Anda di halaman 1dari 2

Makalah Fiqih Tentang Muzara'ah Dan Mukhabaroh

Author : Edy Santoso


Publish : 26-09-2011 00:06:18

I. PENDAHULUAN Apabila kita perhatikan kehidupan masyarakat Indonesia yang agraris. Praktik pemberian
imbalan atAs jasa seseorang yang telah menggarap tanah orang lain masih banyak dilaksanakan pemberian
imbalan ada yang cenderung pada praktek muzara’ah dan ada yang cenderung pada praktik
mukhabarah. Hal tersebut banyak dilaksanakan oleh para petani yang tidak memiliki lahan pertanian hanya
sebagai petani penggarap. Muzara’ah dan mukhabarah ada Hadits yang melarang seperti yang
diriwayatkan oleh (H.R Bukhari) dan ada yang membolehkan seperti yang diriwayatkan oleh (H.R Muslim).
Berdasarkan pada dua Hadits tersebut mudah – mudahan kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan
oleh salah satu pihak, baik itu pemilik tanah maupun penggarap tanah II. MUZARA’AH DAN
MUKHABARAH A. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah Muzara’ah ialah mengerjakan
tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau
seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung pemilik tanah Mukhabarah ialah
mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan sebagian hasilnya (seperdua,
sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya ditanggung orang yang mengerjakan.
Munculnya pengertian muzara’ah dan mukhabarah dengan ta’rif yang berbeda tersebut karena
adanya ulama yang membedakan antara arti muzara’ah dan mukhabarah, yaitu Imam Rafi’I
berdasar dhahir nash Imam Syafi’i. Sedangkan ulama yang menyamakan ta’rif
muzara’ah dan mukhabarah diantaranya Nawawi, Qadhi Abu Thayyib, Imam Jauhari, Al Bandaniji.
Mengartikan sama dengan memberi ketetntuan: usaha mengerjakan tanah (orang lain) yang hasilnya dibagi.
B. Dasar Hukum Muzara’ah Dan Mukhabaroh

Artinya : Berkata Rafi’ bin Khadij:


“Diantara Anshar yang paling banyak mempunyai tanah adalah kami, maka kami persewakan, sebagian
tanah untuk kami dan sebagian tanah untuk mereka yang mengerjakannya, kadang sebagian tanah itu berhasil
baik dan yang lain tidak berhasil, maka oleh karenanya Raulullah SAW. Melarang paroan dengan cara
demikian
(H.R.
Bukhari)

( ) Artinya: Dari Ibnu Umar:


“Sesungguhna Nabi SAW. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh
mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan
maupun dari hasil pertahun (palawija)” (H.R Muslim) C. Pandangan Ulama Terhadap Hukum
Muzara’ah Dan Mukhabarah Dua Hadits di atas yang dijadikan pijakan ulama untuk menuaikan
kebolehan dan katidakbolehan melakukan muzara’ah dan mukhabarah. Setengah ulama melarang
paroan tanah ataupun ladang beralasan pada Hadits yang diriwayatkan oleh bukhari tersebut di atas Ulama
yang lain berpendapat tidak ada larangan untuk melakukan muzara’ah ataupun mukhabarah. Pendapat
ini dikuatkan oleh Nawawi, Ibnu Mundzir, dan Khatabbi, mereka mengambil alsan Hadits Ibnu Umar yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim di atas Adapun Hadits yang melarang tadi maksudnya hanya apabila
ditentukan penghasilan dari sebagian tanah, mesti kepunyaan salah seorang diantara mereka. Karena memang
kejadian di masa dahulu, mereka memarohkan tanah dengan syarat dia akan mengambil penghasilan dari
sebagian tanah yang lebih subur keadaan inilah yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam Hadits
yang melarang itu, karena pekerjaan demikian bukanlah dengan cara adil dan insaf. Juga pendapat ini

Page 1

Makalah Fiqih Tentang Muzara'ah Dan Mukhabaroh


dikuatkan orang banyak. D. Zakat Muzara’ah Dan Mukhabarah Zakat hasil paroan sawah atau ladang
ini diwajibkan atas orang yang punya benih, jadi pada muzara’ah, zakatnya wajib atas petani yang
bekerja, karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, yang punya tanah seolah – olah mengambil
sewa tanahnya, sedangkan penghasilan sewaan tidak wajib dikeluarkan zakatnya Sedangkan pada
mukhabarah, zakat diwajibkan atas yang punya tanah karena pada hakekatnya dialah yang bertanam, petani
hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan yang didapat dari upah tidak wajib dibayar zakatnya. Kalau benih
dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari jumlah pendapatan sebelum dibagi
III.
KESIMPULAN Mukhabarah ialah mengerjakan tanah (orang lain) seperti sawah atau ladang dengan imbalan
sebagian hasilnya (seperdua, sepertiga atau seperempat). Sedangkan biaya pengerjaan dan benihnya
ditanggung orang yang mengerjakan. Dengan adanya praktek mukahbarah sangat menguntungkan kedua belah
pihak. Baik pihak pemilik sawah atau ladang maupun pihak penggarap tanah. Pemilik tanah lahannya dapat
digarap, sedangkan petani dapat meningkatkan tarap hidupnya DAFTAR PUSTAKA H. Sulaeman Rasyid,
Fiqih Islam, PT. Sinar Baru Algensindo, Bnandung, 1994 Drs. Suparta dkk. Materi Pokok Fiqih I, Universitas
terbuka, 1992 DR. (He) Drs. H.S Sholahuddin, Fiqhul Islam, Biro Penerbit Jurusan Syariah STAIN Cirebon,
2000

Page 2

Anda mungkin juga menyukai