Anda di halaman 1dari 16

https://www.scribd.

com/upload-document

ASUHAN KEBIDANAN PADA NEONATUS KELAINAN BAWAAN


(LABOSKIZIS, HERNIA DIAFRAGHMATIKA, OBSTRUKSI BILIARIS)

Disusun sebagai Tugas Makalah Asuhan Neonatus Bayi dan Balita


Tanggal 12 November 2012

Disusun oleh:
1. Alva Tibone
2. Fadilla
3. Lia Septiani

(001.01.01.11)
(018.01.01.11)
(033.01.01.11)

AKADEMI KEBIDANAN BINA HUSADA


TANGERANG
2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Cacat bawaan adalah merupakan suatu kesatuan cacat lahir pada neonates yang tidak

diinginkan kehadirannya oleh orang tua maupun petugas medis. Perhatian kita terhadap cacat bawaan
masih kurang, sedangkan Negara kita saat ini telah berhasil dalam penyelenggaraan KBn serta telah
berhasil memasyarakatkan NKKBS, maka pada zaman sekarang ini masalah kualitas hidup anak
merupakan prioroitas utama bagi program kesehatan nasional. Salah satu faktor mempengaruhi
kualitas hidup anak adalah cacat bawaan.
Kelainan bawaan seperti labioskizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris . Labioskiziz
atau yang lebih dikenal dengan sebutan bibir sumbing, merupakan masalah yang di alamai oleh sebagian
kecil masyarakat. Setiap tahun, diperkirakan 700-10.000 bayi lahir dengan keadaan bibir sumbing..
Namun hal tersebut dapat di atasi dengan kecanggihan alat kedokteran. Bagi penderita yang
memiliki perekonomian di atas rata-rata, dapat dengan segera menjalani tindakan operasi. Namun bagi
penderita yang belum mampu untuk melakukan tindakan operasi tidak perlu merasa khawatir, karena
pemerintah sudah mulai mengadakan bantuan operasi gratis bagi masyarakat yang kurang mampu.
Hernia diafragmatika adalah penonjolan organ intra abdomen ke dalam rongga kavum pleura
melalui suatu lubang pada diafragma. Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma
pada abdomen, baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul, Secara anatomi serat otot yang terletak

lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus lumbosakral dan vertebrocostal
adalah tempat yang paling lemah dan mudah rupture.
Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir
ke dalam usus untuk dikeluarkan. (Ngastiyah,2005). Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya
saluran empedu sehingga empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan (sebagai
strekobilin) di dalam feses.

1.2

Tujuan penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Sebagai bentuk dari penugasan pada pembelajaran asuhan neonates pada
1.2.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tanda dan gejala, komplikasi,
penatalaksanaan, perawatan, pengobatan.
2. Mengetahui manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan metode varney.
1.3

Manfaat Penulisan
1.3.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menambah pengetahuan mengenai labiokizis, hernia diafragmatika, dan

obstruksi biliaris. Serta mahasiswa mampu membuat asuhan pada neonates dalam kelainan bawaan
1.3.2 Bagi Pendidikan
Mengetahui tentang definisi dari labiokizis, hernia diafragmatika, dan obstruksi biliaris, etiologi,
diagnosis dan penatalaksanaannya. Serta asuhan neonates pada kelainan bawaan.
1.3.3 Bagi Klien / Masyarakat
Supaya masyarakat dapat mengenal beberapa penyakit seperti labiokizis, hernia diafragmatika, dan
obstruksi biliaris. Serta masyarakat dapat mengetahui penyebab terjadinya penyakit tersebut dan
gejala-gejalanya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Labioskizis
2.1.1 Definisi
Labioskizis dan labiopalatokizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing
atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian
kanan dan kiri tidak tumbuh bersatu. ( Dewi, 2010)
(Gambar 2.1 labioskizis)

( sumber : http://www.scribd.com/doc/64457595/Labioskizis-Dan Labiopalatoskizis)


2.1.2 Labioskizis dapat di klasifikasikan menjadi
a. Menurut struktur-struktur yang terkena :

Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah
satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta
palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian
berikut.
1. palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
2. palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3. suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan
juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4.

terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan
mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
b. Menurut organ yang terlibat :

4.

1.

Celah di bibir (labioskizis)

2.

