Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Karangsambung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia.
Di Kecamatan Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola
oleh Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Cagar Alam Geologi Nasional-Karangsambung merupakan laboratorium alam untuk
mempelajari geologi pada khususnya dan kebumian pada umumnya. Terdapat berbagai batuan yang
berumur antara 125 - 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut kawasan Karangsambung
merupakan dasar samudera. Akibat tumbukan antara tiga lempeng bumi, maka kawasan
Karangsambung sekarang terangkat ke permukaan.
Karangsambung telah dikenal sebagi wahana pembelajaran geologi sejak tahun 1854. Jung
Huhn adalah salah satunya. Kemudian dilanjutkan oleh peneliti belanda lainnya sampai tahun 1933.
semenjak ilmu geologi mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1964, mulailah peneliti-peneliti
Indonesia melakukan penelitian di kawasan ini. Mengingat begitu pentingnya kawasan ini maka pada
tahun 1964 dibangun sebuah Kampus Lapangan Geologi. Kampus ini dibangun dan terletak right on
the spot, bukan saja pada titik yang menampilkan keindahan kemanapun mata memandang, tetapi ia
juga berada pada pusat hamparan aneka ragam batuan.
Pencetus berdirinya Kampus Lapangan Geologi ini adalah Prof. Dr. Sukendar Asikin, (Guru Besar
Departemen Teknik Geologi ITB yang pada tahun 2003 memasuki masa purna bakti). Ide pendirian
kampus ini adalah berawal ketika Sukendar Asikin pada tahun 1958 melanjutkan memperdalam
metoda geologi lapangan di kampus lapangan geologi di Rocky Mountains, Montana dan geologi
struktur di Indiana University, USA. Sekembalinya dari Amerika Serikat, dengan dukungan dari
LIPI dan Departemen Urusan Research Nasional (DURENAS), beliau merealisasikan cita-citanya
membangun Kampus Lapangan Geologi di Indonesia, di Karangsambung ini. Pada musim panas
tahun 1965 mengawali penggunaan kampus ini, tercatat 22 orang mahasiswa dididik di Kampus
Karangsambung yang berasal dari ITB, UGM, PTPN Veteran dan Asisten Geologi Akademi
Perminyakan Pertamina.
penulisan
laporan
memenuhi
tugas
matakuliah
geologi
Jalur Bus
Dari terminal bus antarkota kota kebumen bisa langsung menuju Karangsambung dengan
menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp 20.000 Rp 25.000.
Kendaraan Pribadi
Dari kota Kebumen langsung menuju Karangsambung melewati jalan karangsambung.
gerbang masuk jalan ini berada di Mertokondo. persis di persimpangan pasar mertokondo. perjalanan
sejauh 20 kilometer bisa di tempuh kurang lebih 45 menit. mengingat jalan yang sempit namun
mulus.
1.4 Geografi
-
Kondisi Geografis
Kondisi daerah pemetaan merupakan dataran rendah berupa wilayah endapan sungai(alluvial)
dan berupa lembah di sebelah utara dan dataran tinggi berupa bukit dan punggungan di sebelah
selatan, di daerah pemetaan banyak ditemukan beberapa sungai besar dan kecil yang keberadaanya
bermanfaat bagi penduduk sekitar dan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan sehari-hari , dengan adanya keberadaan sungai terebut memberikan manfaat juga berupa
banyak ditemukan singkapan batuan yang segar yang ada di sekitar sungai
untuk yang bekerja sebagai petani,biasanya mereka melakukan aktivitas dengan menanam
padi,jagung,singkong, kelapa,dan tanaman palawija lainya. Untuk tingkat pendidikan, mayoritas
penduduk asli daerah pemetaan masih rendah, sedikit dari penduduk yang melanjutkan pendidikan
hingga ke tingkat perguruan tinggi, pendidikan mereka mayoritas hanya sampai tingkat SMP-SMA
Untuk sistem sanitasi bagi masyarakat sekitar belum berkembang dengan baik, masyarakat
masih menggunakan kebutuhan air lewat sungai tanpa adanya system filterisasi yang memenuhi
standar kesehatan, karena banyak limbah tercemar disekitar sungai besar yang jadi pasokan utama
dalam hal kebutuhan air penduduk sekitar.
BAB II
STUDI PUSTAKA
1. Peneliti Terdahulu
Daerah Karangsambung telah mengundang banyak penelitian untuk mendiskusikan, penelitipeneliti
terdahulu
antara
lain
Asikin(1974),
Harsolumakso
et
al(1995),
Kapid
dan
Asikin(1974) Menganggap bahwa daerah ini memiliki tatanan geologi yang rumit, dengan
urutan stratigrafi yang sulit di tata karena tidak mengikuti kaidah superposisi, kesinambungan lapisan
dan faunal assemblage yang berlaku. Umumnya satuan batuan yang berbeda dipisahkan oleh
rekahan dan sesar yang terkadang ukurannya sering tidak dapat dipetakan.
Harsolumakso et al(1995) Secara khusus meneliti karakteristik satuan mlange dan olistostrom
di daerah kKarangsambung dengan menggunakan tahapan deskripsi. Penulis ini manafsirkan adanya
mekanisme longsoran, slump, dan turbidit pada endapan olistostrom dan kemudian campuran
tersebut terlihat dalam deformasi tektonik yang kuat.
Kapid dan Harsolumakso(1996) melakukan studi lebih detail dalam penentuan umur endapan
olistostrom tersebut dengan pendekatan nannofosil. Determinasi fauna dari beberapa lintasan terpilih
menunjukkan umur endapan olistostrom berkisar antara Eosen Awal-Miosen Tengah.
Harsolumakso dan Noeradi(1996) lebih lanjut membahas deformasi pada formasi
Karangsambung. Menurut mereka, struktur lipatan yang berkembang pada satuan endapan
olistostrom berhubungan dengan sesar-sesar minor, umumnya dapat diamati pada sisipan batupasir
dan batulanau. Penulis ini menyimpulkan proses deformasi pada endapan olistostrom terjadi setelah
sedimentasi dan tidak berhubungan dengan gejala pelengseran atau penggerusan yang sejalan dengan
sedimentasi.
Tersier adalah merupakan Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt. Fisiografi zona ini sama dengan
Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985). Zona tersebut berperan
dalam pembentukan dan proses Melange Lok Ulo pada umur Kapur - Paleosen.
2.3 Letak Administratif
Daerah pemetaan Waturanda berada pada wilayah Karangsambung (Kebumen, Jawa
Tengah). Daerah Waturanda terletak pada 703400 - 703630 Lintang Selatan dan 1090370010904400 Bujur Timur. merupakan daerah dengan topografi yang beragam. Daerah ini memiliki
kemiringan lereng dari 100 hingga 450 di dataran rendah dan lebih dari 450 pada dataran tinggi.
Sungai Lok Ulo merupakan sungai utama pada wilayah ini. Sungai ini mengalir dari utara menuju
selatan atau dari perbukitan Gunung Prahu-Paras hingga melewati Perbukitan Waturanda. Sungai
Lok Ulo ini menjadi muara bagi sungai-sungai yang memiliki hulu di dataran tinggi bukit.
Daerah pemetaan Waturanda terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi. Satuan tersebut adalah :
1. Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo
2. Satuan Lembah Antiklin Kedungjati
3. Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
4. Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
5. Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Pembagian satuan-satuan tersebut didasarkan pada prinsip dasar dari geomorfologi itu sendiri,
yaitu geologi dan morfologi. Geologi disini merupakan struktur yang terdapat pada satuan
tersebut dan morfologi adalah bentukan permukaan dari satuan tersebut. Sedangkan untuk
penamaan didasarkan pada bentuk geometri, proses geologi (struktur) dan nama daerah
terdapatnya satuan tersebut.
Pembahasan satuan geomorfologi berisi tentang :
Tipe genetik dan aliran sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi
Luasan (%) satuan geomorfologi dari total luas daerah pemetaan Waturanda
Terdapat beberapa sungai yang mengalir pada satuan ini. Sungai-sungai tersebut adalah sungai
Welaran, sungai Curug, sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai
Sangga. Sungai di satuan ini memiliki tipe genetik yang berbeda-beda. Sungai Welaran memiliki
tipe genetik subsekuen, sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Depok, sungai
Klepoh dan sungai Curug bertipe genetik resekuen. Untuk tipe alirannya, sungai Welaran dan
sungai Depok bertipe aliran rektangular karena aliran sungai ini dikontrol adanya struktur di
daerah tersebut, lipatan (antiklin) untuk sungai Welaran dan kekar (sekitar Jatibungkus) untuk
sungai Depok. Sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Sangga, sungai Klepoh dan
sungai Curug bertipe aliran tralis karena merupakan satu rangkaian yang kesemua aliran
sungainya berhilir ke sungai Welaran. Tahapan sungai di satuan ini baik untuk sungai Curug,
sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai Sangga bertahap muda di
bagian hulu dan bertahap muda menuju dewasa di daerah hilir. Sedangkan untuk sungai Welaran
bertahap sungai dewasa. Dikatakan memiliki tahapan muda adalah karena lebar sungai yang
hanya mencapai maksimal lebar 1.5 m dan terdapatnya jeram, sedangkan dikatakan bertahap
dewasa adalah karena mulai hilangnya jeram dan terdapatnya beberapa endapan aluvial
walaupun endapan aluvial tersebut tidak terlalu banyak. Warna air sungai yang mengalir
melewati bukit Jatibungkus relatif berwarna putih susu karena diindikasikan melarutkan
batugamping yang menyusun bukit Jatibungkus. Sungai yang melewati bukit Jatibungkus
tersebut adalah sungai Susu. Sedangkan untuk sungai yang lainnya berwarna coklat yang
mengindikasikan proses erosi oleh sungai-sungai tersebut sedang terjadi. Batuan penyusun
satuan ini adalah batulempung bersisipan batupasir. Batulempung disatuan ini memiliki ciri yang
khas, yaitu bersisik, mudah hancur, mengkilat dan memiliki fragmen.
3. Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
Satuan bukit terisolir Jatibungkus merupakan satuan yang memiliki ketinggian yang mencolok
dibanding dengan daerah sekitarnya, sehingga satuan ini digolongkan menjadi satuan tersendiri
dan dikatakan sebagai satuan bukit terisolir. Satuan bukit terisolir Jatibungkus memiliki
ketinggian maksimum 151 m dpl. Satuan ini tersusun dari batugamping, sehingga ketinggian
pada satuan ini terlihat sangat mencolok tersebut karena sifat batugamping yang lebih resisten
terhadap pelapukan dibandingkan dengan batulempung yang ada didaerah sekitarnya.
Pada satuan ini, sungai mengalir mengelilingi bukit Jatibungkus dan mengalir sejajar jurus
batuan penyusun satuan ini, sehingga tipe genetik sungainya adalah resekuen. Seperti dikatakan
sebelumnya, sungai yang mengalir melewati satuan ini relatif berwarna putih karena melarutkan
batugamping yang berwarna putih. Tahap sungai yang melewati satuan ini bertahap muda karena
letak sungainya tidak terlalu jauh dari hulu, lebar sungai yang sempit dan berjeram. Terlihat
setidaknya 3 air terjun dengan ketinggian 1-3 m yang terletak di batas satuan bukit terisolir
Jaribungkus dengan satuan lembah antiklin Welaran. Satuan bukit terisolir Jatibungkus ini
menempati 5 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda.
4. Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
Satuan ini letaknya disebelah K. Luk Ulo yang merupakan batuan basalt yang memiliki struktur
bantal. Satuan bukit ini merupakan satuan yang merupakan fragmen dalam satuan batulempung.
Satuan bukit basalt ini menempati 3 % dari total keseluruhan daerah pengamatan Waturanda.
5. Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Satuan perbukitan homoklin Selaranda menempati 40 % dari total luas daerah pemetaan
Waturanda. Batuan penyusun satuan ini adalah breksi yang berselingan dengan batupasir. Satuan
ini terdiri dari beberapa puncak tinggian, antara lain puncak bukit Waturanda, gunung Gedog,
bukit Selaranda dan gunung Bulukuning. Ketinggian puncak tinggian tersebut adalah 200 m dpl
(bukit Waturanda), 263 m dpl (bukit Selaranda), 312 m dpl (gunung Gedog) dan 337 m dpl
(gunung Bulukuning).
Sungai yang mengalir di satuan ini adalah sungai Bawang (Prumpung), sungai daerah
Eragombong, sungai Gending, sungai Gumarang, sungai daerah bukit Selaranda, sungai derah
gunung Gedog dan sungai daerah gunung Bulukuning. Sungai-sungai yang mengalir di satuan ini
memiliki beberapa tipe aliran yang berbeda antar satu sungai dengan sungai lainnya. Untuk
sungai yang mengalir di daerah bukit Selaranda, gunung Gedog dan gunung Bulukuning bertipe
aliran radial. Sungai Gumarang dan sungai Bawang bertipe aliran rektangular, sedangkan untuk
sungai Gending bertipe aliran dendritik.
Penamaan satuan perbukitan homoklin Selaranda didasarkan pada bentukan morfologi berupa
perbukitan yang memiliki dip homogen berarah relatif keselatan dan mempunyai nilai
kemiringan kurang dari 450 dan lebih dari 200 (homoklin).
1.
umur
Kapur
Tengah
s/d
Paleosen
(Sukendar
Asikin
1974).
Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari
graywacky,
skiss,lava
basalt
berstruktur
bantal,gabro,
batugamping
merah,
bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar
batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
Batuan Vulkanik Muda
Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua di
bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen
andesit dan batupasir. Komponen tersebut merupakan aliran lahar pada lingkungan darat.
Berdasarkan pada ukuran komponen yang membesar ke utara, hal ini menunjukkan arah
sumber di utara yaitu Gunung Sumbing berumur Plistosen.
(Gambar 5. Letak Pegunungan serayu selatan pada fisiografi Jawa Tengah - Van Bemmelen,
1949)
Daerah Karangsambung merupakan bagian dari zona pegunungan Serayu
Selatan. Posisi Zone Pegunungan Serayu Selatan pada sistem konvergensi antara Lempeng
Hindia
Australia
dengan
Tepi
Benua
Erasia
selama
Zaman Tersier
adalah
merupakan Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt. Wilayah tersebut sama dengan Zone
Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985)
Di daerah Lok Ulo (Karang Sambung) dimana batuan Pra-tersier dan tersier
tersingkap, dapat dibedakan adanya dua pola struktur utama, yaitu yang arahnya timur lautbarat daya dan barat timur. Pola yang berarah timur laut barat daya merupakan batuan pra
tersier yang terdiri dari kompleks mlange yang berumur Kapur Atas Paleosen (Sukendar
Asikin, 1974). Hubungan antara satu batuan dengan yang lainnya memiliki lingkungan dan
genesa pembentukan berbeda yang terdapat di mlange, umumnya berupa sesar yang berarah
timur laut-barat daya atau ke arah Meratus. Pola yang berarah barat-timur terdiri dari
perlipatan dan sesar, dan umumnya melibatkan batuan berumur tersier.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola yang arahnya timur laut - barat daya
sangat dominan di bagian timur Jawa Tengah ini, merupakan jejak tektonik Kapur-Paleosen
yang berbentuk jalur subduksi akibat interaksi antara lempeng Indo Australia dan lempeng
Mikro Sunda. Jalur tersebut juga merupakan kelanjutan dari jalur subduksi yang tersingkap di
Ciletuh Jawa barat.
Menurut Paltrinieri dkk. (1976), di daerah Lok Ulo pada jaman Eosen Tengah,
lingkungan pengendapan telah berubah dari endapan laut dalam menjadi laut dangkal pada
jaman berikutnya, yaitu Eosen Akhir sampai Oligosen. Ini menunjukkan bahwa sebelum
Miosen daerah Lok Ulo dan sekitarnya merupakan suatu jalur pengangkatan, dan membentuk
suatu jalur pemisah antara daerah pengendapan (cekungan) utara dan selatan.
Jalur pemisah tersebut terbentang dari Semarang, Wonosobo-Banjarnegara-Cilacap,
dan merupakan batas tektonik penting antara bagian barat dan timur pulau Jawa (Utung dan
Sato, 1978). Di sebelah barat dari batas tektonik ini, poros-poros perlipatan mengarah ke
barat laut-tenggara sedangkan sebelah timurnya berarah barat-timur.
Terdapat 2 struktur besar dan beberapa struktur kecil di daerah pemetaan Waturanda.
Struktur besar tersebut adalah :
1. Struktur Antiklin Kedungjati
2. Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
Sedangakan struktur kecil didaerah pemetaan yang hanya diperkirakan tanpa adanya
perhitungan adalah kekar dan kenampakan sesar secara lokal pada singkapan.
1. Struktur Antiklin Welaran
Struktur antiklin Welaran ini merupakan struktur salah satu anggota dari rangkain
antiklin (antiklinorium) yang membentuk antiklin besar Karangsambung. Sumbu dari
struktur antiklin ini terletak di daerah sungai Welaran. Sumbu ini diperkirakan terletak
sepanjang aliran sungai Welaran yang diperkuat dengan kelurusan sungai Welaran dan
ditemukannya singkapan sumbu antiklin di sungai Welaran. Struktur antiklin ini
diketahui dari adanya arah dip yang berlawanan dan saling bertolak belakang, dip yang
satu berarah relatif kearah utara, sedangkan dip yang lainnya berarah selatan. Dip yang
berarah selatan inilah yang akhirnya membentuk homoklin, karena besar sudut
kemiringannya yang kurang dari 450 dan lebih dari 200 yang sebagian besar mendominasi
arah dan besar sudut kemiringan lapisan di daerah pemetaan Waturanda.
2. Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
Sesar naik Krembeng hanya bisa diperkirakan karena tidak dilakukan perhitungan yang
berkaitan dengan gaya yang terdapat pada sesar, seperti perhitungan shear facture, arah
breksiasi dan hal lain sebagainya. Sesar naik didaerah Krembeng diinterpretasikan dari
adanya kelurusan yang terdapat pada sungai Krembeng yang terlihat pada peta dan
adanya daerah hancuran di daerah sungai Krembeng. Disimpulkannya jenis sesar yang
ada di daerah sungai Krembeng menjadi sesar naik adalah karena adanya mikrofold di
daerah tersebut. Mikrofold merupakan salah satu penanda adanya gaya kompresional dan
gaya kompresional tersebut pada umumnya terjadi pada sesar naik.
Daerah Waturanda berada formasi Waturanda berumur Eosen Awal. Daerah ini
mempunyai trend kemiringan ke arah Selatan. Pada interpretasi struktur, daerah ini
merupakan salah satu sayap Antiklin cekungan Amphitheater Karangsambung.
Lingkungan pengendapan tiap satuan kecuali satuan Aluvial berada pada laut
dalam. Satuan Aluvial berada pada lingkungan fluvial.
BAB III
Sejarah Geologi Waturanda
1.1 Pembentukan Satuan Batulempung A
Sejarah geologi daerah waturanda dimulai dengan pengendapan batulempung A
pada lingkungan laut dalam. Satuan ini merupakan satuan berfragmen yang dicirikan oleh
adanya fragmen batugamping dan fragmen lava basalt di lapisan batulempung tersebut.
