejala dialami lebih dari 1 minggu sebelum masuk rawat. Berdasarkan hal ini
dapat disimpulkan bahwa perawatan sebetulnya memungkinkan untuk dicegah
bila dilakukan intervensi dini.15
4.2.2
Pemeriksaan Penunjang
segmen elevasi
58
<135 mEq/L, hiponatremi berat (<130 mEq/L) jarang (5%). Kalium umumnya
normal pada GJA (mean sekitar 4.3-4.6 mEq/L), hipokalemia (3% <3.6 mEq/L)
dan hiperkalemia (8% >5.5% mEq/L) jarang.
C. Fungsi Ginjal
D. Fungsi Hati
Pada penelitian yang melibatkan pasien GJA yang dirawat pada unit
intensif, 61% memiliki temuan laboratorium disfungsi hati, yang mempengaruhi
dosis obat-obat tertentu.
4.2.2.5 Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan pengujian non invasif yang paling
bermanfaat dalam membantu menilai struktur dan fungsi jantung.
Pemeriksaan ini merupakan baku utama (gold standar) untuk menilai
gangguan fungsi sistol ventrikel kiri dan membantu memperkirakan
hasil dan kemampuan bertahan kasus gagal jantung. Penilaian
ekokardiografi/doppler dapat mengevaluasi dan memonitor regional dan
59
global dari fungsi sistolik dan diastolik baik jantung kiri maupun yang
kanan, struktur dan fungsi katup, patologi perikardium, komplikasi
mekanik akibat miokard infark akut. Semua pasien dengan gagal
jantung akut
sebaiknya
4.3.2
alasan
empirik.
Data
jangka
panjang
mengenai
GJA sebagian besar berupa konsensus para ahli tanpa didukung oleh uji
klinis acak yang kuat. Algoritme gagal jantung akut dapat dilihat pada
gambar 10.
60
4.3.3
15
TERAPI OKSIGEN
Direkomendasikan untuk memberikan oksigen sedini mungkin pada pasien
hipoksemia untuk mencapai saturasi oksigen > 95% (90% pada pasien dengan
COPD). Harus hati-hati pada pasien COPD agar jangan sampai terjadi
hiperkapnia. Rekomendasi Kelas I, Tingkat Bukti C
Ventilasi Non-Invasif
Ventilasi non infasif (VNI) adalah semua modalitas yang membantu
ventilasi tanpa menggunakan tube endotrakeal, hal ini misalnya dapat dicapai
dengan masker yang menutupi seluruh wajah. Pada tiga meta-analisis dilaporkan
bahwa aplikasi dini VNI pada edema pulmoner akut kardiogenik mengurangi
kemungkinan perlunya intubasi dan menurunkan mortalitas jangka pendek.
Walau demikian pada, 3CPO, sebuah uji klinis acak yang besar VNI ditemukan
memperbaiki parameter klinis saja, dan tidak menurunkan mortalitas.
Ventilasi dengan tekanan akhir respirasi positif (PEEP) harus dipikirkan sedini
mungkin pada pasien dengan edema paru kardiogenik akut dan semua pasien
dengan GJA hipertensif karena dapat memperbaiki parameter klinis termasuk
keluhan sesak. Harus digunakan secara berhati-hati pada shock kardiogenik dan
gagal jantung kanan.Kelas Rekomendasi IIa, Tingkat Bukti B
61
Kontraindikasi :
Pasien yang tidak dapat bekerjasama (pasien yang tidak sadar, gangguan
kognitif berat, atau cemas)
Pasien yang membutuhkan intubasi endotraheal karena hipoksia progresif
yang mengancam jiwa.
Harus hati-hati pada pasien dengan obstruksi jalan nafas kronis.
Bagaimana memberikan NVI :
Inisiasi : berikan PEEP 5-7.5 cmH2O harus diberikan pada mulanya dan
dititrasi hingga didapat respon klinis hingga 10cmH2O, pengiriman FiO2
harus > 0.40.
Durasi : biasanya tiap 30 menit/jam hingga sesak pasien dan saturasi oksigen
meningkat tanpa tekanan airway positif kontinyu (CPAP)
Potensi Efek Samping :
- Perburukan gagal jantung kanan
- Mengeringnya membran mukosa pada penggunaan jangka panjang.
- Hiperkapnia
- Timbulnya rasa cemas atau klausrofobia
- Pneumothorax
- Aspirasi
Morfin
Morfin dan analognya pada GJA harus dipertimbangkan pada stadium awal
terapi pasien yang masuk dengan gagal jantung berat, terutama bila disertai
dengan gelisah, sesak, cemas, atau nyeri dada.
Morfin mengurangi keluhan sesak dan gejala lain pada pasien dengan GHA
dan dapat membuat pasien lebih mau bekerjasama jika diberikan ventilasi non
invasif. Bukti yang menyokong penggunaan morfin pada GJA masih terbatas.
