Anda di halaman 1dari 10

Kualitas Diagenesa dan Reservoir

Efek kombinasi dari pembebanan, bioturbasi, kompaksi, serta reaksi kimia diantara batuan, fluida dan
organik material merupakan diagenesis yang nantinya akan sangat menentukkan reservoirnya.
Diagenesa terjadi pada saat setelah pengendapan dengan kondisi tekanan dan temperature rendah dan
dekat dengan permukaan (pada lapisan litosfer). Ini merupakan sebuah proses yang berkelanjutan
dimana kumpulan mineral-mineral bereaksi untuk mencapai titik keseimbangan kembali dengan
keadaan tekanan, temperatur dan kimia yang berubah. Reaksi-reaksi ini nantinya akan menaikkan,
merubah ataupun mengurangi porositas dan permeabilitasnya. Selain itu, penambahan tekanan dan
temperatur akan diikuti oleh perubahan kondisi kimia dan biologinya yang nantinya akan menghasilkan
sementasi pada loose sedimen dan nantinya akan membuat batu terlitifikasi. Beberapa faktor sedimen
penting yang mempengaruhi diagenesis yaitu ukuran butir, kandungan fluida, kandungan organik dan
komposisi mineraloginya. Partikel-partikel dalam lapisan sedimen akan :
Kompaksi, dimana partikel akan berpindah atau terdorong ke kontak yang lebih dekat dengan
partikel disekitarnya oleh tekanan.
Sementasi, dimana partikel menjadi terlapisi atau dilingkupi material yang telah tereksristalisasi.
Rekristalisasi, dimana partikel berubah ukuran dan bentuk tanpa merubah komposisinya.
Replacement, dimana partikel telah berubah komposisinya tanpa merubah ukuran dan bentuknya.
Differential solution, dimana beberapa partikelnya seluruhnya atau sebagian terlarutkan dengan
yang lainnya atau yang tersisanya tetap atau tidak berubah.
Authigenesis, dimana terjadi alterasi kimia yang menyebabkan perubahan ukuran, bentuk, dan
komposisinya.
Perbedaan pengendapan pada silisiklastik dan karbonat menyebabkan perbedaan kualitas reservoirnya.
Batupasir diendapkan pada highstands dan tererosi serta tertransportasi ketika lowstands. Berbeda
dengan karbonat, diendapkan ketika highstands yang tetapi mati ketika lowstands, serta ketika
terekspos dan bersentuhan air meteorik karbonat akan mengalami perubahan komposisi kimia,
reworking dan modifikasi porositas seperti karsting.
Proses diagenesa dibagi menjadi beberapa regim yaitu near-surface, shallow and intermediate to deepburial, along with fracture and hydrocarbon-contaiminated plumes. Atau klasifikasi yang umum dipakai,
adalah yang menurut (Choquette and Pray), proses diagenesa dibagi menjadi tiga yaitu :
Eogenesis
Merupakan regim diagenesis yang paling awal dimana proses pengendapan yang sangat berpengaruh
ketika singkapan dekat dengan permukaan. Pada regim eogenesis, reaksi kimia mendominasi
porositas air pada singkapan. Batasan teratas zona eogenesis biasanya merupakan permukaan
interface pengendapan atau terkadang permukaan dari bidang erosi. Batasan terbawah ditunjukkan
batasan yang berangsur dengan batasan regim berikutnya. Tidak bisa terlihat batasan yang sangat
jelasan pada batasan terbawah dikarenakan keefektifan proses eogenesis akan semakin berkurang
seiring bertambahnya kedalaman. Diperkirakan eogenesis berada pada kedalaman 1-2 km (0.6-1.2
mil), 20-30oC (68-86oF). Perubahan yang sangat berarti dan terjadi pada eogenesis yaitu pengurangan
porositas yang disebakan sementasi oleh mineral-mineral karbonat dan evaporit.
Mesogenesis

Merupakan regim diagenesis dimana sedimen atau batuan terkubur dimana kedalamannya sudah
tidak lagi berdekatan dengan permukaan. Sementasi merupakan proses utama yang berpengaruh
sedangkan disolusi hanya sedikit terjadi pada regim ini.
Telogenesis
Merupakan regim diagenesis dimana batuan yang sudah lama terkubur berasosiasi dengan proses
pengankatan dan erosi. Porositas oada regim telogenesis berasosiasi dengan unconformity. Disolusi
oleh air meteorik adalah pembentukan porositas yang utama pada regim telogenesis.

Diagenesa pada Batupasir


Proses diagenesa diawali pada batas permukaan media pengendapan dengan lapisan sebelumnya.
Proses-proses ini didukung ketika lapisan terkubur semakin dalam. Seiring berjalannya waktu, batupasir
merespon perubahan tekanan, temperature dan pori yang yang terisi fluida yang akan mengurangi
porositas aslinya tetapi memungkinkan menghasilkan porositas sekunder. Umumnya batupasir memiliki
porositas intergranular yang tetapi akan berubah selama diagenesis : makroporositas menjadi
mikroporositas, beberapa mineral akan terlarut yang akan mengkasilkan void. Mineral lain yang larut,
kemudian terpresipitasi (terekristalisasi) sebagai semen dimana sebagian atau seluruhnya menutup
ruang pori.

Proses-proses diagenesa yang mempengaruhi porositas batupasir adalah :


Penecontemporaneous porosity loss
Proses-proses yang terjadi setelah pengendapan tetapi sebelum terkonsolidasi sebagai batuan
disebut penecontemporaneous. Proses-proses tertentu, seperti bioturbasi, slumping dan
pembentukan soil dimasukan kedalam kategori ini walaupun proses-proses ini tidak begitu penting
bila pada skala besar, proses-proses ini hanya akan berpengaruh pada pengurangan porositas local
atau setempat-setempat pada batupasir.
Porosity loss during burial
Penguburan yang lebih dalam akan disertai penyebab utama pengurangan porositas :kompaksi dan
sementasi. Kompaksi akan mengurangi ruang pori dan ketebalan batupasir
Ductile grain deformation
Sebagai butiran yang ductile akan merubah bentuk dibawah pembebanan, butiran-butirannya akan
berubah baik bentuknya ataupun volumenya. Hal ini akan mengurangi nilai porositas seiring
berkurangnya ketebalan lapisannya. Penyebab kompaksi ini juga disebabkan sementasi, waktunya
dan over-pressure. Batupasir yang menagndung butiran ductile akan relative lebih sedikit mengalami
kompaksi jika butirannya tersementasi sebelum burial. Sedangkan dengan bertambahnya tekanan

overburden dikarakteristikkan oleh kontak antar butiran dan butiran, pada kondisi overpressure
beberapa rekahan mengalirkan fluida pada sistem pororsitas. Sedimen-sedimen brittle yang
mengandung fosil juga berubah dibawah pembebanan. Butiran-butiran skeletal ini seperti trilobites,
brachiopods dan pelecypods adalah penyebab untuk membentuk goresan-goresan stress karena
tubuhnya yang panjang.
Pressure Dissolution
Point dari kontak antar butiran mineral-mineral rentan akan disolusi, adalah tipikal pengaruh dari
kelebihan beban dari overburden. Kelarutan mineral bertambah karena tekanan yang lebih tinggi
pada kontak antarbutir. Stylolite adalah hasil umum ditemui pada proses ini. Material-material yang
larut terbuang dari formasi saat migrasi yang terbawa oleh air, atau juga bisa terkristal menjadi
semen di dalam formasi yang sama.

Replacement
Pada proses ini melingkupi disolusi dari satu mineral dan presipitasi dari yang lainnya. Pada kondisi
ini, mineral yang terlarut tidak berada dalam konidisi keseimbangan lagi dengan porositas fluida.
Proses subsitusi yang merubah komposisi mineral ini dari sedimen aslinya dengan membuang
mineral yang tidak stabil dan menggantikannya dengan mineral yang lebih stabil.