Batugamping dikatakan sebagai fragmen pada satuan batulempung A ini karena kontak
antara batugamping dengan batulempung tidak menerus. Hal ini mungkin terjadi
mungkin akibat terjadinya transportasi yang dialami batugamping dari lokasi tertentu
sehingga tertransportasikan ke satuan batulempung.
kemudian terangkat
kepermukaan yang diakibatkan oleh proses tektonik. Akibat proses tektonik yang
berpengaruh pada batuan batuan tersebut maka terbentuklah pola kemiringan, strukturstruktur geologi kemudian dengan seiring waktu dan telah tersingkap ke permukaan maka
proses pelapukan dan erosi pun turut serta membentuk sehingga batuan yang resisten
maupun tidak resisten terbentuk menjadi perbukitan, sungai, lembah, dan lain-lain.
Tujuan
: Pra pemetaan
Tanggal
: 3 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.8
Daerah
: Semampir K. Sadang
Tujuan
: Pra pemetaan
Tanggal
: 4 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
Daerah
: Prumpung K. Jaya
Tujuan
: Pemetaan
Tanggal
: 5 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
Daerah
: Prumpung K. Jaya
Tujuan
:Pemetaan
Tanggal
: 5 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
3.7
3.8
Daerah
: K. Jaya K. Gumarang
Tujuan
: Pemetaan
Tanggal
: 6 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
N 198 E / 67
4.9
N 270 E / 67
Daerah
: K. Krembeng
Tujuan
: Pemetaan
Tanggal
: 7 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Mendung
Catatan
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5
5.6
5.7
5.8
Daerah
: K. Susu K. Depok
Tujuan
: Pemetaan
Tanggal
: 8 Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
6.1
6.2
6.3
6.4
Daerah
: K. Curug
Tujuan
: Pemetaan
Tanggal
: Oktober 2010
Cuaca
Lokasi
: Cerah
Catatan
7.1
7.2
7.3
Daftar Pustaka
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan ini. penulis menyadari, laporan yang penulis buat itu bukan merupakan
suatu yang instant. Itu buah dari suatu proses yang relatif panjang, menyita segenap tenaga dan
fikiran.
Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materian selama
melaksanakan kuliah lapangan karangsambung.
2. Pihak penyelenggara Kuliah Lapangan karangsambung tahun 2010 baik dari ITB ( Bapak
Bambang Priadi, Bapak Gusti Bagus Edi Sutjipta, Bapak Nurcahyo Eko Basuki, Bapak Chalid
Idham Abdullah, Bapak Agus Handoyo Harsolumakso, Bapak Budi Brahmantyo, Bapak Herwin
dan Bapak Aswan) maupun dari UNSOED (Bapak Gentur Waluyo, Bapak Mochammad Aziz,
Bapak Siswandi, Bapak Sachrul Iswahyudi, Bapak Eko Bayu Purwasatriya) yang telah
memberikan pengarahan selama kuliah lapangan karangsambung.
3. Asisten dari ITB (ka sapta, ka selly, ka dipo, ka ade, ka peya, ka pian, ka adi, ka sendi, ka roy)
4. Romandar (Geologi unhas 2006) yang selalu memberikan support dan masukan baik dari segi
ilmu pengetahuan maupun cara bersikap selama mengikuti kuliah lapangan karangsambung
5. Teman kostn yang telah menemani selama 25 hari di karangsambung (Amalia wokas, Ratna
amalia, Diktri martini, Tri puji astuti, Anik yulianti, Rifha fatiha, Dwianti puspita, Dwi indriyati,
Istiana ).
6. Teman satu kamar di asrama penosogan (Ratna amalia pradipta, Vena NIL, Galih anitasari).
7. Teman seperjuangan selama mapping (para wanita perkasa : Fitriany amalia, Fitriana hidayah,
Aquarista nur atwi, Amalia wokas).
8. Dan segala pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan
moril-materil kepada saya sehingga saya dapat menjadi seperti hari ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi
serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini dan semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Semua kekurangan dan
kesalahan pada penulisan laporan ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan
ketik. Sekali lagi penulis memohon maaf. Semoga laporan yang sederhana ini akan ada manfaatnya.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karangsambung adalah
sebuah kecamatan di Kabupaten
Kebumen, ProvinsiJawa
Tengah, Indonesia. Wilayah Karangsambung, terletak + 19 Km utara kota Kebumen. Di Kecamatan
Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola oleh Balai Informasi Dan
Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cagar Alam Geologi
Nasional-Karangsambung merupakan laboratorium alam untuk mempelajari geologi pada khususnya
dan kebumian pada umumnya. Di wilayah Karangsambung dapat dijumpai berbagai jenis batuan Beku,
Sedimen dan Metamorfosa sebagai hasil proses tumbukan antara Lempeng Samudra Hindia-Australia
dengan Lempeng Benua Eurasia. Karangsambungmerupakan dasar samudera. Akibat tumbukan antara
tiga lempeng bumi tersebut maka kawasan Karangsambung sekarang terangkat ke permukaan.
Daerah Karangsambung memiliki ciri khas geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Pada
daerah ini terdapat batuan Pra-tersier dengan jenis batuan yang beragam serta tatanan dan
struktur geologi yang sangat kompleks. Kondisi geologi yang kompleks ini terbentuk karena pada
daerah karangsambung merupakan zona meratus, yaitu daerah pertemuan antara lempeng (subduksi)
yang terangkat. Lempeng yang saling bertabrakan tersebut membentuk boudin-boudin lonjong yang
membentuk formasi masing-masing dengan jenis batuan yang beragam. Sebelum palung subduksi
tersebut terangkat, banyak jenis batuan yang terendapkan dengan batuan dominannya berupa batu
lempung. Pada daerah ini juga ditemukan batuan yang berada di laut dalam, karena proses
pengangkatan pada zona palung subduksi tersebut.
Geologi Karangsambung mempunyai formasi yang khas jika dibandingkan dengan daerah lain.
Hal ini terlihat dari bentuk morfologi yang berbentuk lonjong-lonjong dan berbukit dengan batuan
yang berbeda-beda, stratigrafi daerah ini sangat khas dan membentuk formasi yang beragam,
struktur geologi pada daerah ini terdiri dari lipatan, sesar dan kekar. Hal ini yang mendasari bagi
penulis untuk melakukan kegiatan penelitian didaerah tersebut, dengan tujuan untuk mempelajarti
karakteristik, pengelompokan,dan fenomena-fenomena tektonik yang ada dan tersingkap serta
mempelajari dan menganalisa sejarah geologi daerah Karangsambung, khusunya daerah yang menjadi
sasaran lokasi pemetaan.
Contoh singkapan
1.
2.
3.
4.
Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan
pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut
sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi
daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi
(batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum
perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan
(traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka
mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop
(titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari
lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi
(interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan
pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas)
dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan.
Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur
perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran
penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap
memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
lain :
1. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
2. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.
3. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi).
4. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.
menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari data pengamatan
singkapan di lapangan.
dan Pengembangan Geoteknologi LIPI. Batuan tertua berumur Pra-Tersier, terkelompok dalam
Kompleks Bancuh Luk Ulo yang terdiri dari fragmen-fragmen batuan-batuan metamorf, beku
basa-ultrabasa dan sedimen laut dalam, dengan massa-dasar batu-lempung terekristalisasi.
Kontak batuan berupa struktur gerusan merupakan salah satu ciri kompleks ini. Kompleks ini
ditutupi oleh batuan sedimen
Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan yang berumur Eosen Akhir dan oligoMiosen. Formasi Karangsambung terdiri dari batulempung gampingan hingga napal, berwarna
abu-abu gelap dan mengkilat. Setempat dijumpai sisipan batulanau dan batupasir gampingan
yang memperlihatkan struktur lengseran (slump), blok batugamping foraminifera (Nummulites
dan Discocyclina) yang terimbrikasi, juga konglomerat polimik di sekitar batugamping.
Formasi Totogan sering kali disebut sebagai Satuan Breksi-Lempung. Fragmen dalam
lempung bersisik berukuran sampai bongkah, terdiri dari batulempung, batupasir, batugamping,
konglomerat dan batuan beku basaltik. Kedua formasi ini mewakili endapan bancuh sedimenter
atau endapan olistostrom. Selaras di atas Formasi Totogan dijumpai Formasi Waturanda yang
terdiri dari breksi volkanik berselingan dengan batupasir tufan, berumur Miosen Bawah. Secara
berangsur litologi yang ada berubah menjadi batupasir gampingan dan napal tufan yang dikenal
sebagai Formasi Penosogan. Batuan beku di daerah ini terbentuk dalam tiga periode magmatik,
diwakili oleh diabas, andesit basaltis dan riolit. Periode magmatik pertama pada zaman PraTersier berafinitas toleit punggung tengah samudera, produk magmatiknya merupakan bagian
dari Bancuh Luk-Ulo.
Periode kedua (Eosen Akhir) dan ketiga (Oligosen) merupakan batuan
terobosan berafinitas kalk-alkalin berasosiasi dengan proses subduksi. Penelitian ini
dimaksudkan
untuk
membuat
dokumentasi
visual
terhadap
data
geologi
yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
2.1. Fisiografi Karangsambung
Daerah Karangsambung termasuk kedalam Kecamatan Karangsambung, Kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Karangsambung terletak pada koordinat
703400-703630 LS dan 10903700-10904400 BT dengan ketinggian 100-401 m dpl.
Kawasan ini memiliki area seluas 20 x 20 km2. Desa Karangsambung yang berada dan menjadi
titik pusat di dalam kawasan ini terletak 19 km di sebelah utara kota Kebumen.
Bagian
utara
kawasan
geologi
karangsambung merupakan pegunungan Serayu Selatan (meliputi derah dari barat timur:
Purwokerto, Banjarnegara dan Wonosobo). Pada umumnya daerah ini terdiri atas dataran rendah
hingga perbukitan bergelombang dan perbukitan tak teratur yang mencapai ketinggian hingga
520 m.
2.2 Geomorfologi Regional
Morfologi daerah Karangsambung memiliki kenampakan morfologi yang beraneka
ragam. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh deformasi, struktur geologi, erosi, dan jenis
litologi yang ada pada daerah Karangsambung.
