Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Dasar Teori
II.1.1 Lemak dan minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol
dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda-beda),
yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air (Netti, 2002).
Struktur penyusun utama lipid dapat dilihat pada gambar II.1
trigliserida
asam lemak
gliserol
Pada makhluk tingkat tinggi biasanya asam lemak tak jenuhnya berikatan
rangkap antara atom karbon 9 dan 10, sedangkan tambahan ikatan rangkap lainnya
terletak antara C10 dan ujung terminal metil rantai karbon terebut. Asam lemak tak
jenuh yang terbanyak didapat pada makhluk tingkat tinggi ialah asam linoleat, asam
oleat, asam linolenat dan asam arakhidonat (Damanik, 2008).
Asam lemak merupakan senyawa pembangun senyawa lipida sederhana,
fosfogliserida, glikolipida, ester, kolesterol, lilin dan lain lain. Semua asam lemak
berupa rantai hidrokarbon tak bercabang dengan ujungnya berupa gugus karboksilat.
Asam lemak ini biasanya memiliki jumlah atom karbon genap, yaitu antara 14 sampai
22. Sedangkan asam lemak yang banyak dijumpai memiliki jumlah atom karbon 16
dan 18. Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah
asam palmitat, yaitu 15 50% dari seluruh asam asam lemak yang ada. Asam stearat
terdapat dalam konsentrasi tinggi pada lemak biji bijian tanaman tropis (Damanik,
2008).
Lemak dan minyak secara kimia adalah trigliserida merupakan bagian terbesar
dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Lemak dan minyak ini dalam
bidang biologi dikenal sebagai salah satu bahan penyusun dinding sel dan penyusun
bahan-bahan biomolekul. Dalam bidang gizi, lemak dan minyak merupakan sumber
biokalori yang cukup tinggi nilai kilokalorinya yaitu sekitar 9 kilokalori setiap
gramnya. Juga merupakan sumber asam - asam lemak tak jenuh yang esensial yaitu
linoleat dan linolenat. Disamping itu lemak dan minyak juga merupakan sumber
alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K
(Damanik, 2008).
Minyak goreng yang telah dipakai berulang-ulang sudah tentu tidak layak
untuk dipakai menggoreng akibat penurunan mutu minyak karena kerusakankerusakan. Minyak goreng bekas agar dapat dimanfaatkan kembali, perlu dimurnikan
sehingga kualitasnya akan naik. Salah satu cara peningkatan kualitas minyak goreng
bekas adalah dengan proses adsorpsi. Adsorben akan menyerap zat warna pada
minyak, suspensi koloid, serta hasil degradasi minyak. Barbagai macam adsorben
dapat digunakan untuk proses adsorpsi ini, antara lain fuller earth, activated clay,
bentonit, dan karbon aktif (Wahyu, 2014).
Penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang dengan pemanasan pada suhu
tinggi akan menyebabkan terbentuknya berbagai senyawa hasil oksidasi lemak berupa
senyawa alkohol, aldehid, keton, hidrokarbon, ester serta bau tengik yang akan
mempengaruhi mutu dan gizi bahan pangan yang digoreng. Minyak goreng bekas
merupakan limbah yang dapat diolah kembali dengan proses pemucatan menggunakan
adsorben (Julius, 2014).
Peningkatan kualitas minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan proses
adsorbsi. Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga
menyerap suspensi koloid, serta hasil degradasi minyak (Julius, 2014).
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan, misalnya
keripik kentang, kacang dan dough nut yang banyak dikonsumsi di restoran dan hotel
(Ketaren, 1986).
Bahan pangan digoreng merupakan sebagian besar dari menu manusia. Kurang
lebih 290 juta lb lemak dan minyak dikonsumsi tiap tahun untuk kripik kentang saja.
Menggoreng bahan pangan banyak dilakukan di Negara kita, yang merupakan suatu
metode memasak bahan pangan. Banyak jumlah permintaan akan bahan pangan
digoreng, merupakan suatu bukti yang nyata mengenai betapa besarnya jumlah bahan
pangan digoreng yang dikonsumsi oleh lapisan masyarakat dari segala tingkat umur
(Ketaren, 1986).
