Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi
dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu
sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat. Studi tersebut membahas
keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Ontologi membahas realitas atau suatu entitas
dengan apa adanya. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas kebenaran suatu
fakta. Untuk mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar pola
berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu pengetahuan digunakan
sebagai dasar pembahasan realitas.
Ilmu merupakan kegiatan untuk mencari suatu pengetahuan dengan jalan
melakukan pengamatan atau pun penelitian, kemudian peneliti atau pengamat tersebut
berusaha membuat penjelasan mengenai hasil pengamatan atau penelitiannya tersebut.
Dengan demikian, ilmu merupakan suatu kegiatan yang sifatnya operasional. Jadi
terdapat runtut yang jelas dari mana suatu ilmu pengetahuan berasal. Karena sifat yang
operasional tersebut, ilmu pengetahuan tidak dapat menempatkan diri dengan mengambil
bagian dalam pengkajiannya. Maka dari pendahuluan ini saya akan merumuskan masalah
apa saja yang ada dalam penjelasan makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ontologi?
2. Apa yang dimaksud metafisika, asumsi,dan peluang,?
3. Apa saja asumsi yang terdapat pada ilmu?
4. Apa saja batas-batas penjelajahan ilmu?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami ontologi serta bagian-bagiannya.
1|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ontologi
1. Pengertian ontologi
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang filsafat yang
mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan dikaji
secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian
ontologi ini menjadi sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Gruber (1991) memberikan definisi yang sering digunakan oleh beberapa orang,
definisi tersebut adalah Ontologi merupakan sebuah spesifikasi eksplisit dari
konseptualisme. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur hirarki dari
istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat digunakan sebagai landasan
untuk sebuah knowledge base.
a. Menurut bahasa, Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On/Ontos ada,dan
Logos ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
b. Menurut istilah, Ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada,
yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun
rohani/abstrak (Bakhtiar , 2004)
c. Menurut Suriasumantri (1985), Ontologi membahas tentang apa yang ingin kita
ketahui, seberapa jauh kita ingintahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian
mengenai teori tentang ada. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaanpertanyaan. a) apakah obyek ilmu yang akan ditelaah, b) bagaimana wujud yang
hakiki dari obyek tersebut dan bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan
daya tangkap manusia (seperti

berpikir, merasa, dan mengindera) yang

membuahkan pengetahuan.
d. Menurut Pandangan The Liang Gie (2000)Ontologi adalah bagian dari filsafat
dasar yang mengungkap makna dari sebuah eksistensi yang pembahasannya
meliputi persoalan-persoalan Apakah artinya ada, hal ada.
e. Menurut Ensiklopedi Britannica Yang juga diangkat dari Konsepsi Aristoteles
Ontologi Yaitu teori atau studi tentang being / wujud seperti karakteristik dasar
2|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

dariseluruh realitas. Ontologi sinonim dengan metafisika yaitu, studi filosofis


untuk menentukan sifat nyata yang asli (real nature) dari suatu benda untuk
menentukanarti , struktur dan prinsip benda tersebut. (Filosofi ini didefinisikan
oleh Aristoteles abad ke-4 SM).
Dengan demikian dapat disimpulkan Ontologi merupakan adalah suatu teori
tentang makna dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut
yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada tinjauan
filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu yang ada dan bagian dari bidang filsafat
yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini menjadi melebar dan
dikaji secara tersendiri menurut lingkup cabang-cabang keilmuan tersendiri.
2. Aliran-Aliran Dalam Ontologi
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Di dalam pemahaman ontologi dapat
diketemukan pandangan-pandangan pokok pemikiran sebagai berikut :
1) Monoisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu hanyalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai
sumber asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani. Tidak mungkin
ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Istilah monisme oleh
Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terebagi
ke dalam dua aliran:
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya
bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Yang ada
hanyalah materi, yang lainnya jiwa atau ruh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Jiwa dan ruh merupakan akibat saja dari
proses gerakan kebenaran dengan dengan salah satu cara tertentu. Alasan
mengapa aliran ini berkembang sehingga memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakikat adalah:
3|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

Pikiran yang masih sederhana, apa yang kelihatan yang dapat diraba,
biasanya dijadikan kebenaran terakhir.

Pikiran sederhana tidak mampu memikirkan sesuatu di luar ruang yang


abstrak.

