PENDAHULUAN
A. Latar belakang
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis
kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma . PPOK merupakan kondisi
irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran
masuk dan keluar udara paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian ke 5
terbesar di Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% dari populasi
dewasa.
Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam
tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, menumpukan
lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema,
obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan
dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru.
Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang
mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua
kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan
pendekatan spesifik.
PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi
insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia . meskipun aspek-aspek
paru tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan
dengan peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi
yangberkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam
bronchitis)dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema).
Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada
pasien lansia dengan PPOK.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian bronchitis
2. Klasifikasi bronchitis
3. Etiologi bronchitis
4. Patofisiologi bronchitis
5. Manifestasi Klinik bronchitis
6. Pemeriksaan Diagnostik bronchitis
7. Komplikasi bronchitis
8. Penatalaksanaan bronchitis
9. Pengertian emfisema
10. Klasifikasi emfisema
11. Etiologi emfisema
12. Patofisiologi emfisema
13. Manifestasi klinis emfisema
14. Komplikasi emfisema
15. Pemeriksaan diagnostik emfisema
16. Penatalaksanaan emfisema
17. Pengertian penyakit asma
18. Anatomi Dan Fisiologi saluran pernapasan
19. Klasifikasi penyakit asma
20. Etiologi penyakit asma
21. Patofisiologi penyakit asma
22. Manifestasi Klinik penyakit asma
23. Pemeriksaan Penunjang penyakit asma
24. Komplikasi penyakit asma
25. Penatalaksanaan Medis penyakit asma
26. Pencegahan penyakit asma
27. Asuhan keperawatan pada bronchitis
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian bronchitis
2. Untuk mengetahui Klasifikasi bronchitis
3. Untuk mengetahui Etiologi bronchitis
4. Untuk mengetahui Patofisiologi bronchitis
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinik bronchitis
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik bronchitis
7. Untuk mengetahui Komplikasi bronchitis
8. Untuk mengetahui Penatalaksanaan bronchitis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. BRONCHITIS
A. Pengertian
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus)
(saluran udara ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit
menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia
lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan
atas atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti
Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya
(Gunadi Santoso, 1994).
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh
inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama
dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri
melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran (
Ngastiyah, 1997 ).
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus.
Bronkhitis dapat bersifat akut maupun kronis ( Manurung, 2008 ).
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakea
oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus
seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), Virus influenza, virus
parainfluenza, dan coxsackie virus (Muttaqin,2008).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan,
Bronkitis adalah Suatu penyakit yang terjadi karena adanya peradangan pada
4
bronkus, gejala yang biasanya timbul batuk yang utama dan dominan, dan
biasanya penyakit ini disebabkan oleh Bakteri, Virus maupun menghirup zat
iritan. Bronkitis dapat bersifat akut dan kronik.
B. Klasifikasi
Bonkhitis diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
1. Bronkhitis kronis adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltrasi sel-sel radang dan edema
mukosa bronkus.pembentukan mucus yang meningkatkan mengakibatkan
gejala khas yaitu batuk produktif.batuk kronis yang disertai peningkatan
sekresi
bronkus
tampaknya
mempengaruhi
bronkeolus
yang kecil
Pekerja yang terkena paparan debu dan uap dapat juga menyebabkan
bronkitis akut. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas
dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.
2. Bronkitis Kronik
Bronkitis akut dapat menyebabkan bronkitis kronik jika tidak
mengalami penyembuhan. Hal ini terjadi karena penebalan dan peradangan
pada dinding bronkus paru paru yang sifatnya permanen. Disebut bronkitis
kronis jika batuk terjadi selama minimal 3 bulan dalam setahun di dua tahun
berturut. Yang termasuk penyebab bronkitis kronik adalah :
a. Asma.
b. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
c. Infeksi,
misalnya
bertambahnya
kontak
dengan
virus,
infeksi
detik.
Secara patologis
rokok
berhubungan
dengan
paling
banyak adalah
hemophilus
influenza
dan
sterptococus
pnemoniae.
c. Polusi
Polusi tidak begitu pengaruhnya sebagai factor penyebab tetapi
bila di tambahmerokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga
adalah zat-zat pereduksi 02, zat-zat pengoksidasi seperti N20,
hidrokarbon, aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan
atau tidak, kecuali pada penderita defisiensi alfa -1 antitripsin yang
merupakan
suatu
problem,
Kerja
dimana
enzim ini
kelainan ini
menetralisir
Pada waktunya dapat terjadi perubahan paru yang irreversible. Hal tersebut
kemungkinan mangakibatkan emfisema dan bronkiektatis (Manurung, 2008).
