Anda di halaman 1dari 26

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER. 25/MEN/XII/2008
TENTANG
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENILAIAN CACAT
KARENA KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.

bahwa penggunaan peralatan kerja, mesin dan bahan kimia berbahaya dalam proses produksi
dapat menyebabkan tenaga kerja menderita kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

b.

bahwa untuk menetapkan kompensasi bagi tenaga kerja yang menderita karena kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, perlu dilakukan diagnosis dan penilaian serta penetapan tingkat
kecacatannya;

c.

bahwa dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran yang
berpengaruh terhadap penilaian cacat akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.
79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan
Penyakit Akibat Kerja, perlu dilakukan penyempurnaan;

d.

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c
perlu menetapkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang pedoman
diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyakit akibat kerja;

Mengingat:
1.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang


Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk Seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1951);

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918);

3.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran

Negara Republik Ihdonesia Tahun 1992 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3468);
4.

Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan
Kerja;

5.

Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu, sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
31/P Tahun 2007;

6.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.02/MEN/1980 tentang


Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja;

7.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1981 tentang


Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja;

8.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 03/MEN/1982 tentang
Pelayanan Kesehatan Kerja;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
KESATU

Pedoman Diagnosis den Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan Penyakit


Akibat Kerja sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini.

KEDUA

Pedoman sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU digunakan sebagai


acuan untuk menetapkan diagnosis dan penilaian cacat karena kecelakaan dan
penyakit akibat kerja guna menghitung kompensasi yang menjadi hak tenaga
kerja.

KETIGA

Dengan ditetapkan Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga


Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP. 79/MEN/2003 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

KEEMPAT

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Desember 2008
MENTERI

TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


REPUBLIK INDONESIA
ttd.
Dr. Ir. ERMAN SUPARNO, MBA. M.Si.

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR PER.25/MEN/XII/200S
TENTANG
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN PENILAIAN CACAT
KARENA KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

BIDANG NEUROLOGI
I.

BATASAN

Penyakit akibat kerja bidang neurologi adalah penyakit yang mengenai sistem syaraf pusat
dan perifer yang penyebabnya antara lain adalah trauma, gangguan vaskuler, infeksi,
degenerasi, keganasan, gangguan metabolisme, dan intoksikasi yang bermanifestasi berupa
keluhan-keluhan subjektif seperti nyeri, rasa berputar, kehilangan keseimbangan, penglihatan
kabur/double, gangguan kognitif (atensi, bahasa, kalkulasi, memory) den gangguan emosi.
Dan keluhan objektif berupa gangguan fungsi sistem motorik, sistem sensorik, sistem
autonom.
II.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1.

Anamnesis.

2.

Pemeriksaan fisik:
a.

Umum

b.

Pemeriksaan Neurologi
Pemeriksaan neurologis harus meliputi riwayat pekerjaan dan medis yang
akurat mengenai fungsi saraf, hal-hal berikut perlu dievaluasi, status mental,
saraf kranial, sistem motorik dan sensorik, refleks, koordinasi, gaya berjalan
dan postur tubuh. Evaluasi sistem saraf otonom (refleks cahaya pupil dan
fungsi kelenjar lakrimal, ludah, dan pencernaan, kencing dan seksual) harus
dilakukan.
Pemeriksaan refleks tendon dalam dan kekuatan otot di anjurkan diperiksa
dan evaluasi dengan teliti.

3.

Pemeriksaan Penunjang Neurologi:


a.

Pengukuran sensitivitas getaran.


Pengukuran sensitivitas getaran memberi informasi tentang informasi serabut
saraf yang membawa sensasi dalam, dan dianggap sebagai sarana yang baik
untuk menilai ganggguan sensorik. Uji ini termasuk pemeriksaan garpu tala
(antara 128-256 Hz) pada suatu tonjolan tulang. Akhir-akhir ini ada
kecenderungan untuk menghitung sensitivitas vibrasi dengan getaran yang
ditimbulkan secara elektromagnetik atau elektrik.

b.

Uji neurofisiologis.
Elektromiografi dapat membantu mendeteksi denervasi serat otot akibat

degenerasi akson. Selain itu dapat pula mendemonstrasikan potensial Ilistrik


pada otot yang sedang istirahat, menurunnya rekruitmen unit motorik saat
kontraksi otot, dan variasi parameter unit motorik. Elektroneurografi
memungkinkan pengukuran kecepatan konduksi impuls serabut motorik
maupun sensorik.
c.

Elektroensefalografi.
Elektroensefalografi tidak dapat dianjurkan sebagai uji deteksi dini gangguan
fungsional sistem saraf pusat. Demikian pula teknik-teknik baru seperti
analisis frekuensi elektroensefalografi dan potensial yang dibangkitkan otak.

d.

Uji psikologis (neuro behavior).


Para pekerja yang berisiko tinggi terpapar zat neurotoksik hendaknya
menjalani pemeriksaan psikologis secara berkala untuk mencegah terjadinya
kemunduran fungsi yang irreversible pada sistem saraf yang lebih tinggi.
Kalau mungkin, hendaknya didapat suatu profil dasar sebelum paparan, guna
rujukan utuk pemeriksaan selanjutnya. Uji profil dasar dan pengendalian lebih
lanjut hendaknya meliputi:
Pengukuran dinamisme intelektual (mis., tes Raven PM38)
-

uji daya ingat, meliputi komponen mekanis, visual dan logis (mis., uji
daya ingat Wechsler)

skrining kepribadian untuk melihat kemungkinan ciri-ciri kepribadian


seperti neurotik

waktu reaksi.