Penemuan-penemuan menunjukan betapa bergantungnya jiwa pada badan.


Oleh sebab itu, peristiwa jiwa selalu dilihat sebagai peristiwa jasmani.

Jasmani lebih menonjol dalam peristiwa ini. Dalam sejarahnya manusia


memang bergantung pada benda seperti pada padi. Dewi Sri dan Tuhan
muncul dari situ. Kesemuanya itu memperkuat dugaan bahwa yang
merupakan hakekat adalah benda.
b. Idealisme
Aliran idealisme dinamakan juga spiritualisme. Idealisme bderarti
serba cita sedang spiritualisme berarti serba ruh. Idealisme diambil dari kata
Idea, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa
hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari ruh (sukma)
atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati
ruang. Materi atau zat itu hanyalah suatu jenis dari pada penjelmaan ruhani.
Alasan aliran ini yang menyatakan bahwa hakikat benda adalah ruhani, spirit
atau sebangsanya adalah:

Nilai ruh lebih tinggi daripada badan, lebih tinggi nilainya dari materi
bagi kehidupan manusia. Ruh itu dianggap sebagai hakikat yang
sebenarnya. Sehingga materi hanyalah badannya bayangan atau
penjelmaan.

Manusia lebih dapat memahami dirinya daripada dunia luar dirinya.

Materi ialah kumpulan energi yang menempati ruang. Benda tidak ada,
yang ada energi itu saja.

Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui pada ajaran plato (428348 SM) dengan teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di alam
mesti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Alam nyata
yang menempati ruangan ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam

4|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

ide itu. Jadi idealah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
2) Dualisme
Dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang
saling bertentangan, yaitu materialisme dan idealisme. Menurut aliran dualisme
materi maupun ruh sama-sama merupakan hakikat. Materi muncul bukan karena
adanya ruh, begitu pun ruh muncul bukan karena materi. Tetapi dalam
perkembangan

selanjutnya

aliran

ini

masih

memiliki

masalah

dalam

menghubungkan dan menyelaraskan kedua aliran tersebut di atas. Sebuah analogi


dapat kita ambil misalnya tentang jika jiwa sedang sehat, maka badan pun akan
sehat kelihatannya. Sebaliknya jika jiwa seseorang sedang penuh dengan duka
dan kesedihan biasanya badanpun ikut sedih, terlihat dari murungnya wajah orang
tersebut.
Aliran dualisme berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat
sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh,
jasad dan spirit. Sama-sama hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi. Hubungan keduanya
menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang adanya
kerja sama kedua hakikat ini dalam diri manusia. Tokoh paham ini adalah
Descrates (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia
menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan dunia
ruang (kebendaan).
3) Pluralisme
Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap
macam bentuk itu semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictonary of Philosophy
and Religion dikataka sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada
masa Yunani Kuno adalah anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan bahwa
substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan
5|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James (1842-1910 M). Kelahiran
New York dan terkenal sebagai seorang psikolog dan filosof Amerika. Dalam
bukunya The Meaning of Truth James mengemukakan, tiada kebenaran yang
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari
akal yang mengenal.
B. Metafisika
Ontologi menurut A.R. Lacey, ontologi berarti a central part of metaphisics
(bagian sentral dari metafisika) sedangkan metafisika diartikan sebagai that which
comes after physics, the study of nature in general (hal yang hadir setelah fisika, studi
umum mengenai alam).
Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai metafisika. Mengapa
ontologi terkait dengan metafisika? Ontologi membahas hakikat yang ada, metafisika
menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Pada suatu
pembahasan, metafisika merupakan bagian dari ontologi, tetapi pada pembahasan lain,
ontologi merupakan salah satu dimensi saja dari metafisika. Karena itu, metafisika dan
ontologi merupakan dua hal yang saling terkait.
Bidang telaah filsafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari
setiap pemikiran filsafati termasuk pemikiran ilmiah. Diibaratkan pikiran adalah roket
yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka
Metafisika adalah landasan peluncurannya. Dunia yang sepintas lalu kelihatan sangat
nyata ini, ternyata menimbulkan berbagai spekulasi filsafati tentang hakikatnya.
Beberapa tafsiran tentang metafisika diantaranya, sebagai berikut
1. Supernaturalisme
Di alam terdapat wujud-wujud gaib (supernatural) dan ujud ini bersifat lebih
tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme
merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernaturalisme ini, dimana
manusia percaya bahwa terdapat roh yang sifatnya gaib terdapat dalam benda-benda.
2. Naturalisme
6|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

