TUBERKULOSIS
TUBERKULOSIS
Disusun Oleh:
1. Dessy aryani, S.Farm
(1061321015)
(1061321034)
(1061321053)
4. Nuryanti, S.Farm
(1061411074)
(1061411084)
(1061411094)
(1061411104)
(1061411114)
9. Nuraini, S.Farm
(1061411124)
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
berbentuk batang, Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini biasanya menyerang
paru-paru (TB paru), tetapi dapat menyerang organ-organ tubuh lainnya (TB
Ekstra paru). Kuman tersebut masuk tubuh melalui udara pernafasan yang masuk
ke dalam paru, kemudian kuman menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui saluran nafas atau
penyebaran langsung ke tubuh lainnya (Handayani, 2002).
Infeksi TBC terjadi pada saat seseorang menghirup droplet yang
mengandung basil TBC. Basil TBC yang terbawa dalam droplet ini akan masuk
dan terhirup sampai di alveoli paru-paru. Basil TBC yang berada di alveoli paruparu ini kemudian akan bermultiplikasi (memperbanyak diri) (Depkes RI, 2005).
Gejala TB paru adalah batu kronik lebih dari 3 minggu, demam, perununan berat
badan, nafsu makan menurun, rasa letih, berkeringat pada waktu malam, nyeri
dada dan batuk darah (Yunihastuti, 2005).
OAT
adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Aktivitas OAT didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktivitas
membunuh bakteri, aktivitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Jenis obat utama
yang digunakan adalah Rifampisin INH Pirazinamid Streptomisin Etambutol
(DepKes RI, 2005).
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit kronik yang salah satu kunci
keberhasilan pengobatannya adalah kepatuhan dari penderita (adherence).
Kemungkinan ketidak patuhan penderita selama pengobatan TB sangatlah besar.
Ketidak patuhan ini dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah
pemakaian obat dalam jangka panjang, jumlah obat yang diminum cukup banyak
serta kurangnya kesadaran dari penderita akan penyakitnya. Oleh karena itu perlu
peran aktif dari tenaga kesehatan sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai
(Depkes RI, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Tinjauan Tuberkulosis
Tuberkulosis
Tuberkulosis atau biasa disingkat dengan TBC adalah penyakit kronis yang
Patogenesis Tuberkulosis
TBC disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu suatu basil gram
positif, berbentuk batang, yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, sehingga disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Hal ini
disebabkan karena sel-sel mikroba diliputi oleh semacam lilin (lipid) dan asam
mycolat (mycolic acid), sehingga tubuhnya sukar ditembus oleh zat-zat warna
(http://Lab-Mikrobiologi.com).
TBC akan terjadi jika perkembangbiakan basil TBC ini sudah tidak dapat
dikendalikan oleh sel imun tubuh, akibatnya bersamaan dengan matinya
makrofag, basil TBC akan menyebar kebagian tubuh lain dan menimbulkan
infeksi TBC dibagian tubuh yang terkena (Anonim, 2013).
Gejala Tuberkulosis
Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
Gejala sistemik yang bisa ditemui adalah seperti, batuk-batuk selama lebih dari 3
minggu (dapat disertai dengan darah), demam tidak terlalu tinggi yang
berlangsung lama, penurunan nafsu makan dan berat badan dan perasaan tidak
enak (malaise) serta lemah.
2. Gejala khusus
Gejala khusus tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara (mengi), suara
nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan di rongga pleura
(pembungkus paru-paru), timbul keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka
akan terjadi gejala seperti infeksi tulang. Pada anak-anak dapat mengenai otak
(lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak)
dan gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi
jika diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak
yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin
(Tes Mantoux) positif. Pada anak usia 3 bulan5 tahun yang tinggal serumah
dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% anak
terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Werdhani, 2008).
2.1.5 Diagnosis Tuberkulosis
1.