Perhatian khusus hendaknya diberikan pada laporan subjektif tentang


kegelisahan emosional dan mental. Perasaan-perasaan ini seringkali
merupakan satu-satunya bukti dini dari gangguan fungsi saraf yang lebih
tinggi. Bila gejala-gejala tersebut memberi kesan keterlibatan sistem saraf
pusat yang lebih berat, pemeriksaan psikodiagnostik yang seksama hendaknya
dilaksanakan untuk menggali integritas fungsi sistem saraf pusat termasuk :
dinamisme mental dalam hubungannya dengan kapasitas intelektual budaya,
daya ingat jangka pendek dan panjang, kemampuan manahan, menyimpan,
mereproduksi informasi, kemampuan psikomotor, dan perubahan kepribadian

yang mempengaruhi individu tersebut dan lingkungan sosial yang ada.


Uji psikologis dianggap dengan indikator yang sensitif untuk gangguan
mental dan emosional dini. Akan tetapi seringkali sulit membedakan gangguan
psikogenik fungsional dari proses-proses kemunduran organik. Dalam hal ini,
profil dasar individual tentu saja merupakan bantuan yang besar untuk
diagnosis. Tetapi jika profil dasar tidak ada, hal-hal berikut hendaknya
dipertimbangkan dalam diagnosis:
-

gangguan

fungsional

bersifat

kurang

spesifik

dibandingkan

tanda-tanda proses kemunduran organik


-

gangguan fungsional mempunyai pengaruh yang lebih besar pada


kepribadian daripada fungsi mental

gangguan fungsional berubah sesuai dengan waktu dan dapat pulih.

Dengan mempertimbangkan fasilitas yang terbatas untuk pemeriksaan


psikologis yang seksama di banyak negara, maka sulit untuk menganjurkan
selang waktu yang dapat diterapkan pada semua situasi. Akan tetapi, selang
waktu yang pantas mungkin sekitar 2 tahun.
Bilamana mungkin, subjek-subjek dengan gangguan kondisi emosional atau
mental hendaknya tidak ditempatkan pada pekerjaan yang melibatkan paparan
terhadap agen-agen neurotoksis.
e.

Pemeriksaan Radiologi dengan CT Scan dan MRI


Pemeriksaan penunjang
Lumbar punctie/cairan otak
Elektro Fisiologi (EEG, EMG)
Radiologi (foto kepala, CT Scan, MRI)

III.

URAIAN CACAT DAN PENILAIAN TINGKAT CACAT


Penilaian cacat dilakukan sesuai dengan gangguan tungsi:
A.

Penilaian cacat factor motorik menggunakan metode Manual Muscle Test (MMT)

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

-Nilai |

Tingkat Cacat Menurut

MMT

Penilaian tingkat cacat


|

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------0

Kelumpuhan sama dengan

Ada otot tanpa gerak

100%
80%

tanpa gerak sendi


2

Dapat menggerakan anggota


badan tersebut

60%

pada seluruh lingkup


gerak sendi tanpa ravitasi
3

Dapat menggerakkan

40%

anggota badan tersebut


pada seluruh "LGS"
dengan faktor aravitasi
4

Nilai 3+ melawan

20%

tahanan rinaan
5

Nilai 3+ melawan

0%

tahanan kuat/penuh
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

B.

Penilaian cacat pada sistem saraf otonom

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Ggn Fungsi Otonom

Tak ada |

Ggn Sebagian

Ggn Total

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Berkeringat

0%

Miksi/defekasi

0%

50%
50%

100%
100%

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------C.

D.

E.

Penilaian cacat penurunan libido


-

untuk yang belum punya anak 40%

untuk yang sudah punya anak 20%

Syaraf Kranial
-

N.I.lihat bidang penyakit mata

N.VIII, lihat bidang penyakit THT

N, IX-X, lihat bidang penyakit orthopaedi.

Penilaian tingkat disabilitas dan cacat perdarahan subarachnoid traumatika.


Penilaian dilakukan setelah menjalani neurorehabilitasi selama 6 bulan berdasarkan Glasgow
Outcome Scale (GOS):
0

death

vegetatif state (patients exhibits no obvious cortical functions)

severe disability (concious but disable. Patients depends upon others for daily
support due to mental or physical disability or both)

moderate disability (disable but independent. Patient is independent as far as


daily life is concerned. The disabilities found include. Varying degrees of
dysphasia, hemiparesis, or ataxia, as well as intelectual and memory deficits
and personal changes)

Good recovery (resumption of normal activities even though there may be


minor neurological or psychological deficits)

GOS 1 Status vegetatif, nilai fungsi yang hilang diatas 75%

GOS 2 Disabilitas berst, nilai fungsi yang hilang 51 - 75%


GOS 3 Disabilitas sedang, nilal fungsi yang hilang diatas 25 -50%
GOS 4 Disabilitas ringan, nilai fungsi yang hilang 1 - 25%
F.

Penilaian kecacatan tetap fisik trauma Medula Spinalis. Klasifikasi tingkat dan keparahan
trauma medula spinalis ditegakkan pada saat 72 jam sampai 7 hari setelah trauma, kemudian
penilaian kecacatan tetap fisik setelah dilakukan neurorehabilitasi 6 bulan. Impaiment scale:

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------Grade Tipe

Gangguan medula spinalis


ASIA/IMSOP

Persentasi
fungsi yang
hilang

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------A.

Komplit

Tidak ada fungsi motorik

> 75%

dan sensorik sampai S4-S5


B.

Inkomplit

Fungsi sensorik masih baik > 50 - 75%


tapi motorik terganggu
sampai segmen sakral
S4-S5

C.

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu

> 25 -50%

dibawah level, tapi otototot motorik utama masih


punva kekuatan <3
D.

Inkomplit

Fungsi motorik terganggu


dibawah level, otot-otot
motorik utama punya
kekuatan >3

1 -25%

E.

Normal

Fungsi motorik dan sensorik normal

G.

Penilaian gangguan fungsi Ischialgia dan Brachialgia.

0%

Penilaian gangguan fungsi setelah program terapi selesai selama 6 bulan dengan kemampuan
daya kerja > 50 - 75% sesuai persentase santunan 40%.
H.

Penilaian gangguan fungsi neuritis akibat jebakan.


Penilaian gangguan fungsi setelah program terapi selesai selama 6 bulan dengan kemampuan
daya kerja > 25 - 50% sesuai persentase santunan 20%.

