PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan oleh
orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya memiliki budaya kerja yang di
sebut semangat kerja yang tinggi, semangat yang mampu harkat dan martabat kaumnya
untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi dengan masyarakat dan dengan bangsa lain.
Sedangkan, budaya kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan pedoman kerja
melayu , di akui oleh banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang
universal, terutama di dunia islam.dengan modal pedoman kerja melayu tersebut masyarakat
melayu mampu membangun negri dan kampung halaman, mereka juga mampu mensejahterakan
kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.
Dalam ekonomi melayu, perinsip keadilan dan kebersamaan merupakan hal yang penting.
Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan dasar dalam ekonomi melayu. Di
dalam makalah ini, penulis sedikit membahas mengenai Etos Kerja Orang Melayu. Dengan
begitu, kita akan mengetahui sedikit banyak mengenai budaya kerja orang melayu.
B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
1.
2.
3.
4.
5.
C. Tujuan
Adpun tujuan penulisan makalh ini adalh untuk memenuhi tugas matakuliah Isalm dan
Tamadun Melayu. Selain dari pada itu juga untuk mengetahui :
1. Etos kerja
2. Etos dan etika kerja orang melayu
3. Pandangan orang melayu terhadap kerja
4. Mata pencaharian tradisional orang melayu
5. Pandangan orang melayu terhadap harta
BAB II
PEMBAHASAN
ETOS KERJA ORANG MELAYU
membentuk seseorang. Konsep etos mulai dalam kerangka teori weber ketika ia membahas
sikap dan perilaku
Jadi, etos kerja orang melayu adalah etika atau moral kerja di dalam budaya orang melayu.
B. Etos dan etika kerja dalam budaya melayu
Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di wariskan oleh
orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya memiliki budaya kerja yang di
sebut semangat kerja yang tinggi, semangat yang mampu mengangkat harkat dan martabat
kaumnya untuk duduk sama rendah tegak sama tinggi dengan masyarakat dan dengan bangsa
lain. Sedangkan, budaya kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan pedoman kerja
melayu , di akui oleh banyak ahli. Karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang
universal, terutama di dunia islam.Dengan modal pedoman kerja melayu tersebut masyarakat
melayu mampu membangun negri dan kampung halaman.Mereka juga mampu mensejahterakan
kehidupan masyarakat dan menghadapi persaingan.
Orang- orang tua melayu dulu mengatakan berat tulang ringan lah perut maksutnya
orang yang malas kerja hidupnya akan melarat. sebaliknya, ringan tulang berat lah perut
maksudnya adalah barang siapa yang bekerja keras, hidupnya pasti akan tenang dan
berkecukupan. Di dalam untaian ungkapan masyarakat melayu di katakan :
di samping itu, budaya melayu juga mengajarkan etika kerja. Adapun konsep etika kerja dalam
budaya melayu dapat di lihat dari pribahasa berikut ini :
1. Biar lambat asal selamat orang-orang tua melayu, menekankan pada anak anaknya supaya
berhati hati dalam bekerja dan mengambil keputusan.
2. Tidak lari gunung di kejar orang melayu di sarankan tidak tergopoh gopoh dan selalu bersabar
dalam bekerja, sebab dengan tergopoh gopoh hasilnya tidak baik.
3. Awal di buat, akhir di ingat Pekerjaan yang di kerjakan secara tergesa gesa selalu
menimbulkan kesulitan dan tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu, masyarakat melayu
jika hendak membuat suatu aktivitas selalu di fikirkan semasak masaknyasehingga hasilnya
maksimal
4. Alang-alang berdawat, biarlah hitam Jangan asal asalan dalam bekerja
5. Kerja beragak-agak tidak menjadi, kerja berangsur angsur tidak bertahan
6. Sifat padi, semakin berisi semakin merunduk
7. Baru berlatih hendak berjalan, langsung bersembam
8. Selera bagai taji, tulang bagai kanji, menanti nasi tersaji di mulut
9. Bekerja jangan lah berulah dan degil
10. Hemat dan cermat merupakan amalan terpuji bagi orang melayu
di dalam al-quran mengatakan apabila kamu telah selesai melaksanakan solat, bertebarlah
kamu di muka bumi ( untuk mencari rezeki dan rahmat allah ). Pada ayat lain juga di katakan
maka apabila telah selesai ( dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh sungguh (urusan)
yang lain ( QS. Alam nasyrah : 7).
Masalah budaya kerja sering kali muncul ketika kita membuat perbandingan, misalnya di
antara suku-suku yang ada di indonesia, antara kaum pribumui dan non pribumi. Suku minang
dan suku bugis di kenal sebagai suku suku pedagang. Dari profesi yang mereka tekuni inilah
orang melihat bahwa kedua suku ini memiliki etos kerja yang tinggi. Kedua suku ini di kenal
sebagai perantau di berbagai daerah, sementara itu, bebrapa suku lainnya di indonesia di kenal
mempunyai etos kerja yang rendah, sebut saja suku melayu yang di kenal atau sering di beri
label stereotip pemalas pandangan serupa juga di terapkan dalam menilai antara pribumi dan
non pribumi. Orang orang cina sering kali dinilai mempunyai etos kerja yang tinggi bila di
bandingkan dengan penduduk pribumi. Di kalangan masyarakat melayu sendiri muncul
pengakuan bahwa orang melayu belum mempunyai budaya kerja yang tinggi . pada tahun 1970,
mahathir bin muhammad mengemukakannya dalam the malay dilemma yang menyoroti perihal
orang melayu. Mahatir menilai orang melayu di manjakan oleh lingkungan geografisnya, yang
tidak mendorong orang melayu untuk bersaing, sehingga mereka menjadi lemah dan tidak
mampu bekerja keras ( luthfi dalam hitami, 2005 : 112).
Pandangan yang menilai orang melayu tidak mempunyai semangat kerja dan terkesan
malas tidak lah di setujui oleh semua pihak. S.H. alatas (1988) mengkritik dengan keras tentang
pendapat itu. Alatas mengatakan bahwa pendapat yang di kemukakan oleh orang orang tersebut,
di sebabkan oleh kurangnya wawasan mereka tentang ilmu ilmu sosial dan ketidak tahuan
mereka dengan sejarah melayu. Alatas menolak anggapan tentang kemalasan orang melayu,
karena kemalasan adalah konsep yang relatif, yang lebih di cirikan tidak adanya unsur penting
dari padanya unsur penting. Kemalasan di cirikan oleh sikap mengelak terhadap keadaan yang
seharusnya memerlukan usaha dan kerja keras
cukup. Secara geografis, mata pencaharian tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua
kelompok, yaitu, masyarakat yang hidup di daerah daratan yang berhutan lebat, bersungai sungai
dan berawa rawa dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir yang berlaut luas.maka usaha
tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua daerah tersebut.
Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya adalah dengan
cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan alam.akan tetapi, dalam
perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi menggantungkan kehidupannya hanya
pada pemberian alam saja. Perkembangan ini lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja
secara alamiah. mereka yang hidup di pesisir akhirnya terdiri dari masyarakat taniu adan
masyarakat nelayan. Dan mereka yang hidup di daerah pedalaman yang berhutan, bersungai dan
berawa-rawa, dalam perkembangan kemudian lebih mengutamakan bercocok tanam dengan
sistem ladang. Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat melayu.
Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari situlah kehidupan berpijak
atau bertumpu ( hamidy, 1999 : 212). Adapun tapak delapan tersebut adalah :
a. Berkebun , seperti membuat kebun getah dan kebun kelapa
b. Beladang, yakni menanam padi, jagung dan sayur-sayuran
c. Beniro, yaitu mengambil air enau lalu menjadikannya manisan atau gula enau
d. Beternak, seperti memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.
e. Bertukang, membuat rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya
f. Berniaga atau menjadi saudagar
g. Nelayan, yaitu mengambil hasil laut atau di sungai
h. Mendulang ( mengambil emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil hutan berupa rotan,
damar jelutung, dan lain lain sebagainya.
kalau sudah berlebih lebihan mereka khawatir menjadi siksa. Dari pandangan seperti inilah,
membuat orang melayutidak melakukan penumpukan harta atau mencari harta dengan jalan yang
tidak benar. Sebenarnya islam juga mengajarkan orang untuk jadi kaya, tentu saja dengan caracara yang benar, agar bisa membantu orang lain, baik dalam bentuk sedekah, infak, zakat dan
ibadah lainnya. Dari sisi lain, orang Melayu memandang kerja bukan semata-mata untuk
kepentingan hidup didunia, tetapi juga untuk keselamatan hidup diakhirat. Oleh karenannya,
kerja haruslah mampu membawa peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan duniawi, selain itu
juga dapat menjadi bekal hidup di akhirat. Untuk itu pekerjaan haruslah yang halal, dilakukan
secara ikhlas. Dalam ungkapan orang melayu dikatakan:
Apabila kena menurut sunnah
Manfaatnya sampai ke dalam tanah
Apa bila kena menurut syariat
Berkah melimpah dunia akhirat
Apabila kerja niatnya ikhlas
Dunia akhirat Allah membalas
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seperti yang telah kita bahas bersama-sama tadi, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa
gambaran tentang Budaya kerja masyarakat Melayu, serbagian besar masih terdapat dalam
masyarakat Melayu, baik yang tinggal dikota maupun dikampung-kampung. Nilai luhur budaya
Melayu ini tentulah akan member manfaat apabila disimak, di cerna, dan dihayati dengan baik
dan benar. Mudah-mudahan dengan apa yang telah kami paparkan, kita semua dapat mengenal
dan mengetahui bahwa masyarakat Melayu memiliki budaya kerjanya sendiri. Secara teoritis dan
filosofis, orang Melayu memiliki budaya kerja yang hampir sempurna, walaupun banyak
anggapan bahwa orang Melayu serba ketinggalan, perajuk dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Tenas, Efendi. 1989. Ungkapan Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Dahril, Tengku.2000. Tamadun Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka
Husein, Ismail, dkk.2003. Etos Kerja DalamAcuan Budaya Melayu. Jakarta: Gema Insani Press
Hasbulla, Islam dan Tamadun Melayu, Riau : Penelitian dan Pengembangan fakultas ushuludin
UIN SUSKA
http://melayuonline.com/ind/libraries/book/1369
Vanvanlana.blogspot.com/2011/06/budaya-kerja-masyarakat-melayu//html