Pemeriksaan dahak
a. S(sewaktu).
b. P(pagi).
c. S(sewaktu).
Pada program TBC nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Kriteria sputum BTA positif adalah bila
sekurangkurangnya ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan.
Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum (Ink, 2006).
2.
3.
Uji tuberkulin
Uji tuberkulin dilakukan dengan tes Mantoux yakni dengan penyuntikan
intra kutan. Setelah 48-72 jam penyuntikan, diukur diameter melintang dari
indurasi yang terjadi (Tjokronegoro, 2001).
4.
Penyuntikan BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka pasien tersebut telah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis (DepKes RI, 2005).
5.
2.
Strategi Terapi
A. Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. Obat Anti Tuberkulosis harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa
jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan.
Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi
Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
-
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan.
b) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
menghindari
meludah
sembarangan,
batuk
sembarangan,
2.3.1
1.
Wanita hamil.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.3.2
1. Rifampisin
Rifampisin adalah antibiotik derivat semi sintetis dari rifamisin B yang
dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas
terhadap fase pertumbuhan M.tuberculosis. Mekanisme kerja Rifampisin yaitu
berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase,
sehingga sintesis RNA bakteri terganggu (Tjay, 2002).
Rifampisin adalah suatu penginduksi yang kuat untuk enzim sitokrom P450. Adanya Rifampisin dapat mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obatobatan yang dimetabolisme olehnya. Obat-obatan yang berinteraksi dengan
Rifampisin diantaranya adalah protease inhibitor (misalnya saquinavir dan
ritonavir), antibiotika makrolida, levotiroksin, noretindron, warfarin, siklosporin,
fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, nortriptilin, alprazolam, diazepam,
midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya (Tjay, 2002).
Efek samping dari penggunaan Rifampisin yaitu mual, muntah, anoreksia,
diare, gangguan fungsi hati, urtikaria, ruam, udem, kelemahan otot, miopati,
warna kemerahan pada urin, saliva dan cairan tubuh lainnya. (DepKes RI, 2006).
Rifampisin tidak boleh digunakan pada keadaan sirosis, insufisiensi hati, pecandu
alkohol, dan pada ibu hamil (Wattymena, 1993). Tetapi jika memang diperlukan,
Rifampisin dapat diberikan pada wanita hamil, namun perlu diperhatikan bahwa
2. Isoniazid (INH)
Isoniazid merupakan derivat dari asam nikotinat. INH berkhasiat
tuberkulostatis paling kuat terhadap M.tuberculosis pada fase dormant dan
bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Mekanisme kerjanya
berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untuk
membangun dinding bakteri (Tjay, 2002).
INH merupakan obat yang digunakan dalam berbagai terapi TBC dan selalu
dalam bentuk multipel terapi dengan Rifampisin dan Pirazinamida. Untuk
profilaksis, digunakan sebagai obat tunggal bagi orang-orang yang berhubungan
dengan pasien TBC terbuka (Tjay, 2002). INH adalah inhibitor kuat untuk enzim
sitokrom P-450, tetapi mempunyai efek minimal pada enzim CYP3A. Pemakaian
INH bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan menurun atau
meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksik
(DepKes RI, 2005).
Penggunaan INH bersamaan dengan isofluran, parasetamol, rifampisin dan
karbamazepin, dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Sedangkan pada penggunaan
bersamaan dengan antasida dan adsorben, menimbulkan adanya penurunan
absopsi obat-obat tersebut. Penggunaan INH bersamaan dengan sikloserin, akan
3. Pirazinamida
Analog pirazin dari nikotinamida ini bekerja bakterisid (pada pH 5-6) atau
bakteriostatis,
dengan
spektrum
kerja
sempit
dan
hanya
meliputi
Efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan obat ini adalah
hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ichterus, gagal hati,
mual, muntah, anemia sideroblastik, dan urtikaria. Pengobatan harus segera
dihentikan bila timbul tanda-tanda kerusakan hati (DepKes RI, 2006).