I.

Pekerja yang mengalami Stroke yang terjadi pada saat melaksanakan pekerjaan di tempat
kerja kemudian dibawa ke Rumah Sakit dan mengakibatkan kematian tidak lebih dari 24 jam
sejak terjadinya stroke dapat di kategorikan sebagai kecelakaan kerja.
Penentuan ganti rugi mengacu pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993
yang telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2007. Penentuan
ganti rugi didasarkan pada persentase cacat fungsi neurologik 100% sama dengan 70% dari
upah.

Pedoman Diagnosis Penyakit Akibat Kerja di Bidang Neurologi


Kelainan dapat berupa : 6
- Kelainan motorik

- Kelainan sensibilitas
- Kelainan otonom
Cara penegakan diagnosis: 6
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan Fisik : Umum dan Neurologik
c. Pemeriksaan Penunjang
- Lumbal punksi/ CSF
- Electroencefalography (EEG)
- Electromiography (EMG)
- Photo Roentgen
- Computerize Tomography (CT) Scan kepala
Cara Penilaian cacat adalah: 6
a. Saraf Motorik
Kelumpuhan (plegia) dan kelemahan (parese)
Uraian cacat:
- Jelaskan kelumpuhan atau kelemahan
- Jelaskan batas anatomik
- Jelaskan % fungsi yang hilang
- Metode menentukan tingkat cacat
Dilakukan dengan metode manual muscle test (MMT) terdiri dari derajat 0 5. Penilaian tingkat
cacat adalah bila kelumpuhan sama dengan amputasi (MMT=0, berarti kehilangan fungsi 100%).
Kelumpuhan dengan tidak ada kekakuan sendi penilaiannya adalah sebagai berikut:
- MMT1 berarti kehilangan fungsi 80%
- MMT2 berarti kehilangan fungsi 60%
- MMT3 berarti kehilangan fungsi 40%
- MMT4 berarti kehilangan fungsi 20%

- MMT5 berarti kehilangan fungsi 0%


Penentuan ganti rugi mengacu pada lampiran PP No.14 tahun 1993
b. Saraf Otonom
- Berkeringat
Gangguan total 100%
Gangguan tidak total 50%
Tidak ada gangguan 0%
- Miksi/Defekasi
Gangguan total 100%
Gangguan tidak total 50%
Tidak ada gangguan 0%
- Gangguan Libido
Yang belum punya anak 40%
Yang sudah punya anak 20%
Penentuan ganti rugi didasarkan pada persentase cacat fungsi neurologik 100%
sama dengan 70% dari upah sehari.6
Aryawan Wichaksana. Penyakit Akibat Kerja di Rumah Sakit dan Pencegahannya. Maj Cermin
Kedokt Indo No. 136, 2002.

Kelainan muskuloskeletal (musculoskeletal disorder, MSD) mengacu pada kondisi-kondisi


yang melibatkan saraf, tendon, otot, dan struktur pendukung tubuh lainnya. Dikatakan terjadi
kelainan karena terdapat perbedaan antara keadaan struktur penyangga tubuh tersebut dengan
keadaan yang seharusnya. Sedangkan kelainan muskuloskeletal akibat kerja (work related
musculoskeletal disorder, WMSD) tentunya mengacu pada kondisi kelainan pada saraf, tendon,
otot, dan struktur penyangga tubuh lainnya akibat suatu pekerjaan yang dilakukannya.

Istilah kelainan muskuloskeletal akibat kerja juga dikenal dengan beberapa nama lain,
seperti cummulative trauma disorders, repetitive trauma disorders (oleh OSHA, USA), repetitive
strain injuries (oleh British & Commonwealth), overuse syndrome (oleh Sport medicine), dan
regional musculoskeletal disorders (oleh Rheumatologist). Namun, pada dasarnya semua mengacu
pada hal yang serupa.
Keadaan timbulnya WMSD pada pekerja umumnya diketahui dari keluhan pada otot pekerja
tersebut. Secara garis besar, keluhan pada otot dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu:
a.

Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi akibat otot dikenai suatu
beban, dan keluhan ini akan hilang bila pembebanan dihentikan.

b.

Keluhan menetap (irreversible), yaitu keluhan otot yang walaupun pembebanan telah
dihentikan, sakit atau nyeri pada otot masih terasa.
Ada beberapa contoh diagnosa kelainan muskuloskeletal akibat kerja (WMSD), yang di
antaranya adalah sebagai berikut:

a. Myalgia
1. Pengertia Myalgia
Myalgia atau disebut juga Nyeri otot merupakan gejala dari banyak penyakit dan gangguan
pada tubuh. Penyebab umum myalgia adalah penggunaan otot yang salah atau otot yang
terlalu tegang.Myalgia yang terjadi tanpa riwayat trauma mungkin disebabkan oleh infeksi
virus. Myalgia yang berlangsung dalam waktu yang lama menunjukkan myopati metabolik,
defisiensi nutrisi atau sindrom fatigue kronik.
2.

Pembagian Myalgia

Ada beberapa jenis nyeri otot yang kerap terjadi, yaitu : Fibromyalgia, Myofascial pain, Nyeri otot
pasca latihan (post exercise muscle soreness), dan nyeri otot akibat penggunaan yang berlebihan
(overuse injury).
Fibromyalgia
Istilah lainnya yaitu rematik otot, adalah suatu penyakit yang ditandai dengan gejala berupa nyeri
otot yang luas, yaitu paling sering pada tengkuk, punggung atau pinggang. Terdapat beberapa titik

nyeri pada area tersebut, biasanya 11 18 titik yang disebut sebagai tender point, di mana titik
tersebut sangat nyeri bila ditekan tetapi nyeri yang ditimbulkan tidak menjalar. Keluhan dirasakan
lebih dari 3 bulan, disertai adanya gejala gangguan tidur, dan kekakuan pada pagi hari. Sifat nyeri
berupa pegal, panas, rasa seperti terbakar, dapat disertai rasa kesemutan dan baal (kebas).
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui dengan pasti, tetapi disinyalir berhubungan dengan
proses hormonal, sistem kekebalan tubuh dan faktor ketegangan jiwa. Walaupun tidak
menyebabkan kematian, tetapi penyakit ini penyebab penurunan fungsi yang cukup serius dan
menyebabkan penurunan kualitas hidup.
Myofascial pain
Suatu penyakit yang mirip fibromyalgia, tetapi perbedaannya pada MP ditemukan titik nyeri yang
lebih sedikit, dan jika ditekan timbul rasa nyeri yang menjalar ke area tubuh lain. Penyakit ini lebih
mudah disembuhkan dengan penanganan yang tepat dibandingkan fibromialgia. Penyebab penyakit
ini terutama disebabkan karena kesalahan postur atau posisi tubuh dalam waktu lama dan
ketegangan emosi.
Post exercise muscle soreness (nyeri otot pasca latihan)
Suatu keluhan yang sesuai namanya, terjadi sesudah melakukan olah raga. Nyeri timbul pada otot
yang banyak melakukan aktivitas saat olah raga, dapat timbul langsung pasca olah raga atau
timbul 8 24 jam kemudian yang mencapai puncak nyeri pada 24 72 jam pasca olah raga. Nyeri
otot yang timbul beberapa jam sampai beberapa hari pasca olah raga tersebut disebut delayed
onset muscle soreness (DOMS). Penyebab nyeri ini ada beberapa hal antara lain yaitu :
penumpukan sisa pembakaran atau metabolisme otot yang disebut asam laktat, kekurangan
oksigen pada otot yang aktif, serta pengaruh suhu tubuh yang meningkat pada saat olah raga.
Biasanya nyeri akan hilang dengan sendirinya setelah 5 7 hari. Jika timbul nyeri tersebut
sebaiknya beristirahat dahulu selama beberapa hari. Setelah nyeri hilang dapat mulai dilakukan
olah raga dengan intensitas ringan dahulu untuk kemudian ditingkatkan secara bertahap. Perlu
diingat untuk selalu melakukan latihan peregangan dan pemanasan sebelum serta sesudah olah
raga untuk mencegah terjadinya cedera otot.
Overuse injury (nyeri otot akibat penggunaan berlebihan)
Nyeri otot terjadi akibat beberapa hal, yaitu: digunakan berulang (repetitif) dalam waktu lama,
digunakan dalam posisi yang salah dalam waktu lama, akibat getaran atau akibat penggunaan

dengan kekuatan yang besar, misalnya mengangkat benda yang berat. Akibat adanya aktivitas yang
tidak tepat tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan otot yang secara mikroskopik tampak
berupa robekan jaringan disertai adanya proses peradangan, dan karena penggunaan yang terus
menerus maka tidak ada waktu bagi otot tersebut untuk memperbaiki diri (recovery). Nyeri otot
tersebut bisa terjadi pada musisi yang menggunakan suatu instrumen (gitar, biola) dalam waktu
lama, pada olah ragawan, dan juga pada pekerja kantor. Sama dengan nyeri otot yang timbul
pasca olah raga, otot yang nyeri adalah otot yang banyak bekerja saat melakukan aktivitas,
misalnya pada pekerja kantor yang banyak menggunakan komputer, sering nyeri pada bahu kanan
karena otot bahu kanan selalu bekerja mempertahankan posisi lengan atas dan tangan untuk
mengendalikan mouse komputer, atau pada pemain gitar bisa timbul nyeri pada bahu kiri,
karena otot bahu kiri selalu mempertahankan posisi lengan kiri untuk memainkan nada dan
menyangga gitar. Nyeri yang timbul berupa perasaan pegal, panas, kebas , dapat disertai bengkak
dan kemerahan.
3. Penyebab Myalgia
1.

Myalgia yang disebabkan karena gangguan tidur, individu yang mengalami

gangguan tidur sering kali mengalami nyeri otot. Gangguan tidur dan nyeri otot yang
menyertainya mungkin disebabkan oleh ansietas temporer akibat situasi yang menimbulkan
stress, atau bisa juga kerena kebisingan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama tidak
ada gejala lain yang menyertai myalgia tersebut atau jika nyerinya tidak juga menghilang
setelah beberapa hari. Namun gangguan tidur yang berkepanjangan dapat mengindkasikan
gangguan

yang

serius

seperti

depresi

yang

memerlukan

penanganan

tenaga

profesional.Ketidakseimbangan hormon menyebabkan myalgia


2.

Ketidakseimbangan hormon terjadi manakala salah satu hormon reproduktif tidak

lagi bekerja secara fungsional. Akibatnya, tubuh beralih menggunakan persediaan high-test
hormone-nya,adrenalin, yang biasanya dipakai untuk mekanisme flight or fight pada
situasi darurat. Penyalahgunaan adrenalin secara kronis oleh tubuh akan mengarah kepada
berbagai gangguan seperti nyeri otot persistent yang disebut fibromyalgia kronis.
3.

Defisiensi vitamin juga dapat menyebabkan myalgia , Myalgia dapat juga

disebabkan oleh diet dan gaya hidup yang tidak sehat. Vitamin memainkan peranan penting
dalam kesehatan secara keseluruhan. Vitamin D yang secara alami dapat diperoleh dalam
jumlah melimpah dengan berjemur di sinar matahari pagi, turut berperan dalam membantu
absorpsi kalsium. Defisiensi vitamin D sering ditemui pada kelompok masyarakat yang

sebagian besar melakukan aktivitasnya di dalam ruangan. Vitamin B12 berperan dalam
produksi sel darah merah, perkembangan saraf, dan metabolisme karbohidrat, lemak serta
protein. Vitamin ini banyak ditemukan pada daging, ikan dan produk susu. Kekurangan
vitamin tidak hanya dapat menimbulkan terjadinya myalgia, namun juga mengarah kepada
gangguan kesehatan yang lebih serius.
4.