Cementation
Sementasi terdiri dari material-material mineral yang terpresipitasi secara kimia dalam pori.
Sementasi umumnya bertambah seiring temperature, bertambahnya kedalaman juga bisa sebagai
pencetus sementasi dan mengurangi porositas.
Memperkaya porositas pada batupasir
Umumnya batupasir memiliki porositas intergranular. Porositas primer terbentuk saat sedimen
diendapkan, dan bisa berkurang saat terjadi pembebanan (burial). Porositas yang berkembang setelah
pengendapan dikenal dengan porositas sekunder. Umumnya porositas sekunder ini terbentuk selama
terjadi rekahan, pembersihan semen atau disolusi dari framework grain dan juga bisa berkembang pada
porositas primer. Porositas sekunder bisa menjadi interconnected ataupun isolated, porositas-porositas
yang interconnected tersebut bisa dikategorikan sebagai porositas efektif, dimana porositas efektif
berkontribusi pada permeabilitas. Pada beberapa reservoir porositas sekunder mendomiasi bentuk dari
porositas efektif. Porositas sekunder sangatlah penting dalam system petroleum. Umumnya
pembentukan hidrokarbon dan migrasi primer berada pada kedalaman yang terdapat porositas efektif.
Bagian dari migrasi primer dan akumulasi hidrokarbon umumnya dikontrol dari distribusi porositas
sekunder.
Porositas sekunder berkembang selama pada tiga tahap diagenesis yaitu, sebelum burial, selama burial
yang berada di atas zona aktif metamorfisma, ataupun saat pengangkatan. Umumnya porositas
sekunder dicirikan menjadi 5 proses yaitu :
1. Porositas dihasilkan selama fracturing
Umumnya disebabkan tektonik atau penyusutan dari konstituen batuan, kadang ditemukan pula
fracture-fracture tersebut diisi oleh semen, kemudian semen tersebutpun bisa tergantikan atau
terlarutkan dan menambah porositas fracture kembali di cycle fracture yang kedua.
2. Void dibentuk sebagai hasil dari penyusutan yang disebabkan oleh dehidrasi dari lumpur (mud) dan
rekristalisasi mineral seperti glaukonit atau hematite
Penyusutan (shrinkage) ini berpengaruh pada butiran, matriks, semen autigenik, dan mineral-mineral
replacement autigenik.

3. Porositas terbentuk karena disolusi butiran dan matrix sedimennya


Konstituen yang larut biasa merupakan komposisi dari mineral-mineral karbonat. Disolusi
menghasilkan beragam tekstur dan ukuran porositas yaitu dari submicroscopic void sampai vug.
4. Disolusi dari mineral authigenik yang sebelumnya digantikan oleh konstituen sedimen ataupun
semen autigenik
Proses ini sangat berpengaruh pada kelimpahan porositas sekunder. Mineral-mineral yang
tergantikan umumnya kalsit, dolomit, siderite, zeolit, dan mineral lempung mixed-layer.
5. Disolusi dari semen authigenik
Sebagai mineral yang terlarut, umumnya semen yang larut berkomposisi mineral-minerla karbonat
yaitu kalsit, dolomit, dan sideit. Semen semen ini yang nantinya akan diikuti oleh porositas primer
dan sekunder.
Ukuran, bentuk, dan distribusi dari porositas pada reservoir batupasir mempengaruhi tipe, volume dan
jumlah dari produksi fluidanya.
Terdapat tiga porositas yang mempengaruhi produksi reservoir batupasir :
1. Porositas Intergranular
Umumnya ditemukan diantara butiran detritus. Beberapa reservoir batupasir yang produktif
didominasi oleh porositas intergranular.
2. Porositas Dissolution
Dihasilkan dari pembersihan material-material karbonat, feldspar, sulfat ataupun material terlarut
lainnya seperti butiran detrital, semen mineral-mineral autigenik ataupun mineral-mineral
replacement. Ketika porositas dissolution terhubung dengan porositas intergranular, keefektifan dari
system porositaspun bertambah. Yang harus selalu diingat adalah bila tidak ada interkoneksi , tidak
akan ada porositas efektif.

3. Microporosity
Microporosity terdiri dari porositas dan apertur porositas atau throat, dengan diameter kurang dari
0.5 mikrometer. Microporosity ditemukan pada beragam jenis lempung, dan argillaceous batupasir.

Diagenesa Batuan Karbonat


Umumnya batuan karbonat dihasilkan pada lingkungan yang dangkal dan hangat, didiami oleh organism
laut yang mana skeletalnya berasal dari kalsium karbonat. Tidak seperti endapan batupasir, sedimen
karbonat umumnya tidak tertransportasi jauh dari sumbernya sehingga ukuran, bentuk dan pemilahan
sedikit saja mendapat pengaruh dari energy transport. Ukuran dan bentuk porositas endapan karbonat
lebih dipengaruhi oleh material skeletalnya.
Pengaruh proses biologi dan fisika, dikombinasikan kimia membuat distribusi porositas dan
permeabilitas dari batuan karbonat lebih beragam daripada batupasir. Pada kenyataannya, kalsium
karbonat larut jauh lebih cepat daripada kuarsa. Umumnya diagenesa terjadi pada saat endapan dekat
dengan udara, air dan air meteorik.
Near-surface regime, umumnya batuan karbonat memiliki porositas primer sebanyak 40% sampai 45%
dan air laut adalalah fluida pertama yang mengisi ruang porositas tersebut. Hal tersebut mengurangi
porositas. Pada bagian yang lebih atas dari posisi laut, coastal menyediakan lingkungan dimana air laut
dan air dapat bercampur. Pada zona campuran ini, disolusi endapan karbonat menghasilkan void yang
yang dapat memperbesar nilai porositas dan permeabilitas, bahkan kadang terbentuk cave (goa). Proses
lain yang bisa terjadi contohnya proses dolomitisasi.
Pada posisi yang lebih ke darat, diagenesis yang dekat dengan permukaan dipengaruhi oleh air meteorik.
Air hujan sedikit mengandung asam karena atmosfer mengandung CO2. Daerah yang terlapisi dengan
soil, tumbuhan dan aktifitas organisme dapat menaikan partial pressure dari CO2 pada lapisan bawah
yang sudah dirembesi oleh air hujan. Penaikan pelaruran ini, menaikan porositas dan permeabiltas pada
zona vadose.
Pada daerah evaporit, diagenesis hypersaline dipengaruhi oleh air bawah tanah atau air laut. Air-air ini
merembes ke dalam tanah dan menjadi subjek evaporasi saat mengalir ke laur pada lapisan yang dekat
permukaan. Saat menguap melewati batas saturasi gypsum, terbentuk semen dolomite. Pada beberapa
system petroleum, surutnya dolomite ini membentuklapisan tipis yang bertindak sebagai barier pada
migrasi dan seal pada trap hidrokarbon.
Shallow-burial regime, proses yang terjadi pada near surface bisa meluas sampai shallow burial regime
tetapi prosesnya didomiasi oleh kompaksi. Burial ini akan mengacu pada kompaksi, dimana akan
memeras air dan mengurangi porositas. Burial lebih lanjut akan menyebabkan butiran terdeformasi,
diikuti pula oleh kompaksi kimiawi dimana kelarutan mineral bertambah seiring tekanan. Hal ini bisa
menjadi pressure dissolution.
Intermediate to deep burial regime, dengan kedalaman, beberapa proses diagenesis menjadi aktif.
Kompaksi kimiawi menjadi lebih lazim seirim bertambahnya pembebanan. Pressure dissolution
dipengaruhi lebih lanjut oleh komposisi porositas air, mineralogi, dan keberadaan organik material. Jika
material larut pada kontak diantara butiran, hal ini akan menimbulkan semen diantara butiran pada area
yang memilki tekanan yang lebih rendah. Disolusi tidak hanya dikarenakan proses pressure tersebut,
tetapi dapat juga dihasilkan dari reaksi-reaksi mineral yang menjadikan kondisi batuan pada kondisi
asam. Pada tatanan burial yang dekat dengan jendela minyak, disolusi akan aktif bilamana
dekarboksilasi mengarah pada pembentukan karbondioksida, yang mana akan menghasilkan asam

karbonat dengan keberadaan air. Jika produk-produk dari disolusi menghalau dari system, proses ini
akan membuat rongga dan porositas sekunder tambahan. Dengan burial yang menjadikan penambahan
temperatur dan tekanan, dan perubahan komposisi pada komposisi air bawah tanah. Sementasi adalah
respon dari temperatur yang tinggi, campuran fluida, dan kompaksi secara kimiawi. Hal tersebut adalah
produk presipitasi dari disolusi yang umunya terjadi pada regim ini. Matriks, butiran dan semen yang
terbentuk pada kedalaman yang dangkal menjadi metastabil termodinamika pada dibawah keadaan
perubahan-perubahan kondisi ini, penting untuk proses rekristalisasi dan replacement dari mineralmineral yang tidak stabil. Replacement dolomite menjadi sebuah tanda pada kualitas reservoir, karena
molar volume dari dolomite lebih kecil daripada kalsit. Pada kondisi penurunan secara kimiawi, burial
diagenesis dapat membentuk dolomite dengan cara mempresipitasinya sebagai semen atau dengan cara
menggantikan mineral-mineral metastabil sebelumnya pada interval permeabel di kondisi cekungan
yang kaya akan hangat sampai panas magnesium dan air hidrotermal. Pada temperatur 60Oc sampai
70Oc merupakan temperatur yang cukup untuk pembentukan dolomite, dan pada kondisi ini biasanya
bisa ditemukan hanya pada kedalaman beberapa kilometer dari permukaan. Pada permukaan bawah
tanah yang dalam, proses dolomitisasi tidak terjadi secara besar-besaran karena fluida pada porositas
dan ion-ion akan hilang terus menerus seiring dengan kompaksi.

Porositas sekunder pada batuan karbonat


Seperti halnya dengan batupasir, diagenesis pada batuan karbonat dapat menaikkan properti reservoir
melalui pengembangan porositas sekunder. Porositas dalam batugamping dan dolomit bisa diperoleh
melalui disolusi pasca pengendapan. Pada tatanan eogenesis atau telogenesis, disolusi diprakarsai oleh
fresh water. Pada tatanan mesogenesis, disolusi disebabkan oleh fluida bawah tanah yang terbentuk
saat pematangan dari organik material pada lingkungan burial yang dalam.
Selama eogenesis, perkembangan porositas sekunder, disolusi didominasi oleh air meteorik dengan
kondisi jenuh akan kalsium karbonat. Bagaimanapun juga, jangkauan dari disolusi ditentukan oleh
banyak faktor seperti mineralogi dari batuan, keberadaan rekahan dan porositas karbonat sebelumnya,
dan keasaman dari air.
Selama telogenesis, pengangkatan akan mengekspos yang lebih tua, batuan karbonat yang sebelumnya
terkubur dalam oleh air meteorik, tetapi dengan sedikit efek dari fase eogenesis. Pada keadaan ini,
sedimen karbonat sudah matang, terkonsolidasi dan terlitifikasi menjadi batugamping atau batuan
dolomite. Pada batuan yang lebih tua ini, umumnya bagian-bagian mineralnya menjadi lebih stabil.
Komponen-komponen yang larut dari sedimen eogenesis, seperti ooid atau koral dan fragmen kerangkerangan yang berkomposisi aragonite kemungkinan terlarutkan pada fase lebih awal. Pada kondisi
mineralogi kalsit yang rendah akan kandungan magnesiumnnya, batuannya akan menjadi lebih resisten
atau tahan dari pelarutan pada saat eogenesis. Disolusi yang lebih lanjut membutuhkan pengeksposan
dengan fluida dengan kondisi jenuh kalsit.
Bagaimanapun juga, banyak ditemukan reservoir karbonat yang terbentuk pada deep water dan belum
terjadi pengangkatan atau terekspos oleh air meteorik, atau bahkan tanpa eogenesis dan telogenesis,
batuan merupakan batuan yang yang meiliki porositas dan permeabilitas yang baik. Umumnya connate
fluida pada lingkungan yang lebih dalam, jenuh dengan kalsium karbonat, meninggalkannya tanpa
kemampuan untuk pelarutan karbonat dan membuat porositas sekunder.

Anda mungkin juga menyukai