Pirazinamida mutlak tidak dapat diberikan pada penderita dengan gangguan hati
(Wattymena, 1993).
Sediaan dasar dari Pirazinamida adalah Pirazinamid 500 mg per tablet.
Dosis pirazinamid untuk dewasa dan anak adalah 1530 mg per kg berat badan,
satu kali sehari atau 5070 mg per kg berat badan 23 kali seminggu (DepKes RI,
2005).
4. Etambutol
Derivat etilendiamin ini berkhasiat spesifik terhadap M.tuberculosis. Kerja
bakteriostatisnya sama dengan Isoniazid. Tetapi pada dosis terapi, Etambutol
kurang efektif apabila dibandingkan dengan obat-obat primer lainnya. Mekanisme
kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang
membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acidpada dinding sel (Tjay,
2002).
Interaksi obat dapat terjadi apabila Etambutol digunakan bersama dengan
garam aluminium seperti dalam obat maag, akibatnya dapat menunda dan
mengurangi absorpsi Etambutol. Jika memang memerlukan adanya garam
alumunium maka sebaiknya penggunaannya bersama Etambutol diberi jarak
beberapa jam (Tjay, 2002).
Efek samping yang dapat timbul dari penggunaan obat ini adalah neuritis
optik, buta warna merah atau hijau, dan neuritis perifer (DepKes RI, 2006).
Reaksi toksik ini akan timbul pada dosis besar (diatas 50mg per kg berat badan
per hari) dan bersifat reversibel apabila pengobatan segera dihentikan, tetapi dapat
menimbulkan kebutaan apabila pemberian Etambutol dilanjutkan (Tjay, 2002).
Etambutol merupakan kontraindikasi terhadap keadaan ginjal yang rusak parah
dan pada penyakit saraf mata (Mutschler, 1991).
Sediaan dasar dari Etambutol adalah tablet dengan nama generik EtambutolHCl 250 mg atau 500 mg per tablet. Untuk dewasa dan anak diatas 13 tahun, dosis
yang diberikan adalah 15-25 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Untuk
pengobatan awal diberikan dosis 15 mg per kg berat badan, dan pengobatan
lanjutan 25 mg per kg berat badan. Obat ini tidak diberikan untuk anak dibawah
13 tahun dan bayi (DepKes RI, 2005).
5. Streptomisin
Streptomisin adalah suatu aminoglikosida yang diperoleh dari Streptomyces
griseus. Senyawa ini berkhasiat bakterisid terhadap banyak kuman gram positif
dan gram negatif, termasuk M.tuberculosis. Mekanisme kerjanya berdasarkan
penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada RNA
ribosomal (Tjay, 2002).
Streptomisin berinteraksi dengan kolistin, siklosporin, dan sisplatin yaitu
dengan meningkatkan resiko nefrotoksisitas. Penggunaan Streptomisin bersamaan
dengan kapreomisin, dan vankomisin menyebabkan peningkatan ototoksisitas dan
nefrotoksisitas. Dengan adanya bifosfonat, interaksi yang timbul
peningkatan
risiko
hipokalsemia.
Dengan
diuretika
kuat,
yaitu
Streptomisin
kali seminggu. Jumlah total pengobatan dengan Streptomisin yaitu tidak lebih dari
120 gram (DepKes RI, 2005).
6. Levofloksasin
Levofloksasin adalah anti bakteri sintetik golongan kuinolon yang
merupakan isomer Ofloksasin. Levofloksasin memiliki efek anti bakteri spektrum
luas. Levofloksasin umum digunakan sebagai OAT sekunder. Mekanisme
kerjanya dengan menghambat sintesis DNA bakteri(Tjay, 2002).
Levofloksasin berinteraksi dengan antasida, dan menyebabkan absorbsinya
berkurang. Efek sampingnya adalah diare, mual, pusing, sakit kepala, keringat
berlebihan, dan dispepsia. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah
500mg-1000mg/hari (Wells. 2006).
BAB III
KASUS DAN PENYELESAIAN
3.1 Kasus
Ny. EA usia 42 th, kurus, keluar dari RS dgn lama rawat inap 5 hari. Anamnesis
pasien sejak awal masuk, batuk keluar darah segar dan mrongkol, demam, kadang
sesak nafas, mual. Diagnosa rawat pasien: TB paru aktif dan DM. Beliau pulang
paksa.
Beliau menebus resepnya di apotek anda
R/ Codein
PCT
Omz
3x
3x1
3x1
Santibi plus
1x2
Rifampicin 300
1x1
Curcuma
3x 1
Neciblok
3x1 C
Metformin
2x1
3. Assesment
a. Pasien mengalami batuk keluar darah segar dan merongkol. Batuk Darah
(Haemoptoe) pada TB Paru adalah proses nekrotis, dan jaringan yang mengalami
nekrotis terdapat pada pembuluh darah. Pada tuberkulosis, hemoptoe dapat
disebabkan oleh cavitas aktif atau oleh proses inflamasi tuberkulosis di jaringan
paru.
b. TB paru aktif adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru
tidak termasuk pleura (selaput paru). Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan
foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. TB paru aktif dapat
menular ke orang lain.
c. Gejala TB paru adalah batu kronik lebih dari 3 minggu, demam, perununan
berat badan, nafsu makan menurun, rasa letih, berkeringat pada waktu malam,
nyeri dada dan batuk darah.
d. Mual mungkin disebabkan karena pasien mengalami peningkatan asam
lambung, sukralfat digunakan untuk melapisi lambung. Omeprazol tidak
digunakan karena berinteaksi dengan INH meningkatkan efek omeprazol dengan
mempengaruhi enzim metabolisme hati CYP2C19. Kemungkinan interaksi serius
atau mengancam jiwa.
e. Diasumsikan pasien ini baru diketahui menderita TB paru aktif. Dimana pada
pasien baru digunakan pengobatan tahap awal/intensif menggunakan 4 kombinasi
yaitu INH, rifampisin, etambutol, pirazinamid. Perlu penambahan pirazinamid
dengan dosis: untuk dewasa dan anak adalah 1530 mg per kg berat badan satu
kali sehari.
f. Metformin digunakan sebagai antidiabetes. Mekanisme metformin adalah
meningkatkan sensitifitas sel target insulin, menurunkan produksi hepatik
glukosa, menurunkan absorbsi glukosa pada GI, penggunaan metformin efektif
dalam menurunkan HBA1c.
g. Rifampisin dan Santibi plus digunakan sebagai OAT.
h. Curcuma digunakan sebagai penambah nafsu makan karena pada gejala TBC
pasien kehilangan nafsu makan. Selain itu curcuma digunakan sebagai
4. PLAN
Obat
Codein
PCT
OMZ
Santibi plus
Rifampisin 300
Dosis
3x 1/2 tab
3x1
3x1
1x2
1x1
Dosis
seharusnya
Pada batuk 4-6
dd 10-20 mg,
maksimal 120
mg/hari.
3-4 kali sehari 1
tab maksimal 4
g perhari
Dewasa : 20
mg/hari selama
2-4
minggu
Pasien
yang
sukar
disembuhkan
dengan terapi :
40
mg/hari
selama
4-8
minggu
Terapi awal : 1
kali sehari 3
tablet.
Terapi
ulang : 1 kali
sehari 4 tablet.
10 20 mg/kg
BBsehari (maks
600 mg)
Plan
Digunakan
Tidak digunakan
Digunakan
Digunakan (menanyakan
berat badan pasien)
Curcuma
3x1
Neciblock
3 x1 C
Metformin
2x1
Dewasa 3-4 x
sehari 1 tablet,
untuk
Pencegahan : 1
x sehari 1 tablet
setelah makan.
Orang dewasa :
1000 mg 4 kali
sehari sewaktu
lambung kosong
(1 jam sebelum
makan dan
tidur).
500 mg 2x
sehari bersama
makan
Digunakan
Digunakan
Digunakan
Interaksi antara Rifampisin dan INH. Efek yang terjadi adalah terjadi
peningkatan hepatotoksisitas. Untuk mengatasinya, dapat dengan cara
memberikan tambahan vitamin atau obat sebagai hepatoprotektor seperti
Curcuma,
Interaksi
antara
Rifampisin
dan
Codein,
dengan
efek
peningkatan
3.4 KIE
1. KIE penggunaan obat
- Penggunaan rifampisin diminum pada saat perut kosong pagi hari
- Penggunaan santibi plus 2 kali sehari setelah makan pada pagi dan malam hari
- Pirazinamid diminun satu kali sehari setelah makan.
- Penggunaan metformin 2 kali sehari setelah makan
- Parasetamol digunakan jika demam (maksimal 4 g per hari )
- Neciblock digunakan 1 jam sebelum makan
- Codein diminum setelah makan
- Curcuma diminum setelah makan
- OAT (Rifampisin, Santibi plus dan pirazinamid) harus diminum secara teratur ,
pada jam yang sama , tidak boleh terputus dihabiskan sampai pengobatan selesai.
- Diberikan pula konseling kepada keluarga pasien untuk membantu monitoring
kepatuhan pasien dalam pebggunaan obat.
- Jika terlupa minum obat maka penggunaan obat dimulai dari awal, jadi
disarankan agar tidak sampai lupa meminum obat.
2. KIE tentang efek samping obat:
-Rifampisin menyebabkan warna merah pada urine, keringat dan air mata
sehingga pasien tidak perlu panik jika terjadi hal tersebut.
- Karena rifampisin dan INH mempertinggi resiko hepatotoksik maka dijelaskan
kepada pasien untuk segera konsultasi pada dokter dan melakukan cek lab apabila
badan mulai menguning dan urin berwarna gelap.
- Etambutol dapat menyebabkan Neuritis retrobulbar dengan penurunan
ketajaman penglihatan, maka dijelaskan kepada pasien untuk segera konsultasi
pada dokter.
3. KIE untuk mencegah penularan TBC :
- Karena TBC merupakan penyakit menular maka untuk peralatan makan dan
minum pasien harus menggunakan peralatannya sendiri ( tidak berbagi dengan
orang lain ).
- Bila beraktifitas diluar ruangan dianjurkan memakai masker.
- Menutup mulut sewaktu bersin atau batuk
- Tidak meludah disembarang tempat ataujika meludah ditempat yang kena sinar
matahari atau ditempat yang diisi sabun atau karbol/lisol/
- Jemur tempat tidur bekas penderita secara teratur
- Udara ruangan harus bersih bebas dari asap dan memiliki ventilasi yang
memadai,buka jendela lebar-lebaragar agar udara segar dan sianr matahari dapat
masuk.
TINJAUAN OBAT
No Nama
Komposisi
Dosis
Indikasi
Kontra Indikasi
Efek samping
Codein
Codein 10
mg
Antitusiv,
analgetik
opioid,
narkotika.
Mual, muntah,
konstipasi, dan rasa
mengantuk. Dosis
yang lebih besar
menimbulkan
depresi nafas dan
hipotensi.
Parasetamol
Parasetamol
500 mg
Dewasa 1
Analgetik
tablet 3-4 kali antipiretik
sehari
Depresi nafas
akut,
Alkoholisme
akut, resiko ileus
paralitik,Akut
abdomen,Peningkatan tekanan
cranial atau cidera
kepala
(mengganggu
pernafasan juga
mempengaruhi
respon pupil yang
penting untuk
penilaian
neurologis).