Obat-obatan yang menginduksi myalgia, Kelompok obat tertentu seperti statin

(penurun kadar kolesterol) memiliki efek samping berupa nyeri otot. Hal ini khususnya
terjadi ketika pasien mulai mengkonsumsi obat tersebut atau ketika dosisnya mulai
dinaikkan. Pada beberapa kasus, nyeri otot yang terjadi ketika sedang mengkonsumsi obat
ini dapat juga menunjukkan bahwa otot-otot sedang mengalami kehancuran suatu situasi
yang dapat mengarah kepada gagal ginjal dan bahkan mengancam nyawa.
5.

Myalgia akibat penyakit autoimun, Penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis

dan lupus merupakan kondisi dimana sistem imun menyerang jaringan/organ tubuh. Selain
myalgia, penyakit autoimun umumnya juga disertai gejala berupa nyeri tekan pada otot,
kehilangan massa otot dan ruam.
Myalgia merupakan suatu bentuk respon tubuh terhadap berbagai kemungkinan kondisi. Myalgia
yang parah dan berlangsung selama lebih dari dua minggu dapat mengindikasikan bahwa tubuh
sedang menghadapi suatu keadaan yang serius, terutama jika gejala myalgia tersebut tidak dapat
dihubungkan secara pasti dengan cedera atau penyakit yang baru dialami, juga jika disertai dengan
gejala lainnya.

4.Penatalaksanaan.
Mengingat penyebab nyeri otot yang beragam, maka jangan mengabaikan nyeri otot yang tidak
segera membaik, misalnya setelah lebih dari 1 minggu, dengan intensitas atau kualitas nyeri
semakin hari semakin bertambah. Sebaiknya anda mencari dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi terdekat. Sebab jika tidak mendapat penanganan yang tepat, nyeri otot dapat
menyebabkan penurunan fungsi otot dan sendi sekitarnya, sehingga dapat menghambat aktivitas
fisik dan akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup penderita.
b. Myofacial pain syndrome
Myofacial Pain adalah suatu kondisi nyeri dimana, nyeri tersebut dapat dirasakan atau
terlokalisasi, penurunan aktifitas fungsional, terkadang menimbulkan keterbatasan fungsi

gerak, seringkali nyeri mengakibatkan gangguan suasana hati (mood) akibat rasa nyeri di
bagian tersebut. Rasa sakit otot lokal. Otot yang mengalami rasa sakit yang
berkepanjangan memungkinkan untuk menghasilkan titik pemicu dan kemudian
menghasilkan tanda-tanda klinis pada nyeri myofacial.
1. Rasa sakit yang dalam dan konstan. Sakit yang dalam dan konstan dapat menyebabkan
efek eksitator (perangsangan) sentral pada area yang jauh.
2. Stres emosional yang meningkat.
3. Kelainan tidur.
4. Faktor-faktor lokal. Beberapa kondisi lokal yang mempengaruhi aktivitas otot seperti
kebiasaan, sikap badan yang salah, keseleo, dan aktivitas otot yang berlebihan dapat
menghasilkan nyeri myofacial
5. Faktor-faktor sistemik. Beberapa faktor sistemik dapat mempengaruhi atau bahkan
menghasilkan nyeri miofasial. Faktor-faktor sistemik seperti hipovitaminosis, kondisi fisik
yang rendah, lelah, dan infeksi virus.
Myofacial Pain didiagnosis dengan adanya nyeri pada sekumpulan grup otot atau adanya
trigger point (titik nyeri) pada punggung belakang. Yang memprovokasi nyeri tersebut.
Gejala tambahan yang digunakan untuk mendiagnosa myofacial pain termasuk gangguan
rentang gerak, gangguan mood, kelemahan otot dan gangguan tidur
Karakteristik spesifik pada myofacial pain
1. Nyeri terlokalisasi
2. Adanya Taut Band pada grup otot/otot tertentu
3. Nyeri menyebar
4. Kelemahan pada otot tertentu/sekelompok otot
5. Nyeri satu sisi pada trigger point (titik tertentu)
6. Autonomic Dysfunction
7. Kemungkinan nyeri aktif (pada saat bergerak) atau laten (nyeri pada saat di palpasi
8. Prevalensi anatara usia 20-49 tahun
9. Nyeri (terbakar atau periodik)
10. Kaku biasanya dirasakan pada malam hari
11. Kelelahan pada otot yang berlebihan
12. Penurunan ROM
13. Kelemahan tanpa disertai atrofi otot

14. Penurunan sensitifitas terhadap rasa dingin


Penyebab myofacial sendiri belum diketahui secara jelas. Biasanya myofacial terjadi akibat
kelemahan dari otot tersebut, postur tubuh yang tidak simetris, alignment tubuh yang tidak
simetris, kerja otot yang terus menerus, faktor stress, pengulangan gerak yang (berlebihan
dan terus menerus (repetitive motions)dan gangguan pada sendi. Faktor-faktor tersebut
yang menghasilkan siklus nyeri, gangguan beraktivitas.
Trauma tiba-tiba atau berlebihan akut myofascial jaringan gerakan berulang-ulang atau
microtrauma (lambat awal), leg discrepancy(beda panjang tungkai), kekurangan gizi,
perubahan hormon (PMS atau menopause) infeksi kronis pendinginan daerah badan, stres
emosional yang intens
Pada kasus myofacial pain yang mana di temukan adanya trigger point area, umumnya
pada otot atau facia (pembungkus otot), yang lama kelamaan menjadi abnormal dan
menjadi nyeri yang menyebar.
Akibat postur tubuh yang buruk menyebabkan ketegangan otot yang lebih lama dari pada
fase rileksasi (dimana otot tidak berkontraksi secara terus menerus) keadaan yang melebihi
batas critical load sehigga menimbulkan kelelahan pada otot (penumpukan asam laktat
yang berlebih)
Kelelahan tersebut lama-kelamaan mengakibatkan spasme lokal, bila berlangsung lama
menimbulkan taut band sehingga menstimulasi fibroblast dalam facia untuk menghasilkan
lebih banyak collagen kemudian membuat perlengketan yang tidak beraturan (abnormal
cross link), hal ini yang menyebankan terjadinya myofacial pain syndrom
c. Tendinitis (Peritendinitis, Tenosynovitis, De Quervains disease, Epicondylitis, Trigger finger)
Tendinitis adalah peradangan yang terjadi pada tendon. Tendon merupakan struktur elastis yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendinitis dapat terjadi pada tendon di mana saja, namun
paling sering terjadi pada siku, pergelangan kaki (tendon Achilles), bahu, panggul, lutut, jari dan
pergelangan tangan.
PENYEBAB
Penyebab dari tendinitis bermacam-macam. Tendinitis dapat disebabkan oleh trauma, penggunaan
yang berlebihan, atau penurunan elastisitas karena proses penuaan. Kencing manis atau diabetes
dan usia lanjut merupakan risiko yang menyebabkan tendinitis.
Trauma kecil yang berulang juga dapat menyebabkan tendinitis, seperti:

Posisi tubuh yang tidak baik selama bekerja misalnya penggunaan komputer, memotong,

menebang, menggergaji, mengecat dalam waktu lama, dan lain-lain;


Mengemudi dalam waktu lama;

Menggunakan punggung tangan (backhand), terutama dalam permainan tenis;

Mengenakan sepatu yang tidak nyaman selama olahraga.

Penggunaan obat-obatan jarang menyebabkan tendinitis, kecuali antibiotic golongan


florokuinolon (misalciprofloxacin, levofloxacin) dan obat penurun kolesterol golongan statin.
GEJALA
Tendon memiliki fungsi untuk membantu pergerakan, sehingga perdangan pada tendon
menyebabkan nyeri yang diperburuk saat pergerakan atau aktivitas. Nyeri seringkali timbul
mendadak dan lebih dirasakan pada malam hari. Lokasi nyeri berada di dekat persendian. Nyeri
dapat disertai dengan pembengkakan.
PENGOBATAN
Tujuan pengobatan dari tendinitis adalah untuk mengurangi peradangan dan gejala-gejala yang
ditimbulkan. Bila penyebab tendinitis adalah pemakaian yang berlebihan, maka stress tersebut
harus diturunkan. Bila tendinitis terjadi akibat pekerjaan Anda, sebaiknya berkonsultasi dengan
dokter untuk mengevaluasi posisi yang baik sehingga Anda dapat bekerja dengan aman.
Istirahat
Pada tendon yang sedang mengalami peradangan, sebaiknya diistirahatkan atau tidak digunakan
terlebih dulu untuk membantu penyembuhan. Istirahat dapat mengurangi peradangan. Namun
istirahat yang berkepanjangan dapat menimbulkan kekakuan sendi, sehingga setelah beberapa hari
beristirahat mulailah bergerak dengan perlahan. Bila terjadi pembengkakan pada kaki dapat
dibantu dengan mengangkat kaki lebih tinggi dari posisi jantung saat berbaring.
Es
Kompres dengan es membantu mengurangi peradangan dan nyeri. Lakukan kompres 10-15 menit
sebanyak 2-3 kali dalam sehari.
Obat-obatan
Obat-obatan golongan antiinflamasi non steroid (NSAID) dapat digunakan tidak hanya
menurunkan nyeri namun juga menekan peradangan yang terjadi. Bila cukup berat, dapat
digunakan suntikan steroid untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
Alat penunjang

Penggunaan tongkat pada sisi yang berlawanan membantu nyeri pada panggul. Alat-alat pelindung
pada bagian yang meradang dapat mengurangi stress yang terjadi.
Terapi fisik
Fisioterapi untuk peregangan dan penguatan tendon dapat digunakan untuk mengembalikan
kemampuan tendon dan mencegah luka selanjutnya.
Operasi
Operasi umumnya jarang dilakukan pada tendinitis, kecuali gejala masih berlangsung selama
berbulan-bulan dan menghambat aktivitas sehari-hari. Tendinitis yang hebat dapat menyebabkan
tendon putus sehingga memerlukan tindakan operasi.
Pencegahan untuk menghindari tendinitis antara lain:

Melakukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas olahraga;

Meningkatkan intesitas latihan sedikit demi sedikit;

Melakukan olahraga rutin harian;

Mempelajari dan menerapkan postur tubuh yang baik;

Menggunakan perlengkapan olahraga yang sesuai dengan Anda;

Menghindari berada dalam 1 posisi dalam waktu lama, usahakan untuk merubah posisi
setiap 20-40 menit;

Berhenti melakukan aktivitas yanbg menimbulkan nyeri; Tidak berlebihan dalam


melakukan sesuatu.

d. Carpal tunnel syndrome


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau sindrom terowongan carpal mungkin merupakan contoh
WMSD yang paling dikenal. CTS ini merupakan kondisi WMSD di area pergelangan tangan
hingga ujung jari. CTS terjadi akibat gerakan repetitif dari pergelangan tangan yang menekuk,
memegang benda kerja atau perkakas dengan sangat erat, atau secara terus-menerus
menekankan pergelangan tangan pada benda kerja yang keras. Gejala-gejala umum pada CTS
ini adalah pergelangan tangan yang mati rasa, terasa kebas, terasa seperti terbakar, dan nyeri.
Dalam beberapa kasus, bahkan timbul tonjolan otot di dasar ibu jari, telapak tangan yang
kering dan memucat, serta keadaan tangan yang sulit digerakkan.
e. Cubital tunnel syndrome
Merupakan gangguan yang disebabkan oleh penekanan saraf ulnaris di siku. Saraf ulnaris
berjalan dekat dengan permukaan kulit di daerah siku, sehingga mudah mengalami kerusakan

akibat penekanan di daeran siku secara berulang. Beberapa kondisi yang beresiko untuk
menimbulkan gangguan ini antara lain:

Menekuk siku untuk waktu yang lama, misalnya saat menelpon atau tidur dengan
posisi tangan di bawah bantal

Sering bersandar dengan siku, terutama pada permukaan yang keras

f. Carpet Layers knee


peradangan bursa di depan patella, bursae terletak antara struktur untuk mengurangi gesekan.
Kantung yang dilapisi dengan membran sinovium yang memproduksi dan menyerap cairan
terkena trauma akut atau kronis atau infeksi dan kondisi inflamasi tingkat rendah seperti gout,
sifilis, tuberkulosis, dan rheumatoid arthritis. Dapat juga disebabkan oleh pekerjaan yang
menciptakan tekanan berulang-ulang pada bagian lutut sehingga terjadi trauma pada aspek
anterior lutut.

g. Raynauds syndrome atau white finger disease


Raynauds syndrome atau yang lebih dikenal dengan white finger disease merupakan masalah
WMSD di saraf dan pembuluh darah tangan. Sindrom ini sering disebabkan oleh penggunaan
peralatan kerja yang menimbulkan getaran. Akibat getaran ini serta rendahnya temperatur
lingkungan kerja, pekerja kemudian mengalami mati rasa dan kebas pada jari-jari tangannya.
Jemari pekerja kemudian berubah menjadi putih pucat, kemudian biru, dan akhirnya merah.
Keadaan mati rasa dan lemas pada tangan ini kemudian membatasi gerakan pekerja untuk
memegang benda kerja dengan baik dan turut mengganggu kemampuan pekerja secara
keseluruhan untuk bekerja dengan baik. Kondisi pekerja yang merokok dapat memperburuk
kondisi ini dengan mengurangi pasokan oksigen ke dalam jari-jari tangan.
h. Thoracic outlet syndrome
sindrom yang melibatkan kompresi di outlet toraks superior akibat tekanan berlebih pada
bundel neurovaskular yang berada antara otot scalneus anterior dan otot scalneus tengah. Hal
ini dapat mempengaruhi satu atau lebih saraf yang menginervasi ekstremitas atas dan / atau
pembuluh darah yang melalui dada dan ekstremitas atas , khususnya di pleksus brakialis ,
arteri subklavia , dan kadang-kadang vena subklavia .

TOS dapat disebabkan akibat dari posisi , misalnya, dengan kompresi yang abnormal dari
tulang selangka ( tulang selangka ) dan gelang bahu pada gerakan lengan . Ada juga beberapa
bentuk statis , yang disebabkan oleh kelainan , pembesaran , atau spasme berbagai otot di
sekitar arteri , vena , dan / atau pleksus brakialis , fiksasi dari tulang rusuk pertama , atau
tulang rusuk serviks ..
i. Guyons canal syndrome
disebabkan oleh terjepitnya saraf ulnaris di kanal Guyon saat melewati pergelangan tangan .
Gejala biasanya dimulai dengan perasaan kesemutan pada jari-jari kelingking dan jari manis lalu
menjadi hilangnya sensasi dan / atau gangguan motorik, fungsi otot-otot intrinsik tangan yang
dipersarafi oleh saraf ulnaris . Ulnaris tunnel syndrome umumnya terjadi pada pengendara
sepeda biasa karena tekanan berkepanjangan kanal Guyon terhadap setang sepeda. .
j. Hypothenar hammer syndrome
kondisi tangan di mana aliran darah ke jari-jari berkurang . Hipotenar mengacu pada kelompok
otot yang mengontrol pergerakan jari kelingking . Beberapa otot-otot ini membentuk daging
pada bagian luar telapak tangan . Hal ini terjadi ketika para pekerja berulang kali
menggunakan telapak tangan (terutana bagian luar) sebagai palu untuk menggiling ,
mendorong , dan memutar benda-benda. Kegiatan ini dapat merusak pembuluh darah tertentu
dari tangan terutama arteri ulnaris . Arteri ini berjalan melalui daerah hipotenar telapak tangan
dan memasok darah ke jari-jari . Kerusakan arteri ulnaris menyebabkan pengurangan aliran
darah ke jari-jari . Kadang-kadang satu kejadian yang signifikan dapat menyebabkan
Hypothenar hammer syndrome.
.
Hypothenar hammer syndrome biasanya terjadi pada pria dengan usia rata-rata 40 tahun .
Pekerjaan yang berisiko termasuk montir mobil , pekerja logam , operator mesin bubut ,
penambang , teknisi , tukang daging , tukang roti , dan tukang kayu .
k. Vibration hand arm syndrome
Gangguan akibat kontak yang terlalu lama dengan getaran , khususnya pada tangan dan lengan
saat menggunakan alat getar . Gejala termasuk mati rasa , kesemutan , dan kehilangan sensitivitas
saraf . Sindrom tangan-lengan getaran ( HAVS ) adalah kondisi yang menyakitkan dan berpotensi
melumpuhkan jari , tangan , dan lengan akibat getaran . pada awalnya rasa kesemutan dengan mati
rasa pada jari-jari . kemudian jari-jari itu menjadi putih dan bengkak saat dingin dan kemudian
merah dan ketika menghangat akan terasa nyeri. Cuaca dingin atau basah dapat memperburuk
kondisi . Memungut benda seperti pin atau paku menjadi sulit karena rasa pada jari-jari berkurang
dan kehilangan kekuatan dan pegangan di tangan .

Sumber getaran yang dapat menyebabkan HAVS sangat bervariasi dari bor, perata jalan ,
pemutus aspal , gergaji listrik, alat pengikis , penembak jarum , pemoles , pengamplas dan
penggiling , compactor , mesin pemotong rumput listrik dan bahkan permainan elektronik yang
mengkasilkan getaran.

l. Low Back Pain


Low back pain (LBP) atau rasa sakit di area bawah punggung merupakan salah satu penyebab
utama ketidaknyamanan dalam bekerja. Selain itu, gejala ini juga dapat timbul dari kegiatan
sehari-hari, seperti berkebun, menyetir, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Umumnya,
sumber rasa sakit berasal dari posterior ligament dan jaringan tipis lainnya (Bridger, 1995).
Kumar dalam Bridger (1995) mengemukakan bahwa pembebanan secara mekanik merupakan
faktor risiko LBP.
Secara khusus, cedera tulang belakang (back pain) merupakan fenomena yang mendapat
banyak perhatian, terutama dari bidang kesehatan. Cedera ini dapat menyebabkan seseorang
mengalami disfungsi. Berikut adalah beberapa istilah mengenai cedera tulang belakang yang
disampaikan oleh dr. Ahmad Toha Muslim pada Simposium Ergonomi tahun 1998 (Salmiah,
2001):
1.

