Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH SISTEM INFORMASI OBAT

PANITIA FARMASI DAN TERAPI


PADA RUMAH SAKIT TIPE A, B, DAN C

OLEH :
KELOMPOK 3
NI WAYAN MILKA LINA
PUTRI PUSPADININGRUM GITA P.
I GUSTI NGURAH WIDIANGGA P.
NI MADE DYAH LISTYORINI

(1208505067)
(1208505076)
(1208505084)
(1208505087)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai misi
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, juga sebagai tempat pendidikan dan pelatihan tenaga

kesehatan serta tempat penelitian dan pengembangan kesehatan. Salah satu bentuk
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di rumah sakit adalah farmasi. Pada
suatu rumah sakit diperlukan suatu fungsi pemantauan farmasi dan terapi yang
mencakup; pengembangan kebijakan dan prosedur mengenai seleksi, distribusi,
penanganan, penggunaan, dan pemberian/konsumsi obat dan bahan uji diagnostik;
pengembangan dan pemeliharaan formularium obat; evaluasi dan, apabila tidak
ada mekanisme demikian, persetujuan protocol, berkaitan dengan penggunaan
obat investigasi atau obat percobaan; penetapan dan pengkajian reaksi obat yang
merugikan (Siregar dan Amalia, 2004).
Fungsi pemantauan farmasi dan terapi tersebut dapat dilakukan oleh suatu
komite. Namun, akibat dari kerumitan dan kepekaan kebijakan dari tugas itu,
pelaksanaan fungsi tersebut selalu diberikan kepada suatu komite dari staf medik,
yang biasa disebut panitia farmasi dan terapi (PFT). Selain itu, keseragaman
produk

obat

yang

tersedia,

keamanan

dan

keefektifan

penggunannya

mengakibatkan suatu rumah sakit memerlukan suatu program yang baik untuk
memaksimalkan penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu, pada tiap rumah
sakit juga dilaksanakan oleh panitia farmasi dan terapi atau panitia yang setara,
yang merupakan dasar organisasi dari program ini.
Apoteker rumah sakit bertanggung jawab memelihara hubungan yang baik
dengan puluhan bahkan ratusan jumlah dokter dari berbagai SMF. Hal ini semakin
diperumitkan lagi oleh masuknya profesi perawat ke dalam hubungan dokterapoteker-penderita. Garis komunikasi dan hubungan organisasi yang formal antara
staf medis dan IFRS. Oleh karena itu, pembentukan PFT diperlukan agar
hubungan antara IFRS dan semua professional kesehatan di rumah sakit dapat
terpelihara dengan baik (Siregar dan Amalia, 2004). Berdasarkan besarnya rumah
sakit dan pelayanan yang dapat diberikan, rumah sakit terdiri atas 4 tipe yaitu tipe
A, B, C dan D. Panitia farmasi dan terapi tentu berbeda pada setiap tipe rumah
sakit tersebut. Oleh karena itu, melalui makalah ini akan dibahas mengenai
perbedaan PFT pada setiap tipe rumah sakit.
1.2. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui secara umum mengenai definisi, kegunaan, tujuan,
keanggotaan, kewenangan, fungsi dan lingkup pantia farmasi dan terapi.
2. Untuk mengetahui panitia farmasi dan terapi tipe A, B, C serta jumlah
apoteker yang terlibat pada masing-masing panitia farmasi dan terapi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Panitia Farmasi dan Terapi


Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) menurut Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1197/Menkes/SK/X/2004 adalah organisasi yang mewakili


hubungan komunikasi antara staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya

terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya
(Achmadi, 2008).
2.2

Tujuan Panitian Farmasi dan Terapi


Tujuan Panitia Farmasi dan Terapi yaitu :
1.

Menerbitkan

kebijakan-kebijakan

mengenai

pemilihan

obat,

penggunaan obat serta evaluasinya.


2.

Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan


terbaru yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai
kebutuhan.
(Achmadi, 2008).

2.3

Kegunaan
Kegunaan utama dari PFT adalah:
1.

Perumus Kebijakan-Prosedur
Penitia farmasi dan terapi memformulasi kebijakan berkenaan dengan
evaluasi, seleksi, dan penggunaan terapi obat, serta alat yang berkaitan
dirumah sakit.

2.

Edukasi
Panitia farmasi dan terapi memberi rekomendasi atau membantu
memformulasi program yang didesain untuk memenuhi kebutuhan
staf profesional (dokter, perawat, apoteker, dan praktisi pelayanan
kesehatan lainnya) untuk melengkapi pengetahuan mutakhir tentang
obat dan penggunaan obat.

Panitia farmasi dan terapi ini meningkatkan penggunaan obat secara rasional
melalui pengembangan kebijakan dan prosedur yang relevan untuk seleksi obat,
pengadaan, dan melalui edukasi tentang obat bagi penderita dan staf profesional.
(Siregar dan Amalia, 2004).
2.4

Anggota, Kriteria Keanggotaan dan Struktur Kepanitiaan

Susunan anggota PFT beragam pada setiap rumah sakit dan biasanya
bergantung pada kebijakan, lingkup fungsi PFT, dan besarnya tugas dan fungsi
suatu rumah sakit. Besarnya keanggotaan PFT dapat beragam tergantung pada
lingkup pelayanan yang diberikan rumah sakit. Keanggotaaan PFT terdiri dari 815 orang. Semua anggota tersebut mempunyai hak suara yang sama. Di rumah
sakit umum besar (misalnya kelas A dan B) perlu diadakannya suatu struktur
organisasi PFT yang terdiri atas keanggotaan inti yang mempunyai hak suara,
sebagai suatu tim pengarah dan pengambilan keputusan (Achmadi, 2008).
Anggota panitia diangkat oleh pimpinan rumah sakit atas usul komite medik
terdiri dari :
1. Ketua PFT dipilih dari antara dokter yang diusulkan oleh komite medik
dan disetuji pimpinan rumah sakit. Ketua PFT adalah dokter praktisi senior
yang dihormati dan disegani karena pengabdian, prestasi ilmiah, bersikap
objektif, dan berplilaku yang menjadi panutan. Ketua harus memahami
benar dan mendukung kemajuan pelayanan IFRS, dan ia adalah dokter
yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang terapi obat.
2. Sekretaris panitia adalah kepala IFRS atau apoteker senior lain yang
ditunjuk oleh kepala IFRS. Apoteker senior dihormati karena pengabdian,
prestasi ilmiah, dan mempunyai sikap dan prilaku yang menjadi panutan.
Sekretaris merupakan motor penggerak kegiatan yang optimal dari PFT.
Sehingga,

ia

haruslah

orang

yang

dinamis,

kreatif,

kompeten,

berintelektual tinggi, rajin bekerja dan belajar mandiri, mampu


berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dan memiliki pengabdian dan
komitmen yang besar terhadap kemajuan pelayanan rumah sakit.
3. Susunan anggota PFT harus mencakup dari tiap staf medik fungsional
(SMF) yang besar, misalnya penyakit dalam; bedah; kesehatan anak;
kebidanan dan penyakit kandungan; penyakit saraf dan kesehatan jiwa;
dan SMF lain yang dianggap perlu menjadi anggota. Selain dari SMF,
anggota PFT dapat juga dari staf bagian lain yang menggunakan obat atau
yang dapat menyediakan data yang berkaitan dengan pengunaan obat,
misalnya pelayanan gigi dan mulut, laboratorium klinik, laboratorium

farmakokinetik klinik, pelayanan keperawatan, unsur pimpinan rumah


sakit.
4. Bagian lain yang dapat diwakili ialah jaminan mutu dan manajemen risiko
(jika ada). Jika ada apoteker spesialis informasi obat penanggung jawab
sentra informasi obat rumah sakit, biasanya ia otomatis menjadi anggota
ataupun sebagai narasumber. Narasumber ahli dari dalam dan luar rumah
sakit dapat diundang dalam pertemuan panitia, yang dapat memberi
kontribusi pengetahuan, ketrampilan, dan pertimbangan khusus atau khas.
Anggota panitia juga adalah staf dari SMF yang dihormati, disegani, rajin
dan pandai, dan mempunyai komitmen pada kegiatan dan hasil maksimal
dari PFT.
(Siregar dan Amalia, 2004).
Selain subpaniatia yang pembentukannya didasarkan pada SMF (Staf Medik
Fungsional) yang ada, PFT dapat juga membentuk subpanitia untuk kegiatan
tertentu, misalnya subpanitia pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan
(ROM), subpanitia evaluasi penggunaan obat (EPO), subpanitia pemantauan
resistensi antibioti, subpanitia formulasi dietik, atau juga subpanitia khusus jika
perlu. Dalam subpanitia khusus ini, sering kali melibatkan spesialis yang bukan
anggota PFT (Achmadi, 2008).
2.5

Fungsi Dan Lingkup


Organisasi dasar tiap rumah sakit dan staf mediknya dapat berpengaruh pada

fungsi dan lingkup PFT, fungsinya yaitu :


1.

Berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi, dan penasehat bagi staf
medik dan pimpinan rumah sakit, dalam semua hal yang berkaitan dengan
penggunaan obat (termasuk obat investigasi);

2.

Mengembangkan dan menetapkan formularium obat yang diterima untuk


digunakan dalam rumah sakit dan mengadakan revisi tetap. Pemilihan
sediaan obat yang akan dimasukkan dalam formularium harus didasarkan
pada evaluasi objektif terhadap manfaat terapi, keamanan, dan harga. PFT

harus meminimalkan duplikasi dari jenis obat dasar yang sama, zat aktif
yang sama atau sediaan obat yang sama;
3.

Menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi


obat yang aman dan bermanfaat serta berpartisipasi dalam kegiatan
jaminan mutu yang berkaitan dengan distribusi, pemberian, dan
penggunaan obat;

4.

Memantau dan mengevaluasi reaksi obat merugikan (termasuk, tetapi tidak


terbatas pada, biologik, dan vaksin) dalam rumah sakit dan membuat
rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulangnya kembali;

5.

Bertangung jawab pada pengadaan edukasi bagi staf profesional rumah


sakit melalui penerbitan buletin terapi obat yang disahkan PFT. Disamping
itu, PFT juga dapat mensponsori kuliah tahunan yang berkaitan dengan
terapi obat atau seminar bagi staf ruah sakit;

6.

Mengevaluasi, menyetujui, atau menolak obat yang diusulkan untuk


dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari formularium rumah sakit;

7.

Menetapkan kategori obat yang digunakan dalam rumah sakit dan


menempatkan tiap obat pada suatu katagori tertentu serta membuat
rekomendasi tentang obat yang disediakan dalam daerah perawatan
penderita.
(Siregar dan Amalia, 2004).

2.6

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Didasarkan pada Fasilitas dan Jenis


Pelayanan
Tipe rumah sakit yaitu :
1. Rumah Sakit Tipe A
Rumah Sakit tipe A, mempunyai kapasitas 1.000 tempat tidur dengan
pelayanan spesialistik dan subspesialistik luas, serta dapat juga
digunakan sebagai rumah sakit pendidikan. Contohnya: RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, RSPAD Gatot Subroto, dan RSUP Fatmawati.
2. Rumah Sakit Tipe B

Rumah Sakit tipe B, mempunyai kapasitas 500-1.000 tempat tidur


dengan pelayanan sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan
subspesialistik terbatas.
3. Rumah Sakit Tipe C
Rumah sakit umum kelas C yaitu rumah sakit umum yangmempunyai
mempunyai kapasitas 100-500 tempat tidur dengan kemampuan
pelayanan medis dasar dan spesialistik dasar. Contohnya: RSU FK UKI.
4. Rumah Sakit Tipe D
Rumah sakit umum kelas D yaitu rumah sakit umum yangmempunyai
mempunyai kapasitas

100 tempat tidur, fasilitas dan kemampuan

pelayanan medis dasar.


(Putra, dkk, 2011; Kristianti, dkk, 2013)

2.7 Struktur PFT Tipe A


KETUA
Prof Dr. dr. Armen Muchtar, SpFk

SEKRETARIS
Dra. Yulia Trisna, Apt, M.Pharm

Keterangan :
1. Ketua terdiri atas dokter spesialis
2. Sekretaris terdiri atas apoteker
3. Anggota terdiri atas 9 dokter
spesialis ahli, 3 apoteker
dan 1 perawat

ANGGOTA:
Prof
dr.
Muchlis
Ramli,
SpB(K)Onk
Prof dr. Jusuf Misbach SpS(K),
FAAN
Prof dr. Taralan Tambunan,
SpA(K)
Prof dr. Sjaiful Fahmi, SpKK(K)
Prof dr. Bambang Hermani,
SpTHT
Prof dr. Med. Ali Baziad,
SpOG(K)
dr Johan A. Hutauruk SpM(K)
dr. Aries Perdana, SpAn.
Dr. Eka Ginandjar, SpPD
Dra. Kumiasih, Apt., MPharm
Ns. Heriyanti, SKp
Yustika Novianti, S.Si., Apt.
Hafzha Hilda, S.Si., Apt.

Gambar 2.7. Struktur Organisasi PFT pada RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
(RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, 2012).

2.8

Struktur PFT Tipe B


Susunan anggota Panitia Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit Umum Daerah

Wangaya Kota Denpasar terdiri dari:


1. Pengawas
2. Ketua
3. Ketua II
4. Sekretaris
5. Anggota
Berikut gambar struktur Panitia Farmasi Terapi Rumah Sakit Umum Daerah
Wangaya Kota Denpasar:
Direktur merangkap pengawas

Ketua merangkap anggota (dokter)

Ketua II merangkap anggota (dokter)

Sekretaris merangkap anggota (Apoteker)


Keterangan :
- Pengawas merupakan direktur rumah sakit

Anggota (Dokter dan Perawat)

Ketua I dan Ketua II adalah dokter

Sekretaris adalah seorang apoteker

Anggota terdiri dari dokter dan perawat

Gambar 2.8. Struktur Organisasi PFT pada RSUD Wangaya (Ijawati dkk, 2014)
2.9

Struktur PFT Tipe C


KETUA (Dokter Spesialis Bedah)
WAKIL KETUA (Dokter Spesialis Obstetri & Ginekologi)

SEKRETARIS I (Drs. Edel Sitorus, M. Si, Apt)

Dokter Spesialis Anak

SEKRETARIS II (Eka Puji Astuti, S. Farm, Apt)

Dokter Spesialis Penyakit Dalam :

Apoteker : Aquarina, S. Farm, Apt

dr. Diana Yuniati


dr. Erny Indrawati

Keterangan :

H. Dusi, SKM

dr. I Ketut Darmi


dr. Delianae

Ketua dan wakil terdiri dari dokter

dr. Marlensius
Sekretaris I dan II : 2 apoteker
SeniorA. W.

Anggota terdiri dari 4dr.bagian


dokter spesialis anak, 10 dokter spesialis
Hananieyaitu
Taufik
penyakit dalam, 1 apoteker
danFatmi
Sarjana
Kesehatan Masyarakat.
dr. Dewi
Januarini
dr. Asna Nasiqah
dr. Puspa Rahayu Dewanty

Gambar 2.9. Struktur Organisasi PFT pada RSUD dr. H. SOEMARNO


dr. Fitri Ningrum
SOSROATMODJO-KALIMANTAN
(TipeIntani
C) (Surat Keputusan Direktur, 2012)

DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, R. 2008. Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Rumah Sakit. Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Halaman 9-10.
Ijawati, Sri,

N.L. Handayani, R. Wulansari, U.D. Jayanti, M.I. Pratiwi, D.U.

Ulumiah. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi (PKP) Apoteker di Rumah


Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar. Denpasar. Jurusan
Farmasi Universitas Udayana. Halaman 165.
Kristiani, F., dkk. 2013. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Program Studi
Profesi Apoteker di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Yogyakarta: Rumah
Sakit Bethesda. Halaman 5 dan 11.
Putra, B. P., I. Maulida, dan R. Y. Putri. 2011. Laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta Selatan. Laporan
Praktek Kerja. Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi, Universitas
Pancasila, Jakarta. Halaman 7, 8 dan 11.
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 2012. Formularium Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta: Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Halaman xi.
Siregar, C. J.P. dan L. Amalia. 2004. Farmasi Rumah Sakit : Teori Dan Terapan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 66-75.
Surat Keputusan Direktur. 2012. Pembentukan Panitia Farmasi dan Terapi RSUD dr.
H. Soemarno Sosroatmodjo. Kapuas.

Anda mungkin juga menyukai