BAlara2002 04108 051
BAlara2002 04108 051
FENOMENA TERMOLUMINESENSI
SEBAGAI PERUNUT DALAM
KECELAKAAN RADIASI
M. Thoyib Thamrin, Mukhlis Akhadi dan Dyah D. Kusumawati
Puslitbang Keselamatan Radiasi dan Biomedika Nuklir BATAN
PENDAHULUAN
Masalah budaya keselamatan pada suatu
instalasi nuklir, termasuk di dalamnya adalah
sumber-sumber untuk irradiasi dalam kegiatan
industri, selalu mendapatkan perhatian yang serius
karena kecelakaan pada instalasi ini dapat
berdampak sangat fatal terhadap kesehatan
manusia. Budaya keselamatan ini dikembangkan
berdasarkan banyaknya pengalaman maupun
kenyataan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan
dan pemaparan radiasi yang tidak dikehendaki
umumnya disebabkan oleh kesalahan manusia
(human error) termasuk keteledoran [1].
Secara garis besar, pemanfaatan teknik nuklir
dapat dikelompokkan menjadi dua kegiatan utama,
yaitu pemanfaatan dalam bidang energi dan di luar
bidang energi. Untuk pemanfaatan di luar bidang
energi, teknik nuklir telah diaplikasikan dalam
berbagai bidang kegiatan, salah satunya adalah
untuk keperluan irradiasi dalam bidang industri
yang melibatkan penggunaan sumber radiasi
dengan aktivitas sangat tinggi [2]. Pemanfaatan
radiasi di bidang ini ternyata memberikan banyak
keuntungan,
sehingga
aplikasinya
terus
menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu [3].
Hingga kini, teknologi irradiasi menggunakan
radiasi gamma maupun berkas elektron dosis tinggi
telah digunakan untuk sterilisasi alat-alat
kedokteran dan sediaan farmasi, polimerisasi
dengan radiasi, vulkanisasi lateks alam dan
sebagainya.
Peluang tejadinya pemaparan radiasi dosis
tinggi dalam kaitannya dengan pemanfaatan radiasi
di bidang industri sebetulnya bisa dikata hampir
51
DASAR TEORI
Pancaran cahaya TL dapat terjadi pada
benda padat dengan struktur kristal baik
berupa
bahan
isolator
maupun
semikonduktor [11]. Cahaya TL erat
kaitannya dengan peristiwa luminesensi,
yaitu terjadinya pancaran cahaya dari suatu
benda karena benda itu menyerap energi
foton [12]. Adakalanya proses luminesensi
baru terjadi jika suatu bahan mendapatkan
pemanasan dari luar. Peristiwa inilah yang
menghasilkan pancaran cahaya TL. Bahan
yang mampu memperlihatkan fenomena TL
disebut fosfor, jumlahnya mencapai lebih
dari 2000 jenis mineral alam, mulai dari
bahan kristal dan gelas anorganik, barang
tembikar dan batu api yang digunakan untuk
penanggalan arkheologi, sampai dengan
bahan-bahan organik yang berpendar pada
temperatur rendah, seperti mineral calcit,
dolomite, felspars dan apatite [13].
Daerah
konduksi
KETERANGAN :
TL
E
5
Daerah
perangkap
Daerah
valensi
E : perangkap
elektron
H: perangkap
lubang
L : pusat luminesensi
:
z elektron
{: lubang
TL: cahaya termoluminesensi
H
2
PEMANFAATAN FENOMENA TL
Semula pemanfaatan fenomena TL dikaitkan
dengan teknik penanggalan dalam bidang geologi
dan arkheologi [17]. Pada awal tahun 1960-an
muncul beberapa publikasi ilmiah mengenai
penanggalan temuan-temuan arkheologi menggunakan fenomena TL, terutama penanggalan tembikar.
Di Jerman, metode ini telah digunakan untuk
penanggalan tembikar yang ditemukan terkubur di
daerah Lubeck. Melalui pengukuran TL dalam
sampel kwarsa diperkirakan tembikar tersebut
dibuat pada tahun 1244 ( 24 tahun) Masehi.
Penanggalan temuan tembikar kuno yang terkubur
di Lejre, Denmark, juga dilakukan menggunakan
metode TL. Diperkirakan benda tersebut dibuat
pada tahun 1030 ( 25 tahun) Masehi. Tembikar
yang ditemukan di situs Sringaverapura di India
dapat diketahui usianya (diperkirakan dibuat antara
tahun 2660-3015 Sebelum Masehi) setelah
dilakukan
analisa
menggunakan
metode
penanggalan TL [17].
Saat ini pemanfaatan fenomena TL sudah
meluas, antara lain dalam teknik nuklir untuk
pemantauan radiasi [18]. Metode pengukuran
radiasi dengan memanfaatkan fenomena TL
pertama kali diperkenalkan pada tahun 1953.
Namun pada saat itu belum sepenuhnya diketahui
bahwa fenomena TL ini dapat dikembangkan untuk
tujuan pemantauan radiasi. Prinsip dasar dalam
pemanfaatan fenomena TL untuk pemantauan
radiasi adalah bahwa akumulasi dosis radiasi yang
diterima bahan akan sebanding dengan intensitas
pancaran cahaya TL dari bahan itu. Dalam kegiatan
rutin pemantauan dosis radiasi, fenomena TL dapat
dimanfaatkan untuk pemantauan radiasi gamma,
beta maupun neutron. Oleh sebab itu, di pasaran
dapat ditemukan berbagai jenis dosimeter TL yang
dibuat dari berbagai jenis bahan disesuaikan dengan
tujuan penggunaannya.
Ada delapan senyawa organik yang umumnya
dimanfaatkan pancaran cahaya TL nya karena
memiliki karakteristik sesuai dengan yang
dibutuhkan dalam dosimetri radiasi. Dari delapan
53
(1)
Penyinaran
di
laboratorium
dapat
dimanfaatkan untuk menentukan kepekaan bahan
terhadap radiasi. Apabila bahan disinari dengan
dosis yang telah diketahui harganya dan intensitas
TL hasil penyinaran dibaca dengan TL-reader,
maka kepekaan kristal terhadap radiasi dapat
dihitung secara langsung menggunakan persamaan
(1). Sebaliknya, dengan mengetahui nilai S suatu
bahan yang diperoleh melalui penelitian di
laboratorium, maka persamaan (1) dapat pula
dipakai untuk menghitung dosis total yang diterima
oleh bahan (D = ITL x S).
Beberapa hal perlu diperhatikan dalam
pemanfaatan fenomena TL untuk pengukuran
radiasi, yaitu : variasi kepekaan fosfor terhadap
(2)
55
D = Dh / (1 f)
(3)
KESIMPULAN
Ada
banyak
bahan
fosfor
yang
memperlihatkan fenomena TL dan dapat ditemukan
di lingkungan. Sinyal TL akan tetap tersimpan
secara aman di dalam fosfor dan baru akan
dikeluarkan apabila fosfor mendapatkan pemanasan
yang tinggi dari luar. Di antara bahan-bahan
tersebut ada yang hanya peka terhadap radiasi
dengan dosis sangat tinggi. Bahan itu dapat
dimanfaatkan sebagai dosimeter kecelakaan untuk
mengevaluasi dosis radiasi pada suatu kasus
kecelakaan nuklir yang mengakibatkan terjadinya
penyinaran radiasi dengan dosis yang sangat tinggi,
sekaligus
untuk
memperkirakan
dampak
radiologisnya.
Kecelakaan
radiasi
merupakan
suatu
peristiwa yang sangat tidak diharapkan. Oleh sebab
itu, setiap sumber untuk keperluan irradiasi sudah
56
DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA SS NO. 75-INSAG-4, Safety Culture, A
Report by the International Nuclear Safety
Advisory Group, IAEA, Vienna (1991).
2. CLARKE, R.H., Development in the Work of
the International Commission on Radiological
Protection of Inportance for Radiation
Protection, 1996 International Congress on
Radiation Protection (Proceedings, Vol. 1),
Vienna, Austria (1996), pp. 49-56.
3. EYRE, B.L., Industrial Application of
Radiation, Radiat. Prot. Dosim., Vol 68 (1/2),
Nuclear Technology Publishing (1996), pp. 6372.
4. ALLISY, A., THOMAS, R.H. and JACOB, P.,
The ICRU Programme in Radiation Protection
Past, Present and Future, 1996 International
Congress
on
Radiation
Protection
(Proceedings, Vol. 1), Vienna, Austria (1996),
pp. 59-66.
5. NENOT, J.C., Radiation Accidents, Radiat.
Prot. Dosim., Vol 68 (1/2), Nuclear Technology
Publishing (1996), pp. 111-118.
6. INTERNATIONAL
ATOMIC
ENERGY
AGENCY, The Radiological Accident in San
Salvador, IAEA, Vienna (1990).
7. INTERNATIONAL
ATOMIC
ENERGY
AGENCY, The Radiological Accident in Soreq,
IAEA, Vienna (1993).
57