Foto daerah Karangsambung tahun 1986. Terlihat jelas bentukan bentang alam yang dikenal dengan bentuk
amphiteather atau tapal kuda yang terbuka ke arah barat.
Bentang alam Karangsambung dikontrol dua faktor utama yaitu, persebaran litologi dan
struktur geologi. Struktur geologi berupa proses pengangkatan akibat perlipatan dan proses
pembentukan patahan serta kekar menjadi tahap awal dari ekspresi topografi daerah
Karangsambung ini, yang dicirikan oleh bentuk pegunungan lipatan. Selanjutnya proses erosi
mengakibatkan tersingkapnya batuan-batuan yang berumur tua. Tingkat ketahanan batuan
terhadap proses geomorfik menghasilkan ekspresi topografi yang khas pada daerah ini yang
berupa amphiteather.
2.3
Stratigrafi Regional
Menurut Asikin, et al. (1992 op. cit. Triono dan Cahyono, 2000), daerah Karangsambung
memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang
dan Aluvial (Gambar 2.3).
Kompleks Melange Luk Ulo merupakan yang tertua pada daerah Karangsambung
bahkan pada Pulau Jawa. Kompleks ini memiliki umur Kapur Atas sampai Paleosen yang
terbentuk karena terjadinya proses subduksi antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng IndoAustralia (Asikin, 1974 op. cit Hadiyansyah, 2005). Pada kompleks ini terdapat fragmen-
fragmen yang dapat dibagi menjadi dua yaitunative blocks yang merupakan bongkah-bongkah
selingkungan yang pada umumnya terdiri dari greywacke, dan exotic blocks yang merupakan
bongkah-bongkah asing berukuran besar dan berbentuk lonjong seperti boudine terdiri dari sekis,
rijang, peridotit, serpentinit, gamping merah, dan gabro.
Kompleks Melange terdiri dari dua satuan yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Pada Satuan Seboro, bongkah-bongkah asing lebih banyak daripada masadasarnya. Pada Satuan
Jatisamit, bongkah-bongkah asing lebih sedikit daripada masadasarnya.
Formasi Karangsambung diendapkan tidak selaras di atas Kompleks Melange Luk Ulo.
Formasi ini memiliki umur Eosen yang terdiri dari batulempung bersisik dengan warna hitam
perselingan dengan batupasir. Pada formasi ini banyak dijumpai fragmen-fragmen berukuran
bongkah seperti konglomerat dan batugamping numulites.
Di atas Formasi Karangsambung, diendapkan Formasi Totogan secara selaras. Formasi
ini memiliki umur Oligosen sampai Miosen Awal yang terdiri dari fragmen-fragmen berupa
batugamping, lava basalt dan sekis. Kemudian diendapkan Formasi Waturanda secara selaras.
Formasi Waturanda memiliki umur Miosen Awal dengan litologi secara umum adalah
breksi sedimenter dengan basalt dan batupasir sebagai fragmennya. Endapan breksi ini terjadi
karena proses turbidit.
Formasi Penosogan diendapkan selaras diatas Formasi Waturanda. Formasi Penosogan
memiliki umur Miosen Tengah yang terdiri dari batupasir, batulempung, batugamping, dan tuff.
Pada bagian bawah formasi ini terdiri dari dominasi batupasir perselingan batulempung,
kemudian berubah menjadi dominasi batugamping (kalkarenit) perselingan batulempung.
Terdapat juga Breksi Kemangguan yang menjari dengan Formasi Penosogan.
Formasi Halang diendapkan selaras di atas Formasi Penosogan. Formasi Halang memiliki
umur Pliosen yang terdiri dari batupasir, batulempung, tuff, dan breksi. Perselingan batupasir dan
batu lempung akan semakin menebal ke arah atas.
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur Holosen dan
pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang.
2.4
Geologi Struktur
Daerah Karangsambung memiliki dua periode subduksi (gambar 2.4) sampai saat ini.
Subduksi pertama terjadi pada Zaman Kapur Akhir sampai Paleosen (Sucipta, 2006). Subduksi
ini memiliki arah baratdaya-timurlaut sehingga struktur-struktur yang terbentuk akan memiliki
arah yang sama secara umum. Struktur tersebut dikenal juga sebagai Pola Meratus. Struktur ini
diperkirakan terjadi karena adanya subduksi antara Lempeng Eurasia dengan mikrokontinen
yang berasal dari Lempeng Indo-Australia.
Perkembangan Subduksi Pulau Jawa. Terjadi perubahan jalur subduksi, ketika Kapur Akhir berpola meratus,
barat daya-timur laut, dan ketika Oligosen berubah menjadi barat-timur (Modified from Katili, 1975 and Sujanto
et. Al. 1977 op cit. Triono dan Cahyono, 2000)
Subduksi kedua terjadi pada Zaman Tersier (Sucipta, 2006 op cit. Hadiyansyah, 2005).
Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini terjadi karena tumbukan antara Lempeng
Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia. Subduksi kedua ini terjadi setelah subduksi pertama
berhenti dan terbentuk di selatan dari subduksi pertama.
Adanya perbedaan sifat fisik dari batuan akibat gaya tektonik yang berkerja
menghasilkan beragam jenis struktur geologi. Selain itu, faktor tekanan dan temperatur juga
mempengaruhi sifat dari sifat fisik suatu batuan. Pada daerah ini terjadi deformasi ductile berupa
perlipatan raksasa dan juga deformasi brittle yang menghasilkan shear fractureberupa sesarsesar dan extentional fracture berupagash fracture, kekar, dll.
Selain itu juga terdapat struktur lain yang berkembang yaitu boudinage/boudine. Struktur
ini terjadi akibat adanya flowstretching searah gerakan tektonik dan hanya terjadi pada batuan
yang lebih keras. Sumbu terpanjang boudine akan sejajar dengan arah aliran sehingga sejajar
dengan sumbu lipatan. Boudine tersebut terkepung dalam masa dasar berupa lempung hitam
dengan ukuran boudinedari kerikil sampai bongkah.
BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. Geomorfologi
1.
2.
3.
a.
Pada peta geomorfologi daerah penelitian ini dapat dibedakan menjadi 7 satuan geomorfologi, yaitu :
Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Satuan ini mencakup 28% daerah penelitian. Satuan ini ditunjukkan oleh pola kontur rapat yang
membentuk rupa pegunungan, yang berarti satuan ini tersusun atas batuan-batuan yang bersifat resisten terhadap
pelapukan, dan keterdapatannya di lapangan satuan ini tersusun oleh litologi breksi. Satuan ini dikontrol oleh arah
kemiringan batuan yang dominan menuju ke selatan, begitu pula dengan pola aliran sungai sub trellis yang
menandai di daerah ini terdapat kekar-kekar atau bidang lemah lainnya yang kemungkinan terbentuk saat daerah ini
terdeformasi. Satuan ini ditandai dengan warna merah.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Satuan ini mencakup 5% daerah penelitian. Satuan ini memiliki kontur yang rapat dan memiliki kemiringan
yang searah sehingga dinamakan homoklin. Batuan dominan batupasir meskipun terdapat pula batulempung disana.
Perbandingan antara batulempung dan batupasir adalah 1:5. Satuan batuan ini ditandai dengan warna bitu.
a.
b.
c.
3.2. Stratigrafi
3.2.1. stratigrafi regional
Menurut Asikin, et al. (1992 op. cit. Triono dan Cahyono, 2000), daerah Karangsambung
memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang
dan Aluvial (Gambar 2.3).
Kompleks
Melange Luk Ulo merupakan
yang tertua pada daerah
Karangsambung bahkan pada
Pulau Jawa. Kompleks ini
memiliki umur Kapur Atas
sampai Paleosen yang terbentuk karena terjadinya proses subduksi antara Lempeng Eurasia
dengan Lempeng Indo-Australia (Asikin, 1974 op. cit Hadiyansyah, 2005). Pada kompleks ini
terdapat fragmen-fragmen yang dapat dibagi menjadi dua yaitunative blocks yang merupakan
bongkah-bongkah selingkungan yang pada umumnya terdiri dari greywacke, dan exotic
blocks yang merupakan bongkah-bongkah asing berukuran besar dan berbentuk lonjong
seperti boudine terdiri dari sekis, rijang, peridotit, serpentinit, gamping merah, dan gabro.
Kompleks Melange terdiri dari dua satuan yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Pada Satuan Seboro, bongkah-bongkah asing lebih banyak daripada masadasarnya. Pada Satuan
Jatisamit, bongkah-bongkah asing lebih sedikit daripada masadasarnya.
Formasi Karangsambung diendapkan tidak selaras di atas Kompleks Melange Luk Ulo.
Formasi ini memiliki umur Eosen yang terdiri dari batulempung bersisik dengan warna hitam
perselingan dengan batupasir. Pada formasi ini banyak dijumpai fragmen-fragmen berukuran
bongkah seperti konglomerat dan batugamping numulites.
Di atas Formasi Karangsambung, diendapkan Formasi Totogan secara selaras. Formasi
ini memiliki umur Oligosen sampai Miosen Awal yang terdiri dari fragmen-fragmen berupa
batugamping, lava basalt dan sekis. Kemudian diendapkan Formasi Waturanda secara selaras.
Formasi Waturanda memiliki umur Miosen Awal dengan litologi secara umum adalah
breksi sedimenter dengan basalt dan batupasir sebagai fragmennya. Endapan breksi ini terjadi
karena proses turbidit.
Formasi Penosogan diendapkan selaras diatas Formasi Waturanda. Formasi Penosogan
memiliki umur Miosen Tengah yang terdiri dari batupasir, batulempung, batugamping, dan tuff.
Pada bagian bawah formasi ini terdiri dari dominasi batupasir perselingan batulempung,
kemudian berubah menjadi dominasi batugamping (kalkarenit) perselingan batulempung.
