Anda di halaman 1dari 71

BAB I

PENDAHULUAN
Karangsambung adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia.
Di Kecamatan Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola
oleh Balai Informasi Dan Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Cagar Alam Geologi Nasional-Karangsambung merupakan laboratorium alam untuk
mempelajari geologi pada khususnya dan kebumian pada umumnya. Terdapat berbagai batuan yang
berumur antara 125 - 65 juta tahun yang lalu. Pada zaman tersebut kawasan Karangsambung
merupakan dasar samudera. Akibat tumbukan antara tiga lempeng bumi, maka kawasan
Karangsambung sekarang terangkat ke permukaan.
Karangsambung telah dikenal sebagi wahana pembelajaran geologi sejak tahun 1854. Jung
Huhn adalah salah satunya. Kemudian dilanjutkan oleh peneliti belanda lainnya sampai tahun 1933.
semenjak ilmu geologi mulai berkembang di Indonesia sekitar tahun 1964, mulailah peneliti-peneliti
Indonesia melakukan penelitian di kawasan ini. Mengingat begitu pentingnya kawasan ini maka pada
tahun 1964 dibangun sebuah Kampus Lapangan Geologi. Kampus ini dibangun dan terletak right on
the spot, bukan saja pada titik yang menampilkan keindahan kemanapun mata memandang, tetapi ia
juga berada pada pusat hamparan aneka ragam batuan.
Pencetus berdirinya Kampus Lapangan Geologi ini adalah Prof. Dr. Sukendar Asikin, (Guru Besar
Departemen Teknik Geologi ITB yang pada tahun 2003 memasuki masa purna bakti). Ide pendirian
kampus ini adalah berawal ketika Sukendar Asikin pada tahun 1958 melanjutkan memperdalam
metoda geologi lapangan di kampus lapangan geologi di Rocky Mountains, Montana dan geologi
struktur di Indiana University, USA. Sekembalinya dari Amerika Serikat, dengan dukungan dari
LIPI dan Departemen Urusan Research Nasional (DURENAS), beliau merealisasikan cita-citanya
membangun Kampus Lapangan Geologi di Indonesia, di Karangsambung ini. Pada musim panas
tahun 1965 mengawali penggunaan kampus ini, tercatat 22 orang mahasiswa dididik di Kampus
Karangsambung yang berasal dari ITB, UGM, PTPN Veteran dan Asisten Geologi Akademi
Perminyakan Pertamina.

1.1 Maksud dan Tujuan


Maksud

penulisan

laporan

ini adalah untuk

memenuhi

tugas

matakuliah

geologi

lapangan dan mengumpulkan data-data geologi daerah Waturanda, Karangsambungyang dapat


diperoleh baik dari peta topografi maupun dari lapangan. Tujuan dari penulisan laporan ini adalah :
1. Mempelajari karakteistik geologi daerah Waturanda, Karangsambung,
2. Mengetahui proses-proses geomorfologi yang telah ataupun sedang berkembang di daerah
3. Menentukan dan mengelompokkan satuan batuan daerah Waturanda,Karangsambung,
4. Memahami fenomena-fenomena tektonik, stratigrafi, struktur geologi yang terdapat di daerah
Waturanda Karangsambung
5. Merekonstruksi sejarah pembentukan atau keadaan stratigrafi dan menganalisasejarah geologi di
daerah Waturanda, Karangsambung.

1.2 Lokasi Penelitian


Secara administratif daerah penelitian adalah daerah Waturanda dan sekitarnya Kecamatan
Karangsambung Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah . Secara geografis daerah penelitian
terletak koordinat 07 30 00 07 45 00 LS dan 109 15 00 109 30 00dan termasuk
dalam lembar kebumen skala 1 : 25.000. dengan luas daerah 30 x 10 km.

1.3 Pencapaian Lokasi


Karangsambung berlokasi 20 kilometer utara Kota Kebumen. Secara administratif masuk
wilayah Kabupaten Kebumen, Jawa tengah. merupakan daerah pegunungan. Bisa ditempuh melalui
jalan darat menggunakan beberapa alternatif kendaraan. Untuk pengunjung bisa mneggunakan
fasilitas mobil jemputan, tentu saja dengan tarif khusus.

Jalur kereta api


Dari stasiun kota kebumen bisa langsung menuju Karangsambung dengan menggunakan jasa
ojek dengan tarif antara Rp 20.000 Rp 25.000.
Dari Stasiun kota kebumen bisa menggunakan jasa angkutan umum becak atau ojek menuju
Mertokondo, kemudian naik angkutan umum Bus menuju karangsambung dengan tarif Rp 5000.
Perjalanan ditempuh lebih kurang selama 45 menit.

Jalur Bus
Dari terminal bus antarkota kota kebumen bisa langsung menuju Karangsambung dengan
menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp 20.000 Rp 25.000.

Kendaraan Pribadi
Dari kota Kebumen langsung menuju Karangsambung melewati jalan karangsambung.
gerbang masuk jalan ini berada di Mertokondo. persis di persimpangan pasar mertokondo. perjalanan
sejauh 20 kilometer bisa di tempuh kurang lebih 45 menit. mengingat jalan yang sempit namun
mulus.

1.4 Geografi
-

Kondisi Geografis
Kondisi daerah pemetaan merupakan dataran rendah berupa wilayah endapan sungai(alluvial)
dan berupa lembah di sebelah utara dan dataran tinggi berupa bukit dan punggungan di sebelah
selatan, di daerah pemetaan banyak ditemukan beberapa sungai besar dan kecil yang keberadaanya
bermanfaat bagi penduduk sekitar dan memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang
kehidupan sehari-hari , dengan adanya keberadaan sungai terebut memberikan manfaat juga berupa
banyak ditemukan singkapan batuan yang segar yang ada di sekitar sungai

Kondisi Sosial Ekonomi


Kondisi social ekonomi penduduk disekitar daerah pemetaaan banyak bermata pencaharian
dibidang agrarian, perdagangan, buruh dan para pegawai sipil pemerintahan, tetapi mayoritas para
penduduk sekitar bermata pencaharian sebagai petani dan penambang pasir di sekitar sungai luk ulo,

untuk yang bekerja sebagai petani,biasanya mereka melakukan aktivitas dengan menanam
padi,jagung,singkong, kelapa,dan tanaman palawija lainya. Untuk tingkat pendidikan, mayoritas
penduduk asli daerah pemetaan masih rendah, sedikit dari penduduk yang melanjutkan pendidikan
hingga ke tingkat perguruan tinggi, pendidikan mereka mayoritas hanya sampai tingkat SMP-SMA
Untuk sistem sanitasi bagi masyarakat sekitar belum berkembang dengan baik, masyarakat
masih menggunakan kebutuhan air lewat sungai tanpa adanya system filterisasi yang memenuhi
standar kesehatan, karena banyak limbah tercemar disekitar sungai besar yang jadi pasokan utama
dalam hal kebutuhan air penduduk sekitar.

1.5 Ucapan Terimakasih


Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ir.Bambang Priadi selaku Koordinator selama kegiatan field camp dan pemetaan.
2. Seluruh dosen pembimbing baik dari ITB maupun UNSOED.
3. Asisten dosen ITB & UNSOED atas inspirasinya.
4. Kelompok DYoung Gun (Purwadi, Lele, Ambon, Same), Kelompok Kacung, Indar, Prabu, dan
kawan-kawan Teknik Geologi UNSOED.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun laporan pemetaan
ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat menjadi referensi bagi yang akan melakukan pemetaan dan
menambah pengetahuan kita tentang bumi.

BAB II
STUDI PUSTAKA
1. Peneliti Terdahulu
Daerah Karangsambung telah mengundang banyak penelitian untuk mendiskusikan, penelitipeneliti

terdahulu

antara

lain

Asikin(1974),

Harsolumakso

Harsolumakso(1996), Harsolumakso dan Noeradi(1996).

et

al(1995),

Kapid

dan

Asikin(1974) Menganggap bahwa daerah ini memiliki tatanan geologi yang rumit, dengan
urutan stratigrafi yang sulit di tata karena tidak mengikuti kaidah superposisi, kesinambungan lapisan
dan faunal assemblage yang berlaku. Umumnya satuan batuan yang berbeda dipisahkan oleh
rekahan dan sesar yang terkadang ukurannya sering tidak dapat dipetakan.
Harsolumakso et al(1995) Secara khusus meneliti karakteristik satuan mlange dan olistostrom
di daerah kKarangsambung dengan menggunakan tahapan deskripsi. Penulis ini manafsirkan adanya
mekanisme longsoran, slump, dan turbidit pada endapan olistostrom dan kemudian campuran
tersebut terlihat dalam deformasi tektonik yang kuat.
Kapid dan Harsolumakso(1996) melakukan studi lebih detail dalam penentuan umur endapan
olistostrom tersebut dengan pendekatan nannofosil. Determinasi fauna dari beberapa lintasan terpilih
menunjukkan umur endapan olistostrom berkisar antara Eosen Awal-Miosen Tengah.
Harsolumakso dan Noeradi(1996) lebih lanjut membahas deformasi pada formasi
Karangsambung. Menurut mereka, struktur lipatan yang berkembang pada satuan endapan
olistostrom berhubungan dengan sesar-sesar minor, umumnya dapat diamati pada sisipan batupasir
dan batulanau. Penulis ini menyimpulkan proses deformasi pada endapan olistostrom terjadi setelah
sedimentasi dan tidak berhubungan dengan gejala pelengseran atau penggerusan yang sejalan dengan
sedimentasi.

Geomorfologi daerah Waturanda


2.1 Fisiografi Regional Jawa
Secara regional seluruh pulau Jawa memiliki perkembangan tektonik yang sama, namun
karena pengaruh dari jejak tektonik yang lebih tua mengontrol struktur batuan dasar khususnya yang
lebih muda maka terdapat perbedaan antara daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Untuk
daerah Jawa Tengah terbagi menjadi empat zona fisiografi yaitu : Dataran Pantai Selatan,
Pegunungan Serayu Selatan, Pegunungan Serayu Utara, dan Dataran Pantai Utara (Van Bemmelen,
1949).
2.2 Fisiografi Regional Karangsambung
Karangsambung berada pada zona fisiografi Pegunungan Serayu Selatan. Zona ini pada
sistem konvergensi antara Lempeng Hindia - Australia dengan Tepi Benua Erasia selama Zaman

Tersier adalah merupakan Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt. Fisiografi zona ini sama dengan
Zone Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985). Zona tersebut berperan
dalam pembentukan dan proses Melange Lok Ulo pada umur Kapur - Paleosen.
2.3 Letak Administratif
Daerah pemetaan Waturanda berada pada wilayah Karangsambung (Kebumen, Jawa
Tengah). Daerah Waturanda terletak pada 703400 - 703630 Lintang Selatan dan 1090370010904400 Bujur Timur. merupakan daerah dengan topografi yang beragam. Daerah ini memiliki
kemiringan lereng dari 100 hingga 450 di dataran rendah dan lebih dari 450 pada dataran tinggi.
Sungai Lok Ulo merupakan sungai utama pada wilayah ini. Sungai ini mengalir dari utara menuju
selatan atau dari perbukitan Gunung Prahu-Paras hingga melewati Perbukitan Waturanda. Sungai
Lok Ulo ini menjadi muara bagi sungai-sungai yang memiliki hulu di dataran tinggi bukit.

Gambar 1. Letak daerah Karangsambung pada pulau Jawa)


Daerah dataran rendah merupakan areal persawahan yang subur karena banyak dialiri aliran
air permukaan. Dataran ini memiliki tanah berjenis lempung dan pada sisi sungai merupakan dataran
aluvial. Daerah ini berada pada Desa Tlepok, Desa Dukuh Wetan, Desa Semampir, Desa Sumbersari,
dan Desa Sumbermaya.
Daerah dataran tinggi memiliki batuan yang resisten dan pola aliran sungai yang khas yaitu
pola dendritik, paralel dan rectangular. Daerah ini rentan longsor karena tanah lempung berada di
atas batuan yang resisten. Daerah ini berada pada desa Kali Gending hingga desa

2.4 Geografi fisik


Terdapat morfologi yang beragam dari Utara hingga Selatan. Daerah Utara merupakan
dataran rendah atau Aluvial. Penduduk pada daerah ini banyak menanam padi dan bercocok tanam.
Air sungai yang melimpah dan tanahnya yang subur menjadikan penduduk banyak bermukim di
daerah ini. Sungai utama di daerah ini diantaranya : Kali Welaran, Kali Klepoh, dan Kali Sangga.
Sungai tersebut umumnya dewasa ditandai dengan bentuk lembah U, dan kenampakan di lapangan
terdapat kelokan bersudut besar hasil erosi vertikal-lateral.
Daerah Selatan merupakan Perbukitan, penduduk bercocok tanam di sekitar sungai. Sungai
utama di daerah ini diantaranya Kali Jaya, KaliKudu Kulon dan kali krembeng. Jenis sungai ini sama
dengan bagian utara yaitu, sungai yang berada pada tahap dewasa.
2.5 Satuan Geomorfologi Waturanda.

Daerah pemetaan Waturanda terbagi menjadi 5 satuan geomorfologi. Satuan tersebut adalah :
1. Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo
2. Satuan Lembah Antiklin Kedungjati
3. Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
4. Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
5. Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Pembagian satuan-satuan tersebut didasarkan pada prinsip dasar dari geomorfologi itu sendiri,
yaitu geologi dan morfologi. Geologi disini merupakan struktur yang terdapat pada satuan
tersebut dan morfologi adalah bentukan permukaan dari satuan tersebut. Sedangkan untuk
penamaan didasarkan pada bentuk geometri, proses geologi (struktur) dan nama daerah
terdapatnya satuan tersebut.
Pembahasan satuan geomorfologi berisi tentang :

Alasan penamaan satuan geomorfologi

Data ketinggian satuan geomorfologi

Tipe genetik dan aliran sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi

Luasan (%) satuan geomorfologi dari total luas daerah pemetaan Waturanda

Tahapan geomorfik sungai yang mengalir pada satuan geomorfologi

Batuan penyusun satuan geomorfologi

1. Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo


Satuan dataran aluvial Luk Ulo memiliki ciri dataran yang memiliki ketinggian maksimum 20 m
dpl dan titik terendah adalah 0 m dpl. Material yang menyusun satuan ini adalah material lepas
(aluvial) berupa pecahan batuan berdiameter 3-15 cm, pasir, lempung, lumpur dan air sungai Luk
Ulo yang melewati satuan ini. Sehingga atas dasar data-data tersebut, satuan ini dinamakan
satuan dataran aluvial Luk Ulo.
Sungai yang mengalir di satuan ini bertipe sungai yang memotong struktur, sehingga dapat
dikatakan tipe sungainya adalah insekuen atau dalam artian alirannya tidak dipengaruhi oleh
adanya struktur. Sungai yang mengalir di satuan ini adalah sungai Luk Ulo. Sungai Luk Ulo
telah mencapai tahap dewasa menuju tua dengan ditandai oleh telah tidak adanya jeram dan
didominasi oleh aluvial, bermeander, memiliki teras sungai, perbandingan lebar penampang
dengan kedalaman adalah < 10 dan > 3. Satuan ini menempati 7 % dari total luas daerah
pemetaan Waturanda.
2. Satuan Lembah Antiklin Welaran
Satuan lembah antiklin Welaran menempati 35 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda.
Satuan ini memiliki ketinggian 20-40 m dpl. Penamaan satuan ini didasarkan pada bentukan
morfologi satuan yang berupa lembah dan terdapat struktur antiklin. Namun pada umumnya,
bentukan struktur antiklin akan menghasilkan bentukan morfologi perbukitan dan hal ini
bertentangan dengan realita yang ada di satuan ini yang bentukannya berupa lembah, sehingga
dimungkinkan daerah ini pada awalnya merupakan perbukitan yang kemudian tererosi menjadi
lembah. Hal ini diperkuat pula dengan data peta kontur yang menyatakan adanya dip slope di
satuan terdekatnya sehingga satuan ini merupakan daerah back slope yang mengindikasikan
bahwa satuan ini pada mulanya merupakan morfologi perbukitan yang kemudain tererosi. Selain
hal tersebut, data lapangan pun mengatakan bahwa apabila dilakukan rekontruksi arah
kemiringan, maka satuan ini pada mulanya merupakan daerah perbukitan. Atas dasar hal
tersebut, satuan ini dapat pula dinamakan sebagai satuan lembah tererosi Welaran.