E. Manifestasi Klinik
1. Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif
berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis,
jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada
pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau
tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi
infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak
sedap.
Apabila terjadi
Pada dry bronchitis (bronchitis kering), haemaptoe justru gejala satusatunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya
baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek
batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru,
bronchitis
(sekunder)
ini
merupakan
penyebab
utama
komplikasi
haemaptoe.
3. Sesak nafas (dispnue)
Pada sebagian besar pasien (50 % kasus) ditemukan keluhan sesak
nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya
bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan
destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang (ISPA),
yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan
sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi (wheezing), akibat adanya
obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya.
4. Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit
tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian
analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus
menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan datadata laboratorium lainnya.
Ukuran-ukuran dalam analisa gas darah:
PH normal 7,35-7,45
Pa CO2 normal 35-45 mmHg
Pa O2 normal 80-100 mmHg
Total CO2 dalam plasma normal 24-31 mEq/l
HCO3 normal 21-30 mEq/l
Base Ekses normal -2,4 s.d +2,3
Saturasi O2 lebih dari 90%.
c. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto thoraks posterior-anterior dilakukan untuk
menilai derajat progresivitas penyakit yang berpengaruh menjadi
penyakit paru obstruktif menahun.
d. Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya perubahan
pada peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah).
Sputum diperiksa secara makroskopis untuk diagnosis banding dengan
tuberculosis paru.
Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat,
misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak
sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah
menjadi 3 bagian:
Lapisan teratas agak keruh
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (ludah)
11
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak (celluler debris).(mutaqin, 2008)
G. Komplikasi
Komplikasi bronchitis dapat berupa terjadinya korpulmonale, gagal
jantung kanan dan gagal pernapasan (Manurung, 2008).
Beberapa komplikasi yang ditemukan pada bronkhitis adalah:
1. Emfisema
Emfisema adalah akibat dari pelebaran sebagian atau seluruh bagian dari
asinus alveoli yang disertai dengan kerusakan dari sel pernapasan.
2. Kor pulmonale
Kor pulmonale didefinisikan sebagai suatu disfungsi dari ventrikel kanan
yang dihubungkan dengan kelainan fungsi paru atau struktur paru atau
keduannya.
3. Polisitemia
Adanya
batuk,sputum,dan
tanda-tanda
hipoksemia
pada
H. Penatalaksanaan
1. Tindakan Medis.
a. Jangan beri obat antihistamin berlebih.
b. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial.
c. Dapat diberi efedrin 0,5 1 mg/KgBB tiga kali sehari.
d. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
e. Terapi khusus (pengobatan) :
-
Bronchodilator
Antimikroba
Kortikosteroid
Terapi pernafasan
Terapi aerosol
Terapi oksigen
Penyesuaian fisik
Latihan relaksasi
2. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lendir
a. Berjemur dipagi hari.
b. Sering mengubah posisi.
c. Banyak minum.
d. Inhalasi
e. Nebulizer
f. Pendidikan bagi pasien dan keluarganya tentang :
g. Menghindari merokok
h. Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
i. Mengontrol suhu dan kelembaban lingkungan.
j. Nutrisi yang baik.
k. Hidrasi yang adekuat.
13
II. EMFISEMA
A. Pengertian
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya
elastisitas paru dan luas permukaan alveoli. Emfisema Paru didefinisikan
sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar Bronkiolus terminal dengan
kerusakan dinding alveoli.
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus
terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
B. Klasifikasi
Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan
perubahan yang terjadi dalam paru-paru
1.
badan. Tipe ini sering disebut centriacinar emfisema, sering kali timbul
pada perokok.
2.
3.
Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat
juga tidak. Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup
pengatur bronkiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkiolus melebar
sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa
dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus
tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi
keluarnya udara.
15
C. Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi
protein alfa 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
anti
elastase
supaya
tidak
terjadi
kerusakan
jaringan.Perubahan
16
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
D. Patofisiologi
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu
penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang.
Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin.
Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik
yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim
proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik
elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.
Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic
paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase
yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan
elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu
system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1
globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti
elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan
emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara
tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra
17
pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru
kedalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang
menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah
paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih
cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta
dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak
seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan
maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul
hipoksia dan sesak nafas.
E. Manifestasi klinis
Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun. Biasanya dimulai
pada seorang pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun
kemampuan kerja beratnya mulai menurun dan mulai timbul perubahan pada
saluran napas kecil dan fungsi paru mulai berubah antara lain berupa kenaikan
closing volume. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif dan VEP1
(Volume ekspirasi paksa 1 detik) menurun. Sesak napas, hipoksemia dan
perubahan spirometri sudah terjadi pada umur 45-55 tahun. Pasien sering
berulang-ulang mendapat infeksi saluran napas bagian atas, sehingga sering atau
sama sekali tidak dapat bekerja. Pada umur 55-65 tahun sudah ada kor
pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia.
Keluhan utama pada pasien emfisema adalah sesak napas, batuk berdahak tidak
begitu mencolok. Pasien dengan emfisema paru dominan biasanya mempunyai
riwayat sesak napas dengan batuk kadang-kadang disertai sedikit sputum
mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mokopurulen dan kental.
Bila disertai hemoptisis, harus dipikirkan penyakit lain seperti tuberkulosis,
bronkiektasis, atau tumor.
18
F. Komplikasi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan radiologis
Terdapat 2 bentuk kelainan foto dada pada emfisema paru yaitu :
a) Gambaran defisiensi arteri
Terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula
1) OverinflasI
Hampir selalu terlihat diafragma yang rendah dan datar, bahkan
kadang-kadang terlihat konkaf. Pada pemeriksaan sinar tembus
gerakannya berkurang. Udara di ruang retrosternal bertambah
(trapped air) yaitu jarak antara sternum dan pinggir depan aorta
asendens. Juga sternum lebih melengkung, penambahan kifosis,
tulang iga lebih mendatar dan melebar
2) Oligoemia
Penciutan pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan ke
distal. Mungkin disebabkan karena darah yang mengalir ke bagian
bawah paru uang emfisema sangat berkurang, disebabkan karena
darah dialirkan ke bagian atas paru.
3) Bulae
Sering terdapat pada pasien emfisema paru.
19
20
3) Terapi farmakologi
Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan napas yang masih
mempunyai
komponen
pengurangan obstruksi sedikit saja akan sangat membantu pasien, hal ini
dapat dilakukan dengan :
a) Pemberian bronkodilator yaitu golongan teofilin dan golongan antagonis
mengencerkan
sputum,
menggunakan
mukolitik
misalnya
21
latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu
tidur atau waktu latihan.
22
23
24
2. Faring
faring adalah jalan umum dari kedua pernapasan dan sistem
pencernaan. menerima udara dari rongga hidung dan udara, makanan, dan
air dari mulut. Inferior, faring menyebabkan seluruh sistem pernapasan
melalui pembukaan ke larying dan ke sistem pencernaan melalui
kerongkongan. Faring dapat dibagi menjadi tiga wilayah yaitu nasopharyng,
oropharin, dan laryngopharyng (Stphens,Seeley : 2005).
Gambar 2. Faring
Nasopharingx adalah bagian superior pharing dan memanjang dari
choane rongga hidung untuk tingkat anak lidah, sebuah proses lunak yang
membentang dari tepi posterior langit-langit lunak. Langit-langit lunak
membentuk lantai nasopharing tersebut. Nasopharingx ini dilapisi dengan
epitel kolumnar semu bersilia yang berkelanjutan dengan rongga hidung.
Tabung pendengaran memperpanjang dari telinga tengah dan terbuka ke
nasopharing (Mckinley : 2006).
Oropharing meluas dari anak lidah untuk epiglotis, dan engkau rongga
mulut membuka ke oropharingx tersebut. Jadi makanan, minuman, dan
udara semua melewati oropharyngx tersebut. oropharyngx ini dilapisi
dengan epitel spuamous bertingkat, yang melindungi terhadap abrasi. Dua
set amandel, amandel Palatino dan tonsil lingual, terletak dekat pembukaan
25
geraakn
meenghubungkan
kepala,
proses
menelan
dan
phonasi.
Laringn
Gambar 3. Laring
4. Trakea (pipa udara
26
Gambar 4. Trakea
Tuba dengan panjang 10cm sampai 12 cm dan diameter 2,5cm serta
terletak di atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari
laring pada area vertebra serviks keenam sampai area vertebra toraks kelima,
kemudian membelah menjadi dua bronkus utama (Ferial: .2012).