Terdapat juga Breksi Kemangguan yang menjari dengan Formasi Penosogan.
Formasi Halang diendapkan selaras di atas Formasi Penosogan. Formasi Halang memiliki
umur Pliosen yang terdiri dari batupasir, batulempung, tuff, dan breksi. Perselingan batupasir dan
batu lempung akan semakin menebal ke arah atas.
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur Holosen dan
pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
a.
Satuan Breksi Seleranda
Satuan breksi ini berlokasi di daerah perbukitan seleranda yang merupakan bagian utara
dari lokasi pemetaan. Breksi ini adalah breksi formasi waturanda yang berumur miosen bawah
sampai miosen tengah. Breksi, hitam, fragmen kerikil-kerakal, matriks pasir sedang, kemas
terbuka, non karbonatan, sortasi buruk, porositas baik. Tebal lapisan breksi tersebut adalah
82,9m.
Breksi ini diendapkan pada laut dalam dengan arus turbid dicirikan oleh fragmen batuan
yang menghalus keatas, atau semakin muda fragmennya berangsur mengecil, dan kemas yang
terbuka selain itu dicirikn dengan sortasi yang buruk pada singkapannya.
b.
Satuan Batupasir
Satuan batupasir ini berlokasi di daerah kaligending, kuok, krembengsampai dengan
kalijaya. Batupasir ini merupakan anggota dari formasi waturanda yang umurnya lebih muda dari
formasi waturanda yaitu miosen awal miosen tengah. Batupasir, abu-abu terang, silangsiur,
kompak, karbonatan, sortasi baik, porositas baik, kemas tertutup, ukuran butir pasir kasar-halus.
Tebal lapisan satuan batupasir ini adalah 30m.
Batupasir ini diendapkan di laut dalam dicirikan oleh sifat batupasir yang karbonatan,
terdapan struktur silangsiur, graded badding, dan laminasi yang menandakan arus turbidit dan
diendapkan selaras setelah pengendapan breksi. Ukuran butir dari mulai breksi sampai pasir ini
berangsur dari kasar menjadi halus, yang memperkuat bahwa lingkungan pengendapannya sama.
c.
Satuan Batulempung
Satuan batulempung ini tersebar didaerah kalijaya hilir, kuok, kalikudukulon sampai
dengan daerah antara gunung cantel dan wudel.litologi selain batupasir ada juga batulempung,
akan tetapi lebihdominan lempung. Batulempung, abu-abu gelap, laminasi, kompak, karbonatan,
ukuran butir lempung. Dengan ketebalan 32,5m.
Satuan Batugamping
Satuan batugamping ini tersebar didaerah gunung cantel melingkar sampai dengan
tegalsari, ditemukan perulangan perlapisan dikedua daerah tersebut dan dominasi oleh
gamping. Batugamping, coklat muda, laminasi, karbonatan, kompak, sortasi baik, porositas baik,
kemas tertutup, ukuran butir pasir sedang-pasir halus.tebal satuan batugamping ini adalah 51,3m.
Batugamping ini diendapkan selaras setelah batulempung yang meupakan anggota dari
formasi totogan, dicirikan dengan adanya perselingan batupasir krbonat, tuff, dan batugamping
yang mendominasi perlapisan batuan.lingkungan pengendapan masih sama dengan batulempung
yaitu di laut dalam.
e.
Satuan Breksi Pencil
Bongkah breksi dengan warna tanah coklat kemerahan. Awalnya diduga breksi ini
hanyalah bongkah akan tetapi setelah melihat warna tanahnya (coklat kemerahan) dapat
dipastikan bahwa itu adalah singkapan breksi. singkapan batuan ini memang ada dan sudah lapuk
sehingga singkapan ini berubah menjadi bongkah. Ukuran singkapan yang ditemukan di daerah
pencil adalah sekitar 2mx3m. merupakan ukuran bongkah yang besar. Breksi, abu-abu terang,
fragmen ukuran kerikil sampai dengan kerakal, fragmen andesitic dan basaltic, kemas terbuka,
matrik pasir sedang-kasar, porositas baik, non karbonatan. Tebal satuan ini adalah 46,5m
Lingkungan pengendapan breksi ini adalah dilaut dalam dicirikan dengan fragmen
batuan, kemas, dan bentuk fragmen yang ada pada breksi tersebut. Satuan breksi ini termasuk
dalam formasi haling. Yang diendapkan selaras setelah satuan batugamping. Breksi ini berumur
Miocene akhir-pliocene.
f.
Satuan Aluvial
Satuan ini adalah satuan termuda pada daerah pemetaan yang masih berlangsung
pengendapannya hingga saat ini, merupakan material lepas-lepas yang terdiri dari batuan
beku, batuan sedimen dan batuan metamorfdengan ukuran lempung, sampai bongkah.Satuan ini
diendapkan secara tidak selaras yang tersebar di sekitar Sungai Luk Ulo.
Struktur berikutnya ditemukan di sebelah utara dari daerah pencil yaitu daerah krembeng.
Terlihat berbagai macam struktur yang terdapat disana, sehingga dari macam-macam struktur
yang ada ini kita dapat menyimpulkan gejala apa yang terjadi pada daerah tersebut. Struktur
yang terdapat pada daerah krembeng adalah mikrofold, shear farackture, breksiasi dan sesarsesar minor yang membentuk gores garis. Dengan pitch sebesar 35odan 45o.dip yang ditemukan
pada daerah ini cenderung acak-acakan.
Struktur ini semua terbentuk setelah proses pengendapan batuan yang ada pada lokasi
pemetaan. Dapat dilihat dari penyebaran struktur yang tidak merata pada daerah penelitian.
a. Struktur sesar mendatar
Di daerah krembeng, ditemukan gejala-gejala struktur yang memperlihatkan ada sesuatu
yang besar yang memang terjadi disana. Yaitu mikrofold, shear frackture arah kreksiasi dan
gores garis yang memperlihatkan adanya struktur sesar yang terjadi dilokasi tersebut. Dengan
hasil pengukuran pitch 35odan 45o telah dapat lansung diketahui bahwa sesar yang ada pada
lokasi tersebut adalah sesar mendatar. Dicirikan oleh pitch yang kurang dari 45o merupakan
sesar mendatar, apabila pitch nya lebih dari 45o merupakan sesar naik atau sesar turun.
Masih belum diketahui benar jenis sesar mendatar apa yang ada di lokasi tersebut karena
data yang relative kurang. Apabula dilihat dari gejala-gejala yang ada, kemungkinan masih bias
diperkirakan bahwa sesar tersebut adalah sesar mendatar yang relative naik karena gaya
kompresi yang membentuk sinklin dibagian selatan daerah penelitian.
b.
Struktur perlipatan
Struktur perlipatan di daerah penelitian adalah sinklin di bagian selatan (Cantel). Sinklin
Cantel merupakan ekspresi dari compressional stress dari arah utara-selatan. Kemungkinan
perbedaan sifat batuan ikut mempengaruhi morfologi yang ada saat ini, terbukti dengan
terdapatnya satuan batugamping di sepanjang punggungan sinklin hingga G.Cantel, yang lebih
resistif daripada satuan batulempung yang membentuk morfologi lembah di bagian timur
punggungan.
Dimulai dari moicene awal dimana breksi formasi waturanda yang terdapat di bagian
utara lokasi pengamatan terbentuk. Breksi ini adalah satuan batuan pertama yang diendapkan di
laut dalam dengan arus turbidit yang dicirikan oleh fragmen batuan yang menyudut, fragmen
menghalus kearah yang lebih muda, kemas terbuka dan sortasi nya yang buruk. Pengendapan
breksi ini terjadi dengan tenang tanpa adanya gejala tektonik yang berarti yang mengganggu
pengendapan tersebut.
Setelah pengendapan breksi yang semakin menghalus, kemudian diendapkan pasir kasar
yang diendapkan pada waktu yang berbeda. pengendapan ini terjadi dilaut dalam dengan arus
turbidit masih sama dengan pengendapan breksi, dicirikan dengan batupasir yang bersifat
karbonatan dan struktur batuan nya graded badding. Perlapisan ini diendapkan selaras dengan
breksi. Perlapisan batuan ini terbentuk secara berangsur dari breksi menjadi pasir. Makin
menghalus ke muda.
Dari Miocene awal menuju miocen tengah diendapakan satuan batulempung yang selaras
diatas batupasir, pada satuan batulempung ini sudah mulai memasuki anggota formasi
penosogan.pengendapan batuan terus berlangsung di laut dalam, yang dicirkan oleh sifat batuan
yang karbonatan. Setelah batulempung terbentuk, kemudian diendapkan selaras diatasnya
batugamping di laut dalam akantetapi masih diatas zona ccd, pengendapan terjadi secara normal
sampai terbentuk breksi formasi haling yang diendapkan selaras diatas batugamping yang
berumur miosen akhir sampai dengan pliosen.
Pengendapan batuan yang terjadi pada daerah pengamatan berlangsung selaras, tanpa
adanya gejala tektonik yang berarti, sehingga perlapisan ini diendapkan sesuai dengan hokum
superposisi. Sampai terjadi Subduksi. Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini
terjadi karena tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia.
Gerakan yang berasal dari bumi yang menyebabkan atau menimbulkan bentuk-bentuk
tertentu disebabkan karena adanya gaya tegangan yang terdapat di kerak bumi disebut gaya
endogen. Gejala tektonik merupakan bagian dari gaya endogen. Tektonisme adalah tenaga yang
berasal dari kulit bumi yang menyebabkan perubahan lapisan permukaan bumi, baik mendatar
maupun vertikal. Sedangkan, tenaga tektonik adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang
menyebabkan gerak naik dan turun lapisan kulit bumi. Gerak itu meliputi gerak orogenetik dan
gerak epirogenetik. (orogenesa dan epiro genesa). Gerak orogenetik adalah gerak yang dapat
menimbulkan lipatan dan patahan serta retakan disebabkan karena gerakan dalam bumi yang
besar dan meliputi daerah yang sempit serta berlangsung dalam waktu yang singkat, dan gerak
epirogenetik adalah gerak yang menyebabkan muka bumi naik dan turun karena gerak bumi
yang sangat lambat serta meliputi daerah yang luas.
deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan pindah
dari kedudukannya semula membentuk lengkungan. Selain itu, lipatan adalah lapisan kulit bumi
yang mendapat tekanan yang arahnya mendatar. Lipatan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
bentuk lengkungan, yaitu antiklin dan sinklin.