Back pain, adalah nyeri yang timbul di sepanjang tulang belakang, mulai dari leher
sampai pinggang. Umumnya back pain dibagi atas dua daerah, yaitu neck
pain yang merupakan nyeri di daerah leher yang menyebar hingga tangan dan low
back pain yang merupakan nyeri di daerah pinggang yang menyebar hingga kaki.

2.

Back pain impairment, adalah kondisi berkurangnya atau hilangnya kemampuan


seseorang untuk melakukan aktivitas sistem otot tulang belakang.

3.

Back pain disability, adalah kondisi back pain impairment yang menyebabkan
hilangnya jumlah jam kerja, sehingga orang yang bersangkutan hanya dapat
bekerja dengan waktu terbatas.

4.

Back pain compensation, adalah besarnya penggantian uang yang telah digunakan
untuk mengobati back pain sesuai dengan peraturan yang berlaku di tempat kerja.

Gejala-gejala yang muncul dari WMSD ini adalah nyeri seperti terbakar, tendon yang
membengkak, jari yang menggeretak atau berderik (crepitus), dan Ganglionic cysts. Tendonitis
berkaitan erat dengan pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang (seperti penggunaan staple
gun), serta gerakan memutar atau memelintir (contohnya pada penggunaan obeng). Peralatan atau

perkakas kerja yang terlalu kecil atau terlalu besar untuk ukuran tangan pekerja juga turut
menambah tekanan pada tendon.
Posisi tubuh seorang pekerja (postur kerja) dan pergerakannya dapat mempengaruhi
terjadinya risiko WMSD, karena posisi tubuh yang kurang baik saat bekerja dapat menyebabkan
terjadinya ketidaknyamanan dan akan menimbulkan kelelahan jika postur kerja ini dipertahankan
dalam periode waktu yang lama. Gejala ketidaknyamanan dan kelelahan ini muncul karena adanya
kelainan pada sistem otot atau struktur penyangga tubuh lainnya. Karenanya, dapat dikatakan
bahwa postur tubuh yang kurang baik saat bekerja dapat mempertinggi kemungkinan seorang
pekerja mengalami kelainan muskuloskeletal akibat pekerjaannya.
Sebagai contoh, postur tubuh berdiri saat bekerja. Posisi tubuh berdiri merupakan suatu posisi
tubuh alami, dan karena itu tidak akan menimbulkan risiko kesehatan tertentu. Namun, jika
seseorang bekerja untuk periode waktu yang lama dengan posisi berdiri, akan timbul rasa sakit
pada kaki, kelelahan otot umum, dan sakit punggung. Hal ini dapat diperparah lagi dengan adanya
tata ruang area pekerjaan yang tidak ergonomis, sehingga menjadikan posisi kerja kurang nyaman
karena para pekerja berdiri dengan tidak wajar. Selain postur tubuh berdiri, masih banyak postur
tubuh lain yang dapat menimbulkan gejala-gejala WMSD (awkward posture)
OHSCOs (2007) memberikan panduan tahapan untuk melakukan program pencegahan MSD di
lingkungan kerjayang meliputi:
1. Membangun pondasi menuju sukses
Untuk melakukan program pencegahan MSD diperlukan penetapan komitmen oleh manajemen,
menentukan tujuan pelaksanaan, sasaran dan ruang lingkup pelaksanaan, membuat aturan dan
tanggung jawab pada seluruh lapisan karyawan, membentuk komite pelaksana dan bergabung
dengan organisasi kesehatan dan keselamatan kerja.
2. Mengidentifikasi faktor -faktor yang menimbulkan MSD dan faktor lainnya yang
terkait.
Proses identifikasi dilakukan dengan menanyakan kepada pekerja gangaguan MSD yang dialami,
menanyakan jenis tugas yang sulit dan menyebabkan ketidaknyamanan, mengevaluasi catatan
kecelakaan kerja yang pernah terjadi, mengamati jenis pekerjaan yang membutuhkan waktu yang

lama, pengulangan, tenaga dan postur kerja serta menggunakan instrument-instrumen pencegahan
MSD
3. Lakukan evaluasi faktor-faktor yang menyebabkan MSD
Evaluasi faktor-faktor yang telah ditemukan dengan melibatkan pekerja untuk mencari akar
masalahnya dan buat kesepakatan untuk melakukan tindakan perbaikan.
4. Memilih dan melaksanakan program perbaikan untuk pencegahan MSD
Lakukan perubahan metode kerja, menata ulang peralatan dan area kerja untuk mengurangi resiko
MSD, Libatkan karyawan untuk memberikan ide-ide agar system kerja menajdi lebih baik dan
gunakan ide yang dianggap baik, hati hati memilih solusi yang pertama kali karena solusi tersebut
disebut desain yang ergonomis.
5. Evaluasi kesuksesan penerapannya dan lakukan peningkatan secara berkelanjutan
Tanyakan kepada pekerja apakah perubahan yang dilakukan memberikan dampak yang lebih baik
dan memberika rasa nayaman dalam bekerja. Tingkatkan dan ulangi penerapan setelah 3 -6 bulan.
6. Menyebar luaskan kesuksesan pencegahan MSD
Umumkan hasil yang telah dicapai dan usaha-usaha yang telah dilakukan dalam pencegahan MSD
kepada seluruh pekerja dan semua departemen

Anda mungkin juga menyukai