Paham ini menolak wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme


merupakan paham yang berdasarkan pada aliran naturalisme ini. Kaum materialisme
menyatakan bahwa gejala-gejala alam disebabkan oleh kekuatan yang terdapat dalam
alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.
Democritos (460-370 S.M.) adalah salah satu tokoh awal paham materialisme. Ia
mengembangkan paham materialisme dan mengemukakan bahwa unsur dasar dari
alam adalah atom. Hanya berdasar kebiasaan saja maka manis itu manis, panas itu
panas, dan sebagainya. Obyek dari penginderaan sering dianggap nyata, padahal tidak
demikian, hanya atom dan kehampaan itulah yang bersifat nyata. Jadi, panas, dingin,
warna merupakan terminologi yang manusia berikan arti dari setiap gejala yang
ditangkap oleh pancaindra.Indentik paham naturalisme adalah paham :
a. Mekanistik : gejala alam dapat didekati dari segi proses kimia fisika.
b.

Vitalistik : hidup adalah sesuatu yang unik yang berbeda secara subtantif dengan
proses tersebut.

c. Monistik : tidak ada perbedaan antara pikiran dengan zat , mereka hanya berbeda
dalam gejala disebabkan yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama.
d. Demokritos adalah seorang filsuf yang termasuk di dalam Mazhab Atomisme. Ia
adalah murid dari leukippos, pendiri mazhab tersebut Demokritos
mengembangkan pemikiran tentang atom sehingga justru pemikiran Demokritos
yang lebih dikenal di dalam sejarah filsafat.
Dengan demikian, gejala alam dapat didekati dari proses kimia fisika. Pendapat
ini merupakan pendapat kaum mekanistik, bahwa gejala alam (termasuk makhluk hidup)
hanya merupakan gejala kimia fisika semata. Hal ini ditentang oleh kaum vitalistik, yang
merupakan kelompok naturalisme juga. Paham vitalistik sepakat bahwa proses kimia
fisika sebagai gejala alam dapat diterapkan, tetapi hanya meliputi unsur dan zat yang mati
saja, tidak untuk makhluk hidup.
Dalam kajian metafisika, ilmu merupakan pengetahuan yang mencoba
menafsirkan alam ini sebagaimana adanya. Manusia tidak dapat melepaskan diri dari
setiap permasalahan yang dihadapinya. Makin dalam penjelajahan ilmiah dilakukan, akan
semakin banyak pertanyaan yang muncul, termasuk pertanyaan-pertanyaan mengenai
7|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

hal-hal tersebut di atas. Karena beragam tinjauan filsafat diberikan oleh setiap ilmuwan,
maka pada dasarnya setiap ilmuwan bisa memiliki filsafat individual yang berbedabeda. Titik pertemuan kaum ilmuwan dari semua itu adalah sifat pragmatis dari ilmu.
C. Asumsi
Asumsi adalah praduga anggapan sementara (yang kebenarannya masih
dibuktikan) . timbulnya asumsi karena adanya permasalahan yang belum jelas, seperti
belum jelasnya hakekat alam ini, yakni apakah gejala alam ini tunduk kepada
determinisme , yakni hukum alam yang bersifat universal ataukah hukum semacam itu
tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan akibat pilihan bebas ataukah keumuman
memang ada namun berupa peluang , sekedar tangkapan probalistik (kemungkinan
sesuatu hal untuk terjadi).
Tidak muthlak atau pasti sebagaimana ilmu yang tidak pernah ingin dan tidak
pernah berpretensi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bersifat muthlak. Jadi
asumsi bukanlah suatu keputusan muthlak.
1. Kedudukan ilmu dalam asumsi
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil keputusan ,
karena keputusan harus didasarkan pada penafsiran kesimpulan ilmiah yang bersifat
relatif.
2. Resiko asumsi
Apa yang diasumsikan akan mengandung resiko secara menyeluruh.
Seseorang yang mengasumsikan usahanya akan berhasil maka direncanakan akan
diadakan pesta keberhasilannya. Secara tiba- tiba usahanya dinyatakan tidak berhasil.
Resikonya menggagalkan pelaksanaan pestanya.
3. Beberapa asumsi dalam ilmu
Akan terjadi perbedaan pandang suatu masalah bila ditinjau dari berbagai
kacamata ilmu begitu juga asumsi. Ilmu sekedar merupakan pengetahuan yang
mempunyai kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara
pragmtis.Pragmatis : sesuatu yang mengandung manfaat.
Asumsi-asumsi dalam ilmu contohnya ilmu fisika yakni ilmu yang paling
maju bila di bandingkan dengan ilmu-ilmu lain.
8|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