Dosis bolus intravena sebesar 2,5 5 dapat diberikan secepat mungkin
setelah dipasang akses intravena pada pasien dengan GJA. Dosis ini dapat
diulang sesuai kebutuhan.
62
DIURETIK
Pemberian diuretik secara intravena pada pasien dengan GJA direkomendasikan
bila terdapat gejala akibat kongesti dan overload cairan. Terpi dan dosis
penggunaan diuretik pada gagal jantung dapat dilihat pada tabel 12.Kelas
Rekomendasi I, Tingkat Bukti B
Tabel 12. Indikasi dan dosis penggunaan diuretik pada gagal jantung akut
Retensi
Cairan
Tambahkan HCT
Dosis
Harian
(mg)
20-40
0.5-1
10-20
40-100
5-40
mg/jam
1-4
20-100
50-100
Metolazone
Spironolakton
2.5-10
25-50
Diuretik
Sedang
Furosemide
Bumetanide
Torasemide
Furosemide
Furosemide drip
Bumetanide
Torasemide
Berat
Refrakter
terhadap
loop
diuretic
Disertai
Acetazolamide
alkalosis Tambahkan
yang
Dobutamine
refrakter (vasodilatasi
terhadap renal) atau
loop
dobutamine.
diuretik
dan
thiazid
Dikutip dari:Dickstain dkk.15
0.5
Catatan
Oral atau IV tergantung dari gejala klinis
Titrasi dosis tergantung renspon klinis
Monitor K, Na, Kreatinin, Tekanan Darah
I.V. tingkatkan dosis
Lebih baik efeknya dibandingkan IV dosis tinggi
Oral atau IV
Oral
Kombinasi ini lebih baik dibandingkan dosis loop
diuretik yang sangat tinggi
Tebih poten jika Klirens Kreatinin <30 ml/menit
Spironolactone adalah pilihan terbaik jika tidak
terdapat gagal ginkal dan kadar Kalium normal
atau rendah
I.V.
Pertimbangkan ultrafiltasi atau hemodialisis jika
disertai gagal ginjal
Hiponatremi
Kombinasi dengan diuretik lain seperti thiazid dapat berguna pada kasus
dengan resistensi diuretik. Pada kasus dengan GJA dengan volume overload,
thiazid (hidroclorotiazid 25mg p.o.) dan antagonis aldosterone (spironolactone,
eplerenon 25-50 mg po) dapat diberikan bersamaan dengan loop diuretik.
Kombinasi beberapa macam obat seringkali lebih efektif dan mililiki efek
63
samping yang lebih rendah jika diberikan satu dosis obat dengan dosis yang
tinggi.
VASODILATOR
Vasodilator direkomendasikan saat fase awal gagal jantung akut tanpa
adanya gejala hipotensi. Vasodilator akan mengurangi gejala kongesti pulmonal
tanpa mengganggu isi sekuncup atau peningkatan kebutuhan oksigen, terutama
pada pasien sindroma koroner akut. Indikasi vasodilator parenteral pada gagal
jantung akut sangat bermanfaat.
parenteral pada gagal jantung akut dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Indikasi dan dosis pemberian vasodilator pada gagal jantung akut
EfekVasodilator
Indikasi
Dosis
samping
Lainnya
utama
Kongesti
paru/edema,
TD>90 mmHg
Kongesti
Isosorbide
paru/edema,
Dinitrat
TD>90 mmHg
Kongesti pada
pasien Gagal
Nitroprusside
Jantung
Hipertensif
Nesiritide
Kongesti paru /
(banyak tidak
edema dengan
tersedia)
TD>90 mmHg
Dikutip dari: Dickstain dkk.15
Nitrogliserin
Dimulai 10-20
mcg/menit, dinaikkan
hingga 200 mcg/menit
Dimulai dengan 1
mg/jam, naikkan
hingga 10 mg/jam
Hipotensi,
nyeri kepala
Hipotensi,
nyeri kepala
Hipotensi,
toksisitas
isosianat
Bolus 2 mcg/kg +
infusan 0.015-0.03
mcg/kg/menit
Hipotensi
Toleransi jika
digunakan
terus-menerus
Toleransi jika
digunakan
terus-menerus
Sensitif
terhadap
cahaya
NITROGLISERIN
Terapi nitrogliserin merupakan terapi kerja cepat yang efektif dan dapat
diprediksi hasilnya dalam mengurangi preload. Data menunjukkan bahwa
nitrogliserin intravena juga dapat mengurangi afteroload. Oleh karena itu,
nitrogliserin intravena merupakan terapi tunggal yang baik untuk pasien dengan
gagal jantung dekompensasi berat dengan edema paru yang besar.
64
INOTROPIK
Obat- obatan inotropik dipertimbangkan pada gagal jantung akut dengan
lowoutput states, adanya gejala dan tanda hipoperfusi dan kongesti disamping
pemberian vasodilator dan atau diuretik. Penggunaan obat inotropik dapat
menyebabkan peningkatan aritmia atrial dan ventrikular. Oleh karena itu
pemantauan irama jantung melalui EKG harus dilakukan. Dobutamin merupakan
positif obat inotropik yang bekerja melalui perangsangan receptor 1 untuk
menghasilkan efek inotropik dan kronotropik positif. Dopamin juga dapat
merangsang reseptor adrenergic. Dopamin dosis rendah dapat merangsang
stimulasi reseptor dopaminergik dan mempunyai efek diuresis yang terbatas.
Dosis tinggi dopamin dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan darah
dengan menimbulkan efek takikardi, aritmia dan stimulasi reseptor adrenergic
yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi. Dopamin dosis rendah sering
dikombinasikan dengan dobutamin dosis tinggi. Penggunaan vasopresor
(noradrenalin) tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertamapada gagal
jantung. Dan hanya diindikasikan pada syok kardiogenik ketika kombinasi dari
inotropik dan fluid challenge test gagal dalam mengembalikan tekanan darah
yang adekuat. Pasien dengan sepsis dengan komplikasi gagal jantung akut dapat
menggunakan vasopressor. Dosis obat obat inotropik dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Dosis obat- obatan inotropik pada gagal jantung akut.
Nama Obat
Bolus
Kecepatan Infusan
Dobutamine
Tidak diberikan
Dopamine
Tidak diberikan
Milrinone
0.375-0.75 mcg/kg/menit
menit
Enoximone
0.25-0.75 mg/kg
1.25-7.5 mcg/kg/menit
Levosimendan*
0.1
(dapat dipilih**)
mcg/kg/menit,
ditingkatkan
hingga
dapat
0.2
mcg/kg/menit
Norepinephrine
Tidak diberikan
0.2-1.0 mcg/kg/menit
Epinephrine
0.05-0.5 mcg/kg/menit
65
VASOPRESSOR
Penggunaan vasopresor (norepinephrine) tidak direkomendasikan sebagai
pilihan terapi pertama dan hanya diindikasikan pada shock kardiogenik ketika
kombinasi dari agen inotropik dan tes penambahan cairan gagal mengembalikan
tekanan darah ke tekanan darah sistolik > 90 mmHg, dengan perfusi organ yang
cukup, walau telah terdapat perbaikan dari kardiak output. Pasien GJA dengan
penyulit sepsis kemungkinan besar membutuhkan vasopressor. Karena syok
kardiogenik biasanya dihubungkan dengan tingginya resistensi vaskular sistemik,
semua vasopressor harus digunakan secara berhati-hati dan dihentikan
pemberiannya secepat mungkin. Nor-adrenaline dapat digunakan bersamaan
dengan inotropik yang dibahas diatas, idealnya melalui akses vena sentral.
4.4
PROGNOSIS
Prognosis gagal jantung akut pada sindroma koroner akut dapat
menggunakan klasifikasi Killip. Persentase kematian pada kilip I
sebanyak 6% , kilip II sebanyak 17%, Kilip III sebanyak 38%, dan kilip
IV sebanyak 67%.
Gagal jantung akut ditemukan berbagai prediktor mortalitas
univariate dan multivariate. Meningkatnya kadar BNP atau peningkatan
kecil marker nekrosis miokard seperti troponin telah ditunjukan
memiliki kemampuan baik untuk memperkirakan outcome selama
perawatan dan mortalitas setelah dipulangkan. Anemia juga merupakan
66
faktor prediktor yang hingga kini kurang dihargai, dan saat ini telah
menjadi target terapi intervensi pada banyak uji klinis. Neurohormon
seperti endothelin, dan marker inflamasi (seperti C-reactive protein, IL6), juga merupakan prediktor kuat mortalitas.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Hess OM, Carrol JD. Clinical Assessment of Heart Failure. In: Libby P,
Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, editor. Braunwalds Heart
Disease. Philadelphia: Saunders; 2007. p. 561-80.
2. Darmojo B. Penyakit Kardiovaskuler pada Lanjut Usia. Dalam :
Darmojo B, Martono HH, editor. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2004. h. 262-264
3. Hardiman A. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. 2007. h. 2-9.
4. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E,
Kasper DL, editor. Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th
ed. New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.
5. Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology
of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and
Faculty. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007;
p. 225-251.
6. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart
failure. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J
Med. 1989; 87 : 88-91.
7. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology.
BMJ 2000; 320:104-7.
8. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and
restrictive). In: Dec GW, editor. Heart Failure a Comprehensive
Guide to Diagnosis and Treatment. New York: Marcel Dekker;
2005. p.137-156.
9. Harbanu HM, Santoso A. Gagal Jantung. J Peny Dalam, Volume 8
Nomor 3 Bulan September 2007. P.85-93.
67
68
69