Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis
kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi
irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian ke 5
terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% dari populasi
dewasa.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam
tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, menumpukan
lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema,
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru.
Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang
mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua
kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan spesifik.
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia . meskipun aspek-aspek
paru tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan
dengan peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi
yangberkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam
bronchitis)dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema).
Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada
pasien lansia dengan PPOK.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian bronchitis
2. Klasifikasi bronchitis
3. Etiologi bronchitis
4. Patofisiologi bronchitis
5. Manifestasi Klinik bronchitis
6. Pemeriksaan Diagnostik bronchitis
7. Komplikasi bronchitis
8. Penatalaksanaan bronchitis
9. Pengertian emfisema
10. Klasifikasi emfisema
11. Etiologi emfisema
12. Patofisiologi emfisema
13. Manifestasi klinis emfisema
14. Komplikasi emfisema
15. Pemeriksaan diagnostik emfisema
16. Penatalaksanaan emfisema
17. Pengertian penyakit asma
18. Anatomi Dan Fisiologi saluran pernapasan
19. Klasifikasi penyakit asma
20. Etiologi penyakit asma
21. Patofisiologi penyakit asma
22. Manifestasi Klinik penyakit asma
23. Pemeriksaan Penunjang penyakit asma
24. Komplikasi penyakit asma
25. Penatalaksanaan Medis penyakit asma
26. Pencegahan penyakit asma
27. Asuhan keperawatan pada bronchitis
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian bronchitis
2. Untuk mengetahui Klasifikasi bronchitis
3. Untuk mengetahui Etiologi bronchitis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi bronchitis
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik bronchitis
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik bronchitis
7. Untuk mengetahui Komplikasi bronchitis
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan bronchitis

9. Untuk mengetahui Pengertian emfisema


10. Untuk mengetahui Klasifikasi emfisema
11. Untuk mengetahui Etiologi emfisema
12. Untuk mengetahui Patofisiologi emfisema
13. Untuk mengetahui Manifestasi klinis emfisema
14. Untuk mengetahui Komplikasi emfisema
15. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostik emfisema
16. Untuk mengetahui Penatalaksanaan emfisema
17. Untuk mengetahui Pengertian penyakit asma
18. Untuk mengetahui Anatomi Dan Fisiologi saluran pernapasan
19. Untuk mengetahui Klasifikasi penyakit asma
20. Untuk mengetahui Etiologi penyakit asma
21. Untuk mengetahui Patofisiologi penyakit asma
22. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik penyakit asma
23. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang penyakit asma
24. Untuk mengetahui Komplikasi penyakit asma
25. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Medis penyakit asma
26. Untuk mengetahui Pencegahan penyakit asma
27. Untuk mengetahui Asuhan keperawatan pada bronchitis

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. BRONCHITIS
A. Pengertian
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus)
(saluran udara ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit
menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia
lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan
atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti
Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya
(Gunadi Santoso, 1994).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh
inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama
dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran (
Ngastiyah, 1997 ).
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus.
Bronkhitis dapat bersifat akut maupun kronis ( Manurung, 2008 ).
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea
oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus
seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus
parainfluenza, dan coxsackie virus (Muttaqin,2008).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan,
Bronkitis adalah Suatu penyakit yang terjadi karena adanya peradangan pada
4

bronkus, gejala yang biasanya timbul batuk yang utama dan dominan, dan
biasanya penyakit ini disebabkan oleh Bakteri, Virus maupun menghirup zat
iritan. Bronkitis dapat bersifat akut dan kronik.
B. Klasifikasi
Bonkhitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Bronkhitis kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema
mukosa bronkus.pembentukan mucus yang meningkatkan mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif.batuk kronis yang disertai peningkatan
sekresi

bronkus

tampaknya

mempengaruhi

bronkeolus

yang kecil

sedemikian rupa sehingga bronkeolus tersebut rusak dan dindingnya


melebar (Price, 1995).
2. Bronkhitis akut merupakan imflamasi bronkus pada saluran nafas bawah
penyakit ini disebabkan oleh bakteri dan virus. bronkhitis akut dapat
sembuh sendiri dan berlangsung dalam waktu singkat. penyakit ini harus
dibedakan dengan bronkhitis kronis yang biasanya berkaitan dengan
penyakit paru obstruktif kronik (Chang, 2010).
3. Bronkhitis akut kondisi umum yang disebabkan oleh inveksi dan inhalan
yang mengakibatkan inflamasi lapisan mukosa percabangan trakeobronkial
(Tambayong, 2000).
4. Bronkhitis kronis inflamasi bronkus terus menerus dan peningkatan progesif
pada batuk produktif dan dispnea yang tidak dapat dihubungkan dengan
penyebab spesifik yang mengalami batuk produktif sepanjang hari selama
sedikitnya 3 bulan berturut-turut (Tambayong, 2000).
C. Etiologi
1. Bronkitis Akut
Virus yang menyebabkan flu atau pilek seringkali menyebabkan juga
bronkitis akut. Bronkitis akut dapat disebabkan karena non infeksi karena
paparan asap tembakau karena polutan pembersih rumah tangga dan asap.
5

Pekerja yang terkena paparan debu dan uap dapat juga menyebabkan
bronkitis akut. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas
dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
2. Bronkitis Kronik
Bronkitis akut dapat menyebabkan bronkitis kronik jika tidak
mengalami penyembuhan. Hal ini terjadi karena penebalan dan peradangan
pada dinding bronkus paru paru yang sifatnya permanen. Disebut bronkitis
kronis jika batuk terjadi selama minimal 3 bulan dalam setahun di dua tahun
berturut. Yang termasuk penyebab bronkitis kronik adalah :
a. Asma.
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
c. Infeksi,

misalnya

bertambahnya

kontak

dengan

virus,

infeksi

mycoplasma, hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.


d. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
e. Sindrom aspirasi.
f. Penekanan pada saluran napas
Terdapat 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis
yaitu rokok,infeksi, dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungannya
dengan faktor keturunan dan status sosial :
a. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronchitis terdapat
hubungan yang antara merokok dan penurunan VEP (volume ekspirasi
paksa)

detik.