5. Bronkus primer (cabang tenggorok)
Gambar 5. Bronkus
a.
b.
c.
d.
6. Bronkiolus
Gambar 6. Bronkious
Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Paad bronkioli tak terdapat cinta lagi , dan pada
ujung bronkioli terdapaat gelembung paru/ gelembung hawa atau alveoli
(Ferial : 2012.)
7. Alveoli
Gambar 7. Alveoli
Gelembung udara mikroskopik paru-paru, alveolus, merupakan
struktur berdinding tipis dan alastis yang tersusun mengumpul di ujung
bronkiolus napas. Mereka manyerupai seikat anggur, walaupun sebenarnya
28
beberapa bagian alveolus saling menyatu dengan yang lain. Sel-sel darah
putih yang disebut makrofag selalu ada di permukaan dalam alveolus,
tempat mereka mamakan dan menghancurkan zat-zat iritan seperti bakteri,
zat kimia dan debu.
8. Paru
Gambar 8. Paru
Menurut Ferial,W,Eddyman (2012), Paru-paru adalah struktur spons
dimana pertukaran gas berlangsung. Setiap paru dikelilingi oleh sepasang
membran pleura. Antara membran adalah cairan pleura, yang mengurangi
gesekan saat bernapas. Saluran pernapasan dibagi menjadi sekitar satu juta
bronkiolus. Ujung-ujung bronkiolus adalah kantung udara berongga disebut
alveoli. Ada lebih dari 700 juta alveoli di paru-paru. Hal ini sangat
meningkatkan luas permukaan dimana pertukaran gas terjadi. Sekitar alveoli
adalah kapiler. Paru-paru menyerah oksigen mereka ke kapiler melalui
alveoli. Demikian juga, karbon dioksida diambil dari kapiler dan masuk ke
alveoli.
Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru kiri memilki tiga lobus : lobus
pulmo dextra superior, lobus media. Dan lobus inferior
a. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapaai bagian atas iga
pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas
29
toraks.
C. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,
yaitu (Price : 2006) :
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus
yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
30
31
asma
sangat
peka
terhadap
udara
berdebu,
asap
32
Pencetus
Lokasi
a. Laboratorium
hewan
peternakan
b. Industri detergen
d. Debu kapas
e. Toluen diisosianat
d. Industri tekstil
f. Debu
gandum
dan
padi-
padian
g. Amoniak,
e. Industri plastik
f. Pabrik roti dan bongkar muat
sulfur
dioksida,
dan
padian
g. Industri
spiramisin,
kimia
dan
perminyakan
h. Pemurnian Platina
i. Industri Obat-obatan
8. Lain-lain
Selain faktor-faktor tersebut di atas masih terdapat faktor-faktor yang
mencetuskan serangan asma seperti lingkungan dan cuaca yang terlalu
lembab, terlalu panas, terlalu dingin, bumbu masak (monosodium glutamat),
bahan pengawet makanan (asam benzoat), zat pewarna kuning (tartarazin).
Dan beberapa keadaan dapat memperberat serangan asma seperti sinusitis,
rinitis dan regurgitasi asam lambung.
E. Patofisiologi
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan Alergen.
Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkp oleh makrofaq yang bekerja sebagai
Antigen Presenting Cells (APC). Setelah Alergen diproses dalam sel APC,
kemudian oleh sel tersebut alergen dipresentasikan ke sel TH. Sel APC melalui
33
34
F. Manifestasi Klinik
Manifestasi asma mudah dikenali, setelah pasien terpajan alergen
penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dipsnea. Pasien merasa
seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh untuk
mengerahkan tenaga untuk bernapas. Berdasarkan perubahan-perubahan
anatomis yang telah dijelaskan, bahwa kesulitan utama terletak saat ekspirasi.
Percabangan trakea bronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi
sulit untu memaksakan udara kelura dari bronkiolus yang sempit, mengalami
edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai
tingkatan tertentu pada ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat
penyumbatan sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi
ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan (Price : 2006).
G.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), ada beberapa pemeriksaan untuk membantu dalam
mendiagnosa penyakit asma antara lain :
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Pengukuran fungsi paru (spirometri), untuk menunjukkan adanya
obtruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas
bronchus (histamine, metakolin, allergen, keg.jasmani, hiperventilasi
dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata).
c. Pemeriksaan kulit, untuk menunjukkan adanya antibody lg E yang
spesifik dalam tubuh.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD)
35
Hanya
dilakukan
pada
serang
asma
berat
karena
terdapat
pencetus,
menggunakan
obat
secara
benar,
dan
38
39
peningkatan
kadar
karbon
monoksida
darah.dari
( semi fowler ).
Rasional:indikasi
langsung
keadekuatan
volume
cairan,meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen
tambahan.
5. Dorong klien untuk mengeluarkan sputum, penghisapan lendir jika
diindikasikan
Rasional: untuk membantu melancarkan jalannya pernapasan
6. Awasi tingkat kesadaran / status mental klien, catat adanya perubahan
42
Intervensi
1. Kaji keluhan klien terhadap mual, muntah dan anoreksia
Rasional: menentukan penyebab masalah
2.
Berguna
menentukan
kebutuhan
kalori
dan
evaluasi
dengan
klien
untuk
rencana
pengembangan
latihan
D. Implementasi
No Diaganosa
1
waktu
tidak 16/06/2014
efektif
berhubungan
Jam 09.00
Implementasi
a. Mengkaji
Evaluasi
fungsi
irama,
dan
S: - klien mengatakan
Sesak napas berkurang
atau hilang
- Batuk berkurang
atau hilang
44
dengan
peningkatan
pernapasan.
produksi
sputum
broncospasme.
b. Mengkaji
posisi
yang
nyaman
untuk
klien,
misalnya
posisi
kepala
lebih tinggi
O: tidak ada
sputum
A: masalah teratasi
P: pertahankan
intervensi
( semi
fowler ).
H: klien melakukan dan
nyaman
Jam 10.00
Jam 10.30
d. Mempertahankan hidrasi
adekuat, adupan cairan
40-50cc/ kg bb/ 24 jam
H:klien melakukan
Jam 11.00
e. Mengkolaborasi
tim
dengan
medis
untuk
memberikan mukolitik
H:
tim
medis
melakukannya
Jam 11.30
f. meLakukan
dada
jika
fisioterapi
tidak
ada
kontrak indikasi.
H:
tim
medis
45
menyarankan
kepada
i.
Gangguan
Selasa
memPertahankan
pertukaran gas
17/06/2014
tidur fowler
dengan
Jam 10.00
H: klien melakukan
O:Kesadaran
komposmentis
klien Sianosis tidak ada
perubahan
supple
oksigen
mengAjarkan
pernapsan
diagframatik
A: masalah teratasi
mengKaji
P: hentikan intervensi
pernapasan,
penggunaan
otot
bantu pernapasan
H:semuanya normal
Jam 11.30 iv.
mengKaji
secara
rutin
warna
kulit
telah
normal
Jam 12.00 v.
sputum,
mengAwasi
tingkat
catat
adanya
46
perubahan
H:
tingkaat
kesadaran
kalien composmentis
3
Gangguan
Rabu
nutrisi:kurang
18/06/2014
dan anoreksia
tubuh
berhubungan
anoresia
dengan
Jam 15.30
meningkat
2. meLakukan
dispnea dan
mulut
anoreksia
sesudah
sebelum
dan
makan
dan
P: pertahankan
kluarga intervensi
melakukan
Jam 15.40
3. mengAnjurkan
klien
4. Timbang
berat
badan
berat
badan
klien
meningkat
Jam 16.30
5. Kolaborasi
gizi
untuk
dengan ahli
menentukan
komposisi diet
H:
pihaka
gizi
menyediakan
47
Intoleransi
Kamis
aktifitas
19/06/2014
dilakukan klien
berhubungan
Jam 15.15
H:klien
dengan
ketidak
Kelelahan
sudah
bias
berjalan
Jam 15.45
b. meLatih
klien
untuk
melakukan
suplei
oksigen.
H: klien melakukan
pergerakan
c. memBerikan
pada
berkurang
O:
Klien
bergerak
dukungan
dalam
P:pertahankan
intervensi
atau
latihan
lainnya.
memberikan
dukungan
apenuh
terhadap klien
d. mengAnjurkan
klien
berkonsultasi
secara
A: masalah teratasi
H:keluarga
dapat
bebas
klien
perlahan
Jam16.00
atau
hilang
seimbangan
Jam 15.50
mengatakan
rencana
latihan
48
melakukan
49
DAFTAR PUSTAKA
50
51