Minyak termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil) atau minyak
mengering (drying oil) misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak jagung,
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini
disebabkan karena minyak tersebut jika kontak dengan udara pada suhu tinggi, akan
cepat teroksidasi sehingga berbau tengik. Pemanasan minyak secara berulang-ulang
pada suhu tinggi dan waktu cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang
berbentuk padat dalam minyak (Ketaren, 1986).
Berbagai macam gejala keracunan, yaitu iritasi saluran pencernaan,
pembengkakan organ tubuh, depresi pertumbuhan dan kematian telah diobservasi pada
hewan yang diberi lemak yang telah dipanaskan dan teroksidasi (Ketaren, 1986).
Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi,
tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan digoreng (Ketaren, 1986).
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya
bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15 persen, belum
menghasilkan flavor yang tidak disenangi (Ketaren, 1986).
Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar dari 1 persen , jika dicicipi
akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun
intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam
lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal
ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan
jumlah atom C lebih besar dari 14 (C>14) (Ketaren, 1986).
Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6,
C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan
berlemak. Asam lemak ini pada umumnya terdapat dalam lemak susu dan minyak
nabati, misalnya minyak inti sawit (Ketaren, 1986).
Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak
dipanaskan dalam wajan besi (Ketaren, 1986).
Bila suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan.
Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai
flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar
secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan
dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga
suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu
lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan
sebagai minyak goreng (Winarno, 2004).
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan
penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik
asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan
membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap makin
baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar
gliserol bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan
turun, karena telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan
terjadinya hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu
yang tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan adalah
177oC - 221oC (Winarno, 2004).
Minyak dan lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak
berfungsi sebagai sumber cadangan energi (Ketaren, 1986).
Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitaminvitamin A, D, E, dan K. Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan
dengan kandungan yang berbeda beda, lemak dan minyak sering kali ditambahkan
dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan
pangan minyak dan lemak berfungsi sebagai media pengolahan bahan pangan, minyak
goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarine.
Disamping itu, penambahan lemak dimaksudkan juga untuk menambah kalori yang
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan seperti pada kembang gula,
penambahan shortening pada pembuatan kue-kue dan lain-lain. Lemak yang
ditambahkan kedalam bahan pangan atau dijadikan bahan pangan seperti daging, telur,
susu, apokat, kacang tanah, dan beberapa jenis sayuran mengandung lemak dan
minyak yang biasanya termakan bersama bahan tersebut (Damanik, 2008).
Lemak dan minyak tersebut dikenal sebagai lemak tersembunyi (invisible fat),
sedangkan lemak atau minyak yang telah diekstraksi dari ternak atau bahan nabati dan
dimurnikan dikenal sebagai lemak minyak biasa atau lemak kasat mata (visible fat).
Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak
nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada yang berbentuk padat (lemak)
yang biasanya berasal dari lemak hewan darat seperti lemak susu, lemak babi, lemak
sapi (Damanik, 2008).
Dalam proses menggoreng, udara merupakan faktor utama penyebab
kerusakan minyak goreng. Dalam proses penggorengan, kontak udara dengan minyak
sulit untuk dihindarkan (Ketaren, 1986).
Kerusakan minyak goreng selama proses menggoreng akan mempengaruhi
mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng. Minyak yang rusak akibat
proses oksidasi dan polimerisasi akan menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang
menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam
lemak esensial yang terdapat dalam minyak (Ketaren, 1986).
Jumlah asam lemak bebas semakin meningkat dengan lama waktu proses
penggorengan. Asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng digunakan sebagai
salah satu indikasi kualitas minyak goreng. Reaksi hidrolisis lebih mudah terjadi pada
minyak yang mengandung komponen asam lemak rantai pendek dan tak jenuh dari
pada asam lemak rantai panjang dan jenuh karena asam lemak rantai pendek dan tak
jenuh bersifat lebih larut dalam air. Penambahan minyak baru pada proses
penggorengan akan memperlambat terjadinya reaksi hidrolisis (Fauziah, 2013).
Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul lemak akibat pemanasan,
tergantung dari 4 faktor, yaitu (Ketaren, 1986):
1. lamanya pemanasan
2. suhu
3. adanya akselerator, misalnya oksigen atau hasil-hasil proses oksidasi
4. komposisi campuran asam lemak serta posisi asam lemak yang terikat
dalam molekul trigliserida.
Dengan adanya air, lemak dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak.
Reaksi ini dipercepat oleh basa, asam, dan enzim-enzim. Dalam teknologi makanan,
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
hidrolisis oleh enzim lipase sangat penting karena enzim tersebut terdapat pada semua
jaringan yang mengandung minyak. Dengan adanya lipase, lemak akan diuraikan
sehingga kadar asam lemak bebas lebih dari 10%. Hidrolisis sangat mudah terjadi
dalam lemak dengan asam lemak rendah (lebih kecil dari C14) seperti pada mentega,
minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa. Hidrolisis sangat menurunkan mutu minyak
goreng. Minyak yang telah terhidrolisis, smoke point-nya menurun, bahan-bahan
menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan
pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan
dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik
mutunya (Winarno, 2004).
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak
tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal
bebas yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu,
Fe, Co dan Mn (Winarno, 2004).
Terjadinya kenaikan kadar asam lemak bebas juga disebabkan oleh lamanya
penyimpanan. Selama penyimpanan, minyak dan lemak mengalami perubahan fisikokimia yang dapat disebabkan oleh proses hidrolisis maupun oksidasi. Penyimpanan
yang salah dalam jangka waktu tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan
trigliserida pada minyak lalu membentuk gliserol dan asam lemak bebas (Fauziah,
2013).
dibebaskan dari proses hidrolisis dari lemak. Asam lemak bebas ini biasanya
ditemukan dalam sel dalam jumlah yang besar (Rizki, 2013).
Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui kualitas dari
minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat dipergunakan untuk
mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam suatu bahan atau sampel.
Semakin besar angka asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak bebas dalam
sampel semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang terkandung dalam sampel
dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun karena proses pengolahan yang
kurang baik (Rizki, 2013).
Data departemen perindustrian (SNI 01-3741-1995), menyatakan bahawa
kadar air minyak goreng maksimal 0,30%. Syarat keadaan bau, warna, dan rasa dalam
taraf normal. Asam lemak bebas minyak goreng kemasan tidak lebih dari 0,30%
(Rizki, 2013).
x 100%
gram sampel x 1000
(1)
(Julisti, 2002).
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak
(Ketaren, 1986).
Minyak atau lemak yang akan diuji ditimbang 10-20 gram didalam erlenmeyer
200 ml. Ditambahkan 50 ml alkohol netral 95 persen, kemudian dipanaskan selama 10
menit dalam penangas air sambil diaduk (Ketaren, 1986).
Larutan ini kemudian dititar dengan KOH 0,1 N dengan indikator larutan
Phenolphtalein 1 persen didalam alkohol, sampai tepat terlihat warna merah jambu.
Setelah itu dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam
lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar
lebih dari 0,2 persen dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak
diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh (Ketaren, 1986).
Denga proses naturalisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan,
maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar
maksimum 0,2 persen (Ketaren, 1986).
II.1.8 Produksi Asam Lemak bebas
Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya
mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk
golongan lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida) sehingga
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut in aktif oleh
panas (Ketaren, 1986).
Organisme hidup enzim pada umumnya berada dalam bentuk zymogen in aktif,
sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral dan masih
utuh. Dalam organ tertentu, misalnya hati dan pankreas kegiatan proses metabolisme
cukup tinggi, sehingga menghasilkan jumlah asam lemak bebas (Ketaren, 1986).
Jika organisme telah mati, maka koordinasi sel-sel akan rusak, hidrolisa oleh
enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan
pada kondisi yang cocok, proses hidrolisa oleh enzim lipase akan lebih intensif
dibandingkan dengan enzim lipolitik yang dihasilkan oleh bakteri (Ketaren, 1986).