Pada kasus di daerah pencil ini kita menemukan sebuah lipatan berupa sinklin dan
kemungkinan aka nada antiklin pada daerah tersebut. Pada saat pembentukan sinklin ini,
memberikan pengaruh pada daerah diatasnya yaitu daerah krembeng, awalnya daerah krembeng
mungkin adalah antiklin akan tetapi karena batuan yang ada di daerah tersebut relafif kompak,
sehingga menyebabkan batuan tidak dapat menahan gaya yang ada dan menimbulkan pergerakan
berupa sesar geser yang relative naik. Subduksi terus terjadi sehungga menyebabkan daerah
tersebut terangkat, seiring dengan proses pengangkatan ini terbentuklah sungai lokulo yang tidak
selaras dengan lapisan batuan sebelumnya. Di sungai ini masih terjadi pengendapan hingga saat
ini.
BAB IV
KESIMPULAN
Dilihat dai segi geomormologi nya Daerah Gunung Cantel terdiri dari 7 satuan geomorfologi yaitu: Satuan
Dataran Aluvial Luk Ulo, Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda, Satuan Lembah Struktural Sesar Krembeng,
Satuan Lembah Sinklin Kalijaya, Satuan Pegunungan Sinklin Cantel, Satuan Lembah Sinklin Cantel, dan Satuan
Bukit Homoklin Wudel.
Stratigrafi daerah Gunung Cantel dibagi menjadi enam satuan litologi dari yang tua ke
yang muda yaitu breksi seleranda, batupasir, batulempung, batugamping, breksi pencil, alluvial.
Yang diendapkan dilaut dalam kecuali alluvial yang terbentuk setelah terjadi nya pengangkatan.
Terdapat dua struktur utama di daerah Gunung Cantel, yaitu struktur sesar mendatar yang
relatif naik di daerah Krembeng dan struktur lipatan berupa sinklin yang terbentuk di selatan
daerah pengamatan, sepanjang 3m dengan sumbu sinklin disepanjang pencil, sampai kalijaya
hilir.
Porses pengendapan lapisan batuan secara selaras di lingkungan laut dalam dimulai dari
breksi seleranda sampai dengan breksi pencil, kemudian terjadi subduksi yang menyebabkan
kompresi pada lokasi penelitian dan menimbulkan struktur-struktur yang ada. Subduksi terus
berlangsung, terjadi pengangkatan dan muncul lah daratan sehingga alluvial dapat terbentuk.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Geologi berasal dari kata Yunani. Geo yang berarti bumi, dan kata Logosyang berarti
ilmu/kajian. Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi, komposisi,struktur, sifat-sifat
fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Kajian ilmu Geologi yaitu Litosfer. Litosfer adalah lapisan bagian luar bumi, bersifat
keras dan disebut kerak bumi. Para geology menentukan umur bumi yang diperkirakan sekitar
4.5 miliar (4.5x109) tahun dan menentukan bahwa kulit bumi terpecah menjadi lempeng
tektonik yang bergerak di atas mantel yang setengah cair (astenosfir) melalui proses yang sering
disebut tektonik lempeng.
Ada banyak batuan yang tersebar di kerak bumi, dimana batuan merupakan
kumpulan-kumpulan dari mineral-mineral yang sudah dalam keadaan membeku/keras. Batuan
tersebut harus melewati siklus, dimana asal batuan yaitu magma hingga ia mengalami proses
panjang hingga meleleh kembali menjadi magma.
Dalam pembelajaran Geologi tentunya tidak cukup jika hanya mengandalkan teori
saja, harus dengan praktek. Hal ini bertujuan untuk lebih memahami ilmu tersebut secara
mendalam. Tujuan kami praktikum Geologi ke Karangsambung, Kebumen dan Yogyakarta yaitu
untuk memahami ilmu Geologi secara mendalam dengan cara mengenal lebih banyak batuanbatuan yang ada di Karangsambung, melihat dan memperlajari berbagai singkapan batuan dan
morfologi yang ada di sana. Sedangkan di Yogyakarta, kami pergi ke Kali Boyong untuk melihat
dan mempelajari hasil dari letusan Gunung Merapi.
Oleh karena itu, hal yang melatar belakangi praktikum Geologi ke KarangsambungKebumen dan Yogyakarta adalah untuk melihat kejadian geologis pada kurang lebih 160juta
tahun yang lalu dan membuktikan perkataanthe present is the key to the pastyang
dikemukakan oleh James Hutton.
B. RumusanMasalah
di
mineral
yang
C. Tujuan
Adapun tujuan praktikum kali ini mempunyai beberapa tujuan yang penting yang secara
spesifik adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui jenis batuan dan singkapan yang
terdapat
di
wilayah Balai Informasidan Konservasi Kebumian Karang Sambung
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya batuan-batuan
3. Untuk mengidentifikasi sifat fisik batuan
4. Untuk mengetahui kejadian yang terjadi pada kurang lebih 160 juta tahun yang lalu
5. Untuk mengetahui hasil erupsi dari gunung Merapi di Sungai Boyong, Yogyakarta
6. Untuk mengetahui ekosistem di sekitar pantai Glagah, Kulonprogo
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari praktikum Geologi ini adalah sebagaiberikut.
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai materi kuliah Geologi di lapangan dan langsung
mempraktekannya.
2. Menambah keterampilan dalam pembuatan laporan penelitian
3. Dapat memahami berbagai jenis batuan dan singkapan
4. Dapat mengetahui jenis-jenis batuan
5. Mampu mengidentifikasi sifat fisik batuan
6. Meningkatkan kualitas pendidikan dan tangung jawab di lapangan
7. Mengetahui hasil erupsi dari gunung Merapi di sungai Boyong, Yogyakarta
8. Mengetahui ekosistem di sekitar pantai Glagah
E. Sistematika Penulisan
Laporan praktikum ini terdiri dari 5 bab, pertama bab 1 yaitu pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.
Bab 2 mengenai Tinjauan Pustaka. Bab 3 metode praktikum. Bab 4 hasil dan analisis. Bab 5
penutup.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FALSAFAH DASAR GEOLOGI
Pada hakikatnya , proses penghidupan di muka bumi ini terjadi atas kehendak yang
Maha Kuasa Allah SWT. Bagaimana Ia menciptakan alam semesta ini untuk dihuni oleh
makhluk-Nya. Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan pun mampu mengurai dan
mendefinisikan alam semesta meskipun tidak berdasar logika. Semua kejadian tersebut mereka
sangkut pautkan dengan hal yang ghaib atau tidak rasional. Namun, hal ini sangat berguna demi
kepentingan pembelajaran manusia di muka bumi.
Falsafah Dasar Geologi, yaitu mengenai konsep-konsep dasar yang dipergunakan
sebagai landasan berpikir secara geologi. Konsep ini bukanlah aksioma sebagai antithesis yang
bersifat apriori terhadap pandangan-pandangan lama. Konsep-konsep ini merupakan mata rantai
dari pengalaman-pengalaman bersistem, pemikiran, pembuktian, serta pengujian para ahli dalam
rentang waktu yang panjang. (Agung Mulyo: 2008)
Adapun falsafah dasar geologi secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.:
1. Katastrophisma dan Uniformitarianisma
Menurut teori katastrophisma, selama 40.000 tahun terakhir, di bumi telah terjadi
empat kali peristiwa malapetaka yang masing-masing menyebabkan kepunahan fauna yang ada
dan kemudian tercipta fauna yang baru. Karena umur manusia pendek, kejadian itu hampir tidak
dapat disaksikan oleh manusia. Konon, peristiwa malapetaka terakhir, yaitu saat banjir besar
yang terjadi pada masa Nabi Nuh. (Baron Georges Cuvier: 1810)
Adapun uniformitarianisma menyatakan bahwa kejadian actual yang terjadi sekarang
ini, berlangsung pula secara tetap pada masa yang lalu. Dengan demikian, pembentukan batuan
dan aktivitas geologi lainnya yang tengah berlangsung sekarang pernah juga terjadi di saat yang
lampau dengan proses yang serupa (seragam). Proses dalam bumi terjadi secara berulang-ulang,
sehingga muncullah dictum the present is the key to the past. (J. Hutton: 1785)
Dapat disimpulkan, bahwa katastrophisma adalah kejadian malapetaka yang terjadi di
muka bumi dan berlangsung secara cepat (revolusi). Sedangkan uniformitarianisma adalah
kejadian masa lampau dengan proses yang sama dan berlangsung secara berangsur-angsur
(evolusi), prosesnya dari dulu sampai sekarang, proses fisik dan kimia di alam sama berdasarkan
waktu. Adapun keterpaduan antara keduanya dapat meenghasilkan konsep yang sangat bermakna
yakni the present is the key to the past/kejadian hari ini adalah kunci masa lalu. Tiga
pertanyaan di atas adalah prinsip geologi yang diakui sampai sekarang.
2. Hukum Super Posisi
Proses sedimentasi pada suatu cekungan pengendapan berlangsung secara berangsur,
selapis demi selapis. Semula lapisan atau setumpuk lapisan yang terletak di bawahnya
diendapkan lebih dahulu daripada lapisan yang ada di atasnya.
Berdasarkan proses di atas, Nicolaus Steno (1638-1687) pada tahun 1669 membuat
suatu rumusan yang dinamakan azas superposisi, yaitu bahwa lapisan batuan yang di bawah
lebih tua umurnya dibandingkan dengan lapisan yang terdapat di atasnya.