Celah di gusi (gnatoskizis)

3.

Celah di langit (palatokizis)

Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya: terjadi di bibir dan langit-langit (labiopalatoskizis).
c. Menurut lengkap / tidaknya celah terbentuk
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa jenis
bibir sumbing yang diketahui adalah :

1.

Universal Incomplete, jika celah sumbing terjadi hanya di salah satui sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.

2.

Unilateral Complete. Jika celah sumbing yang terjadi di salah satu bibir dan memanjang hingga ke
hidung.

3. Bilateral Complete. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung

(Gambar 2.2 labiokiziz Menurut lengkap / tidaknya celah terbentuk)

(Sumber : http://www.scribd.com)

2.1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis atau labiopalatoskizis
1. Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia
2. Obat-obatan yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis), misalnya sitostatika dan radiasi
3. Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6, asam folat, dan vitamin
C.
4. Faktor keturunan
Dimana material genertik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena adanya
mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang
terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromosom 1 sampai 22) dan 1 pasang kromosom sex
(kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir sumbing terjadi Trisomi 13
atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total
kromosom pada tiap sel adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabakan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, ginjal. Namun kelainan ini sangat

jarang terjadi dengan frekuensi 8000-10000 bayi yang lahir, beberapa syndrome dengan labioskizis,
yaitu :
a.

Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya disebut
kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.

b.

Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit 13, 18 atau
21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama kehamilan
(kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrome
peirrerobin.

c.

Penyebab non syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik dan pengaruh
lingkungan.
2.1.4 Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris denganfrominem
medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisifusi tersebut terjadi
sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadiakibat kegagalan fusi dengan
septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molleterjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai
minggu ke-12.Cacat terbentuk pada trimester pertama kahemilan, prosesnya karena tidak terbentuknya
mesoderm, pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesnasalis dan maksilaris)
pecah kembali.Labioskizis terjadi akibat fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan
prominannasalis dan maksilaris dengan prominan nasalis medial yang diikuti disfusi kedua bibir.
2.1.5 Diagnosis
Untuk mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada celah sumbing
mempunyai ciri fisik yang specifik.Sebetulnya ada pemeriksaan yang dapat digunakan uuntuk
mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak
sepenuhnya specifik. Ibu hamil dapat memeriksakan kandungannya dengan menggunakan USG.
2.1.6 Tanda dan Gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing, yaitu :
1.Terjadi pemisahan langit langit
2. Terjadi pemisahan bibir

3. Terjadi pemisahan bibir dan langit langit


4. Infeksi telinga berulang
5. Berat badan tidak bertambah
6. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal sehingga ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.
2.1.7 Komplikasi
1. Kesulitan makan, dialami pada penderita bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum.
Memerlukan penanganan khusus seperti dot khusus, posisi makan yang benar dan juga kesabaran
dalam memberi makan pada bayi bibir sumbing.
2. Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah
dengan kerongkongan dan jika tidak segera dilatasi maka akan kehilangan pendengaran.
3. Kesulitan berbicara. Otot-otot untuk berbicara mengalami penurunan fungsi karena adanaya celah. Hal
ini dapat mengganggu pola berbicara bahkan dapat menghambatnya.
4. Masalah gigi. Pada celah bibir gigi tumbuh tidak normal atau bahkan tidak tumbuh, sehingga perlu
perawatan dan penanganan khusus.
5. Otitis media
6 . Faringitis
7. Kekurangan gizi.
8. 10% penderita palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara khusus. Operasi ini dilakukan setelah bayi
berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas
dan sistematik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir sumbing dilakukan
hukum sepuluh (ruler of ten) yaitu, berat badan bayi minimal 10 pon, kadar hb 10 gr% dan usianya
minimal 10 minggu dan kadar leukosit minimal 10.000/ui.
2.1.9 Perawatan
1. Menyusu ibu

Menyusu dengan metode pemberian makan terbaik untuk seseorang bayi dengan bibir sumbing
tidak menghambat penghisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menenkan payudara untuk
mengeluarkan susu. Dapat juga menggunakan pompa payudara untuk mengeluarkan susu dan
emmeberikan kepada bayi dapat menggunakan botol setelah dioperasi, karena bayi tidak dapat
menyususi sampai 6 minggu.
2. Menggunakan alat khusus, seperti :
Dot domba (dot besar, ujung halus dengan lubang besar) yaitu suatu dot yang diberi pegangan
yang menutupi sumbing udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui hidung, atau
hanya dot biasa dengan lubang besar. Dapat juga diberikan dengan menggunkan botol peras, dengan
cara memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap
bayi.
Ortodonsi, yakni pemberian plat / dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum
agar memudahkan pemberian minum sekaligus mengurangi deformitas paltum sebelum dapat dilakukan
tindakan bedah definitive.
Posisi mendekati duduk dengan aliran yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah
bayi, kemudian bayi di tepuk-tepuk pada punggungnya berkali-kali secara lembut untuk mengeluarkan
udara / bayi disendawakan, dikarenakan bayi dengan sumbing pada bibirnya cenderung untuk menelan
banyak udara.
Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lubang hidung, hal ini suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu.
Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang
lembut tersebut untuk sembuh.
2.1.10 Pengobatan
Pada bayi denagn bibir sumbing dilakukan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu
untuk penanganan selanjtunya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi
waktu yang tepat untuk operasi tersebut bervariasi.
Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan criteria rule often yaitu
umur >10 minggu,BB >10 pon/5 kg, Hb>10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui. Tindakan operasi selanjutnya

adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mampu
bicara lengkap sehingga puasat bicara otak belum membentuk cara bicara. Pada umumnya 8-9 tahun
dilaksankan tindakan operasi penambahan tulang pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli
ortodensi mengatur pertumbuhan gigi di kanan dan kiri celah supaya normal.
Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjkan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka
mendeteksi selesai. Operasi mungkin tidak dapat jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lebar.
Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi menutupi
nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk
pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaik dapat mempengaruhi
pola bicara secara permanen.
2.1.11 Prinsip perawatan secara umum
Pada saat lahir diberikan bantuan pernapasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu
untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung. Anak setelah berumur 1 minggu dibuatkan
feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan mengarahkan pertumbuhan, atau dengan
pemberian dot khusus. Setelah anak berusia 3 bulan dilakukan labioplasty atau tindakan operasi untuk
bibir, alanasi (untuk hidung) dan evaluasi telinga. Umur 18 bulan 2 tahun dilakukan palathoplasty,
tindakan operasi langit-langit bila terdapat sumbing pada langit-langit.

2.2 Hernia diafragmatika


2.2.1 Definisi
Hernia Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Secara
anatomi serat otot yang terletak lebih medial dan lateral diafragma posterior yang berasal dari arkus
lumboskral dan vertebrocostal triagone adalah tempat yang paling lemah dan mudah terjadi rupture. (
Pada neonatus hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti diketahui
difragma dibentuk dari 3 unsur yaitu membrane pleuroperitonein, septum transversum dan

pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan pembentukan itu dapat
berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan fungsi ketiga unsur dan gangguan
pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada
gangguan pembentukan otot akan menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan, dan 15
% terjadi bilateral. hal ini terjadi karena adanya hepar di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai
proteksi dan memperkuat struktur herniadiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat
mengalami herniasi antara lain gaster, omentum, usus halus, kolon, limpadan hepar. Juga dapat terjadi
hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke rongga toraks ini.
Lubang hernia dapat terjadi di posterolateral (tipe Bochdalek) yang tersering ditemukan,
anterolateral (tipe Morgagni) atau di esophageal hiatus hernia.
(gambar 1.3 hernia diafraghmatika)

( Sumber : http://medicastore.com/penyakit/902/Hernia_Diafragmatika.html )
2.2.2 Klasifikasi
a. Reponible
Benjolan di daerah lipat paha atau umbilikus tampak keluar masuk (kadang-kadang terlihat
menonjol, kadang-kadang tidak). Benjolan ini membedakan hernia dari tumor yang umumnya menetap.
Ini adalah tanda yang paling sederhana dan ringan yang bisa dilihat dari hernia eksternal. Bisa dilihat

secara kasat mata dan diraba, bagian lipat paha dan umbilikus akan terasa besar sebelah. Sedangkan
pada bayi wanita, seringkali ditemukan bahwa labianya besar sebelah. Labia adalah bagian terluar dari
alat kelamin perempuan.
b. Irreponible
Benjolan yang ada sudah menetap, baik di lipat paha maupun di daerah pusat. Pada hernia
inguinalis misalnya, air atau usus atau omentum (penggantungan usus) masuk ke dalam rongga yang
terbuka kemudian terjepit dan tidak bisa keluar lagi. Di fase ini, meskipun benjolan sudah lebih menetap
tapi belum ada tanda-tanda perubahan klinis pada anak.
c. Incarcerata
B

enjolan sudah semakin menetap karena sudah terjadi sumbatan pada saluran makanan

sudah terjadi di bagian tersebut. Tak hanya benjolan, keadaan klinis bayi pun mulai berubah dengan
munculnya mual, muntah, perut kembung, tidak bisa buang air besar, dan tidak mau makan.
d. Strangulata
Ini adalah tingkatan hernia yang paling parah karena pembuluh darah sudah terjepit. Selain
benjolan dan gejala klinis pada tingkatan incarcerata, gejala lain juga muncul, seperti demam dan
dehidrasi. Bila terus didiamkan lama-lama pembuluh darah di daerah tersebut akan mati dan akan
terjadi penimbunan racun yang kemudian akan menyebar ke pembuluh darah. Sebagai akibatnya, akan
terjadi sepsis yaitu beredarnya kuman dan toxin di dalam darah yang dapat mengancam nyawa si bayi.
Sangat mungkin bayi tidak akan bisa tenang karena merasakan nyeri yang luar biasa.
2.2.3 Etiologi
Hernia diafragmatika paling sering disebabkan oleh kegagalan satu atau kedua selaput pleura
peritoneal untuk menutup saluran-saluran perikardioperitoneal selama kehamilan minggu ke 8,
terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada abdomen(perut), baik trauma penetrasi maupun
trauma tumpul abdomen., baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat
berupa cedera penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul
abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat kecelakaan sepeda
motor. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan intra abdominal yang dilanjutkan dengan
adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka

tembak senjata api dan luka tusuk senjata tajam. Sekitar 0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada
abdomen mengalami rupture pada diafragma.
Menurut lokasinya hernia diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan, dan
15 % terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hati di sisi sebelah kanan yang berperan sebagai
proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat
mengalami herniasi antara lain gaster(lambung), omentum, usus halus, kolon, limpa dan hepar(hati).
Juga dapat terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami herniasi ke
rongga toraks(dada) ini.
2.2.4 Patofisiologi
Rongga peritoneum dan pleura kemudian saling berhubungan di sepanjang dinding tubuh
posteriol. Kelainan seperti ini yang dikenal sebagai hernia diafragmatika congenital, memungkinkan
organ-organ dalam perut memasuki rongga pleura. Pada 85 90 % kasus, hernianya disisi kiri, dan
gelung usus, lambung, limpa, dan bagian hati bisa masuk ke rongga dada. Karena kehadiran organ-organ
perut di dalam dada, jantung terdorong ke anterior, sedangkan paru-paru tertekan dan sering
mengalami hipoplasia.
2.2.5 Diagnosis
a. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris.
b. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia.
c. Bising usus terdengar di dada
d. Perut teraba kosong
e. Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga dada
2.2.6 Tanda dan gejala
a. Gangguan pernafasan yang berat
b. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) .
c. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
d. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris)
e. Takikardia (denyut jantung yang cepat)

f. Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris


g. Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
h. Bising usus terdengar di dada
i. Perut teraba kosong.
j. Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.
k. Paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Jika hernianya besar
l. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa
yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
2.2.7 Komplikasi
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar,
biasanayaparu-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan
menangis dan bernafas sehinggga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong
jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan. Sedangkan komplikasi
yang mungkin terjadi pada penderita hernia diafragmatika tipe bockdalek antara lain 20 % mengalami
kerusakan congenital paru-paru dan 5-16 % mengalami kelainan kromosom
2.2.8 Tindakan
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa nasogastrik yang dengan teratur sihisap.
Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak dipersiapkan untuk operasi. Hendaknya perlu
diingatkan bahwa biasanya (70%) kasus seperti ini disertai dengan hipoplasia paru.

2.3. Obstruksi Billiaris


2.3.1 Definisi
Obstruksi billiaris merupakan suatu kelainan bawaan karena adanya penyumbatan pada saluran
empedu, sehingga cairan empedu tidak dapat mengalir ke dalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam
feses (sebagai strerkobilin).
2.3.2 Etiologi
Etiologi dari obstruksi billiaris adalah saluran empedu belum terbentuk sempurna, sehingga
tersumbat pada saat amnion tertelan masuk.
2.3.3 Fatofisiologi

Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding misalnya ada tumor,
atau penyempitan karena trauma(iatrogenik). Batu empedu dan cacing askariasis sering dijumpai
sebagai penyebab sumbatan didalam lumen saluran. Pankreatitis, tumor caput pankreas, tumor
kandung empedu atau anak sebar tumor ganas di daerah ligamentum hepato duodenale dapat menekan
saluran empedu dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. (Reskoprodjo, 1995)
Beberapa keadaan yang jarang dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista
koledokus, abses amuba pada lokasi tertentu, di ventrikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.
(Reskoprojo,1995)
Kurangnya bilirubin dalam saluran usus bertanggung jawab atas tinja pucat biasanya dikaitkan
dengan obstruksi empedu. Penyebab gatal (pruritus) yang berhubungan dengan obstruksi empedu tidak
jelas. Sebagian percaya mungkin berhubungan dengan akumulasi asam empedu di kulit. Lain
menyarankan mungkin berkaitan dengan pelepasan opioid endogen (Judarwanto,2009).
Penyebab obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir kedalam usus untuk dikeluarkan ( sebagai strekobilin ) didalam feses. (Ngastiyah, 2005)
2.3.4 Gambaran klinis
Gejala mulai terlihat pada akhir minggu pertama ketika bayi tampak ikterus. Selain itu, feses
tampak berwarna putih keabu-abuan, terlihat seperti dempul, dan urine tampak berwarna lebih tua
karena mengandung urobilin.
2.3.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis obstruksi billiaris adalah dengan pemeriksaan radiologi dan kadar
bilirubin darah.
2.3.6 Komplikasi
Secara empiris dapat dikelompokkan dalam 2 tipe:
a. Tipe yang dapat dioperasi (yang dapat diperbaiki). Jika kelainan/sumbatan terdapat dibagian distalnya
b. Tipe yang tidak dapat dioperasi. Jika kelainan / sumbatan terdapat dibagian atas porta hepatic, tetapi
akhir-akhir ini dapat dipertimbangakan untuk suatu operasi porto enterostoma hati radikal.
2.3.7 Penatalaksaan

a.

Berikan perawatan layaknya bayi normal lainnya, seperti pemberian nutrisi yang adekuat, pencegahan
hipotermi, pencegahan infeksi, dan lain-lain.

b. Lakukan konseling kepada orang tua agar mereka menyadari bahwa menguningnya tubuh bayi bukan
disebabkan oleh masalah yang biasa, tetapi karena adanya penyumbatan saluran empedu.
c. Berikan infromed consent dan infromed choise untuk dilakukan rujukan.
d.

Selain itu, penanganan dari penyakit obstruksi billiaris adalah dengan operasi. Asuhan pada bayi
sebelum menjalani operasi, ialah perbaikan keadaan umum, menghindari infeksi, memberikan konseling
kepada orang tua, serta infromed consent tindakan operasi.

2.3.8 Perawatan
Pemberian Terapi Sinar
1. Bayi diletakkan di bawah lampu terapi sinar
a. Bila berat badan bayi 2000 gram atau lebih, letakkan bayi dalam keadaan telanjang di boks bayi;
b. Tutup mata bayi dengan penutup, pastikan penutup mata tidak menutupi lubag hidung.
2. Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan petunjuk
3. Ubah posisi bayi tiap 3 jam
4. Pastikan bayi diberi minum
a. Anjurkan ibu menyusui bayi setiap 3 jam;
Alat terapi sinar dan lepas penutup matanya selama diberi minum :
Tidak perlu menambah atau mengganti ASI dengan AIR dekserosa atau formula.
b. Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI peras dengan menggunakan cara alternatif selama dilakukan
terapi sinar, naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 ml/kg BB.
c. Bila bayi diberi minum melalui NGT bayi tidak perlu dipindahkan dari lampu terapi sinar.
5. Selama dilakukan terapi sinar, feses bayi menjadi cair dan berwarna kuning.

Anda mungkin juga menyukai