Terdapat beberapa sungai yang mengalir pada satuan ini. Sungai-sungai tersebut adalah sungai
Welaran, sungai Curug, sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai
Sangga. Sungai di satuan ini memiliki tipe genetik yang berbeda-beda. Sungai Welaran memiliki
tipe genetik subsekuen, sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Depok, sungai
Klepoh dan sungai Curug bertipe genetik resekuen. Untuk tipe alirannya, sungai Welaran dan
sungai Depok bertipe aliran rektangular karena aliran sungai ini dikontrol adanya struktur di
daerah tersebut, lipatan (antiklin) untuk sungai Welaran dan kekar (sekitar Jatibungkus) untuk
sungai Depok. Sedangkan untuk sungai Sadang, sungai Susu, sungai Sangga, sungai Klepoh dan
sungai Curug bertipe aliran tralis karena merupakan satu rangkaian yang kesemua aliran
sungainya berhilir ke sungai Welaran. Tahapan sungai di satuan ini baik untuk sungai Curug,
sungai Sadang, sungai Susu, sungai Klepoh, sungai Depok dan sungai Sangga bertahap muda di
bagian hulu dan bertahap muda menuju dewasa di daerah hilir. Sedangkan untuk sungai Welaran
bertahap sungai dewasa. Dikatakan memiliki tahapan muda adalah karena lebar sungai yang
hanya mencapai maksimal lebar 1.5 m dan terdapatnya jeram, sedangkan dikatakan bertahap
dewasa adalah karena mulai hilangnya jeram dan terdapatnya beberapa endapan aluvial
walaupun endapan aluvial tersebut tidak terlalu banyak. Warna air sungai yang mengalir
melewati bukit Jatibungkus relatif berwarna putih susu karena diindikasikan melarutkan
batugamping yang menyusun bukit Jatibungkus. Sungai yang melewati bukit Jatibungkus
tersebut adalah sungai Susu. Sedangkan untuk sungai yang lainnya berwarna coklat yang
mengindikasikan proses erosi oleh sungai-sungai tersebut sedang terjadi. Batuan penyusun
satuan ini adalah batulempung bersisipan batupasir. Batulempung disatuan ini memiliki ciri yang
khas, yaitu bersisik, mudah hancur, mengkilat dan memiliki fragmen.
3. Satuan Bukit Gamping Jatibungkus
Satuan bukit terisolir Jatibungkus merupakan satuan yang memiliki ketinggian yang mencolok
dibanding dengan daerah sekitarnya, sehingga satuan ini digolongkan menjadi satuan tersendiri
dan dikatakan sebagai satuan bukit terisolir. Satuan bukit terisolir Jatibungkus memiliki
ketinggian maksimum 151 m dpl. Satuan ini tersusun dari batugamping, sehingga ketinggian
pada satuan ini terlihat sangat mencolok tersebut karena sifat batugamping yang lebih resisten
terhadap pelapukan dibandingkan dengan batulempung yang ada didaerah sekitarnya.

Pada satuan ini, sungai mengalir mengelilingi bukit Jatibungkus dan mengalir sejajar jurus
batuan penyusun satuan ini, sehingga tipe genetik sungainya adalah resekuen. Seperti dikatakan
sebelumnya, sungai yang mengalir melewati satuan ini relatif berwarna putih karena melarutkan
batugamping yang berwarna putih. Tahap sungai yang melewati satuan ini bertahap muda karena
letak sungainya tidak terlalu jauh dari hulu, lebar sungai yang sempit dan berjeram. Terlihat
setidaknya 3 air terjun dengan ketinggian 1-3 m yang terletak di batas satuan bukit terisolir
Jaribungkus dengan satuan lembah antiklin Welaran. Satuan bukit terisolir Jatibungkus ini
menempati 5 % dari total luas daerah pemetaan Waturanda.
4. Satuan Bukit Basalt Luk Ulo
Satuan ini letaknya disebelah K. Luk Ulo yang merupakan batuan basalt yang memiliki struktur
bantal. Satuan bukit ini merupakan satuan yang merupakan fragmen dalam satuan batulempung.
Satuan bukit basalt ini menempati 3 % dari total keseluruhan daerah pengamatan Waturanda.
5. Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda
Satuan perbukitan homoklin Selaranda menempati 40 % dari total luas daerah pemetaan
Waturanda. Batuan penyusun satuan ini adalah breksi yang berselingan dengan batupasir. Satuan
ini terdiri dari beberapa puncak tinggian, antara lain puncak bukit Waturanda, gunung Gedog,
bukit Selaranda dan gunung Bulukuning. Ketinggian puncak tinggian tersebut adalah 200 m dpl
(bukit Waturanda), 263 m dpl (bukit Selaranda), 312 m dpl (gunung Gedog) dan 337 m dpl
(gunung Bulukuning).
Sungai yang mengalir di satuan ini adalah sungai Bawang (Prumpung), sungai daerah
Eragombong, sungai Gending, sungai Gumarang, sungai daerah bukit Selaranda, sungai derah
gunung Gedog dan sungai daerah gunung Bulukuning. Sungai-sungai yang mengalir di satuan ini
memiliki beberapa tipe aliran yang berbeda antar satu sungai dengan sungai lainnya. Untuk
sungai yang mengalir di daerah bukit Selaranda, gunung Gedog dan gunung Bulukuning bertipe
aliran radial. Sungai Gumarang dan sungai Bawang bertipe aliran rektangular, sedangkan untuk
sungai Gending bertipe aliran dendritik.
Penamaan satuan perbukitan homoklin Selaranda didasarkan pada bentukan morfologi berupa
perbukitan yang memiliki dip homogen berarah relatif keselatan dan mempunyai nilai
kemiringan kurang dari 450 dan lebih dari 200 (homoklin).

2.6 Kesimpulan Geomorfologi


Berdasarkan topografi, daerah Waturanda terdiri dari dataran landai dan dataran tinggi.
Selain itu daerah ini dialiri sejumlah sungai yang memiliki pola aliran dendritik, radial dan parallel.
Sungai yang ada umumnya merupakan sungai dewasa dicirikan dengan kelokan-kelokan
dengan sudut besar. Sungai-sungai tersebut bermuara pada sungai utama Lok Ulo yang merupakan
sungai tua.
Interpretasi pada peta geomorfologi menunjukkan adanya pola kelurusan bukit maupun
sungai. Kelurusan ini menunjukkan adanya kesamaan pola maupun terjadinya suatu erosi sehingga
memisahkan daerah tersebut.
Daerah Waturanda terbagi menjadi lima satuan geomorfologi, satuan tersebut diantaranya :
Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo, Satuan Lembah Antiklin Kedungjati, Satuan Bukit Gamping
Jatibungkus, Satuan Bukit Basalt Luk Ulo, Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda.
Stratigrafi daerah Waturanda

3.1 Stratigrafi regional


Wilayah karangsambung berada pada zona Pegunungan Serayu selatan dan termasuk
dalam stratigrafi Kebumen (Sukendar Asikin, 1987). Karangsambung tersusun dari berbagai
formasi dan menunjukkan umur yang berbeda. Terdapat pula satuan mlange yang berumur pra
tersier.

1.

(Gambar 3. Formasi Daerah Karangsambung pada stratigrafi zona

pegunungan Serayu selatan)


Batuan Pra Tersier
Merupakan batuan tertua yang tersingkap di Zone Pegunungan Serayu Selatan
mempunyai

umur

Kapur

Tengah

s/d

Paleosen

(Sukendar

Asikin

1974).

Kelompok batuan ini disimpulkan sebagai kompleks melange yang terdiri dari
graywacky,

skiss,lava

basalt

berstruktur

bantal,gabro,

batugamping

merah,

rijang,lempung hitam yang bersifat serpihan. Semuanya merupakan campuran yang


bersifat tektonik.
Formasi Karangsambung
Merupakan kumpulan endapan olisthostrom, terjadi akibat pelongsoran karena
gaya berat di bawah permukaan laut, melibatkan endapan sedimen yang belum mampat,
berlangsung pada lereng parit di bawah pengaruh endapan turbidit.Merupakan sedimen
pond dan diendapkan di atas bancuh Luk-Ulo, terdiri dari konglomerat polimik, lempung
abu-abu, serpih dan beberapa lensa batugamping foraminifera besar. Hubungan tidak
selaras dengan batuan Pra Tersier.
Formasi Totogan

Harloff (1933) dan Tjia HD (1966) menamakan sebagai Tufa Napalan I,


sedangkan Suyanto &Roskamil (1974) menyebutnya sebagai lempung breksi.Litologinya
berupa breksi dengan komponen batulempung,batupasir, batugamping, napal dan tufa.
Mempunyai umur Oligosen - Miosen Awal, dan berkedudukkan selaras di atas Formasi
Karangsambung
Formasi Waturanda
Formasi ini terdiri dari batuan - batuan batupasir vulkanik dan breksi
vulkanik,berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, selaras di atas Formasi Totogan.
Formasi ini mempunyai Anggota Tuff, dimana Harloff (1933) menyebutnya sebagai
Eerste Merger Tuff Horizon.
Formasi Panosogan
Formasi ini diendapkan selaras di atas Formasi Waturanda, litologinya terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung, tufa, napal dan kalkarenit. Ketebalan formasi ini
1000 meter, mempunyai umur Miosen Awal - Miosen Tengah.
Formasi Halang
Menindih selaras di atas Formasi Penosogan, dengan litologi terdiri dari
perselingan batupasir, batulempung, napal, tufa dan sisipan breksi.Merupakan kumpulan
sedimen turbidit bersifat distal sampai proksimal, pada bagian bawah dan tengah kipas
bawah laut, berumur Miosen Awal - Pliosen. Anggota Breksi Halang, Sukendar Asikin
menamakan sebagai Formasi Breksi II dan berjemari dengan Formasi Penosogan. Namun
Sukendar Asikin (1974) meralat bahwasanya Anggota Breksi ini menjemari dengan
Formasi Halang.
Formasi Peniron
Peneliti terdahulu menamakan sebagai Horizon Breksi III. Formasi Peniron
menindih selaras di atas Formasi Halang dan merupakan sedimen turbidit termuda yang
diendapkan di Zone Pegunungan Serayu Selatan. Litologinya terdiri dari breksi aneka

bahan (polimik) dengan komponen andesit, batulempung, batupasir dengan masa dasar
batupasir sisipan tufa, batupasir, napal dan batulempung.
Batuan Vulkanik Muda
Mempunyai hubungan yang tidak selaras dengan semua batuan yang lebih tua di
bawahnya. Litologi terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufan, dengan komponen
andesit dan batupasir. Komponen tersebut merupakan aliran lahar pada lingkungan darat.
Berdasarkan pada ukuran komponen yang membesar ke utara, hal ini menunjukkan arah
sumber di utara yaitu Gunung Sumbing berumur Plistosen.

Struktur Geologi daerah Waturanda


4.1 Struktur geologi regional
Pulau Jawa oleh Van Bemmelen (1949) dibagi menjadi beberapa zona fisiografi.
Untuk daerah Jawa Tengah zona fisiografinya dibagi menjadi empat bagian (gambar 4), dari
selatan ke utara masing masing :
a.

Dataran Pantai selatan

b. Pegunungan Serayu Selatan


c.

Pegunungan Serayu Utara, dan

d. Dataran Pantai Utara

(Gambar 5. Letak Pegunungan serayu selatan pada fisiografi Jawa Tengah - Van Bemmelen,
1949)
Daerah Karangsambung merupakan bagian dari zona pegunungan Serayu
Selatan. Posisi Zone Pegunungan Serayu Selatan pada sistem konvergensi antara Lempeng

Hindia

Australia

dengan

Tepi

Benua

Erasia

selama

Zaman Tersier

adalah

merupakan Wilayah Retro Arc Fold Thrust Belt. Wilayah tersebut sama dengan Zone
Kendeng (Pringgoprawiro, 1976), dan Zone Bogor (Martodjojo, 1985)
Di daerah Lok Ulo (Karang Sambung) dimana batuan Pra-tersier dan tersier
tersingkap, dapat dibedakan adanya dua pola struktur utama, yaitu yang arahnya timur lautbarat daya dan barat timur. Pola yang berarah timur laut barat daya merupakan batuan pra
tersier yang terdiri dari kompleks mlange yang berumur Kapur Atas Paleosen (Sukendar
Asikin, 1974). Hubungan antara satu batuan dengan yang lainnya memiliki lingkungan dan
genesa pembentukan berbeda yang terdapat di mlange, umumnya berupa sesar yang berarah
timur laut-barat daya atau ke arah Meratus. Pola yang berarah barat-timur terdiri dari
perlipatan dan sesar, dan umumnya melibatkan batuan berumur tersier.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola yang arahnya timur laut - barat daya
sangat dominan di bagian timur Jawa Tengah ini, merupakan jejak tektonik Kapur-Paleosen
yang berbentuk jalur subduksi akibat interaksi antara lempeng Indo Australia dan lempeng
Mikro Sunda. Jalur tersebut juga merupakan kelanjutan dari jalur subduksi yang tersingkap di
Ciletuh Jawa barat.
Menurut Paltrinieri dkk. (1976), di daerah Lok Ulo pada jaman Eosen Tengah,
lingkungan pengendapan telah berubah dari endapan laut dalam menjadi laut dangkal pada
jaman berikutnya, yaitu Eosen Akhir sampai Oligosen. Ini menunjukkan bahwa sebelum
Miosen daerah Lok Ulo dan sekitarnya merupakan suatu jalur pengangkatan, dan membentuk
suatu jalur pemisah antara daerah pengendapan (cekungan) utara dan selatan.
Jalur pemisah tersebut terbentang dari Semarang, Wonosobo-Banjarnegara-Cilacap,
dan merupakan batas tektonik penting antara bagian barat dan timur pulau Jawa (Utung dan
Sato, 1978). Di sebelah barat dari batas tektonik ini, poros-poros perlipatan mengarah ke
barat laut-tenggara sedangkan sebelah timurnya berarah barat-timur.