Secara patologis

rokok

berhubungan

dengan

hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel


saluran pernapasan juga dapat menyebabkan bronchitis akut.
b. Infeksi Eksasebasi
Bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi vius
yangkemudian menyebakan infeksi sekundr bakteri. Bakteri yang isolasi

paling

banyak adalah

hemophilus

influenza

dan

sterptococus

pnemoniae.
c. Polusi
Polusi tidak begitu pengaruhnya sebagai factor penyebab tetapi
bila di tambahmerokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
adalah zat-zat pereduksi 02, zat-zat pengoksidasi seperti N20,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan
atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa -1 antitripsin yang
merupakan

suatu

problem,

diturunkan secara autosom resesif.

Kerja

dimana
enzim ini

kelainan ini
menetralisir

enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak


jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Factor social ekonomi
Kematian pada bronchitis ternyata lebih banyak pada golongan
sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan factor lingkungan dan
ekonomi yang lebih baik.
D. Patofisiologi
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan
inflamasi. Adanya iritasi yang terus

menerus menyebabkan kelenjar-kelenjar

mensekresi lendir sehingga lendir yang diproduksi semakin banyak,


peningkatan jumlah sel goblet dan penurunan fungsi silia. Hal ini menyebabkan
terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada bronkiolus. Alveoli yang
terletak dekat dengan bronkiolus dapat mengalami kerusakan dan membentuk
fibrosis sehingga terjadi perubahan fungsi bakteri. Proses ini menyebabkan
klien menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkhial
lebih lanjut dapat terjadi perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas.

Pada waktunya dapat terjadi perubahan paru yang irreversible. Hal tersebut
kemungkinan mangakibatkan emfisema dan bronkiektatis (Manurung, 2008).
E. Manifestasi Klinik
1. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis,
jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada
pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau
tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi
infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak
sedap.
Apabila terjadi

infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan

menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,


misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali,
puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3
bagian:
a. Lapisan teratas agak keruh.
b. Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah ).
c. Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak ( celluler debris ).
2. Hemaptoe
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi
akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah
(pecah) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai
dari yang paling ringan (streaks of blood) sampai perdarahan yang cukup
banyak (massif) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis (daerah
berasal dari peredaran darah sistemik).

Pada dry bronchitis (bronchitis kering), haemaptoe justru gejala satusatunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya
baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek
batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru,
bronchitis

(sekunder)

ini

merupakan

penyebab

utama

komplikasi

haemaptoe.
3. Sesak nafas (dispnue)
Pada sebagian besar pasien (50 % kasus) ditemukan keluhan sesak
nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya
bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan
destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA),
yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan
sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi (wheezing), akibat adanya
obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya.
4. Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit

yang berjalan kronik, sering

mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga


sering timbul demam (demam berulang)
5. Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh,
manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih
lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah
jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru
yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu kewaktu atau ronci basah
ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi
diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta
kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta
9

dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila


terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan
pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Bronkitis akut
Pemeriksaan sinar-X toraks mungkin memperlihatkan bronkitis akut.
2. Bronkitis kronik
a. Pemeriksaan fungsi paru
Respirasi (Pernapasan / ventilasi) dalam praktek klinik bermakna
sebagai suatu siklus inspirasi dan ekspirasi. Frekuensi pernapasan orang
dewasa normal berkisar 12 - 16 kali permenit yang mengangkut kurang
lebih 5 liter udara masuk dan keluar paru. Volume yang lebih rendah
dari kisaran normal seringkali menunjukkan malfungsi sistem paru.
Volume dan kapasitas paru diukur dengan alat berupa spirometer atau
spirometri.
Udara yang keluar dan masuk saluran pernapasan saat inspirasi dan
ekspirasi sebanyak 500 ml disebut dengan volume tidal, sedang volume
tidal pada tiap orang sangat bervariasi tergantung pada saat
pengukurannya. Rata-rata orang dewasa 70% (350 ml) dari volume tidal
secara nyata dapat masuk sampai ke bronkiolus, duktus alveolus,
kantong alveoli dan alveoli yang aktif dalam proses pertukaran gas.
b. Analisa gas darah
Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.
Pemeriksaan gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan
sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat
menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan,
10

tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian
analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan datadata laboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
PH normal 7,35-7,45
Pa CO2 normal 35-45 mmHg
Pa O2 normal 80-100 mmHg
Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
HCO3 normal 21-30 mEq/l
Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
Saturasi O2 lebih dari 90%.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk
menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi
penyakit paru obstruktif menahun.
d. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah).
Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan
tuberculosis paru.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak
sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian:
Lapisan teratas agak keruh
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)

11

Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak (celluler debris).(mutaqin, 2008)
G. Komplikasi
Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmonale, gagal
jantung kanan dan gagal pernapasan (Manurung, 2008).
Beberapa komplikasi yang ditemukan pada bronkhitis adalah:
1. Emfisema
Emfisema adalah akibat dari pelebaran sebagian atau seluruh bagian dari
asinus alveoli yang disertai dengan kerusakan dari sel pernapasan.
2. Kor pulmonale
Kor pulmonale didefinisikan sebagai suatu disfungsi dari ventrikel kanan
yang dihubungkan dengan kelainan fungsi paru atau struktur paru atau
keduannya.
3. Polisitemia
Adanya

batuk,sputum,dan

tanda-tanda

hipoksemia

pada

blublotter.eksaserbasi akut disebabkan oleh infeksi.pada auskultasi terdapat


ronki basah,baik pada ekspirasi maupun inspirasi.sesak nafas dan weizing
atau mengi merupakan tanda utama dari bronkhitis. bila sudah terdapat
komplikasi kor pulmonale,maka proknosis dari penyakit ini sudah buruk
(Rab, 1996) .
4. Pleuritis
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
5. Abses metastasis diotak
Akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
Sering menjadi penyebab kematian.
6. Sinusitis
Merupakan komplikasi yang sering terjadi dari penyakit bronkitis yang
sering ditemui dan pada penyakit gangguan saluran nafas lainnya.
12