Hipersensitivitas,
Penyakit hati
yang berat
Mual, muntah,
diare, penggunaan
dosis besar dapat
menyebabkan
kerusakan hati.
Omeprazol
Omeprazol
20 mg
Dewasa : 20
mg/hari
selama 2-4
minggu
Pasien yang
sukar
disembuhkan
dengan terapi
: 40 mg/hari
selama 4-8
minggu
Terapi awal :
1 kali sehari
3 tablet.
Terapi ulang
: 1 kali sehari
4 tablet.
Santibi plus
Etambutol
HCl 250
mg,
Isoniazid
100 mg, Vit
B6 6 mg
Rifampisin
300
Tiap kapsul:
mengandun
g
rifampisina
300 mg.
Dewasa:
Terapi
harian: 1020mg / kg /
hari
(maksimum:
600 mg /
hari)
Curcuma
Curcuma
200 mg/tab
Dewasa 3-4 x
sehari 1
Terapi jangka
pendek ulkus
duodenal
&
lambung,
refiuks
esofagitis,
sindroma
ZollingerEllison
Hipersensitifitas
pada omeprazol
atau obat lain
golongan PPI
Tuberkulosis
paru
Pada penderita
dengan gangguan
fungsi ginjal,
epilepsi,
alkoholisme
kronik dan
kerusakan hati.
Neuritis optik.
Membantu
memelihara
Wanita hamil
Gangguan gastritis,
sakit kepala, ruam
kulit, nyeri perut,
diare, mual, muntah
kembung.
Etambutol :
Neuritis retrobulbar
dengan penurunan
ketajaman
penglihatan,
skotoma sentralis,
buta warna hijau merah.
Hiperurisemi.
Isoniazid:
neuropati perifer.
Kerusakan hati.
Gangguan darah.
Pellaga
Pengobatan
Hipersensitif pada Warna merah pd
tuberkulosis
rifampisin
cairan
tubuh,
aktif
dalam
ganguan
GI,
kombinasi
gangguan
SSP,
dengan agen
perubahan
lain
hematologi, roam
kulit,
kelainan
endokrin, anoreksia
Penyakit
kuning/icterus
(kombinasi dengan
INH), hepatotoksik.
-
tablet, untuk
Pencegahan :
1 x sehari 1
tablet setelah
makan.
Neciblok
Tiap 5 ml
mengandun
g Sulkrafat
500 mg
Metformin
Metformin
500 mg/tab
Orang
dewasa :
1000 mg 4
kali sehari
sewaktu
lambung
kosong (1
jam sebelum
makan dan
tidur).
500 mg 2x
sehari
bersama
makan
kesehatan
fungsi hati,
Membantu
memperbaiki
nafsu makan,
Membantu
melancarkan
buang aur
besar
Pengobatan
pendek ulkus
gastrik, ulkus
duodenal,
gastritis
kronik.
DM tipe2
Penderita
yang Konstipasi diare,
hipersensitif
mual gangguan
terhadap
dilambung,
komponen obat pruritus, ruam,
ini.
pusing, mengantuk,
vertigo, nyeri
punggung dan sakit
kepala.
Penderita
Kemahilan dan
laktasi, gangguan
fungsi hati dan
ginjal,
presdiposisi
asidosis laktat
Gangguan lambung
usus, anoreksia,
asidosis laktat,
hipoglikemi,
BAB IV
KESIMPULAN
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Kesehatan
Republik
Indonesia.2006.
Pedoman
Nasional
http://labmikrobiologi.com/2012/02/pewarnaan-bakteri-tahan-asam-bta.html.
Januari 2014
Ink. 2006. Tuberculosa Pada Anak. Skripsi.Surabaya : Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Kelly, E. Dooley, et.al. 2010. Tuberculosis and Diabetes Mellitus;Convergence
of two epidemics. Amerika: National of Health Institute.
Mutschler,
E.
1991.Profilaksis
dan
Terapi
Penyakit
Infeksi