Anda di halaman 1dari 16

SINDROM GUILLAIN-BARRE

MUHLISA NUR
NURFADHILLAH
NUR IQBAL IKHWAN

DEFINISI
Sindrom Guillain-Barre
merupakan sindrom klinis
yang ditunjukkan oleh onset
akut dari gejala-gejala yang
mengenai saraf perifer dan
cranial. Proses penyakit
mencakup demielinasi dan
degenarasi selaput mielin dari
saraf perifer dan cranial.

ETIOLOGI
Penyebabnya tidak di ketahui, tetapi respon alergi
atau respon autoimun sangat mungkin sekali.
Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan
mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB,
antara lain:
Infeksi (ISPA, Infeksi gastrointestinal)
Pembedahan
Penyakit sistematik: Keganasan, systemic lupus
erythematosus, tiroiditis, penyakit Addison

MANIFESTASI KLINIK
Terdapat variasi dalam bentuk awitannya. Gejalagejala neurologic diawali dengan parestesia
(kesemutan) dan kelemahan otot kaki, yang
dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang
tubuh dan otot wajah.
Seringkali pasien menunjukkan adanya kehilangan
sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti
keterbatasan atau tidak adanya refleks tendon.
Perubahan sensori dimanifestasi dengan bentuk
parestasia.

PATOFISIOLOGI
Akson bermielin mengonduksi
impuls saraf lebih cepat dibanding
akson tidak bermielin. Sepanjang
perjalanan serabut bermielin terjadi
gangguan dalam selaput (nodus
ranvier) tempat kontak langsung
antara membrane sel akson dengan
cairan ekstraselular. Membrane
sangat permeable pada nodus
tersebut, sehingga konduksi mejadi
baik.

PATOFISIOLOGI
Gerakan ion masuk dan keluar
akson dapat terjadi dengan cepat
banyak pada nodus Ranvier, sehingga
impuls saraf sepanjang serabut
bermielin dapat melompat dari satu
nodus ke nodus yang lain (konduksi
saltatori) dengan cukup kuat.
Kehilangan selaput mielin pada
Sindrom Guillain Barre membuat
konduksi saltatori tidak mungkin
terjadi dan transmisi impuls saraf
dibatalkan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun pemeriksaan diagnostik menurut
(Doenges,1999) :
1. Fungsi lumbal berurutan
2. Elektromiografi
3. Darah lengkap
4. Foto ronsen
5. Pemeriksaan fungsi paru

PENGKAJIAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Identitas klien
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian psikososiospiritual
Pemeriksaan fisik (Breathing, blood, brain,
bladder, bowel, bone)

DIAGNOSA

Pola napas /bersihan jalan napas tidak efektif


berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot
pernapasan, kerusakan reflex gag/menelan, akumulasi
sekret.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kerusakan neuromuscular yang
mempengaruhi reflex gag/batuk/menelan dan fungsi GI.
Retensi urinarius berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular (kehilangan sensasi dan reflex sfingter),
gangguan pemenuhan cairan.
Nyeri berhubungan dengan kerusakan neuromuscular
(parastesia, disestesia).

DIAGNOSA
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
disfungsi system saraf autonomik yang menyebabkan
penumpukan vaskuler dengan penurunan aliran balik
vena.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan neuromuscular.
Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan
perubahan resepsi, transmisi, dan/atau integrasi sensori.
Ansietas berhubungan dengan krisis situsional, ancaman
kematian/perubahan dalam status kesehatan.

INTERVENSI
Diagnosa 1: Pola napas /bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan kelemahan/paralisis otot
pernapasan, kerusakan reflex gag/menelan,
akumulasi sekret.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi, kedalaman dan kesimetrisan pernapasan.
Catat peningkatan kerja napas dan observasi warna kulit
dan membran mukosa.
2. Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada
posisi duduk bersandar.
3. Berikan terapi suplementasi oksigen (yang telah
dilembabkan) sesuai indikasi, dengan menggunakan cara
pemberian yang sesuai, seperti kanula, masker oksigen, atau
ventilator mekanik.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi: kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kerusakan neuromuscular
yang mempengaruhi reflex
gag/batuk/menelan dan fungsi GI.
Intervensi :
1. Kaji kemampuan untuk mengunyah, menelan,
batuk pada keadaan yang teratur.
2. Anjurkan orang dekat untuk ikut berpartisipasi
pada waktu makan, seperti memberi makan dan
membawa makanan kesukaan pasien di rumah.
3. Berikan diet tinggi kalori atau protein nabati.

Diagnosa 3 : Retensi urinarius berhubungan


dengan kerusakan neuromuscular
(kehilangan sensasi dan reflex
sfingter), gangguan pemenuhan
cairan.
Intervensi :
1. Catat frekuensi dan jumlah berkemih.
2. Anjurkan klien untuk minum paling tidak
2000 ml/dalam batas toleransi jantung dan
termasuk juga minum juice buah.
3. Lakukan kateterisasi pada residu urine
(kateterisasi intermiten) sesuai kebutuhan.

Diagnosa 4 : Perubahan perfusi jaringan berhubungan


dengan disfungsi system saraf autonomik
yang menyebabkan penumpukan
vaskuler dengan penurunan aliran balik
vena.
Intervensi :
1. Pantau frekuensi jantung dan iramanya.
Dokumentasikan adanya disritmia.
2. Pantau suhu tubuh. Berikan suhu lingkungan yang
nyaman, berikan atau tanggalkan selimut,
gunakan kipas angin ruangan dan sebagainya.
3. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti Hb/Ht,
elektrolit serum.

Diagnosa 5 : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan


dengan kerusakan neuromuscular.
Intervensi :
1. Kaji kekuatan motorik/kemampuan secara
fungsional dengan menggunakan skala 0-5.
Lakukan pengkajian secara teratur dan
bandingkan dengan nilai dasarnya.
2. Berikan posisi klien yang menimbulkan rasa
nyaman. Lakukan perubahan posisi dengan jadwal
yang teratur sesuai kebutuhan secara individual.
3. Konfirmasi dengan/rujuk kebagian terapi
fisik/terapi okupasi.

Anda mungkin juga menyukai