4.2 Struktur Geologi Daerah Waturanda

Terdapat 2 struktur besar dan beberapa struktur kecil di daerah pemetaan Waturanda.
Struktur besar tersebut adalah :
1. Struktur Antiklin Kedungjati
2. Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
Sedangakan struktur kecil didaerah pemetaan yang hanya diperkirakan tanpa adanya
perhitungan adalah kekar dan kenampakan sesar secara lokal pada singkapan.
1. Struktur Antiklin Welaran
Struktur antiklin Welaran ini merupakan struktur salah satu anggota dari rangkain
antiklin (antiklinorium) yang membentuk antiklin besar Karangsambung. Sumbu dari
struktur antiklin ini terletak di daerah sungai Welaran. Sumbu ini diperkirakan terletak
sepanjang aliran sungai Welaran yang diperkuat dengan kelurusan sungai Welaran dan
ditemukannya singkapan sumbu antiklin di sungai Welaran. Struktur antiklin ini
diketahui dari adanya arah dip yang berlawanan dan saling bertolak belakang, dip yang
satu berarah relatif kearah utara, sedangkan dip yang lainnya berarah selatan. Dip yang
berarah selatan inilah yang akhirnya membentuk homoklin, karena besar sudut
kemiringannya yang kurang dari 450 dan lebih dari 200 yang sebagian besar mendominasi
arah dan besar sudut kemiringan lapisan di daerah pemetaan Waturanda.
2. Sesar Naik Krembeng (diperkirakan)
Sesar naik Krembeng hanya bisa diperkirakan karena tidak dilakukan perhitungan yang
berkaitan dengan gaya yang terdapat pada sesar, seperti perhitungan shear facture, arah
breksiasi dan hal lain sebagainya. Sesar naik didaerah Krembeng diinterpretasikan dari
adanya kelurusan yang terdapat pada sungai Krembeng yang terlihat pada peta dan
adanya daerah hancuran di daerah sungai Krembeng. Disimpulkannya jenis sesar yang
ada di daerah sungai Krembeng menjadi sesar naik adalah karena adanya mikrofold di
daerah tersebut. Mikrofold merupakan salah satu penanda adanya gaya kompresional dan
gaya kompresional tersebut pada umumnya terjadi pada sesar naik.

4.3 Kesimpulan Struktur Waturanda

Daerah Waturanda berada formasi Waturanda berumur Eosen Awal. Daerah ini
mempunyai trend kemiringan ke arah Selatan. Pada interpretasi struktur, daerah ini
merupakan salah satu sayap Antiklin cekungan Amphitheater Karangsambung.
Lingkungan pengendapan tiap satuan kecuali satuan Aluvial berada pada laut
dalam. Satuan Aluvial berada pada lingkungan fluvial.

BAB III
Sejarah Geologi Waturanda
1.1 Pembentukan Satuan Batulempung A
Sejarah geologi daerah waturanda dimulai dengan pengendapan batulempung A
pada lingkungan laut dalam. Satuan ini merupakan satuan berfragmen yang dicirikan oleh
adanya fragmen batugamping dan fragmen lava basalt di lapisan batulempung tersebut.
Batugamping dikatakan sebagai fragmen pada satuan batulempung A ini karena kontak
antara batugamping dengan batulempung tidak menerus. Hal ini mungkin terjadi
mungkin akibat terjadinya transportasi yang dialami batugamping dari lokasi tertentu
sehingga tertransportasikan ke satuan batulempung.

1.2 Pembentukan Satuan Breksi


Satuan batuan berikutnya adalah satuan breksi. satuan breksi ini berselingan
dengan batupasir kasar dan berangsur menjadi batu pasir halus. Secara umum fragmen
breksi tersebut adalah batuan basalt. Untuk pengendapan breksi dibutuhkan arus yang
kuat dan material yang diendapkan tidak jauh dari sumbernya engan transportasi yang
singkat. Karena diketahuai fragmen breksi dominan basalt, maka lingkungan
pengendapannya adalah laut. Perselingan dengan batupasir kasar karena ada perubahan
kuat arus dalam proses pembentukannya. Pembentukan satuan breksi ini dapat dijelaskan
secara detail dengan menggunakan teori arus turbidit.

1.3 Pembentukan Satuan Batupasir


Selanjutnya adalah pengendapan satuan batupasir dengan dicirikan adanya
perlapisan batupasir sisipan lempung. Batupasir pada satuan ini berangsur dari batupasir
breksian menjadi batupasir halus. Dengan katalain bahwa lingkungan pengendapan
satuan ini adalah dilaut. Satuan ini juga dapat terbentuk dengan skema turbidit dengan
dicirikan adanya struktur parallel laminasi di suatu lapisan dan cross laminasi pada
batupasir.

1.5 Pembentukan Satuan Batulempung B


Berikutnya menuju lingkungan pengendapan yang lebih dangkal dengan
ditemukannya perselingan batulempung dengan batugamping kalkarenit, sehingga

disimpulkan bahwa lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal. Setelah perselinga


tersebut kemudian terbentuklah perselingan batupasir dengan batulempung, halini dapat
terjadi dikarenakan suplai bahan pembentuk lapisan gamping telah habis karena
lingkungannya pengendapannya menuju kearah daratan dengan dicirikan adanya karbon
paada sebagian lapisan batupasir. Kemudian kembali lagi kelingkungan pengendapan
batugamping sehingga terbentuk lagi perselingan batupasir dengan batulempung.

1.6 Pembentukan daerah Waturanda


Setelah endapan-endapan tersebut

terjadi atau terbentuk,

kemudian terangkat

kepermukaan yang diakibatkan oleh proses tektonik. Akibat proses tektonik yang
berpengaruh pada batuan batuan tersebut maka terbentuklah pola kemiringan, strukturstruktur geologi kemudian dengan seiring waktu dan telah tersingkap ke permukaan maka
proses pelapukan dan erosi pun turut serta membentuk sehingga batuan yang resisten
maupun tidak resisten terbentuk menjadi perbukitan, sungai, lembah, dan lain-lain.

1.7 Pembentukan Satuan Dataran Aluvial

Kemudian setelah proses-proses pelapukan serta erosi yang membentuk geomorfologi


daerah Waturanda tersebut, terbentuklah endapan baru yang berada di K. Luk Ulo yang
denamakan dengan Satuan Dataran Aluvial K. Luk ulo. Satuan ini tidak selaras dengan
satuan-satuan yang sebelumnya karena satuan-satuan sebelumnya telah mengalami proses
deformasi yang dikontrol oleh proses tektonik sehingga menghasilkan kemiringan
perlapisan satuan batuan yang sudah tidak mendatar dan kemudian diendapkan lagi
endapan Aluvial yang mendatar. Sehingga hubungan antara satuan batuan di sebut tidak
selaras.
Daerah

: K.Welaran K. Luk Ulo

Tujuan

: Pra pemetaan

Tanggal

: 3 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

1.1

Batupasir , abu-abu, paralel laminasi, klastik kasar, permeabilitas baik,


porositas baik, terpilah buruk.
Batulempung, abu-abu kehitaman, karbonatan lemah, kompak, kemas
tertutup, ukuran butir lempung.
N 242 E / 55 NW, N240 E / 48 NW.

1.2

Singkapan batulempung sisipan batupasir kasar & batupasir halus.


Batulempung, abu-abu kecoklatan, membundar, mineral sedikit kwarsa,
hornblend, kompak.
Batupasir kasar, abu-abu kehitaman, membundar, porositas baik, kemas
terbuka.
Batupasir halus, abu-abu, membundar, porositas baik, terpilah baik, kompak.

1.3

Breksi, abu-abu, semen lempung, kemas terbuka, fragmen : batupasir,


andesit, terpilah buruk,besar butir krikil.
Gamping, putih kekuningan, kompak, kemas terbuka, porositas baik,
permeabilitas baik, non klastik.
N 152 E / 58 SW.

1.4

Batugamping, putih kekuningan, kompak, fragmen pasir, fosil, kemas


terbuka, pilah buruk.
N 110 E / 21 SW.

1.5

Lava basalt, warna hitam, ada spot-spot merah, amigdaloidal, afanitik


porviritik, struktur lava bantal, mineral ; plagioklas, zeolit, olivin.

1.6

Batupasir halus, coklat, kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas baik,


membundar, non karbonatan, kompak.
N 110 E / 63 SW.

1.7

Batupasir kasar, abu-abu kecoklatan,, pasir kasar, porositas baik, kemas


tertutup, terpilah baik, kompak.
N 192 E / 43 SW.

1.8

Breksi , coklat kehitaman, fragmen ; batuan beku ( 30 50 cm andesit ),


matrix pasir, kemas terbuka, kompak, terpilah buruk, porositas baik.
N 155 E / 45 SW.

Daerah

: Semampir K. Sadang

Tujuan

: Pra pemetaan

Tanggal

: 4 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

2.1

Batulempung, abu-abu, tidak kompak ( lembek ), kemas tertutup, porositas


baik, permeabilitas sedang, besar butir halus.

2.2

Batulempung, abu-abu, tidak kompak, kemas tertutup, porositas baik,


permeabilitas sedang, besar butir halus.
N 309 E / 35 SW.

2.3

Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas


tertutup, porositas baik.

2.4

Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas


tertutup, porositas baik.

2.5

Batupasir kasar, abu-abu kehitaman,, pasir kasar, porositas baik, kemas


tertutup, terpilah baik, kompak.
Breksi , coklat kehitaman, fragmen ; batuan beku, batupasir, matrix pasir
kasar, kemas terbuka, kompak, terpilah buruk, porositas baik.
N 104 E / 67 NW.

2.6

Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, permeabilitas baik,


membundar, non karbonatan, kompak.
Batulempung, abu-abu, non karbonatan, tidak kompak, kemas tertutup,
porositas buruk.
N 110 E / 19 SW.

Daerah

: Prumpung K. Jaya

Tujuan

: Pemetaan

Tanggal

: 5 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

3.1

Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk,


non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan.
N 110 E / 55 SW.

3.2

Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk,


non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, non karbonatan.
N 115 E / 57 SW.

3.3

Breksi perselingan batupasir.


Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk,
non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen
menyudut.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas baik, terpilah baik, bentuk
butir membundar, non karbonatan.
N 140 E / 48 SW.

3.4

Perselingan batupasir dan breksi, berangsur menjadi batupasir.


Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk,
non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen
menyudut.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk
butir membundar, non karbonatan.
N 98 E / 39 SW.

3.5

Batupasir sisipan lempung, abu-abu, nonkarbonatan, kemas tertutup,


porositas sedang, permeabilitas sedang.
N 100 E / 35 SW.

3.6

Breksi, abu-abu kehitaman, kemas terbuka, matriks pasir, terpilah buruk,


non karbonatan, fraamen ; batuan beku, batupasir, bentuk fragmen
menyudut.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk
butir membundar, karbonatan.
Batulempung, abu-abu kehitaman, karbonatan, tidak kompak, kemas
tertutup, porositas baik.
N 100 E / 35 SW.

Daerah

: Prumpung K. Jaya

Tujuan

:Pemetaan

Tanggal

: 5 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

3.7

Perselingan batulempung dengan batupasir, dominan batulempung.


Batulempung, abu-abu kehitaman, non karbonatan, tidak kompak, kemas
tertutup, porositas baik.
Batupasir, abu-abu, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik, bentuk
butir membundar, non karbonatan.
N 104 E / 55 SW.

3.8

Batupasir, abu-abu gelap, kemas tertutup, porositas baik, terpilah baik,


bentuk butir membundar, non karbonatan.
Batupasir, abu-abu terang, kemas tertutup, porositas sedang, terpilah baik,
bentuk butir membundar, karbonatan.
Batulempung, abu-abu terang, karbonatan, kompak, kemas tertutup,
porositas baik.

Daerah

: K. Jaya K. Gumarang

Tujuan

: Pemetaan

Tanggal

: 6 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

4.1

Perselingan batulempung dengan batupasir ( dominan batulempung ).


Batulempung, abu2 gelap, kompak sedang, ripple mark, load cast, non
karbonatan.
Batupasir, abu-abu kehijauan, karbonatan, terpilah baik.
N 96 E / 30 SW.

4.2

Batugamping, abu-abu keputihan, kompak, karbonatan, butir kasar.


Batupasir, karbonatan lemah, kwarsa, ukuran butir pasir halus, parallel
laminasi, cross laminasi, bentuki butir agak membulat.
N 74 E / 30 SW.

4.3

Dominan Batupasir, karbonatan, kwarsa, ukuran butir pasir halus, parallel


laminasi, cross laminasi, bentuki butir agak membulat.
Antiklin N 65 E / 33 SE , N 292 E / 34 NE, 19, N 62 E.

4.4

Batupasir, abu-abu terang, karbonatan, kemas terbuka, porositas sedang.


Batulempung
N 85 E / 25 SE.

4.5

Perselingan batupasir dengan batulempung dan dominan batulempung.


N 75 E / 29 SW.

4.6

Kontak breksi dengan batupasir kasar.


N 105 E / 30 SW.

4.7

Batulempung, batupasir, dominan batulempung.


N 107 E / 62 SW.

4.8

N 198 E / 67

4.9

N 270 E / 67

Daerah

: K. Krembeng

Tujuan

: Pemetaan

Tanggal

: 7 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Mendung
Catatan

5.1

Batupasir, coklat, karbonatan, kemas terbuka, terpilah sedang, porositas


baik, kompak.
N 95 E / 25 SW.

5.2

Perselingan batupasir halus dengan batulempung.


Batupasir halus, karbonatan, kuning kecoklatan, hamper membundar,
kompak sedang.
N 95 E / 32 NE.

5.3

Perselingan gamping dengan batulempung.


Gamping pasir kasar (kalkarenit), kompak, kuning kecoklatan, karbonatan,
porositas baik.
N 80 E / 20 SE.

5.4

Perselingan batupasir halus dengan batulempung.


Batupasir halus, kuning kecoklatan, karbonatan, kompak sedang, porositas
sedang, permeabilitas sedang, kemas terbuka.
Batulempung, abu-abu terang, karbonatan, kompak sedang.
N 75 E / 41 SE.

5.5

Perselingan batupasir kasar dengan batulempung.


N 92 E / 12 NW.

5.6

Perselingan batupasir kasar dengan batulempung.


N 118 E / 40 NW.

5.7

Gamping pasiran ( kalkarenit )


N 293 E / 13 NE.

5.8

Batupasir perselingan dengan batulempung.


N 80 E / 30 SW.

Daerah

: K. Susu K. Depok

Tujuan

: Pemetaan

Tanggal

: 8 Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

6.1

Batupasir, coklat kekuningan, non karbonatan, kompak sedang, agak


membulat.
N 110 E / 50 SE.

6.2

Batugamping, putih kekuningan, kompak, nonklastik.


Batulempung, abu-abu, kompak sedang.
N 244 E / 6 SE.

6.3

Perselingan batupasir dengan batulempung.


N 120 E / 65 SW.

6.4

Singkapan batulempung, abu-abu, kompak sedang.

Daerah

: K. Curug

Tujuan

: Pemetaan

Tanggal

: Oktober 2010

Cuaca
Lokasi

: Cerah
Catatan

7.1

N 31 E / 55 SE, N 235 E / 54 NW.


Batulempung sisipan batupasir.
Batulempung , abu-abu, kompak, sedang, membundar, karbonatan.
Batupasir halus, kompak sedang, karbonatan.

7.2

Singkapan batulempung berfragmen, abu-abu gelap, fragmen 3 10 cm,


karbonatan lemah.

7.3

Batulempung berfragmen sisipan pasir, mikrofold.