Gambar 2.1
3. Hukum Datar Asal
Di alam, air yang bermuatan partikel halus dan kasar pada suatu saat dan tempat
tertentu akan mengendapkan muatan tersebut dengan bantuan gaya berat, kimia, organisme atau
kombinasi antara faktor-faktor tersebut. Endapan yang terbentuk merupakan endapan sedimen
yang secara umum posisinya datar (horizontal) atau sejajar dengan permukaan air, (kecuali pada
endapan yang simpang siur/cross lamination).
Dapat dirumuskan suatu hokum datar asal yang menyatakan bahwa pada mulanya,
endapan-endapan sedimen dalam air terdiri atas perlapisan yang kedudukannya hampir
mendatar atau sejajar dengan bentuk permukaan dasar cekungannya.
Gambar 2.2
4. Original Continue (Kemenerusan/Kesinambungan)
Selama proses pengendapan akan mengikuti cekungan sedimen sendiri dengan tidak
terbatas.
Gambar 2.
Selaras
Macam-macam pelapukan:
Gambar 2.10
1. Pelapukan fisik/ mekanik
Pelapukan ini disebut sebagai proses disintegras batuan. Pelapukan ini hanya terjadi perubahan
bentuk, tanpa terjadi perubahan susunan kimiawinya. Pelapukan ini terjdi karena adanya
perubahan temperatur, pemanasan langsung dari matahari, perubaghan air menjadi es, bekunua
air
tanah
dala
pori-pori
tanah,
dan
mengkristalnya
air
garam.
Batuan akan memuai jika kena panas dan menyusut jika kena dingin. Perbedaan temperatur
antara malam hari dan siang hari akan menyebabkan rapuhnya ikatan antar mineral butiran
penyusun batuan.
Batuan yang tersusun dari mineral yang berwarna warni akan lebih cepat lapuk dibanding batuan
yang tersusun atas mineral tunggal. Mineral yang berwarna gelap akan lebih cepat panas
dibanding warna lain. Sehingga pada mineral yang gelap akan terjadi pengembangan volume ang
lebih cepat dibandingkan mineral lain. Akibat perbedaan pemuaian, bidang batas antara mineral
penyusun batuan akan retak dan jika hal tersebut terjadi terus menerus maka akan pecah.
2. Pelapukan kimiawi
Gambar 2.11
Pelapukan ini disebut sebagai proses dekomposisi batuan. Pelapukan ini tidak hanya terjadi
perubahan
bentuk,
tetapi
juga
terjadi
perubahan
susunan
kimiawinya.
Pada daerah kapur, air hujan yang jatuh disamping membentuk aliran permukaan sebagian lagi
juga meresap memasuki celah-celah yang terdapat pada batuan kapur. Batuan kapur mudah
terlarut oleh air yang mengandung CO . Pelarutan yang berlangsung secara terus menerus akan
terbentuk jaringan rekahan sehingga akan terbentuk aliran bawah tanah. Air hujan lenyap di
dalam ponor-ponor yaitu lubang di permukaan batuan kapur yang di dalamnya air hujan dapat
mengalir. Selian itu juga dapat terbentuk dolina (akibat aktivitas pelarutan, sehingga di daerah
kapur terdapat lekukan pada batuan. Perembesan air hujan yang melarutkan dinding diaklas
tegak yang semakin lama bertambah lebar). Pada langit-langit kapur biasanya terdapat rembesan
air yang mengandung larutan kapur melalui retakan halus dan kemudian menetes dan jatuh ke
dasar gua. Karena air menguap, maka yang tertinggal adalah kristal-kristal kalsit yang
menggantung pada langit-langit gua. Fenomena ini disebut stalaktit. Pada stalaktit terdapat pipa
di dalamnya. Air yang jatuh pada dasar gua akan menguap juga, akibatnya terbentuklah kristalkristal kalsit dengan bentuk seperti tongkat yang mencuat dari dasar gua dan disebut dengan
stalakmit. Stalaktit dan stalakmit yang terus tumbuh akan membentuk tiang-tiang dalam gua
kapur.
3. Pelapukan organik
Kehadiran mikroorganisme dapat mengakibatkan raksi kimia berlangsung secara intensif.
Cendawan dan lumut yang tumbuh di permukaan batuan akan menyerap bahan-bahan makanan
dari
batuan
tersebut
dan
menghancurkannya
sedikit
demi
sedikit.
Akar tanaman yang masuk ke dalam batuan di bawah lapisan tanah dapat menyebabkan
terjadinya retakan. Binatang kecil seperti tikus, semut, cacing dan rayap akan membuat lubang
pada batuan sebagai tempat tinggalnya. Akibatnya batuan yang semula kompak dan keras dapat
hancur.
PENGENDAPAN
Gambar 2.12
PENGENDAPAN/SEDIMENTASI
PENGENDAPAN merupakan suatu proses terendapnya material hasil pengikisan dan
diendapkan di suatu tempat (setelah menempuh jarak tertentu/tenaga erosi semakin berkurang).
Pembagian sedimentasi berdasarkan tenaga alam pengangkutnya:
Sedimen akuatis/air
Sedimen aeolis/aeris/angin
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
1. Lokasi
Praktikum ini dilaksanakan di sekitar kawasan Karang Sambung, Kecamatan Karang Sambung,
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Yang mana di daerah tersebut merupakan tempat adanya
singkapan-singkapan batuan yang merupakan monumen sejarah pulau jawa pada khususnya,
Indonesia dan benua Asia pada umumnya yang bernilai langka dan unik.
2. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Geologi ini di laksanakan mulai hari Jumat sampai hari Senin pagi, tanggal 13-16
Desember 2013. Pemberangkatan dari Bandung pada hari Jumat pukul 17.00 WIB dan sampai
tepat di Kampus LIPI Karang Sambung pada hari Sabtu pukul 03.30 WIB. Kemudian, penelitian
lapangan dilaksanakan tanggal 14 Desember 2013. Kami melakukan pemberangkatan pada pukul
07.00 WIB., menuju daerah Kebumen, tepatnya di daerah Karang Sambung. Kelompok di bagi
menjadi 4 kelompok besar dan melakukan penelitian secara per pos mengunjungi beberapa
singkapan dengan didmpingi seorang guide (pemandu) pada masing-masing kelompok dengan
menggunakan jasa transportasi elf.
Lalu penelitian dilanjutkan pada hari Minggu 15 Desember 2013 yakni ke Yogyakarta. Lokasi
yang pertama kami kunjungi yaitu Gunung Merapi dan di lanjutkan ke Pantai Glagah
Yogyakarta.
Tepat pukul 15.30 WIB kami kkembali ke Bandung dan sampai di Kampus UPI pada hari Senin
pukul 04.30 WIB.
B. Objek yang Diteliti
Objek yang kami teliti selama praktikum yaitu mengenai singkapan-singkapan batuan
yang ada di Karang Sambung, mengenal jenis-jenis batuan dan proses terjadinya serta mineral
yang dikandung oleh masing-masing batuan, mengamati morfologi (bentukan muka bumi) yang
terdapat di Karang Sambung. Mengamati secara langsung lokasi letusan Gunung Merapi dan
mengenal proses pembentukan Pantai Glagah Yogyakarta.
C. Metode Pengamatan
Untuk mengetahui berbagai jenis batuan yang ada di lokasi Karang Sambung kami
menggunakan metode pengamatan langsung ke lokasi dengan bantuan guide dari pihak kampus
LIPI. Track pengamatan kami di atur oleh pihak kampus dengan 1 orang guide membimbing 1
kelompok. Di lokasi diadakan tanya jawab antara peserta dengan guide tentang batuan yang ada
di objek tersebut.
D. Alat dan Bahan Praktikum
Untuk mempermudah melakukan penelitian, maka kami menggunakan beberapa alat
dan bahaan yang diperlukan, diantaranya.
1. Kompas
2. Buku Catatan
3. HCl
4. GPS
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
A. Sejarah Balai Kampus LIPI
Pada mulanya, Balai Kampus LIPI didirikan oleh seorang peneliti Belanda bernama
Jung Huhn (1854-1933). Beliau adalah pencetus iklim yang didasarkan atas vegetasi dan
ketinggian tempat. Iklim ini sangat cocok bila digunakan di negara Indonesia. Untuk itulah
beliau lama menetap di Indonesia. Seiring berjalannya waktu dan bervariasinya objek yang ada
di Indonesia baik itu berkaitan dengan cuaca, iklim maupun bentukan muka bumi serta
batuannya, maka beliau mendirikan Kampus LIPI Karang Sambung.
Kampus LIPI pun mengalami perkembangan pada tahun 1964. Di bawah
kepemimpinan Prof. Dr. Sukendar Asikin, kampus LIPI bekerjasama dengan Montana Indiana
University dengan mengadakan Kampus Lapangan Geologi yang terinspirasi oleh Rocky
Mountain. Hal ini dilakukan agar mempermudah proses pengenalan fenomena geologi di Karang
Sambung. Maka pada saat itu pihak LIPI dan DURENAS merealisasikan kampus lapangan
geologi tersebut.
Pada tahun 1987 kampus LIPI mengadakan UPT LAGK dan memiliki karyawan
24. Pada tahun 1993-1998 kampus LIPI mengadakan perluasan.
Pada tahun 2002 - sekarang, kampus LIPI semakin terlihat perkembangannya.
Kampus LIPI mendirikan UPT Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karang Sambung.
Hingga kini, kampus LIPI di kepalai oleh Ir. Yugo Kumoro (2011 - sekarang) dan memiliki 51
karyawan di dalamnya 10 orang peneliti.
Adapun kawasan Cagar Alam Geologi Karang Sambung ditetapkan oleh, KepMen
ESDM No: 2817 K/40/MEM/2006 pada tanggal 10 November 2006. Dengan luas 22.150 Ha.