Indikasi dari aktivitas enzim lipase dalam organ yang mati dapat diketahui
dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Sebagai contoh ialah lemak daging ayam
yang mengandung lipase menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat, setelah
hewan tersebut dipotong. Contoh lain adalah burung yang baru mati mengandung
lemak dengan bilangan asam sekitar 0,2 namun setelah penyimpanan selama 24 jam
pada suhu 0C bilangan asam akan naik menjadi 0,5 (Ketaren, 1986).
Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam
jangka panjang dan terhindar dari proses oksidasi, ternyata mengandung bilangan
asam tinggi. Hal ini terutama disebabkan akibat kombinasi kerja enzim lipase dalam
jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba (Ketaren, 1986).
II.1.9 Titrasi asam basa
Metode ini mengandalkan timbulnya perubahan warna larutan. Indikator asam
basa merupakan suatu asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna yang
berbeda pada keadaan terdisosiasi maupun tidak. Karena digunakan dalam konsentrasi
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang rendah, indikator tidak menunjukkan perubahan yang besar pada titik ekivalen.
Titik dimana indikator berubah warna merupakan titik akhir titrasi. Untuk titrasi,
perbedaan volume antara titik akhir dengan titik ekivalen relatif kecil. Seringkali
kesalahan (error) pada perbedaan volume diabaikan. Seharusnya dalam kasus tersebut
diberlakukan faktor koreksi. Volume yang ditambahkan untuk mencapai titik akhir
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sederhana berikut:
VANA = VBNB
(2)
dimana V adalah volume, N adalah normalitas, A adalah asam, dan B adalah basa
(Winarto, 2013).
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut grain
alcohol, dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol. Hal ini disebabkan
karena memang etanol yang digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut,
bukan metanol, atau grup alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol yang digunakan
dalam dunia farmasi. Alkohol yang dimaksudkan adalah etanol. Sebenarnya alkohol
dalam ilmu kimia memiliki pengertian yang lebih luas lagi (Sainschem, 2012).
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol
saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Etanol
adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua. Etanol termasuk ke dalam alkohol
rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan
isomer konstitusional dari dimetil eter (Sainschem, 2012).
Beberapa penggunaan senyawa alkohol dalam kehidupan sehari-hari :
1.
Pada umumnya alkohol digunakan sebagai pelarut. Misalnya vernis.
2.
Etanol dengan kadar 76% digunakan sebagai zat antiseptik.
3.
Etanol juga banyak sebagai bahan pembuat plastik, bahan peledak, kosmestik.
4.
Campuran etanol dengan metanol digunakan sebagai bahan bakar yang biasa
dikenal dengan nama Spirtus.
Etanol banyak digunakan sebagai bahan dasar pembuatan minuman keras (Sainschem,
2012).
II.2
Aplikasi Industri
KUALITAS MINYAK BUNGA MATAHARI KOMERSIAL DAN MINYAK
HASIL EKSTRAKSI BIJI BUNGA MATAHARI (Helianthus annuus L.)
Dewa G. Katja
Pendahuluan
Bunga matahari (Healianthus annuus) merupakan tanaman yang berasal dari
Meksiko dan Peru Amerika Latin. Pada mulanya tanaman ini hanya dikenal sebagai
tanaman hias, namun kini manfaatnya luas. Salah satu produk utama bunga matahari
adalah biji-bijinya yang diolah sebagai bahan baku industri makanan berupa kwaci dan
penghasil minyak nabati.
Minyak biji bunga matahari merupakan salah satu jenis minyak nabati yang
pengembangannya masih terbatas di Indonesia. Beberapa industri di Indonesia masih
harus mengimpor minyak biji bunga matahari, tingginya impor minyak biji bunga
matahari di Indonesia disebabkan kurangnya pasokan dari dalam negeri, kualitas yang
belum memadai, dan kontinuitas hasil yang belum dapat diandalkan.
Komposisi minyak biji bunga matahari antara 23-45%. Minyak biji bunga
matahari mengandung asam linoleat 44-72% dan asam oleat 11,7%. Minyak biji bunga
matahari biasanya dimanfaatkan untuk bahan baku kosmetik, minyak goreng, dan
obat-obatan. Selain itu minyak biji bunga matahari termasuk golongan minyak rendah
kolesterol sehingga sangat baik untuk kesehatan.
Minyak dan lemak dapat mengalami penurunan kualitas baik waktu proses
maupun saat penyimpanan. Salah satu contohnya adalah timbul rasa tengik yang
disebabkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi yang akan membentuk senyawasenyawa yang akan menurunkan kualitas minyak dan lemak. Untuk itu penelian ini
bertujuan untuk memberikan informasi tentang kualitas minyak biji bunga matahari
komersial dan hasil ekstraksi, menghitung kadar air, kadar asam lemak bebas, dan
bilangan peroksida.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penelitian mengekstrak minyak dari biji
bunga matahari yang siap panen, dilanjutkan dengan menganalisa kualitas minyak asal
ekstraksi dan membandingkannya dengan minyak biji bunga matahari komersial.
Tujuan penelitian ini adalah memberikan informasi tentang kualitas minyak
biji bunga matahari hasil ekstraksi dan minyak biji bunga matahari komersial dengan
menghitung kadar asam lemak bebas.
Metodologi penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak biji bunga
matahari komersial (minyak hasil impor dari Filipina yang digunakan sebagai medium
dalam ikan kaleng, pada industri pengalengan ikan), biji bunga matahari, petroleum
eter, alkohol 96%, phenolpthalein (PP), NaOH, kertas saring, dan aquades.
Alat-alat yang dibutuhkan yakni seperangkat alat soklet, mantel pemanas,
cawan, oven, desikator, alat titrasi, nerasa analitik, blender kering, dan peralatan gelas
kimia.
Cara kerja pada analisis kadar asam lemak bebas dimulai dari tahap
pendahuluan meliputi pembersihan biji bunga matahari, pengeringan biji bunga
matahari dalam udara bebas, penghalusan dengan blender kering.
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tahap lanjutan yaitu ekstraksi minyak biji bunga matahari dilakukan dengan
metode ekstraksi pelarut yang menggunakan alat soxhlet. Ditimbang sekitar 40 gram
biji bunga matahi yang telah halus kemudian dimasukkan ke dalam kertas saring, pada
bagian atas dan bawah ditutup kapas, selanjutnya dimasukkan ke dalam alat soxhlet
dan diekstrak dengan petroleum eter sebanyak 250 ml selama 4 jam. Minyak kasar
hasil ekstraksi dipisahkan dari pelarut dengan cara diuapkan dari minyak yang
diperoleh dan ditimabang hingga beratnya konstan.
Dalam analisis kadar lemak bebas, ditimbang sebanyak 2,82 gram sampel
minyak dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambah 5 ml alkohol yang panas dan ditetesi
phenolpthalein, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampa berwarna merah
jambu yang tidak hilang selam 30 detik. Kadar asam lemak bebas dihitung dari hasil
rata-rata tiga kali ulangan.
V KOH x N KOH x BM Asam Lemak
% FFA =
x 100%
gram sampel x 1000
(3)
Minyak komersial
0,27
0,33
0,26
0,28
Tingginya kadar asam lemak bebas pada minyak biji bunga matahari diduga
karena adanya reaksi hidrolis yang disebabkan oleh lipase yang berasal dari
mikroorganisme, serta adanya sejumlah air yang terkandung dalam minyak tersebut
sehingga minyak dan lemak mudah terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak
bebas.
Selama proses ekstraksi, minyak dan lemak juga dapat terhidrolisis, pemanasan
yang digunakan selama proses ekstraksi dapat mengakibatkan enzim lipase yang
secara alami terdapat dalam jaringan tanaman menjadi aktif dan menyebabkan adanya
pembentukan asam lemak bebas dari lemak tanaman.
Berdasarkan hasil perhitungan kadar asam lemak bebas terhadap sampel biji
bunga matahari hasil ekstraksi dibandingkan dengan kualitas minyak yang ditetapkan
oleh perusahaan yaitu 0,08%. Hal ini berarti minyak biji bunga matahari hasil
ekstraksi belum memenuhi syarat.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis kualitas sampel minyak biji bunga matahari hasil
ekstraksi, dibandingkan dengan standar kualitas minyak biji bunga matahari komersial
oleh perusahaan, hasilnya belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Laboratorium Kimia Organik
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS