Anda di halaman 1dari 14

1. Apakah yang dimaksud dengan cedera/ trauma kepala?

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan
merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan lalu lintas. Resiko utama klien yang
mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera yang menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.

1. Pertolongan pertama pada cedera kepala apa saja yang dilakukan?

Menghentikan pendarahan

Pendarahan dari kulit kepala biasanya banyak karena pembuluh darah berda di dalam
jaringna ikat padat sehingga sukar mencukup. Pendarahan dapat dihentikan dengan
memberikan tekanan pada tempat yang rendah sehingga pembulu-pembuluh darah tertutup,
kepala dapat dibalut dengan ikatan yang kuat.

Usahakan pernafasan yang lapang beri napas buatan bila berhenti

Bersihkan mulut dengan hidung dari muntah atau darah bila ada. Keluarkan protesis gigi,
kendorkan ikat pinggang, bila perlu hisap lendir dengan alat peng hisap. Miringkan kepala
supaya lidah tidak menghalangi faring. Bila pasien muntah letakan seluruh badan pasien
dalam sikap miring dan berikan O2.

Fisasi leher

Pada tiap kasus cedera kepala kulumna vetebralis servikalis harus diperiksa dengan teliti, bila
perlu foto rontgen. Bila diperkirakan kemungkinan adanya fraktur, leher harus difiksasi
dengan kerah fiksasi leher.

Fiksasi tulang yang patah

Tulang patah akan menimbulkan rasa nyeri pada pergerakan, karna itu harus difiksasi.

Pemerikasan bagian badan yang lain

1. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis trauma/ cedera kepala?


1. Cedera kulit kepala. Cedera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah,
kulit kepala berdarah bila cedera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya
infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
1. Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang
tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat
menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan
terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup
keadaan dura tidak rusak.
2. Cedera otak. Cedera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur
tengkorak, setelah pukulan atau cedera pada kepala yang menimbulkan
kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel
mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa
menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
3. Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri
dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa
menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cedera kepala minor dan dianggap
tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan
dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori
dan gangguan dalam kebiasaan kerja.
4. Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien
tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi
lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan
berkemih tanpa di sadari.
5. Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di
dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala, efek utama
adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk
menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan tik.
6. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cedera
kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara
tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini
berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang
temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.

7. Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah


diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh
cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik.
Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang
ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cedera kepala mayor yang
meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan hematoma sub dural sub akut
adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan
gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan hematoma sub
dural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering
pada lansia.
8. Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah
perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cedera
kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera
peluru atau luka tembak; cedera kumpil).
9. Apa yang anada ketahui tentang Patofisiologi terhadap cedera kepala?
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika
benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan
benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan
kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara
kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan
otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder
dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area
cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (tik). Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan
hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala fokal dan
menyebar sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil
yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio
serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh
perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson
menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel
pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang
otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
1. Apakah ada hubungannya cedera/ trauma kepala dengan terjadinya fraktur
tulang wajah? Jelaskan.
Ada, karena sinus-sinus tulang dapat pula mengalami cedera. Bila terjadi deformasi

sisnus, pasien mungkin memerlukan operasi untuk restorasi. Lubang sinus yang tersumbat
perlu dibuka supaya secret lender normal dapat mengalir ke dalam rongga hidung. Fraktur
mandibula dapat mengalami ramus, korpus maupun kolum mandibulae. Karena mandibula
dapat bergerak, maka pada fraktur mandibula tulang ini perlu difiksasi. Pendarahan di dalam
orbita dapat menyebakan eksoftalmus. Pendarahan ini akan mencair dan terserap di dalam
waktu beberpa minggu. Pendarahan sering pula terjadi di dalam liang telinga luar.
Pendarahan kecil biasanya akan berhenti dengan sendirinya.
1. Cedera kepala diklasifikasikan menjadi dua bagain sebutkan dan jelaskan?
1. Cedera kepala terbuka
Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater disertai cedera
jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di
jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang
dan tindakan seterusnya secara bertahap.
1. Cedera kepala tertutup
Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-keretakan. Dalam
keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka
pada daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma
dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang
dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum
intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma,
sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat
dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu
karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat
fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis).
1. Dimanakah letak Fractura Basis Cranii dan tanda gejala gejala yang dialami?
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan:
1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan
arachnoidal.
2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris
masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan
biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya cairan otak
bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai
tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu,
dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik
8. Pemeriksaan radiologis dengan menggunakan Sken tomografik terkomputerisasi
(SST) dapat melihat Lesi traumatic
a. Epiduralis Haematoma

Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto rontgen kepala
sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini,
diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita sangat
terpaksa melakukan Burr hole Trepanasi, karena dicurigai akan terjadi epiduralis
haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk
epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani.
b. Subduralis Haematoma Akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil
sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada interval yang
akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan
otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK
= Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa
setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang
memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis
pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri
dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada free interval
time. Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka.
Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga
mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan
dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan
pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
pelebaran pembuluh darah. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan
karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena
pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena
yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak
menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah
subduralis haematoma, disertai gejala kliniknya.
d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis
kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak, gangguan
bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cedera kepala. Contusio pada kepala adalah
bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda
koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan,
gangguan sirkulasi paru-jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia,
meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak
dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).
9.Apa yang kemungknan dapat terjadi setelah mengalami trauma kapisitis?
1. Pasien sembuh total. EEG normal

2. Pasien sembuh tampa keluhan. EEG tidak normal


3. Pasien tidak menunjukan kelainan tetapi mengeluh sering nyeri kepala,
vertigo, sukar kosentrasi, sukar berpikir, susah tidur. EEG dapat normal atau
menunjuka kelainan. Pada sebagaian klien mengalami keluhan-keluahan yang
ditemukan higroma.
4. Sembuh dengan cacat badan, EEG dapat normal atau menunukan kelainankelainan.
5. Sembuh tetapi menderita serangan-serangan epilepsy.
6. Sembuh dengan cacat mental.
7. Pasien tidak sembuh dan berada dalam keadaan vegetative
8. Pasien tidak sembuh dan berada dalam keadaan koma prolongtum.
9. Pasien meninggal.
1. Sebutkan Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan oleh klien yang
mengalmi cedera kepala
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal
aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cedera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).

7. Analisa Gas Darah


Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan
1. Pengobatan apa saja yang dapat didapatkan selama mengalami cedera kepala?
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30
mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23
jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan
dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian nalokson
(bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita
trauma saraf spinal akut. Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis
yang akurat, dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya
reaksi peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:

Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen


membran lain dari kerusakan.
Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.

Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.

Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.

Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.

Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi menjadi 2, sebutkan?


1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh
atau pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi
yang cepat menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan
kontak pada protuberans tulang tengkorak.
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
13. Berdasarkan morfologinya cedera kepala, apa saja yang anda ketahui?
1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak.
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan
membentuk fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa
fraktur tertutup yang secara normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur
tertutup yang memerlukan perlakuan untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan
subdural, kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara
bersamaan. Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala
digunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini dilakukan terhadap respon
motorik, respon verbal dan buka mata, dengan interval.

2. Komplikasi apa saja yang dirasakan oleh orang yang mengalami tauma kepala?

Koma . Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada
situasi ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative
state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan
mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian
penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita
pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang sembuh.

Seizure. Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurangkurangnya sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.

Infeksi. Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain

Kerusakan saraf. Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada
nervus facialis. Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari
saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .

Hilangnya kemampuan kognitif. Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses


informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan
cedera kepala berat mengalami masalah kesadaran.

Penyakit Alzheimer dan Parkinson. Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan
terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan sedikit terjadi parkinson. Resiko akan
semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

1. Penatalaksanaan apa saja yang anda ketahui selama cedera kepala?

1. Breathing
Pada pasien dengan trauma kepala perlu dilakukan usaha pembebasan jalan nafas dan
menjamin ventilasi yuang baik di paru-paru dengan membaringkan pasien pada posisi
miring untuk menghindari aspirasi akibat muntah. Selain itu juga perlu tindakan
penghisapan lendir, muntah atau darah dari jalan nafas. Pemberian oksigen sebagai
terapi perlu dievaluasi dengan pemeriksaan analisa gas darah dan diusahakan P O2 >
80 mmHg, P CO2 tidak lebih dari 30 mmHg, dengan tujuan untuk mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah otak. Pemasangan pipa endotrakheal dapat juga
dilakukan. Tracheostomi terutama bila terjadi perdarahan pada jalan nafas bagian atas,
fraktur tulang muka atau trauma toraks.
2. Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah
(Hb,Leukosit). Pada kontusio cerebri 3-5 hari pertama terjadi ketidakseimbangan air
dan natrium, di mana retensi air melebihi natrium, sehingga terjadi hiponatremi
relatif. Karena itu kemungkinan over dehidrasi, dehidrasi, intoksikasi air perlu
dipertimbangkan.

3. Brain
Penilaian GCS, dan bila menunjukan adanya perburukan perlu pemeriksaan
mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya) serta
gerakan- gerakan bola mata. Udema cerebri dapat dicegah dengan membebaskan jalan
nafas, pembatasan jalan nafas, hipotermia, pemberian obat anti udema. Obat-obat anti
udema biasanya : manitol, diberikan melalui infus, gliserol diberikan per infus/oral,
kadang-kadang dapat menimbulkan hemolisis intravaskuler bila diberikan melebihi 30
tetes/menit. Kortikosteroid, preparat yang umum dipakai adalah Dexametason dan
Metil Prednisolon.
4. Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan karena kandung kemih yang penuh
merupakan suatu rangsangan untuk mengeden sehingga tekanan intrakranial
cenderung lebih meningkat.
5. Bowel
Usus yang penuh cenderung akan meningkatkan tekanan intrakranial. Makanan
diberikan sesudah 48 jam, kalau pasien belum sadar beri makanan melalui sonde.
Jumlah makanan disesuaikan dengan cairan, elektrolit dan kalori yang dibutuhkan
2. Macam-macam Terapi yang dapat dilakukan pada cedera kepala?

Farmakologi
Cairan intravena : pertahankan status cairan euvolemik, hindari dehidrasi, jangan
menggunakan cairan hipotonis / glukosa
Hiperventilasi fase akut (option): pada peningkatan tekanan intrakranial
pertahankan PaCO2 pada 25-30 mmHg, hindari Pa CO2< 25 mmHg
(vasokonstriksi).
Terapi hiperosmoler -manitol (guideline): Merupakan osmosis diuretis. Efek
ekspansi plasma, menghasilkan gradient osmotik dalam waktu yang cepat dalam
beberapa menit. Memberikan efek optimalisasi reologi dengan menurunkan
hematokrit, menurunkan viskositas darah, meningkatkan aliran darah serebral,
meningkatkan mikrosirkulasi dan tekanan perfusi serebral yang akan
meningkatkan penghantaran oksigen dengan efek samping reboun peningkatan
tekanan intrakranial pada disfungsi sawar darah otak terjadi skuestrasi serebral,
overload cairan, hiponatremi dilusi, takipilaksis dan gagal ginjal (bila osmolalitas
>320 ml osmol/L. Manitol diberikan pada pasien koma, pupil reaktif kemudian
menjadi dilatasi dengan atau tanpa gangguan motorik, pasien dengan pupil dilatasi
bilateral non reaktif dengan hemodinamik normal dosis bolus 1 g/kgBB
dilanjutkan dengan rumatan 0,25- 1 g/kgBB Usahakan pertahankan volume
intravaskuler dengan mempertahankan osmolalitas serum < 320 ml osmol/L.
Koma barbiturat (guideline): koma barbiturat dilakukan pada pasien dengan
peningkatan tekanan intrakranial yang refrakter tanpa cedera difus, autoregulasi
baik dan fungsi kardiovaskular adekuat. Mekanisme kerja barbiturat: menekan
metabolism serebral, menurunkan aliran darah ke otak dan volume darah serebral,
merubah tonus vaskuler, menahan radikal bebas dari peroksidasi lipid
mengakibatkan supresi burst.

Cairan garam hipertonis : cairan NaCl 0,9 %, 3%-27%.


Kureshi dan Suarez menunjukkan penggunaan saline hipertonis efektif pada neuro
trauma dengan hasil pengkerutan otak sehingga menurunkan tekanan intrakranial,
mempertahankan volume intravaskular euvolume.Dengan akses vena sentral
diberikan NaCl 3% 75 cc/jam dengan Cl 50%, asetat 50% target natrium 145-150
dengan monitor pemeriksaan natrium setiap 4-6 jam. Setelah target tercapai
dilanjutkan dengan NaCl fisiologis sampai 4-5 hari
Kortikosteroid: Tidak direkomendasikan penggunaan glukokortikoid untuk
menurunkan tekanan intrakranial baik dengan methyl prednisolon maupun
dexamethason. Dearden dan Lamb meneliti dengan dosis > 100 mg/hari tidak
memberikan perbedaan signifikan pada tekanan intracranial dan setelah 1-6 bulan
tidak ada perbedaan outcome yang signifikan. Efek samping yang dapat terjadi
hiperglikemia (50%), perdarahan traktus gastrointestinal (85%).
NUTRISI (guideline): dalam 2 minggu pertama pasien mengalami
hipermetabolik, kehilangan kurang lebih 15% berat badan tubuh per minggu.
Penurunan berat badan melebihi 30% akan meningkatkan mortalitas. diberikan
kebutuhan metabolism istirahat dengan 140% kalori/ hari dengan formula berisi
protein > 15% diberikan selama 7 hari. Pilihan enteral feeding dapat mencegah
kejadian hiperglikemi, infeksi.
Terapi prevensi kejang (guideline): pada kejang awal dapat mencegah cedera
lebih lanjut, peningkatan TIK, penghantaran dan konsumsi oksigen, pelepasan
neuro transmiter yang dapat mencegah berkembangnya kejang onset lambat
(mencegah efek kindling). Pemberian terapi profilaksis dengan fenitoin,
karbamazepin efektif pada minggu pertama. Harus dievaluasi adanya faktor-faktor
yang lain misalnya: hipoglikemi, gangguan elektrolit, infeksi.
Terapi suportif yang lain : pasang kateter, nasogastrik tube, koreksi gangguan
elektrolit, kontrol ketat glukosa darah, regulasi temperatur, profilaksi DVT, ulkus
stress, ulkus dekubitus, sedasi dan blok neuro muscular, induksi hipotermi
3. Apakah yang mempengaruhi mekanisme terjadinya fraktur pada trauma
kapitis?
Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai tertutup dan penetrating.
Sebetulnya tidak benar-benar dapat dipisahkan. Misalnya fraktura tengkorak terdepres
dapat dimasukkan kesalah satu golongan tersebut, tergantung kedalaman dan
parahnya cedera tulang. Istilah cedera kepala tertutup biasanya dihubungkan dengan
kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan cedera kepala penetrating lebih sering
dikaitkan dengan luka tembak dan luka tusuk.
4. Apa yang anda ketahui tentang pembagian Cedera kepala ?

Simple Head Injury


Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
o
o

Ada riwayat trauma kapitis


Tidak pingsan

Gejala sakit kepala dan pusing

Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.

Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih
dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.

Contusio Cerebri

Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputusLaceratio Cerebri. Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan
tersebut disertai dengan robekan piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat
dibedakan
atas
laceratio
langsung
dan
tidak
langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh benda asing
atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio
tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.

Fracture Basis Cranii

Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior. Gejala
yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
1. Kelainan apa saja yang terdapat pada trauma kranio serebral berat?
1. Perubahan pola pernafasan
Perubahan pernafasan yang terjadi adalah:
1. Pernafasan cheyne-stokes yang disertai priode pernafasan berhenti dan
bernafas. Setelah
2. beberapa lamanya pernafasan berhenti, mulai bernafas lagi dengan
amplitude yang mula-mula kecil kemudian berangsur-angsur
membesar lalu mengecil lagi dan berhenti.
3. Takipenia, frekuensi pernafasan tinggi lebih dari 25/ menit
4. Hipernea, amplitude pernafasan besar.
5. Pernafasan tak beratur.
6. Apnea, pernafasan terhenti. Pada keadaan ini bantuan pernafasan harus
cepat dilakukan untuk meno;ong jiwa pasien.
2. Apa yang anda ketahui tentang 3 Selaput meningen menutupi seluruh
permukaan otak?
1. Dura mater

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
endosteal dan lapisan meningeal Dura mater merupakan selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan
dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di
bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang
terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang
berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis
tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan
menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan
darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinussinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat
2. selaput arakhnoid
Selauput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus
pandang.selaput arakhnoid terletak anatara pia mater sebelah dalam dan
dura meter sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari
dura meter oleh ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia
mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor serebralis.
Pendarahan sub arakhnoid umunya disebabkan akibat cedera kepala.
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan
masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk
kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.
1. Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis
keadaan, keadaan yang anda ketahui apakah?
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain
dibentur oleh benda yang bergerak (kepala tergencet).
3. Factor-faktor apa saja yang memperburuk prognosis pada cdera kepala?
Terlambatnya penanganan awal/resusitasi, pengangkutan/transport yang
tidak adekuat, dikirim ke rumah sakit yang tidak adekuat, terlambatnya
delakukan tindakan bedah dan adanya cedera multipel yang lain

DAFTAR PUSTAKA

http://rusari.com/askep_cedera_kepala.html

http://iwansain.wordpress.com/2007/08/28/asuhan-keperawatan-klien-dg-traumakapitis/
http://yenibeth.wordpress.com/2008/08/05/askep-pada-trauma-kapitis/

http://pdskjijaya.com/index.php?
option=com_content&task=view&id=123&Itemid=1

http://medlinux.blogspot.com/2007/11/cedera-kepala.html

http://muslimpinang.wordpress.com/2008/02/22/trauma-kepala-ringan-anak-jatuh/

M. Rudolph Abraham, I.E. Hoffman Julien, D. Rudolph Colin. Buku ajar pediatric
Rudolph volume 1. jakarta : EGC. 2006

Bailey Hamilton. Ilmu bedah gawat darurat edisi II. Yogyakarta : gaja mada universiti
pree. 1992

Prof. DR. Dr. Iskandar Wahidiyat, Prof. DR. Dr. Sudigdo Sastroasmoro, Prof. Dr.
Corry S. Matondang. Diagnosa Fisis Pada Anak Edisi ke 2. Jakarta : PT Sagung Seto.
2000

R. Sjamsuhidayat, WIm de jog. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 1997.

Soemarno markam, Djaja Surya Atmadja, Arif Budijanto. Buku cedera tertutup
kepala. Jakarta: fakultas kedokteran universitas Jakarta, 1999.

Anda mungkin juga menyukai