Dan meliputi tiga kabupaten yakni Kabupaten Kebumen, Wonosobo dan Banjarnegara.
B. Kunjungan Setiap Lokasi di Karangsambung
1. Lokasi ke-1
Lokasi pertama yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di daerah Gunung
Parang, Desa Karang Sambung. Ke arah utara dan 3 kilo dari kampus LIPI. Disana terdapat
pemukiman penduduk beragam yang menempati tanah wakaf. Disana terdapat batuan beku
diabas (intrusi) yang berwarna abu-abu. Warna abu-abu menunjukkan batu diabas ini termasuk
intermedier (antara mafic dan felsic). Adapun yang berwarna coklat menunjukkan batuan yang
sudah tua atau lama. Batuan diabas ini mengandung dua mineral yaitu mineral piroksen yang
berwarna hitam dan mineral plagioklas yang berwarna putih. Berdasarkan Skala Mohs, batu
diabas ini memiliki kekerasan 4-5 Skala Mohs.
Disana juga terdapat struktur kekar tiang (Colomner Join) yang diakibatkan oleh
kontraksi batuan di sekitarnya.
Struktur ini berbentuk diagoanal segitiga dan terdapat batuan terobosan (batu lempung
yang diterobos oleh magma sehingga menghasilkan Columner Join).
Gambar 4.1
2.
Lokasi ke-2
Lokasi kedua yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Muara Sungai
Kalimandala, Desa Karang Sambung. Sebelah utara dan 1 kilo dari kampus LIPI. Sungai
Kalimandala terbentuk oleh pertemuan dua lempeng yakni lempeng Samudera dan lempeng
Benua. Lempeng ini berjalan antara 5-12 cm per tahunnya yang dijalankan oleh arus
konveksi. Disana didominasi oleh batuan beku basaltis yang berstruktur fillow lava. Struktur
fillow lava terjadi karena adanya magma yang membeku secara spontanitas sehingga terbentuk
bulat-bulat dan terbreksi. Struktur fillow lava juga terbentuk dari pengaruh air laut.
Secara umum terdapat empat jenis batuan di sekitar sungai Kalimandala, yaitu.:
a. Batuan Basal (fillow lava) yang berwarna merah (mengandung Fe)
b. Jasper/Rizang (yang terangkat dari lempeng benua)
c. Batu Filit (Batuan sedimen palung laut)
d. Breksi Sesar (akibat dua bidang yang saling bergesekan)
3.
Lokasi ke-3
Lokasi ketiga yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Lokulo, Desa
Wonosobo, Kecamatan Karang Ayam. Sungai Lokulo ini adalah sungai terbesar yang ada di
Kebumen dan sekaligus batas kecamatan antara kecamatan Karang Sambung dan kecamatan
Karang Ayam.
Disana terdapat singkapan batu filit/sabak. Batua filit termasuk batu metamorf yang
terbentuk dipengaruhi oleh tekanan (pressure) dan datuan ini berfoliasi atau adanya penjajaran
mineral. Foliasi ini seharusnya berbentuk horizontal. Namun, karena dipengaruhi oleh gaya
tektonik sehingga berbentuk vertical.
Tidak hanya batu filit, di lokasi ketiga ini terdapat banyak singkapan batuan dari mulai
batuan beku, sedimen dan metamorf. Untuk itu, kami diberi kesempatan untuk mencari dan
mengambil sampel batuan utnuk dibawa ke rumah, agar kelak kita masih mengingat jenis batuan
dan namanya.
Batuan filit
Batuan sabak
4.
Lokasi ke-4
Lokasi keempat yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Desa Totogan,
Kecamatan Karang Sambung. Terletak 3 kilometer dari kampus LIPI. Disana kami melihat dan
mengenal bentuk roman muka bumi yang terdapat di Karang Sambung. Diantaranya, terdapat
dataran alluvial/lembah, pemukiman yang berjejer di sekitar satuan pegunungan bukit, dan
beberapa puncak gunung.
Di lokasi tersebut, dikelilikngi oleh beberapa gunung, diantaranya Gunung Cilekeb
yang didominasi oleh batuan metamorf sarpentinit, Gunung Igir Pemantung yang didominasi
oleh batuan sedimen greawake dan Gunung Glewang yang didominasi oleh batuan metamorf
amphibol dan skeis.
Batuan skeis
5.
Lokasi ke-5
Lokasi kelima yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Desa Pucangan,
Kecamatan Sadang. Terletak 7 kilometer dari kampus LIPI. Disana terdapat batuan metamorf
sarpentinit yang menyusun lantai Samudera. Batu sarpentinit terbentuk karena ubahan dari
batuan beku basa yang dipengaruhi oleh tekanan dan suhu yang tinggi. Dinamakan sarpentinit,
karena didominasi oleh mineral sarpentin yang berwarna hijau. Batuan ini memiliki kekerasan
yang sama dengan batu asbak yakni 2 menurut Skala Mohs. Dalam batuan ini terdapat pecahan
yang diakibatkan pada saat magma mengental maka desakan semakin keras sehingga terdapat
retakan/pecahan.
6.
Lokasi ke-6
Lokasi keenam yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Brengkok, Desa
Candrakulo. Terletak 11 kilometer dari kampus LIPI. Disana terdapat singkapan batuan
metamorf skeismika yakni ubahan dari pasir kuarsa. Terbentuk dari lempeng Benua yang masuk
ke lempeng Samudera. Batuan ini berstruktur foliasi (berserat) karena tekanan (pressure).
Terdapat warna putih dalam batuan ini karena mengandung mineral mika. Batuan ini adalah
batuan tertua di pulau Jawa yang umurnya 21 juta tahun yang lalu.
Batuan skesmika
7. Lokasi ke-7
Lokasi ketujuh yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Muncar, Desa Sebono,
Kecamatan Sadang. Terletak 8 kilometer dari kampus LIPI. Sungai Kali Muncar adalah anak
dari Sungai Lokulo.
Disana terdapat singkapan batuan sedimen rizang yang tidak ada di mana pun. Batu ini terbentuk
karena pemekaran tengah Samudera. Batu rizang ini berwarna merah ati karena mengandung Fe.
Batu rizang selang seling dengan lempung merah gampingan diendapkan di dasar Samudera
dengan kedalaman 4000-6000 meter. Di dalam batu rizang ini terdapat fosilradiolaria yang
berukuran 0,01 mm. Batu ini memiliki kekerasan 7 berdasarkan Skala Mohs.
Batuan rizang
8.
Lokasi Ke-8
Lokasi kedelapan yang dikunjungi oleh kelompok kami yaitu terletak di depan kampus
LIPI. Disana terdapat bongkahan sedimen organic yakni cangkang fosilforaminitera
numurites yang diendapkan di laut dangkal dengan kedalaman 50-100 meter. Fosil ini
mengandung unsur Kalsium Karbonat yang jika ditetesi oleh HCl akan bereaksi. Fosil ini
terbentuk sekitar 36-52 juta tahunyang lalu.
Batuan fosil
9.
Lokasi ke-9
Lokasi kesembilan yang dikunjungi oleh kelompok kami yaitu terletak di dekat kampus
LIPI. Hanya membutuhkan waktu sebentar dengan berjalan kaki maka sampailah di lokasi ke-9.
Disana terdapat bongkahan sedimen klastik konglomerat yang terdiri dari fragmen bebatuan.
Batu ini mengandung mineral kuarsit yang berwarna putih dan memiliki ukuran > 2 mm.
Konglomerat ini diikat oleh pasir yang dinamakan perekat silica. Batu ini memiliki kekerasan 56 berdasarkan Skala Mohs.
Batuan konglomerat
10. Lokasi ke-10
Lokasi kesepuluh terletak di kampus LIPI yakni kami mengunjungi bengkel Geologi.
Disana terdapat banyak sampel batuan yang sudah di modifikasi sedemikian rupa. Dari mulai
batuan beku, sedimen dan metamorf. Batuan itu di ambil dari lokasi Karang Sambung yang
memiliki ragam batuan.
Dari batuan tersebut dibuat sekreatif mungkin seperti kalung, bros, cincin dan ornamen
sehingga memiliki harga jual yang sangat tinggi.
E. Perjalanan Pulang
Perjalanan pulang dari pantai glagah kita dapat melihat beberapa vegetasi yang menhiasi
sepanjang perjalanan yaitu,
1. Pohon kelapa
2. Perkebunan jagung
3. Perkebunan semangka
4. Perkebunan cabai rawit
5. Perkebunan terong
6. Perkebunan paria
7. Perkebunan sistem tumpang
a) Perkebunan jagung dan pepaya
b) Perkebunan cabai dan pepaya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian
ini
maka
peneliti telah berhasil mengintegrasikan beberapa teori yang diperoleh yang berhubungan dengan
mata kuliah geologi dengan keadaan nyata di lapangan,diantara pembuktian yang dapat diambil
dari jalannya penelitian ini adalah bukti analisis data yang menyimpulkan bahwa batuan akan
memuai jika kena panas dan menyusut jika kena dingin. batuan yang tersusun dari mineral yang
berwarna warni akan lebih cepat lapuk dibanding batuan yang tersusun atas mineral tunggal.
Mineral yang berwarna gelap akan lebih cepat panas dibanding warna lain. Batuan memiliki
struktur dan tekstur yang berbeda,mempunyai ketebalan yang berbeda,proses terjadinya batuan
dan penamaannya pun berbeda.
B. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Jalannya penelitian harus benar-benar matang dan terencana sebelumnya serta
berjalan sesuai prosedur
2.
Peserta penelitian harus lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan praktek
penelitian di lapangan
3.
Sebagai manusia kita harus mengkaji setiap fenomena yang terjadi di sekitar kita
supaya tumbuh kesadaran kekuasaan Tuhan sehingga tumbuh kepedulian untuk
menjaganya.