Anda di halaman 1dari 16

Pelaksanaan Optimalisasi dan

Dasar Hukum yang Membatasi


Dr. Khaira Amalia F, SE, Ak.MBA, MAPPI ( Cert )
Sekolah PascaSarjana
Magister Manajemen Properti dan Penilaian
USU MEDAN

1. Pendahuluan
Dalam upaya untuk mendukung optimalisasi pengelolaan

aset/ barang milik daerah dapat dilihat dari aspek pasar dan aspek
investasi.
Aspek pasar dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan aset,

khususnya tanah dan bangunan, yang paling sesuai dengan


kondisi pasar saat ini dan masa yang akan datang. Apabila kondisi
pasar akan permintaan tanah atau investasi cukup maka terlebih

dahulu perlu dilakukan analisis kinerja investasi yang ditunjukkan


dengan nilai Internal Rate of Return (IRR), payback periode, dan
indikator lainnya yang mencerminkan nilai investasi terbaik.

Lanjutan
Untuk melancarkan proses optimalisasi selain kondisi pasar dan mekanisme
investasi, yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan aset/barang milik daerah
anatara lain sebagai berikut :

Struktur kelembagaan dan sumber daya para pengelola aset/barang, karena


kelembagaan dan sumber daya akan menentukan berhasilnya optimalisasi
Menciptakan sistem dan mekanisme pengelolaan aset/barang milik daerah yang
terpadu, efisien, efektif, serta memiliki kewenangan dan otoritas yang jelas.
Membuat standar penggunaan barang/ aset yang akan dibeli oleh pemerintah
daerah dalam kerangka memenuhi prinsip efisien, efektif, serta ekonomis (value for
money) dalam pengadaan dan penggunaan, khususnya untuk mendapatkan return

on aset (ROA) yang tinggi dan optimal untuk mendukung operasional pemerintah.
Inventarisasi dan penilaian seluruh aset dan ditindaklanjuti dengan legalitas hukum
yang jelas.

Landasan hukum pengelolaan harus dioperasionalkan


Pengawasan dan pengendalian harus benar-benar ketat. Untuk tanah dapat bekerja
sama dengan Badan Pertahanan Nasional atau pihak lain dalam melakukan pemetaan
dalam suatu peta pertanahan yang terpadu dalam bentuk Sistem Informasi Geografis

(Geographic Information System GIS)


Penggunaan tanah oleh setiap embaga pemerintah harus memiliki standar luas
Tanah yang berasal dari sarana dan prasarana perumahan dan pemukiman harus
memiliki kepastian.

Menggali dan mengkaji potensi dan lokasi aset-aset yang dapat dikerjasamakan
dengan pihak investor sebagai sumber pendapatan daerah agar dalam jangka
panjang keuangan daerah tidak bergantung pada pajak, retribusi, maupun dana
perimbangan.
Mendukung peningkatan kemampuan manajemen dan bisnis institusi yang menguasai
dan mengelola aset daerah dalam upaya mengoptimalkan manfaat dan potensi yang
ada
Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam bidang manajemen
properti/ penilaian properti dan keuangan daerah.

Lanjutan
Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan
dalam optimalisasi aset/barang milik daerah,

yaitu sebagai berikut :


1. Nilai Aset

2. Fungsi Aset
3. Sistem dan prosedur pengelolaan aset

Lanjutan
1.

Nilai Aset
Untuk menilai harga wajar sebagaimana dimaksud, ada teori dan
ahli yang menyatakan apakah nilai tersebut wajar atau tidak. Secara

teoritis, yang dapat melakukan penaksiran atau penilaian terhadap


suatu aset adalah seorang penilai yang bersertifikat. Sertifikat penilai
dikeluarkan

oleh

instansi

yang

berwenang

yaitu

Departemen

Keuangan RI.
Untuk mengukur apakah sebuah nilai itu wajar atau tidak, dikenal
tiga pendekatan penilaian :

Pendekatan perbandingan harga pasar (sales comparison approach)

Pendekatan biaya (cost approach)

Pendekatan berdasarkan harga pendapatan (income approach)

Lanjutan
2.