Daftar Pustaka

Asikin, Sukendar. Geologi Struktur Indonesia, Bandung : Laboratorium Geologi


Dinamis-Geologi ITB
Sapiie, Benyamin.,dkk. Geologi Fisik, Bandung : Penerbit ITB
Brahmantyo, Budi dan Sampurno., 2004, Kumpulan Modul Praktikum : Geomorfologi
dan Geologi Foto, Bandung : Laboratorium Geologi Lingkungan
Harsolumakso, A. H.,2009, Buku Pedoman Geologi Lapangan,Bandung : Penerbit ITB

Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan ini. penulis menyadari, laporan yang penulis buat itu bukan merupakan
suatu yang instant. Itu buah dari suatu proses yang relatif panjang, menyita segenap tenaga dan
fikiran.
Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materian selama
melaksanakan kuliah lapangan karangsambung.
2. Pihak penyelenggara Kuliah Lapangan karangsambung tahun 2010 baik dari ITB ( Bapak
Bambang Priadi, Bapak Gusti Bagus Edi Sutjipta, Bapak Nurcahyo Eko Basuki, Bapak Chalid
Idham Abdullah, Bapak Agus Handoyo Harsolumakso, Bapak Budi Brahmantyo, Bapak Herwin
dan Bapak Aswan) maupun dari UNSOED (Bapak Gentur Waluyo, Bapak Mochammad Aziz,
Bapak Siswandi, Bapak Sachrul Iswahyudi, Bapak Eko Bayu Purwasatriya) yang telah
memberikan pengarahan selama kuliah lapangan karangsambung.
3. Asisten dari ITB (ka sapta, ka selly, ka dipo, ka ade, ka peya, ka pian, ka adi, ka sendi, ka roy)
4. Romandar (Geologi unhas 2006) yang selalu memberikan support dan masukan baik dari segi
ilmu pengetahuan maupun cara bersikap selama mengikuti kuliah lapangan karangsambung
5. Teman kostn yang telah menemani selama 25 hari di karangsambung (Amalia wokas, Ratna
amalia, Diktri martini, Tri puji astuti, Anik yulianti, Rifha fatiha, Dwianti puspita, Dwi indriyati,
Istiana ).
6. Teman satu kamar di asrama penosogan (Ratna amalia pradipta, Vena NIL, Galih anitasari).
7. Teman seperjuangan selama mapping (para wanita perkasa : Fitriany amalia, Fitriana hidayah,
Aquarista nur atwi, Amalia wokas).
8. Dan segala pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan
moril-materil kepada saya sehingga saya dapat menjadi seperti hari ini.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan membalas segala amal budi
serta kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan ini dan semoga
tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Semua kekurangan dan
kesalahan pada penulisan laporan ini adalah karena kelalaian penulis sendiri, terutama kesalahan
ketik. Sekali lagi penulis memohon maaf. Semoga laporan yang sederhana ini akan ada manfaatnya.

Purbalingga, 23 oktober 2010


Nuriani Handayati

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Karangsambung adalah
sebuah kecamatan di Kabupaten
Kebumen, ProvinsiJawa
Tengah, Indonesia. Wilayah Karangsambung, terletak + 19 Km utara kota Kebumen. Di Kecamatan
Karangsambung terdapat Lokasi Cagar Alam Geologi Nasional yang dikelola oleh Balai Informasi Dan
Konservasi Kebumian Karangsambung-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cagar Alam Geologi
Nasional-Karangsambung merupakan laboratorium alam untuk mempelajari geologi pada khususnya
dan kebumian pada umumnya. Di wilayah Karangsambung dapat dijumpai berbagai jenis batuan Beku,
Sedimen dan Metamorfosa sebagai hasil proses tumbukan antara Lempeng Samudra Hindia-Australia
dengan Lempeng Benua Eurasia. Karangsambungmerupakan dasar samudera. Akibat tumbukan antara
tiga lempeng bumi tersebut maka kawasan Karangsambung sekarang terangkat ke permukaan.
Daerah Karangsambung memiliki ciri khas geologi yang sangat menarik untuk dipelajari. Pada
daerah ini terdapat batuan Pra-tersier dengan jenis batuan yang beragam serta tatanan dan
struktur geologi yang sangat kompleks. Kondisi geologi yang kompleks ini terbentuk karena pada
daerah karangsambung merupakan zona meratus, yaitu daerah pertemuan antara lempeng (subduksi)
yang terangkat. Lempeng yang saling bertabrakan tersebut membentuk boudin-boudin lonjong yang
membentuk formasi masing-masing dengan jenis batuan yang beragam. Sebelum palung subduksi
tersebut terangkat, banyak jenis batuan yang terendapkan dengan batuan dominannya berupa batu
lempung. Pada daerah ini juga ditemukan batuan yang berada di laut dalam, karena proses
pengangkatan pada zona palung subduksi tersebut.
Geologi Karangsambung mempunyai formasi yang khas jika dibandingkan dengan daerah lain.
Hal ini terlihat dari bentuk morfologi yang berbentuk lonjong-lonjong dan berbukit dengan batuan
yang berbeda-beda, stratigrafi daerah ini sangat khas dan membentuk formasi yang beragam,
struktur geologi pada daerah ini terdiri dari lipatan, sesar dan kekar. Hal ini yang mendasari bagi
penulis untuk melakukan kegiatan penelitian didaerah tersebut, dengan tujuan untuk mempelajarti
karakteristik, pengelompokan,dan fenomena-fenomena tektonik yang ada dan tersingkap serta
mempelajari dan menganalisa sejarah geologi daerah Karangsambung, khusunya daerah yang menjadi
sasaran lokasi pemetaan.

Pemetaan Karangsambung ini merupakan pemetaan wajib bagi mahasiswa Teknik


Geologi yang bertujuan untuk memetakan suatu daerah berdasarkan data yang ada dan dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pengambilan data selengkap nya di lapangan
merupakan hal yang paling penting meskipun interpretasi dalam pemetaan pada nantinya
kembali pada pemahaman masing-masing mahasiswa, tentunya berdasarkan data yang mereka
dimiliki.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dilaksanakannya pemetaan geologi ini adalah :
1.2.1. Untuk memenuhi salah satu nilai dari mata kuliah geologi lapangan
1.2.2. Mengetahui bagaimana cara melakukan pemetaan yang baik dan benar sesuai dengan standar
pemetaan lapangan yang ada.
1.2.3. Mempelajari fenomena-fenomena alam yang terjadi di daerah karangsambung terutama pada
daerah pemetaan yang didapatkan (gunung cantel).

1.3. Pemetaan Geologi


Pemetaan geologi merupakan suatu kegiatan pendataan informasi-informasi geologi
permukaan dan menghasilkan suatu bentuk laporan berupa peta geologi yang dapat memberikan
gambaran mengenai penyebaran dan susunan batuan (lapisan batuan), serta memuat informasi
gejala-gejala struktur geologi yang mungkin mempengaruhi pola penyebaran batuan pada daerah
tersebut..

contoh peta geologi (formasi batuan)


Tingkat ketelitian dan nilai dari suatu peta geologi sangat tergantung pada informasiinformasi pengamatan lapangan dan skala pengerjaan peta. Skala peta tersebut mewakili
intensitas dan kerapatan data singkapan yang diperoleh yang diperoleh. Tingkat ketelitian peta
geologi ini juga dipengaruhi oleh tahapan eksplorasi yang dilakukan. Pada tahap eksplorasi awal,
skala peta 1 : 25.000 mungkin sudah cukup memadai, namun pada tahap prospeksi s/d
penemuan, skala peta geologi sebaiknya 1 : 10.000 s/d 1 : 2.500.
Informasi-informasi geologi permukaan tersebut pada umumnya diperoleh melalui
pengamatan (deskripsi) singkapan-singkapan batuan. Singkapan dapat didefinisikan sebagai
bagian dari tubuh batuan/urat/badan bijih yang tersingkap (muncul) di permukaan akibat adanya
erosi (pengikisan) lapisan tanah penutupnya.

Contoh singkapan

1.
2.
3.
4.

Singkapan-singkapan tersebut dapat ditemukan (dicari) pada bagian-bagian permukaan


yang diperkirakan mempunyai tingkat erosi/pengikisan yang tinggi, seperti :
Pada puncak-puncak bukit, dimana pengikisan berlangsung intensif.
Pada aliran sungai, dimana arus sungai mengikis lapisan tanah penutup.
Pada dinding lembah, dimana tanah dapat dikikis oleh air limpasan.
Pada bukaan-bukaan akibat aktivitas manusia, seperti tebing jalan, sumur penduduk, atau pada
parit-parit jalan, tambang yang sudah ada.

Pengamatan-pengamatan yang dapat dilakukan pada suatu singkapan antara lain :


1. Pengukuran jurus dan kemiringan (strike & dip) lapisan yang tersingkap.
2. Pengukuran dan pengamatan struktur-struktur geologi (minor atau major) yang ada.
3. Pemerian (deskripsi) singkapan, meliputi kenampakan megaskopis, sifat-sifat fisik, tekstur,
mineral-mineral utama/sedikit/aksesoris, fragmen-fragmen, serta dimensi endapan.

Lintasan (traverse)
Dalam melakukan pemetaan geologi yang sistematis, dibutuhkan lintasan-lintasan
pengamatan yang dapat mencakup seluruh daerah pemetaan. Perencanaan lintasan tersebut
sebaiknya dilakukan setelah gambaran umum seperti kondisi geologi regional dan geomorfologi
daerah diketahui, agar lintasan yang direncanakan tersebut efektif dan representatif.
Pada prinsipnya, lintasan-lintasan yang dibuat pada aliran-aliran sungai atau jalur-jalur
kikisan yang memotong arah umum perlapisan, dengan tujuan dapat memperoleh variasi litologi
(batuan). Kadang-kadang juga diperlukan lintasan-lintasan yang searah dengan jurus umum
perlapisan dengan tujuan dapat mengetahui kemenerusan lapisan. Secara umum lintasan
(traverse) pemetaan ada 2 (dua), yaitu lintasan terbuka dan lintasan tertutup. Lintasan terbuka

mempunyai titik awal dan titik akhir yang tidak sama, sedangkan lintasan tertutup bersifat loop
(titik awal dan titik akhir sama).
Namun yang perlu (penting) diperhatikan, informasi-informasi yang diperoleh dari
lintasan-lintasan yang dibuat dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan korelasi
(interpretasi) batas satuan-satuan litologi.
Selain itu, ada juga metode pemetaan yang dikenal sebagai lintasan kompas dan
pengukuran penampang stratigrafi. Lintasan kompas (measured section atau tali kompas)
dilakukan dengan tujuan membuat penampang (topografi dan litologi) di sepanjang lintasan.
Sedangkan pengukuran penampang stratigrafi dilakukan untuk mengetahui ketebalan, struktur
perlapisan, variasi satuan litologi, atau mineralisasi dengan detail (rinci). Umumnya pengukuran
penampang stratigrafi dilakukan pada salah satu lintasan kompas yang dianggap paling lengkap
memuat informasi litologi keseluruhan wilayah.

Interpretasi dan informasi data

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.
2.
3.
4.

Informasi-informasi yang dapat dipelajari atau dihasilkan dari kegiatan pemetaan


geologi/alterasi antara lain :
Posisi atau letak singkapan (batuan, urat, atau batubara).
Penyebaran, arah, dan bentuk permukaan dari endapan, bijih, atau batubara.
Penyebaran dan pola alterasi yang ada.
Variasi, kedudukan, kontak, dan ketebalan satuan litologi (stratigrafi atau formasi).
Struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah.
Informasi-informasi pendukung lainnya seperti geomorfologi, kondisi geoteknik dan hidrologi.
Bangunan-bangunan, dll.
Sedangkan dalam melakukan interpretasi tersebut, beberapa kaidah dasar geologi perlu
diperhatikan, antara lain :
Efek fisiografis ; berhubungan dengan topografi dan morfologi.
Zona-zona mineralogis ; berhubungan dengan batas zona endapan/bijih, zona pelapukan, dan
zona (penyebaran) alterasi.
Aspek stratigrafi dan litologi ; berhubungan dengan perlapisan batuan, zona-zona intrusi, dan
proses sedimentasi.
Aspek struktur ; berhubungan dengan ketidak selarasan, patahan, lipatan, zona kekar, kelurusankelurusan, dll.
Dari hasil pemetaan geologi/alterasi yang baik, maka dapat memberikan manfaat antara

lain :
1. Daerah (zona) pembawa bijih (zona endapan) dapat diketahui (diperkirakan).
2. Dapat disusun model geologi endapan yang bersangkutan.

3. Pekerjaan eksplorasi yang berlebihan (di luar zona bijih/endapan) dapat dihindarkan (efisiensi).
4. Daerah-daerah yang belum dieksplorasi (dipelajari) dapat diketahui dengan pasti.

menunjukkan hasil interpretasi pemetaan geologi berupa peta dan penampang geologi dari data pengamatan
singkapan di lapangan.

1.4. Lokasi Penelitian dan Pencapaian Lokasi


Wilayah pemetaan yaitu di daerah
gunung cantel, Kecamatan Karangsambung,
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Secara
geografis daerah penelitian terletak terletak
+ 19 Km utara kota Kebumen dengan luas
daerah 3x4 km. Kesampaian daerah
penelitian berjarak + 20 km dari perempatan
pasar Mertokondo, Kota Kebumen, Jawa
Tengah ke arah Utara dan dapat
ditempuh + 30 menit dari depan kampus
LIPI Karangsambung. Kemudian untuk
menuju ke area pemetaaan dapat
ditempuh + 15 menit Selatan kampus LIPI
Karangsambung.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Desa Karangsambung yang dikenal
sebagai daerah Luk Ulo merupakan salah
satu daerah penting dalam bidang geologi.
Singkapan di daerah ini merupakan yang
terlengkap di Pulau Jawa, berupa singkapan
batuan 1beku, sedimen dan metamorfosa
berumur Pra Tersier, serta pola struktur khas yang merupakan komponen hasil tumbukan. Di
daerah ini kemudian dibangun Kampus Lapangan yang dikelola oleh Pusat Penelitian

dan Pengembangan Geoteknologi LIPI. Batuan tertua berumur Pra-Tersier, terkelompok dalam
Kompleks Bancuh Luk Ulo yang terdiri dari fragmen-fragmen batuan-batuan metamorf, beku
basa-ultrabasa dan sedimen laut dalam, dengan massa-dasar batu-lempung terekristalisasi.
Kontak batuan berupa struktur gerusan merupakan salah satu ciri kompleks ini. Kompleks ini
ditutupi oleh batuan sedimen
Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan yang berumur Eosen Akhir dan oligoMiosen. Formasi Karangsambung terdiri dari batulempung gampingan hingga napal, berwarna
abu-abu gelap dan mengkilat. Setempat dijumpai sisipan batulanau dan batupasir gampingan
yang memperlihatkan struktur lengseran (slump), blok batugamping foraminifera (Nummulites
dan Discocyclina) yang terimbrikasi, juga konglomerat polimik di sekitar batugamping.
Formasi Totogan sering kali disebut sebagai Satuan Breksi-Lempung. Fragmen dalam
lempung bersisik berukuran sampai bongkah, terdiri dari batulempung, batupasir, batugamping,
konglomerat dan batuan beku basaltik. Kedua formasi ini mewakili endapan bancuh sedimenter
atau endapan olistostrom. Selaras di atas Formasi Totogan dijumpai Formasi Waturanda yang
terdiri dari breksi volkanik berselingan dengan batupasir tufan, berumur Miosen Bawah. Secara
berangsur litologi yang ada berubah menjadi batupasir gampingan dan napal tufan yang dikenal
sebagai Formasi Penosogan. Batuan beku di daerah ini terbentuk dalam tiga periode magmatik,
diwakili oleh diabas, andesit basaltis dan riolit. Periode magmatik pertama pada zaman PraTersier berafinitas toleit punggung tengah samudera, produk magmatiknya merupakan bagian
dari Bancuh Luk-Ulo.
Periode kedua (Eosen Akhir) dan ketiga (Oligosen) merupakan batuan
terobosan berafinitas kalk-alkalin berasosiasi dengan proses subduksi. Penelitian ini
dimaksudkan
untuk
membuat
dokumentasi
visual
terhadap
data
geologi
yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
2.1. Fisiografi Karangsambung
Daerah Karangsambung termasuk kedalam Kecamatan Karangsambung, Kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Karangsambung terletak pada koordinat
703400-703630 LS dan 10903700-10904400 BT dengan ketinggian 100-401 m dpl.
Kawasan ini memiliki area seluas 20 x 20 km2. Desa Karangsambung yang berada dan menjadi
titik pusat di dalam kawasan ini terletak 19 km di sebelah utara kota Kebumen.