Fisika merupakan ilmu teoritis yang di bangun atas system penalaran deduktif
yang meyakinkan serta pembutktian induktif yang sangat mengesankan. Fisika
terdapat celah-celah perbedaan yang terletak di dalam pondasi dimana dibangun teori
ilmiah diatas yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya.(zat,gerak,ruang dan waktu).
4. Jenis-jenis asumsi
Terdapat beberapa jenis asumsi yang dikenal, antara lain; Aksioma.
Pernyataan yang disetujui umum tanpa memerlukan pembuktian karena kebenaran
sudah membuktikan sendiri (Postulat). Pernyataan yang dimintakan persetujuan
umum tanpa pembuktian, atau suatu fakta yang hendaknya diterima saja sebagaimana
adanya Premise. Pangkal pendapat dalam suatu entimen . Pertanyaan penting yang
terkait dengan asumsi adalah bagaimana penggunaan asumsi secara tepat? Untuk
menjawab permasalahan ini, perlu tinjauan dari awal bahwa gejala alam tunduk pada
tiga karakteristik :
a. Deterministik
Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (17881856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa
pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak
universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang
berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah
ditetapkan lebih dahulu.
b. Pilihan Bebas
Manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya, tidak
terikat pada hukum alam yang tidak memberikan alternatif. Karakteristik ini
banyak ditemukan pada bidang ilmu sosial. Sebagai misal, tidak ada tolak
ukur yang tepat dalam melambangkan arti kebahagiaan. Masyarakat
materialistik menunjukkan semakin banyak harta semakin bahagia, tetapi di
belahan dunia lain, kebahagiaan suatu suku primitif bisa jadi diartikan jika
mampu melestarikan budaya animismenya. Sebagai mana pula masyarakat
brahmana di India mengartikan bahagia jika mampu membendung hasrat
keduniawiannya. Tidak ada ukuran yang pasti dalam pilihan bebas, semua
tergantung ruang dan waktu.
9|Ontologi; Hakikat apa yang dikaji

c. Probabilistik
Pada sifat probabilstik, kecenderungan keumuman dikenal memang
ada namun sifatnya berupa peluang. Sesuatu akan berlaku deterministik
dengan peluang tertentu. Probabilistik menunjukkan sesuatu memiliki
kesempatan untuk memiliki sifat deterministik dengan menolerir sifat pilihan
bebas. Pada ilmu pengetahuan modern, karakteristik probabilitas ini lebih
banyak dipergunakan. Dalam ilmu ekonomi misalnya, kebenaran suatu
hubungan variabel diukur dengan metode statistik dengan derajat kesalahan
ukur sebesar 5%. Pernyataan ini berarti suatu variabel dicoba diukur kondisi
deterministiknya hanya sebesar 95%, sisanya adalah kesalahan yang bisa
ditoleransi. Jika kebenaran statistiknya kurang dari 95% berarti hubungan
variabel tesebut tidak mencapai sifat-sifat deterministik menurut kriteria ilmu
ekonomi.
Dalam

menentukan

suatu

asumsi

dalam

perspektif

filsafat,

permasalahan utamanya adalah mempertanyakan pada diri sendiri (peneliti)


apakah sebenarnya yang ingin dipelajari dari ilmu. Terdapat kecenderungan,
sekiranya menyangkut hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia,
maka harus bertitik tolak pada paham deterministik. Sekiranya yang dipilih
adalah hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka
akan digunakan asumsi pilihan bebas. Di antara kutub deterministik dan
pilihan bebas, penafsiran probabilistik merupakan jalan tengahnya.
Ilmuwan melakukan kompromi sebagai landasan ilmu. Sebab ilmu
sebagai pengetahuan yang berfungsi membantu manusia dalam memecahkan
masalah praktis sehari-hari, tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama
yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal hakiki dalam
kehidupan. Karena it u; Harus disadari bahwa ilmu tidak pernah ingin dan
tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat
mutlak.
Ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar untuk mengambil
keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan pada penafsiran
kesimpulan ilmiah yang bersifat relative. Jadi, berdasarkan teori-teori
10 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

keilmuan, tidak akan pernah didapatkan hal pasti mengenai suatu kejadian.
Yang didapatkan adalah kesimpulan yang probabilistik, atau bersifat peluang
D. Peluang
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara
sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari
10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu
penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk
mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan
sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus
didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikan maka kata
akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan
pada teori-teori keilmuan.
E. Asumsi Dalam Ilmu
Waktu kecil segalanya kelihatan besar, pohon terasa begitu tinggi, orang-orang
tampak seperti raksasa Pandangan itu berubah setelah kita berangkat dewasa, dunia
ternyata tidak sebesar yang kita kira, wujud yang penuh dengan misteri ternyata hanya
begitu saja. Kesemestaan pun menciut, bahkan dunia bisa sebesar daun kelor, bagi orang
yang putus asa.
Katakanlah kita sekarang sedang mempelajari ilmu ukur bidang datar
(planimetri). Dengan ilmu itu kita membuat kontruksi kayu bagi atap rumah kita.
Sekarang dalam bidang datar yang sama bayangkan para amuba mau bikin rumah juga.
Bagi amuba bidang datar itu tidak rata dan mulus melainkan bergelombang, penuh
dengan lekukan yang kurang mempesona. Permukaan yang rata berubah menjadi
kumpulan berjuta kurva.
Asumsi dan Skala Observasi
Mengapa terdapat perbedaan pandangan yang nyata terhadap obyek yang
begitu kongkret sperti sebuah bidang? Ahli fisika Swiss Charles-Eugene Guye
menyimpulkan gejala itu diciptakan oleh skala observasi. Bagi skala observasi anak
11 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

kecil pohon-pohon natal itu begitu gigantik, sedangkan bagi skala observasi amuba,
bidang datar ini merupakan daerah pemukiman yang berbukit-bukit.
Jadi secara mutlak sebenarnya tak ada yang tahu seperti apa sebenarnya
bidang datar itu. hanya Tuhan yang tahu! Secara filsafati mungkin ini merupakan
masalah besar namun bagi ilmu masalah ini didekati secara praktis. Seperti
disebutkan terdahulu ilmu sekadar merupakan pengetahuan yang mempunyai
kegunaan praktis yang dapat membantu kehidupan manusia secara pragmatis. Dengan
demikian maka untuk tujuan membangun atap rumah, sekiranya kita asumsikan
bahwa permukaan papan itu adalah bidang datar, maka secara pragmatis hal ini dapat
dipertanggungjawabkan.
Pada awalnya kausalitas dalam ilmu-ilmu alam menggunakan asumsi
determinisme. Namun asumsi ini goyang ketika MaxPlanck pada tahun 1900
menemukan teori Quantum. Teori ini menyatakan bahwa radiasi yang dikeluarkan
materi tidak berlangsung secara konstan namun terpisah-pisah yang dinamakan
kuanta. Fisika quantum menunjukkan adanya partikel-partikel yang melanggar logika
hukum fisika dan bergerak secara tak terduga.
Selanjutnya Indeterministik dalam gejala fisik ini muncul dengan pemenuhan
Niels Bohr dalam Prinsip Komplementer (Principle of Complementary) yang
dipublikasikan pada tahun 1913. Prinsip komplementer ini menyatakan bahwa
elektron bisa berupa gelombang cahaya dan bisa juga berupa partikel tergantung dari
konteksnya. Masalah ini yang menggoyahkan sensi-sendi fisika ditambah lagi dengan
penemuan Prinsip Indeterministik (Principle of Indeterminancy) oleh Werner
Heisenberg pada tahun 1927. Heisenberg menyatakan bahwa untuk pasangan besaran
tertentu yang disebut conjugate magnitude pada prinsipnya tidak mungkin mengukur
kedua besaran tersebut pada waktu yang sama dengan ketelitian yang tinggi. Prinsip
Indeterministik ini, kata William Barret, menunjukkan bahwa terdapat limit dalam
kemampuan manusia untuk mengetahui dan meramalkan gejala-gejala fisik.
Ilmu-ilmu ini bersifat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing
dan berfederasi dalam suatu pendekatan multidisipliner. (jadi buka fusi dengan
penggabungan asumsi yang kacau balau). Hal hal yang harus diperhatikan dalam
pengembangan asumsi,
12 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin keilmuan.
Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis..
Asumsi manusia dalam administrasi yang bersifat operasional adalah makhluk
ekonomis, makhluk sosial, makhluk aktualisasi diri atau makhluk yang kompleks.
Berdasarkan asumsi-asumsi ini maka dapat dikembangkan berbagai model,
strategi, dan praktek administrasi.
2. Kedua, asumsi ini harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya bukan
bagaimana keadaan yang seharusnya. Sekiranya dalam kegiatan ekonomis maka
manusia yang berperan adalah manusia yang mencari keuntungan sebesarbesarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya maka itu sajalah yang kita
jadikan sebagai pegangan tidak usah ditambah dengan sebaiknya begini, atau
seharusnya begitu. Sekiranya asumsi semacam ini dipakai dalam penyusunan
kebijaksanaan (policy), atau strategi, serta penjabaran peraturan alinnya, maka hal
ini bisa saja dilakukan, asalkan semua itu membantu kita dalam menganalisis
permasalahan. Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang
seharusnya ini seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab
metafisika keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya sebagaimana adanya.
Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan
dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka
berarti berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sesuatu yang belum
tersurat (atau terucap) dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan
pendapat.
F. Batas-Batas Penjelajahan Ilmu
ilmu memulai penjelajahannnya pada pengalaman manusia dan berhenti di batas
pengalaman manusia. Apakah ilmu mempelajari hal ihwal surga dan neraka? Jawabnya
adalah tidak; sebab surga dan neraka berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Baik
hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita, maupun apa-apa yang terjadi sesudah kematian
kita, semua itu berada di luar penjelajahan ilmu.
Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam batas
pengalaman kita? jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan
13 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

manusia: yakni sebagai alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah


yang dihadapinya sehari-hari. Persoalan mengenai hari kemudian tidak akan kita
nyatakan kepada ilmu, melainkan kepada agama, sebab agamalah pengetahuan yang
mengkaji masalah-masalah seperti itu.
Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga
disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya
secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya,
bagaimana kita melakukan pembuktian secara metodologis? bukankah hal ini merupakan
suatu kontradiksi yang menghilangkan keahlian metode ilmiah?
Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajahan ilmu, kata seorang, Cuma
sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu,
bahkan dalam batas pengalaman manusia pun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan
benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua (termasuk ilmu)
berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan jelek, semua (termasuk ilmu)
berpaling kepada pengkajian estetik. Ilmu tanpa (bimbingan moral) agama adalah buta,
demikian kata Einstein.
Dengan makin sempitnya daerah penjelajahan suatu bidang keilmuan maka sering
sekali diperlukan pandangan dari disiplin-disiplin lain. Saling pandang-memandang ini,
atau dalam bahasa protokolnya pendekatan multi-disipliner, membutuhkan pengetahuan
tentang tetangga-tetangga yang berdekatan. Artinya harus jelas bagi semua: di mana
disiplin seseorang berhenti dan di mana disiplin orang lain mulai. Tanpa kejelasan batasbatas ini maka pendekatan multidisipliner tidak akan bersifat konstruktif melainkan
berubah menjadi sengketa kapling (yang sering terjadi akhir-akhir ini).

14 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ontologi merupakan suatu teori tentang makna dari suatu objek, properti dari
suatu sesuatu yang ada. Pembahasan ontologi terkait dengan pembahasan mengenai
metafisika. Dikarenakan, ontologi membahas hakikat yang ada,sedangkan metafisika
menjawab pertanyaan apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya.
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang sangat
penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus ada. Asumsi
memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan keberadaan asumsi pun
ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang terjadi di alam ini bukanlah suatu
kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola tertentu yang terus terulang. Sedangkan
dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan menentukan asumsi pokok (the standard
presumption) dari keberadaan suatu objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan
penelitian oleh si peneliti itu sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan
landasan bagi kegiatan penelaahan.

B. Saran
Berbagai disiplin ilmu berawal dari filsafat ontologi, dengan berbagai macam
asumsi-asumsinya. Sehingga perlu menentukan asumsi pokok sebelum pelaksanaan
penelitian, yang dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan dan
penelitian.

15 | O n t o l o g i ; H a k i k a t a p a y a n g d i k a j i

Anda mungkin juga menyukai