Fungsi Aset
Setiap aset/barang yang dibeli atau diadakan pasti mempunyai
tujuan-tujuan akan difungsikan untuk apa. Apabila dalam suatu

pemerintah daerah terdapat suatu bidang kosong milik pemerintah


daerah yang sampai suatu waktu belum digunakan dan dianggap
terlantar (idle), maka selanjutnya pemerintah daerah harus memikirkan

pengoptimalan agar bisa menghasilkan pendapatan daerah.


Apabila pengadaan tanah tersebut adalah untuk kepentingan sosial
maka perlu dilakukan perubahan dari kepentingan sosial menjadi

kepentingan komersial dan harus sesuai dengan tata ruang.


Perubahan tersebut dilakukan dengan cara mengubah fungsi (alih
fungsi).

Lanjutan
3.

Sistem dan Prosedur Pengelolaan Aset


Dalam birokrasi pemerintahan yang begitu besar, biasanya
peraturan

yang

terkait

juga

banyak.

Peraturan

pengelolaan

ase/barang milik daerah yang saling berkaitan satu sama lain secara
teknis telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negri Nomor 17
Tahun 2007 yang diberi nama Pedoman Teknis pengelolaan Barang
Milik Daerah. Namun, peraturan tersebut juga terkait dengan
peraturan lainnya, seperti : peraturan penilaian, peraturan tentang
prosedur anggaran, peraturan tentang pengadaan barang/jasa.
Dengan banyaknya batasan, sistem dan prosedur dalam rangka
optimalisasi pengelolaan aset/barang milik daerah harus dapat
terpenuhi semua aspek yang terkait.

Optimalisasi
Untuk

melakukan

optimalisasi

aset

harus

dilakukan

invebtarisasi,

penilaian, serta pengkajian terhadap potensi aset yang ada dengan

menghimpun semua jenis aset/barang baik aset/barang yang bergerak


maupun aset/barang tidak bergerak. Hal ini sebagai upaya menyistematiskan
pengelolaan,

serta

memudahkan

aset/barang

yang

dapat

pemahaman

dikerjasamakan

dalam

atau

memilih

kriteria

aset/barang

untuk

dioperasionalkan dalam rangka melaksanakan fungsi pemerintahan serta


melakukan peningkatan status akan hak-hak pemerintah daerah terhadap
aset/barang tersebut.

Aset pemerintah dapat dilakukan pemanfaatan dengan cara :


1.

Sewa

2.

Kerja sama pemanfaatan

3.

Bangun guna serah (build operate transfer) dan bangun serah guna (build
transfer operate).

1. Sewa
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, arti sewa adalah pemakaian sesuatu
dengan membayar uang. Sementara itu, menurut peraturan Menteri Dalam Negri
Nomor 17 Tahun 2007, sewa adalah pemanfaatan barang milik daerah oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dengan menerima imbalan uang tunai.
Terkait dengan aset/barang milik daerah, maka penyewa harus membayarkan

sejumlah nilai uang kepada pemilik. Pengukuran nilai uang tersebut perlu
dilakukan agar memeperoleh nilai wajar.
Ada yang mengatakan bahwa nilai wajar untuk tanah itu adalah sesuai
dengan Nilai Jual Objek Pajak yang ditetapkan oleh Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan, tetapi ada juga yang mengatakan nilai wajar untuk tanah itu
adalah nilai yang berlaku di pasaran umum setempat, dan banyak yang
menganggap nilai wajar itu sangat subjektif. Untuk mengukur nilai wajar, peran

penilaian independen sangat diperlukan untuk membandingkan nilai wajar yang


ditafsirkan oleh masing-masing pihak terkait.