Fisiografi Regional Jawa


Tengah (van Bemmelen, 1949
op.cit. Hadiansyah, 2005)

Bagian
utara
kawasan
geologi
karangsambung merupakan pegunungan Serayu Selatan (meliputi derah dari barat timur:
Purwokerto, Banjarnegara dan Wonosobo). Pada umumnya daerah ini terdiri atas dataran rendah
hingga perbukitan bergelombang dan perbukitan tak teratur yang mencapai ketinggian hingga
520 m.
2.2 Geomorfologi Regional
Morfologi daerah Karangsambung memiliki kenampakan morfologi yang beraneka
ragam. Hal ini diakibatkan oleh adanya pengaruh deformasi, struktur geologi, erosi, dan jenis
litologi yang ada pada daerah Karangsambung.

Foto daerah Karangsambung tahun 1986. Terlihat jelas bentukan bentang alam yang dikenal dengan bentuk
amphiteather atau tapal kuda yang terbuka ke arah barat.

Bentang alam Karangsambung dikontrol dua faktor utama yaitu, persebaran litologi dan
struktur geologi. Struktur geologi berupa proses pengangkatan akibat perlipatan dan proses
pembentukan patahan serta kekar menjadi tahap awal dari ekspresi topografi daerah
Karangsambung ini, yang dicirikan oleh bentuk pegunungan lipatan. Selanjutnya proses erosi
mengakibatkan tersingkapnya batuan-batuan yang berumur tua. Tingkat ketahanan batuan
terhadap proses geomorfik menghasilkan ekspresi topografi yang khas pada daerah ini yang
berupa amphiteather.

2.3

Stratigrafi Regional
Menurut Asikin, et al. (1992 op. cit. Triono dan Cahyono, 2000), daerah Karangsambung
memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang
dan Aluvial (Gambar 2.3).

Kolom stratigrafi umum


Karangsambung. Batuan tertua
berumur Kapur Atas. (modifikasi
Harsolumakso et al., 1996 dari
Asikin et al., 1992 op cit. Triono dan
Cahyono, 2000 )

Kompleks Melange Luk Ulo merupakan yang tertua pada daerah Karangsambung
bahkan pada Pulau Jawa. Kompleks ini memiliki umur Kapur Atas sampai Paleosen yang
terbentuk karena terjadinya proses subduksi antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng IndoAustralia (Asikin, 1974 op. cit Hadiyansyah, 2005). Pada kompleks ini terdapat fragmen-

fragmen yang dapat dibagi menjadi dua yaitunative blocks yang merupakan bongkah-bongkah
selingkungan yang pada umumnya terdiri dari greywacke, dan exotic blocks yang merupakan
bongkah-bongkah asing berukuran besar dan berbentuk lonjong seperti boudine terdiri dari sekis,
rijang, peridotit, serpentinit, gamping merah, dan gabro.
Kompleks Melange terdiri dari dua satuan yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Pada Satuan Seboro, bongkah-bongkah asing lebih banyak daripada masadasarnya. Pada Satuan
Jatisamit, bongkah-bongkah asing lebih sedikit daripada masadasarnya.
Formasi Karangsambung diendapkan tidak selaras di atas Kompleks Melange Luk Ulo.
Formasi ini memiliki umur Eosen yang terdiri dari batulempung bersisik dengan warna hitam
perselingan dengan batupasir. Pada formasi ini banyak dijumpai fragmen-fragmen berukuran
bongkah seperti konglomerat dan batugamping numulites.
Di atas Formasi Karangsambung, diendapkan Formasi Totogan secara selaras. Formasi
ini memiliki umur Oligosen sampai Miosen Awal yang terdiri dari fragmen-fragmen berupa
batugamping, lava basalt dan sekis. Kemudian diendapkan Formasi Waturanda secara selaras.
Formasi Waturanda memiliki umur Miosen Awal dengan litologi secara umum adalah
breksi sedimenter dengan basalt dan batupasir sebagai fragmennya. Endapan breksi ini terjadi
karena proses turbidit.
Formasi Penosogan diendapkan selaras diatas Formasi Waturanda. Formasi Penosogan
memiliki umur Miosen Tengah yang terdiri dari batupasir, batulempung, batugamping, dan tuff.
Pada bagian bawah formasi ini terdiri dari dominasi batupasir perselingan batulempung,
kemudian berubah menjadi dominasi batugamping (kalkarenit) perselingan batulempung.
Terdapat juga Breksi Kemangguan yang menjari dengan Formasi Penosogan.
Formasi Halang diendapkan selaras di atas Formasi Penosogan. Formasi Halang memiliki
umur Pliosen yang terdiri dari batupasir, batulempung, tuff, dan breksi. Perselingan batupasir dan
batu lempung akan semakin menebal ke arah atas.
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur Holosen dan
pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang.
2.4

Geologi Struktur
Daerah Karangsambung memiliki dua periode subduksi (gambar 2.4) sampai saat ini.
Subduksi pertama terjadi pada Zaman Kapur Akhir sampai Paleosen (Sucipta, 2006). Subduksi
ini memiliki arah baratdaya-timurlaut sehingga struktur-struktur yang terbentuk akan memiliki
arah yang sama secara umum. Struktur tersebut dikenal juga sebagai Pola Meratus. Struktur ini
diperkirakan terjadi karena adanya subduksi antara Lempeng Eurasia dengan mikrokontinen
yang berasal dari Lempeng Indo-Australia.

Perkembangan Subduksi Pulau Jawa. Terjadi perubahan jalur subduksi, ketika Kapur Akhir berpola meratus,
barat daya-timur laut, dan ketika Oligosen berubah menjadi barat-timur (Modified from Katili, 1975 and Sujanto
et. Al. 1977 op cit. Triono dan Cahyono, 2000)

Subduksi kedua terjadi pada Zaman Tersier (Sucipta, 2006 op cit. Hadiyansyah, 2005).
Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini terjadi karena tumbukan antara Lempeng
Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia. Subduksi kedua ini terjadi setelah subduksi pertama
berhenti dan terbentuk di selatan dari subduksi pertama.
Adanya perbedaan sifat fisik dari batuan akibat gaya tektonik yang berkerja
menghasilkan beragam jenis struktur geologi. Selain itu, faktor tekanan dan temperatur juga
mempengaruhi sifat dari sifat fisik suatu batuan. Pada daerah ini terjadi deformasi ductile berupa
perlipatan raksasa dan juga deformasi brittle yang menghasilkan shear fractureberupa sesarsesar dan extentional fracture berupagash fracture, kekar, dll.
Selain itu juga terdapat struktur lain yang berkembang yaitu boudinage/boudine. Struktur
ini terjadi akibat adanya flowstretching searah gerakan tektonik dan hanya terjadi pada batuan
yang lebih keras. Sumbu terpanjang boudine akan sejajar dengan arah aliran sehingga sejajar
dengan sumbu lipatan. Boudine tersebut terkepung dalam masa dasar berupa lempung hitam
dengan ukuran boudinedari kerikil sampai bongkah.

BAB III
GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
3.1. Geomorfologi
1.
2.
3.

Dalam pembagian satuan peta geomorfologi didasarkan pada :


Morfologi daerah tersebut seperti perbukitan, pegunungan, lembah, dataran, bias dilihat dari kontur. Seperti kontur
yang rapat memperlihatkan daerah yang terjal (pegunungan), kontur yang landai di kelilingi kontur terjal (lembah).
Struktur yang terjadi pada daerah tersebut (sinklin, antiklin, sesar, kekar,dll) atau bias juga dilihat dari bentukan
daerah tersebut (homoklin, monoklin)
Geografis daerah tersebut. Penamaan ini dibuat supaya setiap daerah yang memiliki morfologi dan gejala struktur
yang sama masih dapat dibedakan dengan menambahkan nama geografis yang paling dikenal seperti pencil,
seleranda, cantel, jatibungkus,dll.
3.1.1 Pembagian Satuan Geomorfologi Daerah Gunung Cantel

a.

Pada peta geomorfologi daerah penelitian ini dapat dibedakan menjadi 7 satuan geomorfologi, yaitu :
Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda

Satuan ini mencakup 28% daerah penelitian. Satuan ini ditunjukkan oleh pola kontur rapat yang
membentuk rupa pegunungan, yang berarti satuan ini tersusun atas batuan-batuan yang bersifat resisten terhadap
pelapukan, dan keterdapatannya di lapangan satuan ini tersusun oleh litologi breksi. Satuan ini dikontrol oleh arah
kemiringan batuan yang dominan menuju ke selatan, begitu pula dengan pola aliran sungai sub trellis yang
menandai di daerah ini terdapat kekar-kekar atau bidang lemah lainnya yang kemungkinan terbentuk saat daerah ini
terdeformasi. Satuan ini ditandai dengan warna merah.
b.

Satuan Dataran Aluvial Luk Ulo


Satuan ini mencakup 7% daerah penelitian. Satuan ini ditunjukkan oleh pola kontur sangat renggang yang
membentuk rupa dataran. satuan ini dikontrol oleh aliran Sungai Luk Ulo yang membawa endapan aluvial. Terdapat
bermacam-macam fragmen batuan pada satuan ini dimulai dari fragmen batuan beku, sedimen sampai dengan
metamorf. Satuan ini ditandai dengan warna abu-abu.

c.

Satuan Lembah Struktural Sesar Krembeng


Satuan ini mencakup 17% daerah penelitian. Satuan ini ditandai dengan adanya kontur renggang dan kontur
yang rapat pada sekeliling daerah tersebut, sehingga dinamakan lembah. Tipe sungainya obsekuen karena
berlawanan arah dengan dip. Batuan yang terdapat pada satuan ini adalah batulempung, batupasir dan batu gamping.
Dinamakan lembah structural sesar karena pada daerah ini terdapat gores garis yang merupakan cirri dari adanya
sesar dan arah kemiringan yang acak-acakan. Satuan ini ditandai dengan warna hijau.

d.

Satuan Lembah Sinklin Kalijaya


Satuan ini mencakup 20% daerah penelitian. Memiliki kontur yang renggang dikelilingi oleh perbukitan
atau kontur yang rapat sehingga dinamakan lembah dan membentuk cekungan. Pada lokasi ini terdapat gejala
struktur yang tampak jelas yaitu sesar dikarenakan arah dip yang saling berhadapan. Batuan yang terdapat pada
lokasi tersebut adalah batulempung, batupasir. Yang didominasi oleh batulempung. Satuan ini ditandai dengan
warna orange.

e.

Satuan Pegunungan Sinklin Cantel


Satuan ini mencakup 12% daerah penelitian. Memiliki kontur yang terjal. Pada masing-masing sayap
lipatan memiliki arah dip yang saling berhadapan yang membentuk struktur sinklin. Batuan yang terdapat di lokasi
tersebut adalah batugamping, batupasir, batulempung, batu pasirtufan yang didominasi oleh batugamping. Satuan ini
ditandai dengan warna ungu.

f.

Satuan Lembah Sinklin Pencil


Satuan ini mencakup 11% daerah penelitian. Satuan ini memiliki kontur yang landai dan dikelilingi oleh
perbukitan cantel yang memiliki kontur yang terjal. Sehingga member bentukan lembah. Pada daerah ini ditemukan
arah dip yang berhadapan di lokasi yang lmayan dekat. Yang diperkitrakan merupakan sumbu dari sinklin nya. Tipe
sungai nya subsekuen. Litologi daerah tersebut adalah batupasir, batulempung, dan batugamping. Satuan ini ditandai
dengan warna kuning.

g.

Satuan Bukit Homoklin Wudel

Satuan ini mencakup 5% daerah penelitian. Satuan ini memiliki kontur yang rapat dan memiliki kemiringan
yang searah sehingga dinamakan homoklin. Batuan dominan batupasir meskipun terdapat pula batulempung disana.
Perbandingan antara batulempung dan batupasir adalah 1:5. Satuan batuan ini ditandai dengan warna bitu.

a.
b.
c.

3.1.2 Tipe dan Pola Aliran Sungai pada daerah pemetaan


Tipe aliran sungai daerah pemetaan terbagi menjadi 3 tipe yaitu :
Konsekuen, pola ini mengikuti arah kemiringan lapisan, terdapat pada sungai-sungai di satuan perbukitan
homoklin.
Obsekuen, pola ini berlawanan dengan arah kemiringan lapisan
Resekuen, pola ini searah dengan jurus lapisan,

3.2. Stratigrafi
3.2.1. stratigrafi regional
Menurut Asikin, et al. (1992 op. cit. Triono dan Cahyono, 2000), daerah Karangsambung
memiliki urutan stratigrafi dari tua ke muda adalah Kompleks Melange Luk Ulo, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan, Formasi Halang
dan Aluvial (Gambar 2.3).

Kompleks
Melange Luk Ulo merupakan
yang tertua pada daerah
Karangsambung bahkan pada
Pulau Jawa. Kompleks ini
memiliki umur Kapur Atas
sampai Paleosen yang terbentuk karena terjadinya proses subduksi antara Lempeng Eurasia
dengan Lempeng Indo-Australia (Asikin, 1974 op. cit Hadiyansyah, 2005). Pada kompleks ini
terdapat fragmen-fragmen yang dapat dibagi menjadi dua yaitunative blocks yang merupakan
bongkah-bongkah selingkungan yang pada umumnya terdiri dari greywacke, dan exotic

blocks yang merupakan bongkah-bongkah asing berukuran besar dan berbentuk lonjong
seperti boudine terdiri dari sekis, rijang, peridotit, serpentinit, gamping merah, dan gabro.
Kompleks Melange terdiri dari dua satuan yaitu Satuan Seboro dan Satuan Jatisamit.
Pada Satuan Seboro, bongkah-bongkah asing lebih banyak daripada masadasarnya. Pada Satuan
Jatisamit, bongkah-bongkah asing lebih sedikit daripada masadasarnya.
Formasi Karangsambung diendapkan tidak selaras di atas Kompleks Melange Luk Ulo.
Formasi ini memiliki umur Eosen yang terdiri dari batulempung bersisik dengan warna hitam
perselingan dengan batupasir. Pada formasi ini banyak dijumpai fragmen-fragmen berukuran
bongkah seperti konglomerat dan batugamping numulites.
Di atas Formasi Karangsambung, diendapkan Formasi Totogan secara selaras. Formasi
ini memiliki umur Oligosen sampai Miosen Awal yang terdiri dari fragmen-fragmen berupa
batugamping, lava basalt dan sekis. Kemudian diendapkan Formasi Waturanda secara selaras.
Formasi Waturanda memiliki umur Miosen Awal dengan litologi secara umum adalah
breksi sedimenter dengan basalt dan batupasir sebagai fragmennya. Endapan breksi ini terjadi
karena proses turbidit.
Formasi Penosogan diendapkan selaras diatas Formasi Waturanda. Formasi Penosogan
memiliki umur Miosen Tengah yang terdiri dari batupasir, batulempung, batugamping, dan tuff.
Pada bagian bawah formasi ini terdiri dari dominasi batupasir perselingan batulempung,
kemudian berubah menjadi dominasi batugamping (kalkarenit) perselingan batulempung.
Terdapat juga Breksi Kemangguan yang menjari dengan Formasi Penosogan.
Formasi Halang diendapkan selaras di atas Formasi Penosogan. Formasi Halang memiliki
umur Pliosen yang terdiri dari batupasir, batulempung, tuff, dan breksi. Perselingan batupasir dan
batu lempung akan semakin menebal ke arah atas.
Endapan aluvial merupakan yang paling muda. Endapan ini memiliki umur Holosen dan
pembentukannya terus berlangsung hingga sekarang.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

3.2.2. Stratigrafi Daerah Gunung Cantel


Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi 6 satuan litologi berdasarkan karakteristik
litologi dan proses pengendapannya. Berikut urut-urutannya dari yang tua ke yang muda
Satuan Breksi Seleranda
Satuan Batupasir
Satuan Batulempung
Satuan Batugamping
Satuan Breksi Pencil
Satuan Aluvial

a.
Satuan Breksi Seleranda
Satuan breksi ini berlokasi di daerah perbukitan seleranda yang merupakan bagian utara
dari lokasi pemetaan. Breksi ini adalah breksi formasi waturanda yang berumur miosen bawah
sampai miosen tengah. Breksi, hitam, fragmen kerikil-kerakal, matriks pasir sedang, kemas
terbuka, non karbonatan, sortasi buruk, porositas baik. Tebal lapisan breksi tersebut adalah
82,9m.

Breksi ini diendapkan pada laut dalam dengan arus turbid dicirikan oleh fragmen batuan
yang menghalus keatas, atau semakin muda fragmennya berangsur mengecil, dan kemas yang
terbuka selain itu dicirikn dengan sortasi yang buruk pada singkapannya.
b.

Satuan Batupasir
Satuan batupasir ini berlokasi di daerah kaligending, kuok, krembengsampai dengan
kalijaya. Batupasir ini merupakan anggota dari formasi waturanda yang umurnya lebih muda dari
formasi waturanda yaitu miosen awal miosen tengah. Batupasir, abu-abu terang, silangsiur,
kompak, karbonatan, sortasi baik, porositas baik, kemas tertutup, ukuran butir pasir kasar-halus.
Tebal lapisan satuan batupasir ini adalah 30m.

Batupasir ini diendapkan di laut dalam dicirikan oleh sifat batupasir yang karbonatan,
terdapan struktur silangsiur, graded badding, dan laminasi yang menandakan arus turbidit dan
diendapkan selaras setelah pengendapan breksi. Ukuran butir dari mulai breksi sampai pasir ini
berangsur dari kasar menjadi halus, yang memperkuat bahwa lingkungan pengendapannya sama.
c.

Satuan Batulempung
Satuan batulempung ini tersebar didaerah kalijaya hilir, kuok, kalikudukulon sampai
dengan daerah antara gunung cantel dan wudel.litologi selain batupasir ada juga batulempung,
akan tetapi lebihdominan lempung. Batulempung, abu-abu gelap, laminasi, kompak, karbonatan,
ukuran butir lempung. Dengan ketebalan 32,5m.

Batulempung ini diendapkan selaras dengan batupasir,dilihat dari kemiringan lapisan.


batulempung menunjukkan adanya arus suspensi yang mengendapkan mineral yang berukuran
lempung. Kalkarenit menunjukkan lingkungan pengendapan laut sehingga lingkungan
pengendapan yang paling memungkinkan bagi satuan ini adalah pengendapan laut dalam, namun
masih di atas batas zona CCD, karena lempung terendapkan pada arus suspensi yang terdapat di
laut dalam dan material karbonat masih belum terurai.
d.

Satuan Batugamping
Satuan batugamping ini tersebar didaerah gunung cantel melingkar sampai dengan
tegalsari, ditemukan perulangan perlapisan dikedua daerah tersebut dan dominasi oleh

gamping. Batugamping, coklat muda, laminasi, karbonatan, kompak, sortasi baik, porositas baik,
kemas tertutup, ukuran butir pasir sedang-pasir halus.tebal satuan batugamping ini adalah 51,3m.

Batugamping ini diendapkan selaras setelah batulempung yang meupakan anggota dari
formasi totogan, dicirikan dengan adanya perselingan batupasir krbonat, tuff, dan batugamping
yang mendominasi perlapisan batuan.lingkungan pengendapan masih sama dengan batulempung
yaitu di laut dalam.

e.
Satuan Breksi Pencil
Bongkah breksi dengan warna tanah coklat kemerahan. Awalnya diduga breksi ini
hanyalah bongkah akan tetapi setelah melihat warna tanahnya (coklat kemerahan) dapat
dipastikan bahwa itu adalah singkapan breksi. singkapan batuan ini memang ada dan sudah lapuk
sehingga singkapan ini berubah menjadi bongkah. Ukuran singkapan yang ditemukan di daerah
pencil adalah sekitar 2mx3m. merupakan ukuran bongkah yang besar. Breksi, abu-abu terang,
fragmen ukuran kerikil sampai dengan kerakal, fragmen andesitic dan basaltic, kemas terbuka,
matrik pasir sedang-kasar, porositas baik, non karbonatan. Tebal satuan ini adalah 46,5m

Lingkungan pengendapan breksi ini adalah dilaut dalam dicirikan dengan fragmen
batuan, kemas, dan bentuk fragmen yang ada pada breksi tersebut. Satuan breksi ini termasuk
dalam formasi haling. Yang diendapkan selaras setelah satuan batugamping. Breksi ini berumur
Miocene akhir-pliocene.
f.
Satuan Aluvial
Satuan ini adalah satuan termuda pada daerah pemetaan yang masih berlangsung
pengendapannya hingga saat ini, merupakan material lepas-lepas yang terdiri dari batuan
beku, batuan sedimen dan batuan metamorfdengan ukuran lempung, sampai bongkah.Satuan ini
diendapkan secara tidak selaras yang tersebar di sekitar Sungai Luk Ulo.

3.3. Geologi Struktur Daerah Gunung Cantel


Berdasarkan dari keseluruhanhasil pemetaan, ditemukan berbagai macam struktur yang
ada di daerah pemetaan tersebut. Di mulai dari selatan daerah pemetaan terdapat struktur lipatan
berupa sinklin yang skalanya besar sehingga membagi satuan batuan yang ada. Sinklin ini
diciran oleh adanya kemiringan lapisan batuan atau dip yang saling berhadapan dan membentuk
sumbu sinklin sepanjang daerah pencil, perbukitan cantel, dan kalijaya. Yang apabila
direkonstruksi membentuk suatu lipatan yang besar. Struktur ini terjadi akibat adanya compresi
dari arah utara-selatan.

Struktur berikutnya ditemukan di sebelah utara dari daerah pencil yaitu daerah krembeng.
Terlihat berbagai macam struktur yang terdapat disana, sehingga dari macam-macam struktur
yang ada ini kita dapat menyimpulkan gejala apa yang terjadi pada daerah tersebut. Struktur
yang terdapat pada daerah krembeng adalah mikrofold, shear farackture, breksiasi dan sesarsesar minor yang membentuk gores garis. Dengan pitch sebesar 35odan 45o.dip yang ditemukan
pada daerah ini cenderung acak-acakan.
Struktur ini semua terbentuk setelah proses pengendapan batuan yang ada pada lokasi
pemetaan. Dapat dilihat dari penyebaran struktur yang tidak merata pada daerah penelitian.
a. Struktur sesar mendatar
Di daerah krembeng, ditemukan gejala-gejala struktur yang memperlihatkan ada sesuatu
yang besar yang memang terjadi disana. Yaitu mikrofold, shear frackture arah kreksiasi dan
gores garis yang memperlihatkan adanya struktur sesar yang terjadi dilokasi tersebut. Dengan
hasil pengukuran pitch 35odan 45o telah dapat lansung diketahui bahwa sesar yang ada pada
lokasi tersebut adalah sesar mendatar. Dicirikan oleh pitch yang kurang dari 45o merupakan
sesar mendatar, apabila pitch nya lebih dari 45o merupakan sesar naik atau sesar turun.
Masih belum diketahui benar jenis sesar mendatar apa yang ada di lokasi tersebut karena
data yang relative kurang. Apabula dilihat dari gejala-gejala yang ada, kemungkinan masih bias
diperkirakan bahwa sesar tersebut adalah sesar mendatar yang relative naik karena gaya
kompresi yang membentuk sinklin dibagian selatan daerah penelitian.
b.

Struktur perlipatan
Struktur perlipatan di daerah penelitian adalah sinklin di bagian selatan (Cantel). Sinklin
Cantel merupakan ekspresi dari compressional stress dari arah utara-selatan. Kemungkinan
perbedaan sifat batuan ikut mempengaruhi morfologi yang ada saat ini, terbukti dengan

terdapatnya satuan batugamping di sepanjang punggungan sinklin hingga G.Cantel, yang lebih
resistif daripada satuan batulempung yang membentuk morfologi lembah di bagian timur
punggungan.

3.4. Sejarah Geologi


Dari semua data yang didapat, kita dapat mengetahi sejarah geologi yang terjadi di daerah
pengamatan tersebut (gunung cantel dan sekitarnya). Dimulai dari sejarah pengendapan batuan,
stratigrafi daerah penelitian, struktur yang terjadi pada daerah tersebut dan fosil yang ditemukan
pada lokasi penelitian untuk lebih meyakinkan umur batuan tersebut.

Dimulai dari moicene awal dimana breksi formasi waturanda yang terdapat di bagian
utara lokasi pengamatan terbentuk. Breksi ini adalah satuan batuan pertama yang diendapkan di
laut dalam dengan arus turbidit yang dicirikan oleh fragmen batuan yang menyudut, fragmen
menghalus kearah yang lebih muda, kemas terbuka dan sortasi nya yang buruk. Pengendapan
breksi ini terjadi dengan tenang tanpa adanya gejala tektonik yang berarti yang mengganggu
pengendapan tersebut.
Setelah pengendapan breksi yang semakin menghalus, kemudian diendapkan pasir kasar
yang diendapkan pada waktu yang berbeda. pengendapan ini terjadi dilaut dalam dengan arus
turbidit masih sama dengan pengendapan breksi, dicirikan dengan batupasir yang bersifat
karbonatan dan struktur batuan nya graded badding. Perlapisan ini diendapkan selaras dengan
breksi. Perlapisan batuan ini terbentuk secara berangsur dari breksi menjadi pasir. Makin
menghalus ke muda.
Dari Miocene awal menuju miocen tengah diendapakan satuan batulempung yang selaras
diatas batupasir, pada satuan batulempung ini sudah mulai memasuki anggota formasi
penosogan.pengendapan batuan terus berlangsung di laut dalam, yang dicirkan oleh sifat batuan
yang karbonatan. Setelah batulempung terbentuk, kemudian diendapkan selaras diatasnya
batugamping di laut dalam akantetapi masih diatas zona ccd, pengendapan terjadi secara normal
sampai terbentuk breksi formasi haling yang diendapkan selaras diatas batugamping yang
berumur miosen akhir sampai dengan pliosen.
Pengendapan batuan yang terjadi pada daerah pengamatan berlangsung selaras, tanpa
adanya gejala tektonik yang berarti, sehingga perlapisan ini diendapkan sesuai dengan hokum

superposisi. Sampai terjadi Subduksi. Subduksi ini memiliki arah barat-timur. Subduksi ini
terjadi karena tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Indo-Australia.

Gerakan yang berasal dari bumi yang menyebabkan atau menimbulkan bentuk-bentuk
tertentu disebabkan karena adanya gaya tegangan yang terdapat di kerak bumi disebut gaya
endogen. Gejala tektonik merupakan bagian dari gaya endogen. Tektonisme adalah tenaga yang
berasal dari kulit bumi yang menyebabkan perubahan lapisan permukaan bumi, baik mendatar
maupun vertikal. Sedangkan, tenaga tektonik adalah tenaga yang berasal dari dalam bumi yang
menyebabkan gerak naik dan turun lapisan kulit bumi. Gerak itu meliputi gerak orogenetik dan
gerak epirogenetik. (orogenesa dan epiro genesa). Gerak orogenetik adalah gerak yang dapat
menimbulkan lipatan dan patahan serta retakan disebabkan karena gerakan dalam bumi yang
besar dan meliputi daerah yang sempit serta berlangsung dalam waktu yang singkat, dan gerak
epirogenetik adalah gerak yang menyebabkan muka bumi naik dan turun karena gerak bumi
yang sangat lambat serta meliputi daerah yang luas.

deformasi lapisan batuan yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan pindah
dari kedudukannya semula membentuk lengkungan. Selain itu, lipatan adalah lapisan kulit bumi

yang mendapat tekanan yang arahnya mendatar. Lipatan dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
bentuk lengkungan, yaitu antiklin dan sinklin.
Pada kasus di daerah pencil ini kita menemukan sebuah lipatan berupa sinklin dan
kemungkinan aka nada antiklin pada daerah tersebut. Pada saat pembentukan sinklin ini,
memberikan pengaruh pada daerah diatasnya yaitu daerah krembeng, awalnya daerah krembeng
mungkin adalah antiklin akan tetapi karena batuan yang ada di daerah tersebut relafif kompak,
sehingga menyebabkan batuan tidak dapat menahan gaya yang ada dan menimbulkan pergerakan
berupa sesar geser yang relative naik. Subduksi terus terjadi sehungga menyebabkan daerah
tersebut terangkat, seiring dengan proses pengangkatan ini terbentuklah sungai lokulo yang tidak
selaras dengan lapisan batuan sebelumnya. Di sungai ini masih terjadi pengendapan hingga saat
ini.

BAB IV
KESIMPULAN
Dilihat dai segi geomormologi nya Daerah Gunung Cantel terdiri dari 7 satuan geomorfologi yaitu: Satuan
Dataran Aluvial Luk Ulo, Satuan Perbukitan Homoklin Selaranda, Satuan Lembah Struktural Sesar Krembeng,
Satuan Lembah Sinklin Kalijaya, Satuan Pegunungan Sinklin Cantel, Satuan Lembah Sinklin Cantel, dan Satuan
Bukit Homoklin Wudel.

Stratigrafi daerah Gunung Cantel dibagi menjadi enam satuan litologi dari yang tua ke
yang muda yaitu breksi seleranda, batupasir, batulempung, batugamping, breksi pencil, alluvial.
Yang diendapkan dilaut dalam kecuali alluvial yang terbentuk setelah terjadi nya pengangkatan.
Terdapat dua struktur utama di daerah Gunung Cantel, yaitu struktur sesar mendatar yang
relatif naik di daerah Krembeng dan struktur lipatan berupa sinklin yang terbentuk di selatan
daerah pengamatan, sepanjang 3m dengan sumbu sinklin disepanjang pencil, sampai kalijaya
hilir.
Porses pengendapan lapisan batuan secara selaras di lingkungan laut dalam dimulai dari
breksi seleranda sampai dengan breksi pencil, kemudian terjadi subduksi yang menyebabkan
kompresi pada lokasi penelitian dan menimbulkan struktur-struktur yang ada. Subduksi terus
berlangsung, terjadi pengangkatan dan muncul lah daratan sehingga alluvial dapat terbentuk.

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Geologi berasal dari kata Yunani. Geo yang berarti bumi, dan kata Logosyang berarti
ilmu/kajian. Jadi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi, komposisi,struktur, sifat-sifat
fisik, sejarah, dan proses pembentukannya.
Kajian ilmu Geologi yaitu Litosfer. Litosfer adalah lapisan bagian luar bumi, bersifat
keras dan disebut kerak bumi. Para geology menentukan umur bumi yang diperkirakan sekitar
4.5 miliar (4.5x109) tahun dan menentukan bahwa kulit bumi terpecah menjadi lempeng
tektonik yang bergerak di atas mantel yang setengah cair (astenosfir) melalui proses yang sering
disebut tektonik lempeng.
Ada banyak batuan yang tersebar di kerak bumi, dimana batuan merupakan
kumpulan-kumpulan dari mineral-mineral yang sudah dalam keadaan membeku/keras. Batuan
tersebut harus melewati siklus, dimana asal batuan yaitu magma hingga ia mengalami proses
panjang hingga meleleh kembali menjadi magma.
Dalam pembelajaran Geologi tentunya tidak cukup jika hanya mengandalkan teori
saja, harus dengan praktek. Hal ini bertujuan untuk lebih memahami ilmu tersebut secara
mendalam. Tujuan kami praktikum Geologi ke Karangsambung, Kebumen dan Yogyakarta yaitu
untuk memahami ilmu Geologi secara mendalam dengan cara mengenal lebih banyak batuanbatuan yang ada di Karangsambung, melihat dan memperlajari berbagai singkapan batuan dan
morfologi yang ada di sana. Sedangkan di Yogyakarta, kami pergi ke Kali Boyong untuk melihat
dan mempelajari hasil dari letusan Gunung Merapi.
Oleh karena itu, hal yang melatar belakangi praktikum Geologi ke KarangsambungKebumen dan Yogyakarta adalah untuk melihat kejadian geologis pada kurang lebih 160juta
tahun yang lalu dan membuktikan perkataanthe present is the key to the pastyang
dikemukakan oleh James Hutton.
B. RumusanMasalah

1. Apa saja jenis batuan


yang
terdapat
wilayah Balai Informasi dan KonservasiKebumian Karang Sambung?
2. Bagaimana proses terbentuknya batuan-batuan tersebut?
3. Bagaimana klasifikasi batuan tersebut?
4. Apa saja mineral-mineral yang terkandung dalam setiap jenis batuan?
5. Bagaimana struktur dari setiap batuan?
6. Bagaimana warna yang ditunjukkan dari setiap jenis batuan?
7. Bagaimana tingkat kekerasan dari setiap jenis batuan?

di

8. Bagaimana reaksi batuan ketika diberikan dikator (HCl) sebagai penunjuk


dikandungnya?
9. Bagaimana hasil erupsi dari gunung Merapi di Sungai Boyong?
10.
Bagaimana ekosistem di pantai Glagah, Kulonprogo?

mineral

yang

C. Tujuan
Adapun tujuan praktikum kali ini mempunyai beberapa tujuan yang penting yang secara
spesifik adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui jenis batuan dan singkapan yang
terdapat
di
wilayah Balai Informasidan Konservasi Kebumian Karang Sambung
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya batuan-batuan
3. Untuk mengidentifikasi sifat fisik batuan
4. Untuk mengetahui kejadian yang terjadi pada kurang lebih 160 juta tahun yang lalu
5. Untuk mengetahui hasil erupsi dari gunung Merapi di Sungai Boyong, Yogyakarta
6. Untuk mengetahui ekosistem di sekitar pantai Glagah, Kulonprogo

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari praktikum Geologi ini adalah sebagaiberikut.
1. Dapat menambah pengetahuan mengenai materi kuliah Geologi di lapangan dan langsung
mempraktekannya.
2. Menambah keterampilan dalam pembuatan laporan penelitian
3. Dapat memahami berbagai jenis batuan dan singkapan
4. Dapat mengetahui jenis-jenis batuan
5. Mampu mengidentifikasi sifat fisik batuan
6. Meningkatkan kualitas pendidikan dan tangung jawab di lapangan
7. Mengetahui hasil erupsi dari gunung Merapi di sungai Boyong, Yogyakarta
8. Mengetahui ekosistem di sekitar pantai Glagah
E. Sistematika Penulisan
Laporan praktikum ini terdiri dari 5 bab, pertama bab 1 yaitu pendahuluan yang
terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.
Bab 2 mengenai Tinjauan Pustaka. Bab 3 metode praktikum. Bab 4 hasil dan analisis. Bab 5
penutup.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FALSAFAH DASAR GEOLOGI
Pada hakikatnya , proses penghidupan di muka bumi ini terjadi atas kehendak yang
Maha Kuasa Allah SWT. Bagaimana Ia menciptakan alam semesta ini untuk dihuni oleh
makhluk-Nya. Seiring berjalannya waktu, para ilmuwan pun mampu mengurai dan
mendefinisikan alam semesta meskipun tidak berdasar logika. Semua kejadian tersebut mereka
sangkut pautkan dengan hal yang ghaib atau tidak rasional. Namun, hal ini sangat berguna demi
kepentingan pembelajaran manusia di muka bumi.
Falsafah Dasar Geologi, yaitu mengenai konsep-konsep dasar yang dipergunakan
sebagai landasan berpikir secara geologi. Konsep ini bukanlah aksioma sebagai antithesis yang
bersifat apriori terhadap pandangan-pandangan lama. Konsep-konsep ini merupakan mata rantai
dari pengalaman-pengalaman bersistem, pemikiran, pembuktian, serta pengujian para ahli dalam
rentang waktu yang panjang. (Agung Mulyo: 2008)
Adapun falsafah dasar geologi secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.:
1. Katastrophisma dan Uniformitarianisma
Menurut teori katastrophisma, selama 40.000 tahun terakhir, di bumi telah terjadi
empat kali peristiwa malapetaka yang masing-masing menyebabkan kepunahan fauna yang ada
dan kemudian tercipta fauna yang baru. Karena umur manusia pendek, kejadian itu hampir tidak
dapat disaksikan oleh manusia. Konon, peristiwa malapetaka terakhir, yaitu saat banjir besar
yang terjadi pada masa Nabi Nuh. (Baron Georges Cuvier: 1810)
Adapun uniformitarianisma menyatakan bahwa kejadian actual yang terjadi sekarang
ini, berlangsung pula secara tetap pada masa yang lalu. Dengan demikian, pembentukan batuan
dan aktivitas geologi lainnya yang tengah berlangsung sekarang pernah juga terjadi di saat yang
lampau dengan proses yang serupa (seragam). Proses dalam bumi terjadi secara berulang-ulang,
sehingga muncullah dictum the present is the key to the past. (J. Hutton: 1785)
Dapat disimpulkan, bahwa katastrophisma adalah kejadian malapetaka yang terjadi di
muka bumi dan berlangsung secara cepat (revolusi). Sedangkan uniformitarianisma adalah
kejadian masa lampau dengan proses yang sama dan berlangsung secara berangsur-angsur
(evolusi), prosesnya dari dulu sampai sekarang, proses fisik dan kimia di alam sama berdasarkan
waktu. Adapun keterpaduan antara keduanya dapat meenghasilkan konsep yang sangat bermakna
yakni the present is the key to the past/kejadian hari ini adalah kunci masa lalu. Tiga
pertanyaan di atas adalah prinsip geologi yang diakui sampai sekarang.
2. Hukum Super Posisi
Proses sedimentasi pada suatu cekungan pengendapan berlangsung secara berangsur,
selapis demi selapis. Semula lapisan atau setumpuk lapisan yang terletak di bawahnya
diendapkan lebih dahulu daripada lapisan yang ada di atasnya.

Berdasarkan proses di atas, Nicolaus Steno (1638-1687) pada tahun 1669 membuat
suatu rumusan yang dinamakan azas superposisi, yaitu bahwa lapisan batuan yang di bawah
lebih tua umurnya dibandingkan dengan lapisan yang terdapat di atasnya.
Gambar 2.1
3. Hukum Datar Asal
Di alam, air yang bermuatan partikel halus dan kasar pada suatu saat dan tempat
tertentu akan mengendapkan muatan tersebut dengan bantuan gaya berat, kimia, organisme atau
kombinasi antara faktor-faktor tersebut. Endapan yang terbentuk merupakan endapan sedimen
yang secara umum posisinya datar (horizontal) atau sejajar dengan permukaan air, (kecuali pada
endapan yang simpang siur/cross lamination).
Dapat dirumuskan suatu hokum datar asal yang menyatakan bahwa pada mulanya,
endapan-endapan sedimen dalam air terdiri atas perlapisan yang kedudukannya hampir
mendatar atau sejajar dengan bentuk permukaan dasar cekungannya.
Gambar 2.2
4. Original Continue (Kemenerusan/Kesinambungan)
Selama proses pengendapan akan mengikuti cekungan sedimen sendiri dengan tidak
terbatas.
Gambar 2.

5. Law of Cross-cutting Relationship (Hukum pemotongan silang)


Menyatakan, bahwa umur batuan yang menerobos (memotong) lebih muda dari
segala massa batuanyang diterobosnya (dipotongnya).
Gambar 2.4
6. Hukum Inklusi
Menyatakan, bahwa batuan inklusi lebih tua umurnya daripada batuan yang menginklusi.
Gambar 2.5

7. Hukum Seleksi Fauna/Pergantian


Untuk menentukannya dicari rentang waktu yang paling pendek.
Gambar 2.6
8. Keselarasan/Ketidak Selarasan
Gambar 2.7

Selaras

Gambar 2.8 Tidak Selaras


9. Korelasi
Yaitu menghubungkan tempat-tempat yang berjauhan. Dapat digunakan dua cara, yaitu:
a. Berdasar ciri kumpulan fosil
b. Berdasar ciri fisik batuan
B. DINAMIKA UNSUR-UNSUR GEOSFER
Gambar 2.9
PELAPUKAN
Dalam perjalanan sejarahnya, bentuk permukaan bumi terus mengalami perubahan. Pada dasrnya
perubahan tersebut dipengaruhi oleh 2 kekuatan yaitu gaya eksogen/bersifat merusak dan gaya
endogen/bersifat membangun. Gaya eksogen mempunyai aktifitas meratakan permukaan bumi.
Sebagai contoh gaya eksogen yaitu terjadinya pelapukan. Pelapukan merupakan proses
perusakan dan penghancuran batuan penyusun kerak bumi.

Macam-macam pelapukan:
Gambar 2.10
1. Pelapukan fisik/ mekanik
Pelapukan ini disebut sebagai proses disintegras batuan. Pelapukan ini hanya terjadi perubahan
bentuk, tanpa terjadi perubahan susunan kimiawinya. Pelapukan ini terjdi karena adanya
perubahan temperatur, pemanasan langsung dari matahari, perubaghan air menjadi es, bekunua
air
tanah
dala
pori-pori
tanah,
dan
mengkristalnya
air
garam.
Batuan akan memuai jika kena panas dan menyusut jika kena dingin. Perbedaan temperatur
antara malam hari dan siang hari akan menyebabkan rapuhnya ikatan antar mineral butiran
penyusun batuan.
Batuan yang tersusun dari mineral yang berwarna warni akan lebih cepat lapuk dibanding batuan
yang tersusun atas mineral tunggal. Mineral yang berwarna gelap akan lebih cepat panas
dibanding warna lain. Sehingga pada mineral yang gelap akan terjadi pengembangan volume ang
lebih cepat dibandingkan mineral lain. Akibat perbedaan pemuaian, bidang batas antara mineral
penyusun batuan akan retak dan jika hal tersebut terjadi terus menerus maka akan pecah.
2. Pelapukan kimiawi
Gambar 2.11
Pelapukan ini disebut sebagai proses dekomposisi batuan. Pelapukan ini tidak hanya terjadi
perubahan
bentuk,
tetapi
juga
terjadi
perubahan
susunan
kimiawinya.

Pada daerah kapur, air hujan yang jatuh disamping membentuk aliran permukaan sebagian lagi
juga meresap memasuki celah-celah yang terdapat pada batuan kapur. Batuan kapur mudah
terlarut oleh air yang mengandung CO . Pelarutan yang berlangsung secara terus menerus akan
terbentuk jaringan rekahan sehingga akan terbentuk aliran bawah tanah. Air hujan lenyap di
dalam ponor-ponor yaitu lubang di permukaan batuan kapur yang di dalamnya air hujan dapat
mengalir. Selian itu juga dapat terbentuk dolina (akibat aktivitas pelarutan, sehingga di daerah
kapur terdapat lekukan pada batuan. Perembesan air hujan yang melarutkan dinding diaklas
tegak yang semakin lama bertambah lebar). Pada langit-langit kapur biasanya terdapat rembesan
air yang mengandung larutan kapur melalui retakan halus dan kemudian menetes dan jatuh ke
dasar gua. Karena air menguap, maka yang tertinggal adalah kristal-kristal kalsit yang
menggantung pada langit-langit gua. Fenomena ini disebut stalaktit. Pada stalaktit terdapat pipa
di dalamnya. Air yang jatuh pada dasar gua akan menguap juga, akibatnya terbentuklah kristalkristal kalsit dengan bentuk seperti tongkat yang mencuat dari dasar gua dan disebut dengan
stalakmit. Stalaktit dan stalakmit yang terus tumbuh akan membentuk tiang-tiang dalam gua
kapur.
3. Pelapukan organik
Kehadiran mikroorganisme dapat mengakibatkan raksi kimia berlangsung secara intensif.
Cendawan dan lumut yang tumbuh di permukaan batuan akan menyerap bahan-bahan makanan
dari
batuan
tersebut
dan
menghancurkannya
sedikit
demi
sedikit.
Akar tanaman yang masuk ke dalam batuan di bawah lapisan tanah dapat menyebabkan
terjadinya retakan. Binatang kecil seperti tikus, semut, cacing dan rayap akan membuat lubang
pada batuan sebagai tempat tinggalnya. Akibatnya batuan yang semula kompak dan keras dapat
hancur.
PENGENDAPAN
Gambar 2.12

PENGENDAPAN/SEDIMENTASI
PENGENDAPAN merupakan suatu proses terendapnya material hasil pengikisan dan
diendapkan di suatu tempat (setelah menempuh jarak tertentu/tenaga erosi semakin berkurang).
Pembagian sedimentasi berdasarkan tenaga alam pengangkutnya:

Sedimen akuatis/air

Sedimen aeolis/aeris/angin

Sedimen marine/air laut

Sedimen glasial/gletser atau es

Pembagian sedimentasi berdasarkan tempat pengendapan:


Gambar 2.13

Sedimen fluvial/di sungai

Sedimen terestris/di darat

Sedimen limnis/di danau atau rawa

Sedimen glasial/ di daerah es

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan
1. Lokasi
Praktikum ini dilaksanakan di sekitar kawasan Karang Sambung, Kecamatan Karang Sambung,
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Yang mana di daerah tersebut merupakan tempat adanya
singkapan-singkapan batuan yang merupakan monumen sejarah pulau jawa pada khususnya,
Indonesia dan benua Asia pada umumnya yang bernilai langka dan unik.
2. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Geologi ini di laksanakan mulai hari Jumat sampai hari Senin pagi, tanggal 13-16
Desember 2013. Pemberangkatan dari Bandung pada hari Jumat pukul 17.00 WIB dan sampai
tepat di Kampus LIPI Karang Sambung pada hari Sabtu pukul 03.30 WIB. Kemudian, penelitian
lapangan dilaksanakan tanggal 14 Desember 2013. Kami melakukan pemberangkatan pada pukul
07.00 WIB., menuju daerah Kebumen, tepatnya di daerah Karang Sambung. Kelompok di bagi
menjadi 4 kelompok besar dan melakukan penelitian secara per pos mengunjungi beberapa
singkapan dengan didmpingi seorang guide (pemandu) pada masing-masing kelompok dengan
menggunakan jasa transportasi elf.

Lalu penelitian dilanjutkan pada hari Minggu 15 Desember 2013 yakni ke Yogyakarta. Lokasi
yang pertama kami kunjungi yaitu Gunung Merapi dan di lanjutkan ke Pantai Glagah
Yogyakarta.
Tepat pukul 15.30 WIB kami kkembali ke Bandung dan sampai di Kampus UPI pada hari Senin
pukul 04.30 WIB.
B. Objek yang Diteliti
Objek yang kami teliti selama praktikum yaitu mengenai singkapan-singkapan batuan
yang ada di Karang Sambung, mengenal jenis-jenis batuan dan proses terjadinya serta mineral
yang dikandung oleh masing-masing batuan, mengamati morfologi (bentukan muka bumi) yang
terdapat di Karang Sambung. Mengamati secara langsung lokasi letusan Gunung Merapi dan
mengenal proses pembentukan Pantai Glagah Yogyakarta.
C. Metode Pengamatan
Untuk mengetahui berbagai jenis batuan yang ada di lokasi Karang Sambung kami
menggunakan metode pengamatan langsung ke lokasi dengan bantuan guide dari pihak kampus
LIPI. Track pengamatan kami di atur oleh pihak kampus dengan 1 orang guide membimbing 1
kelompok. Di lokasi diadakan tanya jawab antara peserta dengan guide tentang batuan yang ada
di objek tersebut.
D. Alat dan Bahan Praktikum
Untuk mempermudah melakukan penelitian, maka kami menggunakan beberapa alat
dan bahaan yang diperlukan, diantaranya.
1. Kompas
2. Buku Catatan
3. HCl
4. GPS

BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
A. Sejarah Balai Kampus LIPI
Pada mulanya, Balai Kampus LIPI didirikan oleh seorang peneliti Belanda bernama
Jung Huhn (1854-1933). Beliau adalah pencetus iklim yang didasarkan atas vegetasi dan
ketinggian tempat. Iklim ini sangat cocok bila digunakan di negara Indonesia. Untuk itulah
beliau lama menetap di Indonesia. Seiring berjalannya waktu dan bervariasinya objek yang ada
di Indonesia baik itu berkaitan dengan cuaca, iklim maupun bentukan muka bumi serta
batuannya, maka beliau mendirikan Kampus LIPI Karang Sambung.
Kampus LIPI pun mengalami perkembangan pada tahun 1964. Di bawah
kepemimpinan Prof. Dr. Sukendar Asikin, kampus LIPI bekerjasama dengan Montana Indiana

University dengan mengadakan Kampus Lapangan Geologi yang terinspirasi oleh Rocky
Mountain. Hal ini dilakukan agar mempermudah proses pengenalan fenomena geologi di Karang
Sambung. Maka pada saat itu pihak LIPI dan DURENAS merealisasikan kampus lapangan
geologi tersebut.
Pada tahun 1987 kampus LIPI mengadakan UPT LAGK dan memiliki karyawan
24. Pada tahun 1993-1998 kampus LIPI mengadakan perluasan.
Pada tahun 2002 - sekarang, kampus LIPI semakin terlihat perkembangannya.
Kampus LIPI mendirikan UPT Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karang Sambung.
Hingga kini, kampus LIPI di kepalai oleh Ir. Yugo Kumoro (2011 - sekarang) dan memiliki 51
karyawan di dalamnya 10 orang peneliti.
Adapun kawasan Cagar Alam Geologi Karang Sambung ditetapkan oleh, KepMen
ESDM No: 2817 K/40/MEM/2006 pada tanggal 10 November 2006. Dengan luas 22.150 Ha.
Dan meliputi tiga kabupaten yakni Kabupaten Kebumen, Wonosobo dan Banjarnegara.
B. Kunjungan Setiap Lokasi di Karangsambung
1. Lokasi ke-1
Lokasi pertama yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di daerah Gunung
Parang, Desa Karang Sambung. Ke arah utara dan 3 kilo dari kampus LIPI. Disana terdapat
pemukiman penduduk beragam yang menempati tanah wakaf. Disana terdapat batuan beku
diabas (intrusi) yang berwarna abu-abu. Warna abu-abu menunjukkan batu diabas ini termasuk
intermedier (antara mafic dan felsic). Adapun yang berwarna coklat menunjukkan batuan yang
sudah tua atau lama. Batuan diabas ini mengandung dua mineral yaitu mineral piroksen yang
berwarna hitam dan mineral plagioklas yang berwarna putih. Berdasarkan Skala Mohs, batu
diabas ini memiliki kekerasan 4-5 Skala Mohs.
Disana juga terdapat struktur kekar tiang (Colomner Join) yang diakibatkan oleh
kontraksi batuan di sekitarnya.
Struktur ini berbentuk diagoanal segitiga dan terdapat batuan terobosan (batu lempung
yang diterobos oleh magma sehingga menghasilkan Columner Join).
Gambar 4.1
2.

Lokasi ke-2
Lokasi kedua yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Muara Sungai
Kalimandala, Desa Karang Sambung. Sebelah utara dan 1 kilo dari kampus LIPI. Sungai
Kalimandala terbentuk oleh pertemuan dua lempeng yakni lempeng Samudera dan lempeng
Benua. Lempeng ini berjalan antara 5-12 cm per tahunnya yang dijalankan oleh arus
konveksi. Disana didominasi oleh batuan beku basaltis yang berstruktur fillow lava. Struktur
fillow lava terjadi karena adanya magma yang membeku secara spontanitas sehingga terbentuk
bulat-bulat dan terbreksi. Struktur fillow lava juga terbentuk dari pengaruh air laut.

Secara umum terdapat empat jenis batuan di sekitar sungai Kalimandala, yaitu.:
a. Batuan Basal (fillow lava) yang berwarna merah (mengandung Fe)
b. Jasper/Rizang (yang terangkat dari lempeng benua)
c. Batu Filit (Batuan sedimen palung laut)
d. Breksi Sesar (akibat dua bidang yang saling bergesekan)
3.

Lokasi ke-3
Lokasi ketiga yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Lokulo, Desa
Wonosobo, Kecamatan Karang Ayam. Sungai Lokulo ini adalah sungai terbesar yang ada di
Kebumen dan sekaligus batas kecamatan antara kecamatan Karang Sambung dan kecamatan
Karang Ayam.
Disana terdapat singkapan batu filit/sabak. Batua filit termasuk batu metamorf yang
terbentuk dipengaruhi oleh tekanan (pressure) dan datuan ini berfoliasi atau adanya penjajaran
mineral. Foliasi ini seharusnya berbentuk horizontal. Namun, karena dipengaruhi oleh gaya
tektonik sehingga berbentuk vertical.
Tidak hanya batu filit, di lokasi ketiga ini terdapat banyak singkapan batuan dari mulai
batuan beku, sedimen dan metamorf. Untuk itu, kami diberi kesempatan untuk mencari dan
mengambil sampel batuan utnuk dibawa ke rumah, agar kelak kita masih mengingat jenis batuan
dan namanya.

Batuan filit
Batuan sabak

4.

Lokasi ke-4
Lokasi keempat yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Desa Totogan,
Kecamatan Karang Sambung. Terletak 3 kilometer dari kampus LIPI. Disana kami melihat dan
mengenal bentuk roman muka bumi yang terdapat di Karang Sambung. Diantaranya, terdapat
dataran alluvial/lembah, pemukiman yang berjejer di sekitar satuan pegunungan bukit, dan
beberapa puncak gunung.
Di lokasi tersebut, dikelilikngi oleh beberapa gunung, diantaranya Gunung Cilekeb
yang didominasi oleh batuan metamorf sarpentinit, Gunung Igir Pemantung yang didominasi
oleh batuan sedimen greawake dan Gunung Glewang yang didominasi oleh batuan metamorf
amphibol dan skeis.
Batuan skeis
5.

Lokasi ke-5

Lokasi kelima yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Desa Pucangan,
Kecamatan Sadang. Terletak 7 kilometer dari kampus LIPI. Disana terdapat batuan metamorf
sarpentinit yang menyusun lantai Samudera. Batu sarpentinit terbentuk karena ubahan dari
batuan beku basa yang dipengaruhi oleh tekanan dan suhu yang tinggi. Dinamakan sarpentinit,
karena didominasi oleh mineral sarpentin yang berwarna hijau. Batuan ini memiliki kekerasan
yang sama dengan batu asbak yakni 2 menurut Skala Mohs. Dalam batuan ini terdapat pecahan
yang diakibatkan pada saat magma mengental maka desakan semakin keras sehingga terdapat
retakan/pecahan.
6.

Lokasi ke-6
Lokasi keenam yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Brengkok, Desa
Candrakulo. Terletak 11 kilometer dari kampus LIPI. Disana terdapat singkapan batuan
metamorf skeismika yakni ubahan dari pasir kuarsa. Terbentuk dari lempeng Benua yang masuk
ke lempeng Samudera. Batuan ini berstruktur foliasi (berserat) karena tekanan (pressure).
Terdapat warna putih dalam batuan ini karena mengandung mineral mika. Batuan ini adalah
batuan tertua di pulau Jawa yang umurnya 21 juta tahun yang lalu.
Batuan skesmika

7. Lokasi ke-7
Lokasi ketujuh yang dikunjungi oleh kelompok kami terletak di Kali Muncar, Desa Sebono,
Kecamatan Sadang. Terletak 8 kilometer dari kampus LIPI. Sungai Kali Muncar adalah anak
dari Sungai Lokulo.
Disana terdapat singkapan batuan sedimen rizang yang tidak ada di mana pun. Batu ini terbentuk
karena pemekaran tengah Samudera. Batu rizang ini berwarna merah ati karena mengandung Fe.
Batu rizang selang seling dengan lempung merah gampingan diendapkan di dasar Samudera
dengan kedalaman 4000-6000 meter. Di dalam batu rizang ini terdapat fosilradiolaria yang
berukuran 0,01 mm. Batu ini memiliki kekerasan 7 berdasarkan Skala Mohs.
Batuan rizang
8.

Lokasi Ke-8
Lokasi kedelapan yang dikunjungi oleh kelompok kami yaitu terletak di depan kampus
LIPI. Disana terdapat bongkahan sedimen organic yakni cangkang fosilforaminitera
numurites yang diendapkan di laut dangkal dengan kedalaman 50-100 meter. Fosil ini
mengandung unsur Kalsium Karbonat yang jika ditetesi oleh HCl akan bereaksi. Fosil ini
terbentuk sekitar 36-52 juta tahunyang lalu.
Batuan fosil

9.

Lokasi ke-9
Lokasi kesembilan yang dikunjungi oleh kelompok kami yaitu terletak di dekat kampus
LIPI. Hanya membutuhkan waktu sebentar dengan berjalan kaki maka sampailah di lokasi ke-9.
Disana terdapat bongkahan sedimen klastik konglomerat yang terdiri dari fragmen bebatuan.
Batu ini mengandung mineral kuarsit yang berwarna putih dan memiliki ukuran > 2 mm.
Konglomerat ini diikat oleh pasir yang dinamakan perekat silica. Batu ini memiliki kekerasan 56 berdasarkan Skala Mohs.
Batuan konglomerat
10. Lokasi ke-10
Lokasi kesepuluh terletak di kampus LIPI yakni kami mengunjungi bengkel Geologi.
Disana terdapat banyak sampel batuan yang sudah di modifikasi sedemikian rupa. Dari mulai
batuan beku, sedimen dan metamorf. Batuan itu di ambil dari lokasi Karang Sambung yang
memiliki ragam batuan.
Dari batuan tersebut dibuat sekreatif mungkin seperti kalung, bros, cincin dan ornamen
sehingga memiliki harga jual yang sangat tinggi.

11. Lokasi ke-11


Lokasi kesepuluh terletak di kampus LIPI yakni kami mengunjungi Museum Geologi.

C. Kunjungan ke Gunung Merapi


Setelah selesai melakukan penelitian di Karang Sambung, esok paginya kami melanjutkan
pengamatan ke Sungai Boyong, yaitu sebuah sungai yang terjadi akibat dari hasil erupsi letusan
gunung Merapi. Lokasi ini terletak 20km dari puncak Gunung Merapi. Di sungai ini masih
banyak hasil erupsi yang tertibun berupa pasir dan batu. Warga sekitar banyak yang
memanfaatkan hasil erupsi ini dengan mengangkutnya sehingga menghasilkan nilai ekonomi. Di
sungai ini juga di bangun Sabo yaitu, sebuah bangunan untuk mengendalikan aliran sungai.
Sabo ini berasal dari bahasa jepang. Tipe Gunung Merapi saat meletus yaitu tipe strombolian
dan eksposit.

D. Kunjungan ke Pantai Glagah


Lokasi terakhir yang kami kunjungi adalah Pantai Glagah, yang terletak di Kulon Progo.
Di pantai ini kita dapat menjelaskan tentang ekosistem yang ada di pantai, diantaranya:
1. Ekosistem berbatu
2. Ekosistem berpasir, rumput rumput lari
3. Ekositem berlumpur, mangrove (bakau)
Di pantai ini juga ada teknologi pemecah gelombang (briker) yang merupakan rekayasa
teknik. Pemecah gelombang ini di simpan di pinggir pantai agar menjadi dermaga untuk kapal
kapal. Pasir di pantai ini adalah lapukan dsari batu andesit karena warnanya berwarna abu abu
gelap.
Di pantai ini juga terdapat pasir yang unik yaitu Iron Sand atau Pasir Besi, pasir ini
berasal dari batu yang menggandung besi biasanya Limonit dan Hematit sebagai bahan baja,
semen, logam.

E. Perjalanan Pulang
Perjalanan pulang dari pantai glagah kita dapat melihat beberapa vegetasi yang menhiasi
sepanjang perjalanan yaitu,
1. Pohon kelapa
2. Perkebunan jagung
3. Perkebunan semangka
4. Perkebunan cabai rawit
5. Perkebunan terong
6. Perkebunan paria
7. Perkebunan sistem tumpang
a) Perkebunan jagung dan pepaya
b) Perkebunan cabai dan pepaya

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian
ini
maka
peneliti telah berhasil mengintegrasikan beberapa teori yang diperoleh yang berhubungan dengan
mata kuliah geologi dengan keadaan nyata di lapangan,diantara pembuktian yang dapat diambil
dari jalannya penelitian ini adalah bukti analisis data yang menyimpulkan bahwa batuan akan
memuai jika kena panas dan menyusut jika kena dingin. batuan yang tersusun dari mineral yang
berwarna warni akan lebih cepat lapuk dibanding batuan yang tersusun atas mineral tunggal.
Mineral yang berwarna gelap akan lebih cepat panas dibanding warna lain. Batuan memiliki
struktur dan tekstur yang berbeda,mempunyai ketebalan yang berbeda,proses terjadinya batuan
dan penamaannya pun berbeda.
B. Saran
Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Jalannya penelitian harus benar-benar matang dan terencana sebelumnya serta
berjalan sesuai prosedur
2.
Peserta penelitian harus lebih bersungguh-sungguh dalam melakukan praktek
penelitian di lapangan
3.
Sebagai manusia kita harus mengkaji setiap fenomena yang terjadi di sekitar kita
supaya tumbuh kesadaran kekuasaan Tuhan sehingga tumbuh kepedulian untuk
menjaganya.

Anda mungkin juga menyukai