H. Penatalaksanaan
1. Tindakan Medis.
a. Jangan beri obat antihistamin berlebih.
b. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial.
c. Dapat diberi efedrin 0,5 1 mg/KgBB tiga kali sehari.
d. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
e. Terapi khusus (pengobatan) :
-

Bronchodilator

Antimikroba

Kortikosteroid

Terapi pernafasan

Terapi aerosol

Terapi oksigen

Penyesuaian fisik

Latihan relaksasi

2. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lendir
a. Berjemur dipagi hari.
b. Sering mengubah posisi.
c. Banyak minum.
d. Inhalasi
e. Nebulizer
f. Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
g. Menghindari merokok
h. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
i. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
j. Nutrisi yang baik.
k. Hidrasi yang adekuat.
13

II. EMFISEMA
A. Pengertian
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveoli. Emfisema Paru didefinisikan
sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar Bronkiolus terminal dengan
kerusakan dinding alveoli.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
B. Klasifikasi
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru-paru
1.

PLE (Panlobular Emphysema/panacinar)


Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan umumnya juga merusak
paru-paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus
alveolar, dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang,
dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis
mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini
mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru.
PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer,
Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan
bronchitis kronik.
Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui
adanya devisiensi enzim alfa 1-antitripsin.Alfa-antitripsin adalah anti
protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan
terhadap protease yang terbentuk secara alami (Cherniack dan cherniack,
1983). Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar,
dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang
hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat
14

badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul
pada perokok.
2.

CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar)


Perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan
perifer dari asinus tetap baik. Merupakan tipe yang sering muncul dan
memperlihatkan kerusakan bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru
atas. Inflamasi merambah sampai bronkhiolus tetapi biasanya kantung
alveolus tetap bersisa. CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian
bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar,
bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.
Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru,
tapi cenderung menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio
perfusi-ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan
CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah
kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada
mereka yang tidak merokok.

3.

Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat
juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup
pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar
sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa
dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus
tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi
keluarnya udara.

15

C. Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
anti

elastase

supaya

tidak

terjadi

kerusakan

jaringan.Perubahan

keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru


akan berubah dan timbul emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran
pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat
sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada
obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu
menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus
influenzae dan streptococcus pneumonia.

16

5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
D. Patofisiologi
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu
penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.
Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.
Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik
yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim
proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik
elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic
paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase
yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan
elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu
system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1
globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan
emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara
tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra
17

pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru
kedalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah
paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih
cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta
dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak
seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul
hipoksia dan sesak nafas.
E. Manifestasi klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun. Biasanya dimulai
pada seorang pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun
kemampuan kerja beratnya mulai menurun dan mulai timbul perubahan pada
saluran napas kecil dan fungsi paru mulai berubah antara lain berupa kenaikan
closing volume. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif dan VEP1
(Volume ekspirasi paksa 1 detik) menurun. Sesak napas, hipoksemia dan
perubahan spirometri sudah terjadi pada umur 45-55 tahun. Pasien sering
berulang-ulang mendapat infeksi saluran napas bagian atas, sehingga sering atau
sama sekali tidak dapat bekerja. Pada umur 55-65 tahun sudah ada kor
pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia.
Keluhan utama pada pasien emfisema adalah sesak napas, batuk berdahak tidak
begitu mencolok. Pasien dengan emfisema paru dominan biasanya mempunyai
riwayat sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sedikit sputum
mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mokopurulen dan kental.
Bila disertai hemoptisis, harus dipikirkan penyakit lain seperti tuberkulosis,
bronkiektasis, atau tumor.

18

F. Komplikasi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis
Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru yaitu :
a) Gambaran defisiensi arteri
Terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula
1) OverinflasI
Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, bahkan
kadang-kadang terlihat konkaf. Pada pemeriksaan sinar tembus
gerakannya berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah
(trapped air) yaitu jarak antara sternum dan pinggir depan aorta
asendens. Juga sternum lebih melengkung, penambahan kifosis,
tulang iga lebih mendatar dan melebar
2) Oligoemia
Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke
distal. Mungkin disebabkan karena darah yang mengalir ke bagian
bawah paru uang emfisema sangat berkurang, disebabkan karena
darah dialirkan ke bagian atas paru.
3) Bulae
Sering terdapat pada pasien emfisema paru.

19

b) Corakan paru yang bertambah


Lebih sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan
blue bloaters
2. Pemeriksaan faal/fungsi paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analis gas darah
Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien
emfisema paru sehingga PaCo2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin
pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
H. Penatalaksanaan
1. Penyuluhan
Penyuluhan tentang emfisema paru kepada para pasien sangat penting.
Harus diterangkan hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang
harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a) Rokok

Merokok harus dihentikan, meskipun sukar, penyuluhan dan usaha yang


optimal harus dilakukan.
b) Menghindari polusi lingkungan

Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik,


terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang
berbahaya terhadap saluran napas.
c) Vaksin

Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap


influensa dan infeksi pneumokokus.

20

3) Terapi farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan napas yang masih
mempunyai

komponen

yang reversibel meskipun sedikit. Dengan

pengurangan obstruksi sedikit saja akan sangat membantu pasien, hal ini
dapat dilakukan dengan :
a) Pemberian bronkodilator yaitu golongan teofilin dan golongan antagonis

B2. Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kgBB


per oral. Dalam pemberian obat ini harus diperhatikan kadar teofilin
dalam darah karena metabolisme teofilin sangat bervariasi pada setiap
individu. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L. Pasien
emfisema yang sudah berusia lanjut, apalagi bila disertai kelainan
jantung, dapat menyebabkan ekskresi teofilin lebih menurun. Sedangkan
golongan antagonis B2 sebaiknya diberikan secara aerosol atau
nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun
oral sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.
b) Pemberian kortikosteroid yang dapat mengurangi obstruksi saluran

napas. Pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu, bial tidak ada


respons, pemberian dapat dihentikan.
c) Mengurangi sekresi mukus yang dapat dilakukan dengan minum cukup

supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer, menggunakan


ekspektoran (gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida),
nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air dapat menurunkan viskositas
dan

mengencerkan

sputum,

menggunakan

mukolitik

misalnya

asetilsistein atau bromheksin.


4) Pemberian O2 jangka panjang
Hipoksia kronik dapat menyebabkan vasospasme dan hipertensi pulmonal,
serta polisitemia sehingga terjadi kor pulmonal. Pemberian O2 dalam jangka
panjang akan memperbaiki hal-hal tersebut, disertai kenaikan toleransi

21

latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu
tidur atau waktu latihan.

22

III. PENYAKIT ASMA


A. Pengertian
Istilah asma berasal dari kata yunani yang berati terengah-engah dan
berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk
menyatakan gambaran klinis napas pendek tampa memandang sebabnya,
sekarang istilah ini hanya ditujukan untuk keadaan-keadaan abnormal saluran
napas terhadap berbagai rangsangan yang meyebabkan penyempitan jalan napas
yang meluas (Price, Sylvia : 2006) .
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu. (Brunner : 2002).
Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai oleh terjadinya
penyempitan bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode
penyempitan bronkus tersebut terdapat keadaan ventilasi yang normal (Price,
Sylvia : 2006) .
B. Anatomi Dan Fisiologi saluran pernapasan
Menurut Ferial (2012), Organ penyusun sistem pernapasan pada manusia
terdiri dari :
1. Nasal
2. Faring
3. Laring (pangkal tenggorok)
4. Trakea (batang tenggorok)
5. Bronkus primer (cabang tenggorok)
6. Bronkiolus
7. Alveoli
8. Paru.

23

Gambar 1. Sruktur Anatomis Sistem Pernapasan Pada Manusia


1. Rongga hidung dan nasal
Hidung adalah proyeksi anterior wajah, ditutupi oleh kulit: ruang
internal dalam hidung mengandung bukaan untuk masuknya udara ke dalam
sistem pernapasan; dibagi lagi menjadi bagian kiri dan kanan oleh septum
hidung di garis tengah; conchae hidung dipasangkan di dinding lateral
rongga hidung membuat turbulensi udara. Saluran pernapsan dari hidung ke
bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga
hidung udara di saring, dihangtkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel
thoraks bertingkat, bersilia dan sel globet. Poermukaan epitek diliputi oleh
lapisan mukus yang disekresi oleh sel globet dan kelenjar mukosa, partikel
debu yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang
hidung, sedangkan partikel yanghalus akan terjerat dalam lapisan mukus.
Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalm rongga hidung,
dan ke superior di dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring
(Mckinley : 2006).

24

2. Faring
faring adalah jalan umum dari kedua pernapasan dan sistem
pencernaan. menerima udara dari rongga hidung dan udara, makanan, dan
air dari mulut. Inferior, faring menyebabkan seluruh sistem pernapasan
melalui pembukaan ke larying dan ke sistem pencernaan melalui
kerongkongan. Faring dapat dibagi menjadi tiga wilayah yaitu nasopharyng,
oropharin, dan laryngopharyng (Stphens,Seeley : 2005).

Gambar 2. Faring
Nasopharingx adalah bagian superior pharing dan memanjang dari
choane rongga hidung untuk tingkat anak lidah, sebuah proses lunak yang
membentang dari tepi posterior langit-langit lunak. Langit-langit lunak
membentuk lantai nasopharing tersebut. Nasopharingx ini dilapisi dengan
epitel kolumnar semu bersilia yang berkelanjutan dengan rongga hidung.
Tabung pendengaran memperpanjang dari telinga tengah dan terbuka ke
nasopharing (Mckinley : 2006).
Oropharing meluas dari anak lidah untuk epiglotis, dan engkau rongga
mulut membuka ke oropharingx tersebut. Jadi makanan, minuman, dan
udara semua melewati oropharyngx tersebut. oropharyngx ini dilapisi
dengan epitel spuamous bertingkat, yang melindungi terhadap abrasi. Dua
set amandel, amandel Palatino dan tonsil lingual, terletak dekat pembukaan

25

antara mulut dan oropharingx tersebut. Thye palatina amandel terletak di


dinding lateral yang dekat perbatasan rongga mulut dan oropharingx
tersebut. The amandel bahasa terletak pada permukaan bagian posterior
lidah. Laryngopharing melewati posterior ke laryngs dan memanjang dari
ujung epiglotis ke kerongkongan. laryngopharingx ini dilapisi dengan epitel
skuamosa berlapis dan epitel kolumnar bersilia(Mckinley : 2006).
3. Laring (pipa suara)
Laring merupakan organ yang dilewati oleh udara respirasi dan
mengalami modifikasi untuk dapat menghasilkan suara. Dibentuk oleh
kartilago, ligamentum, otot dan merman mucosa. Terletak di sebelah ventral
faring, berhadapan dengan vertebra cervikalis 3-6. Posisi laring dipengaruhi
oleh

geraakn

meenghubungkan

kepala,

proses

menelan

dan

phonasi.

Laringn

faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek

berbentuk seperti kotak triangular dan ditoopang oleh Sembilan kartilago,


tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan (Stphens,Seeley : 2005).

Gambar 3. Laring
4. Trakea (pipa udara

26

Gambar 4. Trakea
Tuba dengan panjang 10cm sampai 12 cm dan diameter 2,5cm serta
terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari
laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima,
kemudian membelah menjadi dua bronkus utama (Ferial: .2012).
5. Bronkus primer (cabang tenggorok)

Gambar 5. Bronkus
a.

Bronkus primer kanan (utama) berukuran lebih pendek, lebih tebal,dan


lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta
membelokkan trakea bawaah ke kanan. Objek asing yang masuk ke
dalm trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.

b.

Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk


bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil.

c.

Bronki disebut ekstrapulmonar sampainmemasuki paru-paru, setelah


itu di sebut intrapulmonary.
27

d.

Struktur mandasar dari kedua paru-paru adalah percabangaan


bronchial yang selaanjutnya bronki, bronkiiolus terminal, bronkiolus
respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli (Ferial:2012).

6. Bronkiolus

Gambar 6. Bronkious
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Paad bronkioli tak terdapat cinta lagi , dan pada
ujung bronkioli terdapaat gelembung paru/ gelembung hawa atau alveoli
(Ferial : 2012.)
7. Alveoli

Gambar 7. Alveoli
Gelembung udara mikroskopik paru-paru, alveolus, merupakan
struktur berdinding tipis dan alastis yang tersusun mengumpul di ujung
bronkiolus napas. Mereka manyerupai seikat anggur, walaupun sebenarnya

28

beberapa bagian alveolus saling menyatu dengan yang lain. Sel-sel darah
putih yang disebut makrofag selalu ada di permukaan dalam alveolus,
tempat mereka mamakan dan menghancurkan zat-zat iritan seperti bakteri,
zat kimia dan debu.
8. Paru

Gambar 8. Paru
Menurut Ferial,W,Eddyman (2012), Paru-paru adalah struktur spons
dimana pertukaran gas berlangsung. Setiap paru dikelilingi oleh sepasang
membran pleura. Antara membran adalah cairan pleura, yang mengurangi
gesekan saat bernapas. Saluran pernapasan dibagi menjadi sekitar satu juta
bronkiolus. Ujung-ujung bronkiolus adalah kantung udara berongga disebut
alveoli. Ada lebih dari 700 juta alveoli di paru-paru. Hal ini sangat
meningkatkan luas permukaan dimana pertukaran gas terjadi. Sekitar alveoli
adalah kapiler. Paru-paru menyerah oksigen mereka ke kapiler melalui
alveoli. Demikian juga, karbon dioksida diambil dari kapiler dan masuk ke
alveoli.
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memilki tiga lobus : lobus
pulmo dextra superior, lobus media. Dan lobus inferior
a. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapaai bagian atas iga
pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas

29

diafragma, sebuah permukaan mediastuinal (medial) yang terpisah dari


paru lain oleh mediastinum. Dan permukaan kostal terletak di antara
kerangka iga.
b. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan
keluarnya pembuluh darah bronki,pulmonary, dan bronchial dari paru.
9. Pleura
Membran penutup yang membungkus setiap paru.
a. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma,
mediastinum)
b. Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal
bagian bawah paru.
c. Rongga pleural (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura
parietal dan visceral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas.
d. Rtesesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan
paru . area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu
permukaan ke permukaan lain. Saat bernapas, paru-paru bergerak ke
luar masuk area ini.
1.) Resesus pleura kostomediastinalis teerletak di tepi anterior kedua
sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke
permukaan lateral mediastinum.
2.) Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua
sisi pleura di antara diafragma

dan permukaan kostal internal

toraks.
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu (Price : 2006) :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
30

(antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering


dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh
karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di
atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti flu biasa, latihan fisik, atau
emosi). Asma instrisik lebih sering timbul sesudah usia 40 tahun, dan serang
timbul sesudah infeksi sinus hidung atau pada percabangan trakea
bronkhial. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma campuran
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk asma ekstrinsik dan instrisik. Sebagaian besar pasien asma instrisik
akan berlanjut menjadi bentuk campuran; anak yang menderita asma
ekstrinsik sering sembuh sempurna saat dewasa muda.
D. Etiologi
Menurut Sundaru (1995), faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan
asma bronkhiale atau sering disebut sebagai faktor pencetus adalah :
1. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma, misalnya debu rumah, tungau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, serpih kulit kucing, bulu
binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
2. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influensa merupakan
salah satu faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhiale.

31

Diperkirakan dua pertiga pasien asma dewasa serangan asmanya


ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas.
3. Stress psikologik
Stress psikologik bukan sebagai penyebab asma tetapi sebagai
pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat Stress psikologik tetapi
tidak menjadi penderita asma bronkhiale. Faktor ini berperan mencetuskan
serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal ini
lebih menonjol pada wanita dan anak-anak .
4. Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma bronkhiale akan mendapatkan serangan asma
bila melakukan olahraga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan
bersepeda paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena kegiatan jasmani (Exercise Induced Asthma / EIA) terjadi setelah
olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olahraga.
5. Obat-obatan
Beberapa pasien asma bronkhiale sensitif atau alergi terhadap obat
tertentu seperti penicillin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6. Polusi udara
Pasien

asma

sangat

peka

terhadap

udara

berdebu,

asap

pabrik/kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran


sulfur dioksida dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
7. Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 15% pasien asma bronkhiale pencetusnya adalah
lingkungan kerja (Sundaru H., 1991). Beberapa zat yang didapat di tempat
pekerjaan yang dapat mencetuskan serangan asma seperti pada tabel berikut
:

32

Pencetus

Lokasi

a. Bulu dan serpih kulit binatang

a. Laboratorium

b. Enzim bakteri subtilis

hewan

peternakan

c. Debu kopi dan teh

b. Industri detergen

d. Debu kapas

c. Pengolahan kopi dan teh

e. Toluen diisosianat

d. Industri tekstil

f. Debu

gandum

dan

padi-

padian
g. Amoniak,

e. Industri plastik
f. Pabrik roti dan bongkar muat

sulfur

dioksida,

di gudang gandum dan padi-

asam klorida, klorin.


h. Garam platina
i. Ampisiln,
piperasin.

dan

padian
g. Industri

spiramisin,

kimia

dan

perminyakan
h. Pemurnian Platina
i. Industri Obat-obatan

8. Lain-lain
Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang
mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu
lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat),
bahan pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning (tartarazin).
Dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis,
rinitis dan regurgitasi asam lambung.
E. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen.
Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja sebagai
Antigen Presenting Cells (APC). Setelah Alergen diproses dalam sel APC,
kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel TH. Sel APC melalui

33

penglepasan Interleukin I (IL-1) mengaktifkan sel TH, melalui pelepasan IL-2


oleh sel TH yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk Ig-E (Sundaru : 2001).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastoit yang ada dalam jaringan
dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua
sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk Ig-E. Sel eosinofil,
makrofaq dan trombosit juga memiliki reseptor untuk Ig-E tetapi dengan
afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel mastoit dan basofil
dengan Ig-E pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala . Bila
proses ini terjadi pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru
menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah
ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk
Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP
(Corwin : 2010).
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi
sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi
: histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic
chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan bradikinin. Hal ini akan
menyebabkan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik
saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan
bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam
terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran
nafas , peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.
Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang
tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap
yang sangat lanjut (Sundaru : 2001).

34

F. Manifestasi Klinik
Manifestasi asma mudah dikenali, setelah pasien terpajan alergen
penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dipsnea. Pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh untuk
mengerahkan tenaga untuk bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan
anatomis yang telah dijelaskan, bahwa kesulitan utama terletak saat ekspirasi.
Percabangan trakea bronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi
sulit untu memaksakan udara kelura dari bronkiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai
tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat
penyumbatan sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi
ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan (Price : 2006).
G.

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa pemeriksaan untuk membantu dalam
mendiagnosa penyakit asma antara lain :
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Pengukuran fungsi paru (spirometri), untuk menunjukkan adanya
obtruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas
bronchus (histamine, metakolin, allergen, keg.jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata).
c. Pemeriksaan kulit, untuk menunjukkan adanya antibody lg E yang
spesifik dalam tubuh.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD)

35

Hanya

dilakukan

pada

serang

asma

berat

karena

terdapat

hipoksemia,hiperkapnia, dan asidosis respiratorik.


b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serang asma yang
berat, karena hanya reaksi yang berat saja yang menyebabkan
transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok selsel epitel dari perlekatanya. Pewarnaan gram penting untuk melihat
adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuiti kultur dan uji resistensi
terhadap antibiotik.
c. Sel eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 10003000/mm3 baik asma instrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung
eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai
penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukan pengobatan yang
tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm3 terjadfi akrena adanya
infeksi. SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat
hipoksia atau hiperkapnea.
3. Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronkial biasanya
normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti
pneumothoraks,pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
H. Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasem bronkiolus berkepanjangan
yang mengancan jiwa yang tidak dapat dipulihkan dengan pengobatan dapat
terjadi pada beberapa individu. Pada kasus ini ketrja pernapasan bisa sangat
meningkat, kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu serangan asma
36

tidak dapat memenuhi kebutuhan oksiegn normalnya, individu semakin tidak


sanggup memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk berinspirasi dan berekspirasi melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental. Situasi ini dapat menyebabkan
pneumotoraks akibat besarnya tekanan untuk melakukan ventilasi. Apabila
indivdu kelelahan, dapat terjadi asidosis respiratorik, gagal napas, dan kematian
(Corwin : 2010).
I. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan untuk penyakit asma menurut Muttaqin (2008) ada 2 yaitu :
1. Pengobatan nonfarmakologi

a. Penyuluhan, penyuluhan ini di tujukan untuk peningkatan pengetahuan


klien tentang penyakit asma, sehingga klien secara sadar menghindari
faktor-faktor

pencetus,

menggunakan

obat

secara

benar,

dan

berkonsultasi pada tim kesehatan.


b. Menghindari factor pencetus, klien perlu di bantu mengidentifikasi
pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya, di ajarkan cara
menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan
yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi. Dapat di gunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus,
ini dapat di lakukan dengan postural drainase, perkusi, fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologi

a. Agonis beta: metraproterenol (alupent, metrapel), pirbuterol, albuterol.


Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat diberikan sebanyak 3-4 x
semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan ke dua adalah 10 mnt.
b. Metilxantin , dosis dewasa di berikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan
metilxantin adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini di berikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan
respons yang baik, harus di berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
37

aerosol dengan dosis 4 x semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam


jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat
steroid jangka lama harus di awasi dengan ketat.
d. Kromolin dan iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat
pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropium bromide
di berikan 1-2 kapsul 4x sehari.
J. Pencegahan
Pencegahan asma lebih berfokus kepada lebih mencegah agar serangan
asma tidak datang kembali dan mencegah memburuknya kondisi asma
penderitanya. Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah fatangnya serang asma seperti (Mansyoer : 2000) :
1. Menjaga kesehatan
Menjaga kesehatan merupakan usaha yang tidak terpisahkan dari
pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah dan kurang gizi, tidak saja
mudah terserang penyakit tetapi juga berarti mudah untuk mendapatkan
serangan asma beserta komplikasinya. Usaha menjaga kesehatan iini antara
lain berupa makan-makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak,
istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
2. Menjaga kebersihan lingkungan
3. Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat mempengaruhi
timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah misalnya sangat penting
untuk diperhatikan sebaiknya rumah punya sistem penyaring udara,
penyaring udara (air filter) dapat membantu menyingkirkan berbagai pemicu
asma seperti debu-debu kecil, serbuk sari, jamur, serta zat-zat alergen
lainya. Pelembab udara,pelembab udara (humidifier) adalah alat untuk
meningkatkan kelembapan dengan menyemprotkan uap air ke udara. Alat
ini hampir mirip seperti AC. Bagi penderita asma alat ini mungkin dapat
meringankan gejala-gejala asma yang mungkin muncul.

38

4. Menghindari pemicu asma


Biasanya serangan asma datang setelah penderitanya mengirup sesuatu zat
yang menjadi pemicu atau zat-zat alergen yang berada di lingkungan.
5. Obat-obatan pencegah asma
Obat-obatan untuk penyakit asma pada umumnya adalah inhaler (obat
hirup) dan obat oral.

39

IV. ASUHAN KEPERAWATAN PADA BRONCHITIS


A. Pengkajian
1. Anamnesis
Keluhan utama pada klien dengan bronchitis meliputi batuk kering dan
produktif dengan sputum purulen,
2. riwayat kesehatan
a. Keluhan utama:
Batuk persisten,produksi sputum seperti warna kopi,disnea dalam
beberapa keadaan,weizing pada saat ekspirasi,sering mengalami
infeksi pada system respirasi.
b. Riwayat kesehatan dahulu:
Batuk atau produksi sputum selama beberapa hari kurang lebih 3 bulan
dalam 1 th.dan paling sedikitdalam 2 th berturut-turut.adanya riwayat
merokok.
c. Riwayat kesehatan keluarga:
Penelitian terahir didapatkan bahwa anak dari orang tua perokok dapat
menderita penyakit pernafasan lebih sering dan lebih berat serta
prefalensi terhadap gangguan pernapasan lebih tinggi.selain itu,klien
yang tidak merokok tetepi tinggal dengan perokok (perokok pasif)
mengalami

peningkatan

kadar

karbon

monoksida

darah.dari

keterangan tersebut untuk penyakit familial dalam hal ini bronchitis


mungkin berkaitan dengan polusi udara rumah,dan bukan penyakit
yang diturunkan.(mutaqin,2008)
B. Diagnose Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum dan broncospasme.
2. Gangguan pertukaran gas dengan perubahan supple oksigen
3. Gangguan nutrisi:kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea dan anoreksia.
40

4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplei


oksigen.
C. Intervensi
Diagnose 1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum dan bronkospasme
Tujuan: bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Sputum tidak ada
2. Bunyi napas vesikuler
3. Batuk berkurang atau hilang
4. Sesak napas berkurang atau hilang
5. Tanda-tanda vital normal
Intervensi:
1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas kecepatan irama, kedalaman dan
penggunaan otot bantu pernapasan.
Rasional: memantau adanya perubahan pola napas
2. Kaji posisi yang nyaman untuk klien, misalnya posisi kepala lebih
tinggi

( semi fowler ).

Rasional : posisi semi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam


tubuh
3. Ajar dan anjurkan klien latihan nafas dalam dan batuk efektif

Rasional : mengajarkan batuk efektif agar pasien mandiri


4. Pertahankan hidrasi adekuat, adupan cairan 40-50cc/ kg bb/ 24 jam
Rasional : mencegah adanya dehidrasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika tidak ada kontrak indikasi.
Rasional : fisioterapi dada mempermudah pengeluaran secret
6. Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan mukolitik
41

Rasional : untuk menurunkan spasme jalan napas dan produksi mukosa.


Diagnosa2
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan suplai oksigen.
Tujuan: gangguan pertukaran gas teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan Selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil:
1. Nilai analisa gas darah dalam batas normal.
2. Kesadaran komposmentis.
3. Klien tidak bingung
4. Sputum tidak ada
5. Sianosis tidak ada
6. Tanda fital dalam batas normal
Intervensi
1. Pertahankan posisi tidur fowler
Rasional : posisi fowler memperlancar sirkulasi pernapasan dalam tubuh
2. Ajarkan klien pernapsan diagframatik dan pernapasan bibir.
Rasional : untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas
3. Kaji pernapasan, kecepatan dan kedalaman serta penggunaan otot bantu
pernapasan
Rasional: berguna dalam evalusai derajat pernapasan dana/atau kronisnya
proses penyakit.
4. Kaji secara rutin warna kulit dan membran mukosa

Rasional:indikasi

langsung

keadekuatan

volume

cairan,meskipun

membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen
tambahan.
5. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum, penghisapan lendir jika

diindikasikan
Rasional: untuk membantu melancarkan jalannya pernapasan
6. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat adanya perubahan

42

Rasional: Dengan mengetahui tingkat kesadaran atau status mental klien,


sehingga memudahkan tindakan selanjutnya.
Diagnosa 3
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi
sputum
Tujuan : nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x
24 jam
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
2.

Menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan


dan atau mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi
1. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan anoreksia
Rasional: menentukan penyebab masalah
2.

Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan serta ciptakan


lingkungan yang bersih dan nyaman
Rasional: menghilangkan tanda bahaya, rasa bau dari lingkungan
pasien dan dapat menurunkan mual

3. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering


Radional: dapat meningkatkan nutrisi dalam tubuh meskipun napsu makan
berkurang
4. Timbang berat badan klien setiap minggu
Rasional:

Berguna

menentukan

kebutuhan

kalori

dan

evaluasi

keadekuatan rencana nutrisi


5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan komposisi diet
Rasional: berguna untuk kestabilan dan gizi yang masuk untuk pasien
Diagnosa 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan
43

Tujuan: klien dapat melakukan aktifitas secara mandiri setelah dilakukan


tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil:
1. Klien melakuakan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan
2. Klien dapat bergerak secara bebas
3. Kelelahan berkurang atau hilang
4. Tonus otot baik menunjukkan angka 5
Intervensi
1. Kaji aktifitas yang dilakukan klien
Rasional: mengetahui perkembangan aktivitas day living
2. Latih klien untuk melakukan pergerakan aktif dna pasif
Rasional: supaya otot-otot tidak mengalami kekakuan
3. Berikan dukungan pada klien dalam melakukan latihan secara teratur,
seperti: berjalan perlahan atau latihan lainnya.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan O2
4. Diskusikan

dengan

klien

untuk

rencana

pengembangan

latihan

berdasarkan status fungsi dasar


Rasional: untuk memberikan terapiyang sesuai pada status pasien saat ini
5. Anjurkan klien untuk konsultasi denan ahli terapi
Rasional: menentukan program latihan spesifik sesuai kemampuan klien

D. Implementasi
No Diaganosa
1

waktu

Bersihan jalan Senin


nafas

tidak 16/06/2014

efektif
berhubungan

Jam 09.00

Implementasi
a. Mengkaji

Evaluasi
fungsi

pernapasan: bunyi napas


kecepatan
kedalaman

irama,
dan

S: - klien mengatakan
Sesak napas berkurang
atau hilang
- Batuk berkurang
atau hilang

44

dengan

penggunaan otot bantu

peningkatan

pernapasan.

produksi

H: semua sudah normal

sputum

dan Jam 09.30

broncospasme.

b. Mengkaji

posisi

yang

nyaman

untuk

klien,

misalnya

posisi

kepala

lebih tinggi

O: tidak ada
sputum
A: masalah teratasi
P: pertahankan
intervensi

( semi

fowler ).
H: klien melakukan dan
nyaman
Jam 10.00

c. Mengajar dan anjurkan


klien latihan nafas dalam
dan batuk efektif
H: klien dan keluarga
melakaukan

Jam 10.30

d. Mempertahankan hidrasi
adekuat, adupan cairan
40-50cc/ kg bb/ 24 jam
H:klien melakukan

Jam 11.00

e. Mengkolaborasi
tim

dengan

medis

untuk

memberikan mukolitik
H:

tim

medis

melakukannya
Jam 11.30

f. meLakukan
dada

jika

fisioterapi
tidak

ada

kontrak indikasi.
H:

tim

medis

45

menyarankan

kepada

klien dank lien melakukan


2

i.

posisi S: klien mengatakan


sudah tidak ada lagi
sekret

Gangguan

Selasa

memPertahankan

pertukaran gas

17/06/2014

tidur fowler

dengan

Jam 10.00

H: klien melakukan
O:Kesadaran
komposmentis
klien Sianosis tidak ada

perubahan
supple

Jam 10.30 ii.

oksigen

mengAjarkan
pernapsan

diagframatik

A: masalah teratasi

dan pernapasan bibir.


H:klien memahami
Jam 11.00 iii.

mengKaji

P: hentikan intervensi

pernapasan,

kecepatan dan kedalaman


serta

penggunaan

otot

bantu pernapasan
H:semuanya normal
Jam 11.30 iv.

mengKaji

secara

rutin

warna kulit dan membran


mukosa
H:

warna

kulit

telah

normal
Jam 12.00 v.

mengDorong klien untuk


mengeluarkan

sputum,

penghisapan lendir jika


diindikasikan
H:klien melakukan
Jama 12.30vi.

mengAwasi

tingkat

kesadaran / status mental


klien,

catat

adanya

46

perubahan
H:

tingkaat

kesadaran

kalien composmentis
3

Gangguan

Rabu

nutrisi:kurang

18/06/2014

1. mengKaji keluhan klien S:klien mengatakan

terhadap mual, muntah nafsu makan

dari kebutuhan Jam 15.00

dan anoreksia

tubuh

H: tidak ada tanda-tanda

berhubungan

anoresia

dengan

Jam 15.30

meningkat

O:tampak berat badan

2. meLakukan

dispnea dan

mulut

anoreksia

sesudah

perawatan klien meningkat

sebelum

dan

makan

serta A: masalah teratasi

ciptakan lingkungan yang


bersih dan nyaman
H:klien

dan

P: pertahankan
kluarga intervensi

melakukan
Jam 15.40

3. mengAnjurkan

klien

untuk makan sedikit tapi


sering
H:klien melaakukan
Jam 16.00

4. Timbang

berat

badan

klien setiap minggu


H:

berat

badan

klien

meningkat
Jam 16.30

5. Kolaborasi

gizi

untuk

dengan ahli
menentukan

komposisi diet
H:

pihaka

gizi

menyediakan

47

Intoleransi

Kamis

aktifitas

19/06/2014

dilakukan klien

berhubungan

Jam 15.15

H:klien

dengan
ketidak

a. mengKaji aktifitas yang S:klien

Kelelahan

sudah

bias

berjalan
Jam 15.45

b. meLatih

klien

untuk

melakukan

suplei

aktif dan pasif

oksigen.

H: klien melakukan

pergerakan

c. memBerikan
pada

berkurang

O:

Klien
bergerak

dukungan
dalam

P:pertahankan

teratur, seperti: berjalan

intervensi

atau

latihan

lainnya.
memberikan

dukungan

apenuh

terhadap klien
d. mengAnjurkan

klien

untuk konsultasi denan


ahli terapi
H:klien

berkonsultasi

dengan ahli terapi


Jam 16.30

e. Diskusikan dengan klien


untuk
pengembangan

secara

A: masalah teratasi

melakukan latihan secara

H:keluarga

dapat

bebas

klien

perlahan

Jam16.00

atau

hilang

seimbangan

Jam 15.50

mengatakan

rencana
latihan

berdasarkan status fungsi


dasar
H:klien dan tim medis

48

melakukan

49

DAFTAR PUSTAKA

Ferial,W,Eddyman.2012. Anatomi Manusia. Makassar


Corwin, Elizabeth. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Brunner & Suddart (2002) "Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah", Jakarta : EGC.
Mckinley,Oloughlin.2006. Human Antomy. Americas,new York. McGraw-hill
higher education
Mansyoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Jakarta : Media Euscalapius FKUI
Muttaqin. 2008. Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Salemba medika.
Price, Sylvia & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : 2006
Sundaru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Sundaru H. 1995. Asma : Apa dan Bagaimana Pengobatannya. Jakarta : FKUI
Stphens,Seeley.2005. Essentials Of Anatomy & Physiology. Americas,New York.
McGraw-hill higher education
Suyono, S. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3. Jakarta : FKUI
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC

50

Supriono. Askep Emfisema .( Available at : http: emfisema/askep-emfisemaparu.html).diakses : 19 juni 2014.)


Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarths, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.
Broughman,Diane C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC

51

Anda mungkin juga menyukai