Lanjutan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah indikator dalam
pengenaan Pajak Properti. Pada umumnya didasarkan pada
nilai pasar properti yang bersangkutan. Penilaian NJOP tanah

dilakukan

dengan

cara

massal

dengan

terlebih

dahulu

membuat peta Zona Nilai Tanah (ZNT). Dalam pembuatan peta


ZNT, dipersyaratkan adanya data harga jual tanah dari

transaksi harga jual tanah dan bangunan yang berasal dari


Pejabat

Pembuat

Akta

Tanah

(PPAT),

notaris

dan

sebagainya,dan biasanya dilakukan penetapan NJOP pada


tanggal 1 Januari tahun pajak (Sidik,2000).

2. Kerja Sama Pemanfaatan


Pada dasarnya, kerja sama pemanfaatan tidak jauh berbeda dengan sewa.
Penyewaan aset daerah diberi batas waktu sangat pendek (hanya lima tahun) dan
dapat diperpanjang. Kerja sama pemanfaatan menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 17 tahun 2007 adalah pendayagunaan barang milik daerah oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan

daerah bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.


Pajak daerah adalah sumber utama pendapatan asli daerah. Namun pajak
pada suatu waktu pasti akan mencapai titik jenuh jika pertumbuhan ekonomi suatu
daerah juga jenuh, terutama ketika di suatu daerah sudah tidak ada lagi ruang
untuk membuka peluang sektor riil melakukan pembangunan seperti pabrik yang
mengolah barang baku menjadi barang jadi. Kerja sama pengelolaan antara
pemerintah daerah dan swasta dapat berupa kerja sama pemanfaatan aset

daerah, misalnya aset hotel bagi pemerintah daerah yang mempunyai hotel dll

Lanjutan
Cara kerja sama pemanfaatan menurut Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 17
Tahun 2007 meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1.

Mitra kerja sama ditetapkan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya


5 (lima) peserta/minta kecuali barang milik daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan
penunjukkan langsung; dengan tujuan untuk kepentingan umum dan penyerapan tenaga
kerja serta peningkatan pendapatan asli daerah.

2.

Membayar kontribusi tetap ke kas umum daerah setiap tahun selama jangka waktu
pengoperasian yang telah ditetapkan sesuai prosedur yang berlaku.

3.

Selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerja sama pemanfaatan dilarang menjaminkan
atau menggadaikan barang milik daerah yang menjadi objek kerja sama pemanfaatan
maksimal 30 tahun

4.

Nilai tanah dan/atau bangunan sebagai objek kerja sama ditetapkan sesuai NJOP dan/atau
harga pasaran umum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5.

Besaran investasi dari mitra kerja sama

3. Bangunan Guna Serah (BGS) dan


Bangunan Serah Guna (BSG)
Dalam nomenklatur Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007,
bentuk pemanfaatan selain kerja sama pemanfaatan juga terdapat pemanfaatan
model lainnya, yaitu bangun guna serah (BGS) dan bangun serah guna (BSG).
Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah
oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut
fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati, dan setelah berakhirnya jangka waktu tanah beserta

bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya diserahkan kembali. Sedangkan


bangunan serah guna adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh
pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan
setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain
dalam jangka waktu tertentu yang disepakati, sesuai Pemendagri Nomor 17 Tahun
2007 Pasal 1 ayat (31) dan (32).

Lanjutan
Proses bangun serah guna harus dilakukan dengan
pertimbangan minimal 3 (tiga) krteria, antara lain fungsi awal
aset atau sarana dan prasarana yang akan dimanfaatkan dalam

bentuk BGS. Apabila syarat perubahan fungsi sarana dan


prasarana

tersebut

terpenuhi,

proses

selanjutnya

dapat

dipertimbangkan untuk dilanjutkan. Syarat perubahan fungsi ini

telah dimuat dalam PP Nomor 33 tahun 2008, yaitu apabila


barang milik daerah berlebih atau idle maka secara ekonomis
menguntungkan pemerintah daerah dan sebagai pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dapat dilakukan perubahan
fungsi.

Sekian
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai