Anda di halaman 1dari 15

KELOMPOK 1

ANTI EMETIK DAN PROKINETIK

Dosen Pembimbing : dr. Anggelia Puspasari

ANTIEMETIK
Mual dan muntah dapat merupakan manifestasi berbagai macam penyakit, yang
mengcakup efek samping yang ditimbulkan oleh obat,infeksi atau penyakit sistemis, kehamilan,
disfungsi vestibular, infeksi atau peningkatan tekanan sistem saraf pusat, peritonitis, gangguan
hepatobiliar, radiasi atau kemotropi, dan obstruksi, dismotilitas, atau infeksi saluran cerna.1
Patofisiologi
Pusat muntah pada batang otak terletak di formasio retikularis pada medula oblongata bagian
lateral dan mengoordinasikan proses muntah yang rumit melalui interaksi dengan nervus
kranialis VIII dan X serta jaringan neural dalam nucleus tractus solitarius yang mengatur pusat
pernafasan, salivasi, dan vasomotor. Berbagai reseptor muskarinik M1, histamin H1, danserotonin
5-HT3 dalam kadar tinggi telah diketahui berada pada pusat muntah.1
Terdapat 5 sumber input aferen ke pusat muntah:1
1. Zona pemicu kemoreseptor terletak dalam ventrikel keempat di area postrema. Lokasi ini
terletak diluar sawar darah-otak dan dapat diakses oleh rangsang emetogenik yang
terdapat dalam darah atau cairan serebrospinal. Zona pemicu kemoreseptor kaya akan
reseptor dopamin D2, reseptor serotonin 5-HT3, neurokinin 1 (NK1),dan reseptor opioid.
2. Sistem vestibular berperan penting dalam timbulnya mabuk perjalanan/motion sickness
via nervus kranialis VIII. Sistem ini kaya akan reseptor muskarinik dan reseptor histamin
H1.
3. Iritasi faring, yang dipersarafi oleh nervus vagus, mencetuskan respons muntah (gag and
retch) yang nyata.
4. Nervus vagus dan nervus aferen spinalis dari saluran cerna kaya akan reseptor 5-HT3.
Iritasi mukosa gastrointestinal oleh kemoterapi, terapi radiasi, distensi, atau
gastroenteritis infeksius akut menyebabkan pelepasan serotonin dari mukosa dan aktivasi
reseptor-reseptor ini, yang merangsang input aferen vagus ke pusat muntah dan zona
pemicu kemoreseptor.
5. Sistem saraf pusat berperan dalam terjadinya muntah akibat gangguan psikiatrik, stres,
dan muntah antisipatorik sebelum kemoterapi kanker.
Identifikasi berbagai neurotransmiter yang terlibat dalam emesis telah memungkinkan
dikembangkannya beragam kelompok agen antiemetik yang memiliki afinitas terhadap
berbagai reseptor. Kombinasi berbagai agen antiemetik dengan mekanisme kerja yang
berbeda sering digunakan, terutama pada pasien yang mengalami muntah akibat agen
kemoterapeutik.

ANTAGONIS SEROTONIN 5-HT3


FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Antagonis selektif reseptor 5-HT3 memiliki sifat antiemetik poten yang terutama
diperantarai melalui blokade reseptor 5-HT3 sentral di pusat muntah dan zona pemicu
kemoreseptor serta blokade reseptor 5-HT3 perifer pada nervus vagus usus ekstrinsik dan nervus
aferen spinalis. Efek antiemtik agen ini hanya terbatas pada emesis yang disebabkan oleh
stimulasi vegal (misalnya, pascabedah ) dan kemotrapi rangsang emetik lainnya seperti motion
sickness tidak dikembalikan dengan baik.
Tersedia empat agen yang termasuk dalam kelompok ini: ondanestron, granisetron,
dolasetron, dan palanosetron ketiga agen pertama ( ondansetron,granisetron,dan dolasetron)
memiliki waktu paruh serum sekitar 4-9 jam dan dapat diberikan sekali sehari melalui
tolerabilitas dan efisatis yang setara ketika diberikan pada dosis ekuipoten. Palanosetron
merupakan agen intravena terbaru yang memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk reseptor 5-HT3
dan waktu paruh serum yang panjang sekitar 40 jam. Keempat obat tersebut menjalani
metabolisme hati yang ekstensif dan di eleminasi melalui ekskresi hati dan ginjal. Namun,
penurunan dosis tidak di perlukan pada pasien geriatrik atau penderita insufisiensi ginjal. Pada
pasien dengan insufiensi hati, penurunan dosis ondansetron mungkin di perlukan.
Agen-agen ini tidak menghambat reseptor dopamin atau muskarinik. Obat ini tidak
memiliki efek motilitas lambung maupun esofagus tetapi dapat memperlambat transit kolon.

Penggunaan Klinis
A. Mual dan Muntah Akibat Kemoterapi
Antagonis reseptor 5-HT3merupakan agen utama untuk mencegah mual dan muntah akut akibat
kemoterapi. Bila digunakan secara tersendiri, obat-obat ini tidak memilki atau hanya sedikit
memiliki efikasi untuk mencegah mual dan muntah yang lambat timbul (terjadi > 24 jam
pascakemoterapi). Obat-obat ini paling efektif bila diberikan sebagai suntikan intravena tunggal
selama 30 menit sebelum pemberian kemoterapi, dengan dosis sebagai berikut: ondansetron, 2432mg; granisetron 1mg; dolasetron 100mg; atau palonosetron 0,25mg. Dosis tunggal yang
diberikan per oral 1 jam sebelum kemoterapi dapat memberikan efikasi yang setara untuk
regimen berikut: granisetron, 2mg; dolasetron 100mg. Ondansetron dapat diberikan sebagai obat
atau dosis tunggal (16-24mg) atau 8mg setiap 8-12jam selama 1-2 hari. Meskipun antagonis
reseptor 5-HT3efektif sebagai agen tunggal untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi,
efikasinya diperkuat oleh terapi kombinasi dengan kortikosteroid (deksametason) dan antagonis
reseptor NK1.

B. Mual dan Muntah Pascabedah dan Pascaradiasi


Antagonis reseptor 5-HT3digunakan untuk mencegah atau mengibati mual dan muntah
pascabedah. Akibat efek simpangnya dan peningkatan batasan penggunaan agen antiemetik
lainnya, antagonis reseptor 5-HT3semakin banyak digunakan untuk indikasi ini. Obat ini juga
efektif mencegah dan mengibati mual dan muntah pada pasien yang menjalani terapi radiasi pada
seluruh tubuh atau abdomen.
C. Indikasi Lain
Efikasi antagonis reseptor 5-HT3dalam terapi mual dan muntah akibat kondisi medis yang kronik
atau akut atau gastroenteritis akut belum dievaluasi.
Efek Simpang
Antagonis reseptor 5-HT3ini merupakan agen yang ditoleransi dengan baik dan memiliki profil
keamanan yang sangat baik. Efek simpang yang paling sering dilaporkan antara lain nyeri
kepala, pusing, dan konstipasi. Ketiga agen tersebut menyebabkan sedikit pemanjangan interval
QT yang bermakna secara statistik tetapi hal ini paling nyata ditunjukkan oleh dolasetron, obat
ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan pemanjangan QT atau digunakan bersama dengan
obat lain yang dapat memperpanjang interval QT.
Interaksi Obat
Belu ada laporan mengenai interaksi obat yang signifikan. Keempat agen tersebut dimetabolisme
oleh sistem enzim ini. Akan tetapi, obat lainnya dapat mengurangi bersihan antagonis reseptor 5HT3oleh hati sehingga mengubah waktu paruhnya.
A. Ondansetron2
Farmakologi
Ondansetron adalah suatu antagonis 5-HT3 yang sangat selektif yang dapat menekan mual dan
muntah karena sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi resepor 5-HT3 yang terdapat pada chemoreseptor
trigger zone di area post trema otak dan mungkin juga pada aferen pada saluran cerna.
Ondansetron juga mempercepat pengosongan lambung,bila kecepatan pengosongan basal
rendah.Tetapi waktru transit saluran era memanjang sehingga dapat terjadi kontipasi.
Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness.
Pada pemberian oral,obat ini diabsorpsi secara cepat.Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam
terikat protein plasma sebanyak 70-76% dan waktu paruh 3 jam.Ondansetron dieliminasi cepat
dengan tubuh.Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan onunggasi dengan
glukuronida atau sulfat dalam hati.

Indikasi
Untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubugan dengan perasi dan pengobatan kanker
dengan radio terapi dan sitostatika.
Dosis
Oral :Pencegahan mual muntah pasca bedah dosis awal 1 tablet sebelum anastesis,diikuti dosis
berikutnya,1 tablet tiap 8 jam.Pencegahan mual muntah akibat terapi radiasi 8 mg (1 tabet ) tiap
8 jam .
Injeksi :
Pengobatan mual muntah pasca bedah : 4 mg IM dosis tunggal atau IV perlahan-lahan.
Muntah-muntah hebat akibat kemoterapi:dosis awal 8 mg IV perlahan pahan atau infus 15
menit segera sebelum kemoterapi,kemudian dilanjutkan infus kontinu 1 mg per jam sampai 24
jam atau 2 dosis selanjutnya 8 mg IV perlahan-lahan tau infus 15 menit 4jam tersendiri.Atau cara
lain slanjutnya diikuti 8 mg tiap 12 jam secara oral sampai 5 hari.
Muntah ringan akibat kemoterapi : 8 mg IV perlahan-lahan atau 15 menit infus segera sebelum
kemoterapi,atau 8 mg oral 1-2 jam sebelum kemoterapi diikuti 8 mg oral taip 8 jam sampai 5
hari.
Sediaan
Tablet 8 mg
Ampul 4mg/2ml,8ml/4ml
Efek samping
Biasanya ditoleransi dengan baik.Keluhan yang umum biasanya ditemukan adalah
konstipasi.Gejala lain sakit kepala,flusing,mengantuk,gangguan salura cerna dan sebagainya.
Interaksi obat
Belum diketahui dengan obat SSP lainnya seperti diazepam,alkohol,morfin.
Kontraindikasi
Keadaan hipersensitivitas.Obat ini dapat digunakan pada anak-anak. Tidak digunakan pada
kehamilan dan ibu menyusui. Pasien dengan penyakit hati mudah mengalami intoksikasi,aman
pada insufisiensi ginjal.

Indeks Keamanan Kehamilan


Prenteral : Kategori B
Oral : Kategori B
B. Granisetron
Indikasi : pencegahan dan pengobatan mual dan muntah akut dan tertunda yang berhubungan
dengan kemoterapi dan radioterapi mualdan muntah pasca operasi
Dosis: mual dan mutah yang dipicu oleh kemoterapi
Dewasa : IV 1-3mg secara injeksi IV lambat selama 30 detik atau infus IV dengan dilarutkan
dalam 20-50ml cairan infus . dosis harian max : 9mg. IM 3mg/15 menit sebelum kemoterapi.
Anak : IV 10-40mcg/KgBB dilarutkan dalam 10-30ml cairan infus.
Dosis : mual dan muntah yang dipicu oleh radioterapi
Dewasa : IV 1-3mg secara injeksi IV lambat selama 30 detik, atau infus IV diencerkan dalam 2050ml cairan infus. Dosis diberikan sebelum kemoterapi, selama 5 menit
Dosis : mual dan muntah pasca operasi
Dewasa : sebelum induksi anastesi, berikan 1mg secara injeksi IV lambat selama 30 detik. Dosis
harian max : 3mg
KI : hipersensitifitas
Efek samping : sakit kepala dan konstipasi. Reaksi hipersensitivitas ; peningkatan transaminasi
transhepatic
Interaksi obat : peningkatan persihan plasma total pada pemberian bersama fenobarbital
ketokonazol menghambat oksidasi ring
Indeks keamanan kehamilan : kategori B
Kortikosteroid
Kortikosteroid (deksametason, metilprednisolon) memiliki sifat antiemetik tetapi dasar
timbulnya efek ini tidak diketahui. Agen ini tampaknya meningkatkan efikasi antagonis reseptor
5-HT3, untuk mencegah mual dan muntah akut dan tertunda pada pasien yang mendapat regimen
kemoterapi dengan sifat emetogenik berderajat sedang hingga tinggi. Meskipun sejumlah
kortikosteroid telah digunakan, umumya digunakan deksametason sebanyak 8-20mg intravena
sebelum kemoterapi, yang diikuti dengan 8mg/hari peroral selama 2-4 hari.

Antagonis Reseptor Neurokinin


Antagonis reseptor neurokinin 1 (NK1) memiliki sifat antiemetik yang diperantarai melalui
blokade sentral di area posterma. Aprepitant adalah antagonis reseptro NK1 yang sangat selektif
dan melintasi sawar darah otak serta menempati reseptor NK1 di otak. Obat ini tidak memiliki
afinitas terhadap reseptor seotonin, dopamin, atau kortikosteroid.
Farmakokinetik & Farmakodinamik
Bioavailibilitas oral obat ini mencapai 65%, dan waktu paruh sebelumnya adalah 12 jam.
Apretipant dimetabolisme oleh hati, terutama oleh jalur CYP3A4,
Penggunaan Klinis
Aprepitant digunakan dalam kombinasi dengan antagonis reseptor 5-HT3 dan kortikosteroid
untuk mencegah mual dan muntah yang akut dan tertunda akibat regimen kemotrapeutik yang
sangat emetogenik. Terapi kombinasi aprepitant, antagonis reseptor 5-HT3, dan deksametason
mencegah emesis akut pada 80-90% pasien, dibandingkan dengan kurang dari 70% pada pasien
yang tidak mendapat aprepitant. Pencegahan emesis tertunda terjadi pada 70% pasien yang
menerima terapi kombinasi versus 30-50% pasien yang diobati tanpa aprepitant. Aprepitant
diberikan per oral selama 2 hari pascakemoterapi.
Efek Simpang & interaksi Obat
Aprepitant dapat menyebabkan kelelahan, pusing, dan diare. Obat ini dimetabolisme oleh
CYP3A4 dan dapat menghambat metabolisme obat lain yang dimetabolisme oleh jalur CYP3A4
sehingga berpotensi meningkatkan agen kemoterapeutik dimetabolisme oleh CYP3A4, termasuk
docetaksel, peclitaksel, etoposid, irinotekan, imatinib, vinblastin, dan vinkristin. Obat yang
menghambat metabolisme CYP3A4 dapat secara signifikan meningkatkan kadar aprepitant
plasma (misalnya ketokonazol, siprofloksasin, klaritromisin, nefazodon, ritonavir, nelfinavir,
verapamil, dan kuinidin). Aprepitant menurunkan international normalized ratio (INR) pada
pasien yang menggunakan warfarin.
Fenotiazin & butirofenon
Fenotiazin adalah agen antipsikotik yang digunakan karena efek sedative dan
antiemetiknya yang kuat.
Efek antiemetic fenotiazin diperantarai melalui inhibisi reseptor dopamine dan
muskarinik. Efek sedatifnya disebabkan oleh aktifitas anti histaminnya. Agen-agen dalam
golongan fenotiazin yang paling banyak digunakan sebagai anti emetic antara lain
proklorperazin, prometazin dan tietilperazin.
Antipsikotik butirofenon juga mamiliki efek entiemetik akibat kerja blockade
dopaminergik sentralnya. Agen golongan butirofenon yang terutama digunakan adalah

droperidol, yang dapat diberikan melalui suntikan intramuscular atau intravena. Pada dosis
antiemetic, droperidol sangat bersifat sedative. Hingga baru-baru ini droperidol sebelumnya
banyak digunakan pada kasus mual dan muntah pascbedah, dalam kombinasi dengan opiate dan
benzodiapezin untuk menimbulkaqn sedasi pada berbagai prosedur bedah dan endoskopi, untuk
neuroptanalgesia, dan untuk menginduksidan mempertahankan anestesi umum. Dapat timbul
efek ekstrapiramudal dan hipotensi. Droperidol dapat memperpanjang interval QT sehingga
dapat memicu terjadinya episode takikardi ventricular yang mematikan, termasuk torsade de
pointes(jarang) karena itu, droperidol tidak boleh digunakan pada pasien dengan pemanjangan
QT dan hanya boleh digunakan pada pasien yang tidaqk berespon secara adekuat terhadap agen
alternative.
Benzamida tersubstitusi
Benzamida tersubsitusi meliputi metoklopramid dan trimetobenzamid, mekanisme efek
antiemetic utamanya diyakini berupa blockade reseptor dopamine. Trimetobenzamid juga
memiliki aktivitas antihistaminic yang lemah. Untuk pencegahan dan terapi mual dan muntah,
metoklopramid dapat diberikan pada dosis yang relative tinggi, 10-20mg per oral atau intravena
setiap 6 jam. Dosis trimetobendzamid yang biasanya digunakan adalah 250mg peroral, 200mg
per rectal, atau 200mg suntikan intramuscular. Efek samping utama antagonis dopamine sentral
ini bersifat ekstrapiramidal gelisah, distonia, dan gejala parkinsonian.
Antihistamin H1 & antikolinergik
Sebagai suatu agen tunggal, obat-obat ini memiliki aktivitas antiemetic lemah. Meskipun secara
khusus bermanfaat pada pencegahan atau terapi motion sickness. Penggunaannya dapat dibatasi
oleh timbulnya rasa pusing, sedasi, kebingungan, mukut kering, sikoplegia, dan retensi urine.
Difenhiramin dan salah satu garamnya, dimenhidrinat, merupakan antagonis histamine H 1,
generasi pertama yang memiliki antikolinergik bermakna. Karna efek sedasinya, difenhidramin
sering digunakan bersama antiemetic lain pada terapi emesis yang disebabkan oleh kemoterapi.
Meklizin adalah agen antihitaminik H1 dengan efek antikolinergik minimal yang juga lebih
sedikit menyebabkan sedasi. Obat ini digunakan untuk mencegah motion sickness dan terapi
vertigo akibat disfungsi labirin.
Hiosin (skopolamin) suatu antagonis reseptor muskarinik prototipik , merupakan salah
satu dari oba-obat terbaik untuk mencegah motion sickness. Namun, obat ini memiliki insiden
efek antikolinergik yang sangat tinggi bila diberikan peroral atau parenteral. Obat ini lebih
toleransi dalam bentuk patch transdermal. Hiosin belum terbukti lebih baik dari pada
dimenhidrinat.

Benzodiazepine
Obat-obat dalam golongan benzodiazepine, seperti loraqzepam atau diazepam, digunakan
sebelum kemoterapi dimulai untuk mengurangi muntah antisiparotik atau muntah yang
disebabkan oleh ansietas.
Kanabinoid
Dronabinot adalah 9-tetrahidrpokanabinol (THC) yang merupakan alat zat kimiawi psikoaktif
utama dalam mariyuana. Pasca ingesti peroral obat ini hamper diserap seluruhnya tetapi
vmenjalani metabolism lintas pertama yang signifikan dihati. Metabolitnya dieksresi secara
perlahan dalam waktu beberapa hari hingga beberapa minggu didalam feses dan urine. Seperti
mariyuana mentah, dronabinol merupakan agen psikoaktif yang digunakan secara medis sebagai
perangsang nafsu makan dan sebagai antiemetic, tetapi mekanisme timbulnya efek-efek ini
belum terlalu dipahami. Karena ketersediaan agen-agen lain yang lebih efektif , obat ini sekarang
sudah jarang digunakan untuk mencegah mual dan muntah akibat kemoterapi. Terapi kombinasi
dengan fenotiazin menghasilkan efek antiemetic yang sinergistik dan tampaknya melemahkab
efek simpang keduanya. Dronabinol biasanya diberikan dan setiqap 2-4 jam sesuai kebutuhan.
Efek simpangnya meliputi euphoria, disforia, sedasi, halusinasi, mulut kering dan peningkatan
nafsu makan. Obat ini memiliki efek autonomic yang dapat menimbulkan takikardia, injeksi
konjungtiva, dan hipotensi ortostatik. Dronabinol tidak menunjukkan interaksi antarobat yang
signifikan tetapi dapat memperkuat efek klinis agen psikoaktif lainnya. Nabilon merupakan
analog THC yang terkait erat dengan THC dan telah tersedia dibeberapa Negara lain.di AS, obat
ini sudah di setujui dan sudah digunakan.

Senyawa Prokinetik4
Senyawa prokinetik merupakan obat-obatan yang meningkatkan motilitas gastrointestinal
terkoordinasi dan transit material dalam saluran gastrointestinal (Reynolds and Putnam,
1992;Tonini, 1996). Senyawa-senyawa ini secara farmakologi dan kimia berbeda.
Senyawa kolinergik
A. Turunan kolin.
Efek Ach pada otot polos sebagian besar diperantarai oleh dua tipe reseptor
muskarinik, M2 dan M3. Aktivitas reseptor ini menghasilkan peningkatan konsentrasi
Ca2+ intrasel, suatu efek yang diperantarai oleh inositol trifosfar yang bekerja pada
penyimpanan kalsium internal. ACh sendiri tidak digunakan sebagai obat karena ACh
dapat mengetahui semua golongan reseptor kolinergik (nikotinik dan muskarinik) dan
dengan cepat didegradasi oleh asetilkolinesterase. Modifikasi struktur asetilkolin telah
menghasilkan peningkatan sel aktivitas reseptor dan menghasilkan resistensi terhadap
hidrolisis enzimatik.

1. Betanekol
Untuk menambah mikturisi dengan merangsang reseptor kolinergk muskarinik untuk
meningkatkan keluaran urin. Betanekol juga meningkatkan peristaltik dari saluran
gastrointestinal. Betanikol harus diminum dalam keadaan lambung kosong, dan tidak
boleh diberikan intramuskular dan intravena. Betanekol dapat diberikan subkutan, dan
berkemih biasanya terjadi dalam waktu 15 menit. Lama kerja dari pemberian oral adalah
4-6 jam, dan pada rute subkutan adalah 2 jam. (L. Kee, Joyce, R. Hayes, Evelyn,
farmakologi, 1996, EGC)
Betanekol, dahulu pernah digunakan secara luas, namun kini hanya tinggal sejarah
penting dalam gastroenterologi. Selain tidak adanya efikasi prokinetik yang nyata, obat
ini lebih dibatasi lagi oleh efek samping yang dihasilkan dari efek muskarinik yang luas
pada kontraktilitas dan sekresi dalam saluran gastrointestinal dan organ lain. Efek-efek
ini meliputi bradikardia, kemerahan, diare dan kram, salivasi, dan pandangan yang kabur.
B. Modulator Resetor Serotonin
Serotonin (5-HT) merupakan senyawa yang sangat penting dalam saluran
gastrointestinal dan dapat terdapat di dalam sel enterokromafin mukosa dan neuron
plexus mienterik. Serotonin mempengaruhi sekresi dan aktivitas motorik.
1. Metoklopramid
Merupakan salah satu senyawa prokinetik sejati yang tertua ; pemakaiannya
menghasilkan kontraksi terkoordinasi yang menningkatkan transit. Efek
metoklopramid terbatas sebagian besar pada saluran pencernaan bagian atas.
Tempat obat ini meningkatkan tonus spingter esofhagus bagian bawah dan
menstimulasi kontraksi antral dan usus halus. Meskipun metrokropamid memiliki
efek terhadap kontraktilitas otot polos kolonik secara in vitro, obat ini tidak
memiliki efek yang signifikan secara klinis terhadap motilitas usus besar.
a. Mekanisme Kerja
Metoklopramid bersifat kompleks. Pada umumnya, senyawa yang termasuk
golongan ini memfasilitasi pelepasan Ach dari neuron enterik, kerja yang
dapat diperantarai secara tidak langsung oleh beberapa mekanisme yang
berbeda, termasuk supresi antar neuron inhibitori oleh antagonisme reseptor 5HT3 da stimulasi neuron eksitatori melalui aktivasi reseptor 5-HT4. Selain itu,
metoklopramid dibedakan dari senyawa lainnya seperti cisaprid dengan
adanya efek antidopaminergik perifer dan pusat. Efek antidopaminergik pusat
bertangung jawab atas efek antinausea dan antiemetik, sedangkan kerja
antidopaminergik perifer berperan dalam aktivitas prokinetiknya dengan

b.

c.

d.

e.

f.

g.

mentralkan efek inhibitori dopamin, yang diperantarai oleh reseptor dopamin


D2, pada neuroenterik kolinergik.
Farmakokinetik
Metoklopramid di absorbsi dengan cepat setelah digunakan secara oral,
mengalami sulfasi dan konjungasi glukoronid dihati, dan dieksresikan
terutama melalui urin, dengan waktu paruh 4-6 jam. Konsentrasi puncak
terjadi sekitar 1 jam setelah penggunaan dosis oral tunggal dengan durasi
kerja yang bertahan 1 hingga 2 jam.
Indikasi
Metoklopramide digunakan untuk kemoterapi menginduksi mual dan muntah,
diabetik gastroparesis, small bowel intubasi, GERD, Postoperative nausea dan
vomiting. Umumnya, kegunaan utama metoklopramid terletak pada
kemampuannya meringankan mual dan muntah yang sering menyertai
sindrom dismotilitas gastrointestinal.
Kontraindikasi
Obat ini di kontraindikasikan pada hipersensitivitas terhadap metoklopramid
atau prokainamid, Hemoroid GI, Obstruksi mekanik, perforasi, riwayat
kejang, pheochromocitoma.
Efek samping
Efek samping utama metoklopramid walaupun jarang dapat serius dan
meliputi efek ekstrapiramidal seperti efek samping yang ditunjukan pada
penggunaan senyawa fenotiazin. Kurang lebih 1% penderita berupa spasme
otot muka, trismus, torticolis, spasme otot ekstraokuler, hingga gejala
parkinson. Mengantuk dan lesu serta merangsang pembebasan prolaktin
galaktore.
Dosis dan sediaan obat
Metoklopramid tersedia dalam bentuk sediaan oral dan sebagai sediaan
parenteral untuk penggunaan intravena dan intamuskular. Sediaan tablet 5 mg
dan 10 mg. Sedangkan injeksi 5 mg/mL.
Dosis dewasa : 10 mg diberikan 30 menit sebelum makan dan malam
menjelang tidur.
Anak-anak : 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis
Indikasi kehamilan dan menyusui
Kategori kehamilan B. Tidak ada hubungan antara terpapar metoklopramid
selama kehamilan dan meningkatkan resiko bayi lahir cacat, aborsi spontan
atau kelahiran mati.
Menyusui : obat masuk kedalam air susu, gunakan secara hati-hati.

2. Domperidon
Farmakodinamik
Domperidon adalah antagonis reseptor D2. Di dalam saluran cerna, aktivasi reseptor
dopamin menghambat perangsangan otot polos kolinergik; blokade ini dipercaya menjadi
mekanisme kerja prokinetik utama dari agen ini. Agen-agen ini meningkatkan amplitudo
peristaltik esofagus, meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah, dan meningkatkan
pengosongan lambung tetapi tidak memiliki efek terhadap motilitas usus halus atau kolon.
Domperidon juga menyekat reseptor dopamin D2 di zoa pemicu kemoreseptor di medula
oblongata (area postrema), yang menimbulkan efek antimual dan antiemetik poten.
Profil antiemetik dan farmakodinamik dari domperidone mirip dengan metoklopramid ,
domperidon meskipun memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menyebabkan efek samping
ekstrapiramidal .
Sumber: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/6756878
Farmakokinetik domparidone by books farmakologi fk unsri
obat ini baik di berikan secara oral, intra muskular, ataupun intra rectal. konsentrasi puncak
plasma di capai 10-30 menit setelah pemberian oral atau intra muskular, dan sekitar 2 jam lebih
setelah di berikan intra rectal. obat ini mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan di
eksresikan lebih 60% ke empedu . waktu paruh domparidone 7 jam
Penggunaan Klinis
a. Penyakit refluks gastrofageal (GERD)
Agen ini digunakan sesekali digunakan pada terapi GERD simtomatik tetapi tidak
efektif bagi penderita esofagitis erosif. Akibat efikasi agen antisekretorik yang sangat
baik dan keamanannya dalam terapi nyeri ulu hati, agen prokinetik terutama digunakan
dalam kombinasi agen antisekretorik pada penderita regurgitasi atau nyeri ulu hati yang
refrakter.
b. Gangguan pengosongan lambung
Agen ini banyak digunakan pada terapi pasien dengan pengosongan lambung
yang tertunda akibat gangguan pascabedah (vagotomi, antrektomi) dan gastroparesis
diabetik.
c. Dispepsia nonulkus
Agen ini menyebabkan perbaikan gejala pada sejumlah kecil penderita dispepsia
kronik.
d. Pencegahan muntah

Akibat efek antiemetiknya yang kuat , domperidon digunakan pada pencegahan


dan terapi emesis.
e. Perangsangan laktasi pascapersalinan
Domperidon sesekali dianjurkan untuk mempermudah laktasi pascapersalinan.
Dosis : Mual dan muntah : Dewasa dan usia lanjut : 10 20mg tiap 4-8 jam. Anak-anak : 0,20,4mg/kgBB tiap 4-8 jam
Dispepsia fungsional : 10-20mg 3 kali sehari sebelum makan dan malam menjelang tidur. Lama
pengobatan maksimal 2 minggu
Sediaan : filco tablet 10mg 3 strip @10 tablet
Indeks Keamanan Kehamilan : Oral Kategori C
3. Cisaprid
Cisaprid adalah piperidil benzamida tersubtitusi yang tampaknya menstimulasi reseptor
HT-54 dan meningkatkan aktifitas adenilil siklase dalam neuron. Hingga kini, cisaprid
merupakan salah satu senyawa prokinetik yang paling utama digunakan untuk berbagai
gangguan, terutama GERD dan gastroparesis. Manfaat efeknya terhadap GERD diperkirakan
dari peningkatan tekanan spingter esophagus bagian bawah, percepatan pengosongan lambung (
sehingga menurunkan tekanan intragastrik), dan kemungkinan dari membaiknya peristaltic
esophagus.
a. Farmakodinamik
1. Meningkatkan aktifitas peristaltic esophagus dan LESP
2. Memperbaiki kontraktilitasn dan duodenum serta koordinasi
antroduodenal.
3. Memperbaiki kontraktilitas usus halus serta memperpendek waktu transit
pada usus halus.
4. Memperkuat motilitas kolon dan meningkatkan peristaltic propulfi
b. Farmakokinetik
1. Cisaprid diabsobsi baik per oral, kadar puncak dalam plasma 1-2 jam
2. Waktu paruh eleminasi 7-10 jam, meningkat pada penderita usia lanjut
dan pada penderita hati.

c. Indikasi
1. GERD
2. Dispepsia non ulkus
3. Gastroparesis

d. Efek samping
1. Efek samping yang sering terjadi adalah diare sementara, borborigmi, dan
kejang perut
2. Tidak dianjurkan pada anak dibawah 12 tahun
3. Tidak dianjurkan pada ibu hamil terutama trimester pertama dan ibu
menyusui

DAFTAR PUSTAKA
1. Katsung G Bertram. 2002. Farmakologi dasar dan klinik. Ed10. EGC:Jakarta.
2. Indriyantoro.dkk.2008.DOI Data Obat di Indonesia.Ed11. PT.Muliaperna Jayaterbit:Jakarta.
3. Abidin, zainal. Dkk. 2014.MIMS. Ed15. PT. Bhuana Ilmu Populer:Jakarta
4. Goodman Gillman. 2012. Dasar farmakologi terapi. Ed10. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai