PENDAHULUAN
Epidemiologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang distribusi atau faktor-faktor
penentu/determinan yang berhubungan dengan kesehatan pada populasi tertentu. Faktor-faktor
penentu tersebut dipengaruhi oleh keadaan fisik, biologis, perilaku dan sosial ekonomi pada suatu
populasi. Dari suatu studi epidemiologi akan didapatkan suatu nilai epidemiologik. Nilai
epidemiologik ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan perawatan yang akan dilakukan
untuk pasien. 1
Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu penyakit
sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu
penyakit dapat ditentukan.2
Studi epidemiologi meliputi faktor resiko, pencegahan awal suatu penyakit, intervensi yang
mungkin timbul pada proses terjadinya suatu penyakit. Sebagai contoh, faktor penentu pada
kesehatan masyarakat erat hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi yang ada, sedangkan
faktor penentu klinis pada kesehatan jaringan periodontal pada seseorang erat hubungannya
dengan plak dan kalkulus. Studi epidemiologi ini mempunyai tiga tujuan, yaitu: menentukan
jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi, menelusuri penyebab dari suatu
penyakit dan menerapkan hasil dari studi untuk usaha promosi dan perbaikan kesehatan. Penerapan
dari studi ini dapat digunakan untuk mengendalikan masalah kesehatan yang ada dalam
masyarakat
1
BAB II
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL
pada
3. Aspek praktis
Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya pencegahan penyebaran
penyakit yang menimpa individu, kelompok penduduk atau masyarakat umum.
4. Aspek Administrasi
Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan masyarakat di
suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.3
Meskipun data dari epidemiologi suatu penyakit didapatkan dari populasi beberapa orang,
tetapi ilmu ini harus diketahui oleh para klinisi untuk menentukan rencana perawatan dari pasien.
Dimana diagnosis dari suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan:
-
sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu
penyakit dapat ditentukan.
Epidemiologi adalah disiplin ilmu yang menggunakan metode dari biostatik, sosial dan
tingkah laku masyarakat, imunologi, genetik, mikrobiologi, kedokteran gigi, dan kedokteran
umum.2
Prevalensi
Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu
tertentu.
Epidemi
Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu
tertentu.
Endemi
Suatu penyakit yang terus menerus terdapat di dalam suatu kawasan geografi
tertentu.
Pandemik
Suatu epidemik yang terjadi secara meluas dan meliputi beberapa negara
sekaligus di seluruh dunia.
Extent
Severity
Exposure
Risk factor
Risk indicator
Risk predictor Faktor resiko yang dikaitkan dengan kemungkinan meningkatnya penyakit,
/marker
Odds ratio
Risk ratio
2.2.2 INSIDENSI
Insidensi adalah persentase rata-rata dari orang-orang tanpa penyakit yang terkena penyakit
selama waktu tertentu. Insidensi dapat dikatakan sebagai resiko atau kemungkinan seorang terkena
penyakit. Insidensi dihitung dari jumlah kasus penyakit terbaru dibagi dengan jumlah orang pada
suatu populasi yang beresiko terhadap penyakit tersebut.1
2.3
berhubungan dengan penyakit, efektivitas dan intervensi keberhasilan, peneliti melakukan studi
epidemiologi. Kebanyakan studi epidemiologi berupa observasi. Pada studi ini, peneliti
mengobservasi kejadian yang normal di dalam populasi. Metode studi observasi yang paling
umum dipergunakan adalah metode Cross-Sectional, Cohort, dan Case-Control. Sebagai
tambahan studi observasi, epidemiologist juga melakukan studi penelitian percobaan, seperti
dengan percobaan penggunaan obat-obatan dimana suatu kelompok subjek penelitian diberikan
obat dan kelompok lainnnya hanya diberikan plasebo. Hasil percobaan ini berguna untuk
mempelajari pencegahan, perawatan dan obat-obatan.1,2
Penelitian epidemiologi kasus kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan mendalam
bila dibandingkan dengan metode studi Cross-Sectional, sebab menggunakan subjek kontrol atau
subjek dengan dampak positif dicarikan kontrolnya. Kemudian variabel penyebab atau yang
berpengaruh ditelusuri lebih dulu, baru kemudian faktor resiko atau variabel yang berpengaruh
diamati secara retrospektif.1,2
BENTUK STUDI
Cross-sectional studies
KEUNTUNGAN
Pelaksanaan cepat, tidak
mahal
Cohort studies
Case-control studies
KERUGIAN
Hanya mengetahui prevalensi
penyakit. Tidak dapat
mengetahui tanda yang
mendahului terjadinya
penyakit
Biayanya mahal karena
membutuhkan waktu yang
lama
Prevalensi dan insidensi tidak
dapat dinilai karena subjek
yang dinilai berdasarkan
status penyakitnya.
BAB III
DIAGNOSIS
Seorang epidemiologis yang mempelajari penyakit dalam suatu populasi atau seorang
klinisi yang merawat seorang individu, keduanya harus mampu menentukan dengan tepat penyakit
yang diderita seseorang. Pada studi epidemiologis kesalahan klasifikasi dari subjek yang diamati
akan menghasilkan estimasi yang rendah atau tinggi, sehingga dapat menimbulkan kesimpulan
yang salah tentang hubungan suatu penyakit dengan ciri-ciri dari penyakit tersebut.
Diagnosis dapat ditentukan setelah mendapatkan informasi dari berbagai sumber, seperti:
anamnesis pasien, pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi dan hasil dari pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil pemeriksaan di atas dapat ditentukan keadaan yang normal atau abnormal,
atau dengan kata lain sehat atau sakit.1,2
Diagnostic testing digunakan untuk membantu menetapkan diagnosa yang benar. Dalam
kedokteran gigi, diagnostic testing didapat dari pemeriksaan klinis dan radiografi, seperti: bleeding
on probing, kedalaman poket, hilangnya perlekatan dengan jaringan, dan kehilangan tulang.
Penentuan diagnosis, didasarkan dari tes diagnostic yang meliputi: pemeriksaan klinis,
pemeriksaan radiografis, tes mikrobiologis, tes imunologis, tes biokimia.2
10
Adapun tujuan dari diagnostic testing adalah menentukan rencana perawatan untuk pasien
baru, menentukan recall visit, memonitor hasil perawatan, menentukan pemberian antibiotik yang
tepat dan screening pasien sebelum perawatan exstensive restorative atau terapi implan.1,2
Sensitivity dari suatu tes merupakan proporsi subjek dengan penyakit yang testnya positif.
Sedangkan specificity dari suatu test merupakan proporsi subjek tanpa penyakit yang hasil tesnya
negatif. Perbandingan dari hasil tes diagnostik pada status kesehatan yang benar, dapat dilihat pada
table berikut :]1,2
Disease
No Disease
Positive
A (true positive)
B(false positive)
Negative
C (false ngative)
D(true negative)
Sensitivity
A(A+C)
Specificity
D(B+D)
A(A+B)
D(C+D)
Predictive value merupakan kemungkinan hasil dari suatu tes diagnostik. Positive
predictive value adalah kemungkinan hasil tes positif pada seseorang, sehingga orang tersebut
dapat didiagnosa sakit. Negative predictive value adalah kemungkinan hasil tes negatif pada
seseorang, sehingga orang tersebut didiagnosa tidak sakit.1
12
BAB IV
RISK VS PROGNOSIS
4.1 RISK, RISK FACTOR AND RISK ASSESSMENT
Resiko adalah kemungkinan seseorang akan mendapatkan suatu penyakit pada waktu
tertentu. Faktor resiko merupakan karakteristik dari individu yang mnempatkan seseorang
terhadap peningkatan resiko terkenanya suatu penyakit. Terbuka terhadap faktor resiko ada
sebelum terjadi suatu penyakit, bisa pada waktu tertentu, secara episodik atau berkelanjutan.
Risk assessment merupakan proses dalam memprediksi kemungkinan seseorang terkena
penyakit. Risk assessment digunakan untuk membantu dalam proses menegakkan diagnosa suatu
penyakit dan mencegah suatu penyakit dengan mengidentifikasikan faktor resiko.1,2
4.2 PROGNOSIS, PROGNOSIS FACTORS AND PROGNOSIS ASSESSMENT
Prognosis adalah perkiraan jalannya atau hasil akhir suatu penyakit. Hasil akhir penyakit
dapat berupa kematian, kemampuan bertahan hidup, dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup
(seperti kecacatan dan rasa sakit). Sebagai contoh, hasil akhir dari penyakit periodontal dapat
berupa kehilangan gigi, rekurensi penyakit dan hilangnya fungsi.
Prognosis factors merupakan ciri atau faktor yang diprediksi menjadi hasil akhir suatu
penyakit. Prognosis assessment adalah faktor yang menggunakan faktor prognosis untuk
memprediksi perjalanan penyakit.1,2
13
BAB V
GINGIVAL DISEASE
14
Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor dari keempat area gigi yang
diperiksa lalu dibagi dengan empat (jumlah area yang diperiksa pergigi). Skor Indeks Gingiva
untuk individu diperoleh dengan membagi jumlah skor dari semua gigi yang diperiksa dengan
jumlah gigi yang diperiksa.1 Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor
Gingival Index dengan kriteria sebagai berikut:1
Kriteria Keparahan Inflamasi Gingiva secara Klinis
Skor Gingival Index
Kondisi Gingiva
0.1 - 1.0
Gingivitis ringan
1.1 - 2.0
Gingivitis sedang
2.1 - 3.0
Gingivitis parah
Kriteria Keparahan Gingival Index secara Klinis (Loe dan Silness, 1963). 1
15
16
17
Variasi prevalensi pada gingivitis antara penduduk diberbagai belahan dunia dapat
mencerminkan adanya faktor-faktor lingkungan seperti nutrisi dan kebiasaan kebersihan mulut
serta faktor genetik. Karena variasi faktor tersebut cukup besar, sehingga sulit untuk menentukan
dengan pasti seberapa jauh peranan dari faktor tersebut. Selain itu, sering kali digunakan kriteria
diagnostik yang berbeda-beda.
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan pada kebiasaan kebersihan mulut
yang mencerminkan tingkatan pendidikan dan ekonomi. Individu dengan tingkatan ekonomi dan
pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dan penyakit
yang periodontal yang lebih sedikit, dibandingkan dengan individu dengan ekonomi dan tingkat
pendidikan yang rendah.5
19
BAB VI
PERIODONTITIS KRONIS
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan periodonsium yang meliputi gingiva dan
melibatkan kerusakan pada perlekatan antara jaringan dan gigi. Terdapat tiga bentuk primer dari
periodontitis, yaitu: kronis, aggressive dan manifestasi dari penyakit sistemik. Periodontitis kronis
merupakan bentuk yang paling umum ditemui pada masyarakat.
Periodontitis diukur berdasarkan periodontal indeks dan periodontal disease indeks (PDI).
Periodontal indeks yang dipakai menurut Russel, 1956 seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Dan PDI yang dipakai menurut Ramfjod, 1957, dari indeks ini gigi yang diukur
dikenal dengan Ramfjod teeth. Berikut indek yang digunakan untuk mengukur penyakit
periodontal.1
6.1 Periodontal Index (Russell)
Periodontal Index bertujuan untuk memperkirakan penyakit periodontal lebih teliti
daripada PMA Index dengan mengukur ada atau tidaknya peradangan gingiva dan keparahannya,
pembentukan poket dan fungsi mastikasi. 1
Nilai dan Kriteria Periodontal Index
0 = Negatif: tidak ada inflamasi pada jaringan
pendukung maupun gangguan fungsi karena
kerusakan jaringan pendukung.
1 = Gingivitis ringan: terlihat daerah inflamasi
ringan pada tepi bebas gingiva tetapi daerah ini
tidak sampai mengelilingi gigi.
2 = Gingivitis: inflamasi mengelilingi gigi, tetapi
tidak terlihat adanya kerusakan daerah
perlekatan gingiva.
20
Tingkat Penyakit
Reversibel
Irreversibel
21
6
4
1
1
4
6
Aspek unik lainnya dari indeks penyakit periodontal adalah menggunakan Cemento
Enamel Junction (CEJ) sebagai penunjuk tetap untuk mengukur kehilangan perlekatan
periodontal.1
Untuk memulai penilaian menggunakan indeks ini, Pemeriksa mengeringkan daerah 6 gigi
Ramfjord teeth. Lalu, pemeriksa menilai keparahan inflamasi gingiva 6 gigi Ramfjord teeth. Skor
gingiva untuk gigi bernilai dari G0 inflamasi tidak ada sampai G3 gingivitis berat. Pada bagian
mesial, fasial, distal, dan lingual masing masing sisi dari 6 gigi, jarak dari tepi bebas gusi ke CEJ
dan jarak dari tepi bebas gusi ke dasar sulkus gingiva diukur dalam milimeter dengan probe
periodontal. Bila tepi bebas gusi terletak pada sementum, Jarak tersebut dari CEJ dihitung sebagai
angka negatif. Jarak CEJ ke dasar sulkus gingiva adalah perbedaan dua pengukuran ini. Metode
Ramfjord untuk mengukur jarak ini sering disebut indirect method for measuring periodontal
attachment loss. Skor Periodontal Disease Index untuk tiap gigi didasarkan dari penilaian
inflamasi gingiva dan kedalaman sulkus gingiva pada hubungannya dengan CEJ. Bila sulkus
gingiva tidak melebihi apikal bagian Cemento Enamel Junction, skor Periodontal Disease Index
untuk gigi adalah skor gingiva. Bila sulkus gingiva berada di bawah Cemento Enamel Junction
pada bagian manapun yang diukur dengan 3 mm atau kurang, skor indeks adalah 4. Gigi dengan
pengukuran sulkus 3 sampai 6 mm atau lebih maka diberikan nilai 5 atau 6. Nilai Periodontal
Disease Index untuk individu adalah jumlah skor gigi dibagi jumlah gigi diperiksa. Bila ada dari
6 gigi Ramfjord teeth diperiksa hilang, tidak bisa digantikan gigi lain. Sebagai tambahan skor
22
Periodontal Disease Index untuk penyakit periodontal, indeks ini menyediakan metode
menghitung skor gigi untuk kalkulus, atrisi oklusal, mobilitas, dan kontak proksimal.1
Walaupun indeks ini jarang digunakan sekarang, dua aspek dari indeks ini sering
digunakan : Pemilihan dari 6 gigi Ramfjord teeth dan metode pengukuran kedalaman poket atau
kehilangan perlekatan periodontal.1
Kebersihan mulut yang buruk adalah faktor terpenting yang mempengaruhi prevalensi dan
keparahan kerusakan periodontal. Faktor-faktor lain yang sudah pernah dibicarakan dalam
hubungannya dengan gingivitis, juga mempunyai peranan yang sama dengan periodontitis kronis.
Disini ada sedikit perbedaan jenis kelamin, keparahan kerusakan pada semua kelompok usia
kelihatannya lebih kecil pada wanita daripada pria, mungkin karena kebersihan mulut yang lebih
baik pada wanita.
Faktor sosial ekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai
hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan yang tinggi umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dan prevalensi
penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan pendidikan dan
pendapatan yang lebih rendah.
6.3 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN)
Pada tahun 1978 Who mengembangkan Community Periodontal Index of Treatment Needs
(CPITN) untuk survei epidemiologi. Kemudian tahun 1982 disempurnakan oleh Ainamo, dkk.
Perbedaan besar antara CPITN dan indeks lain adalah indeks ini tidak hanya menentukan derajat
keparahan gingivitis dan periodontitis, Juga menyediakan informasi mengenai jenis proses
penyakit dan terapi yang diperlukan. CPITN tidak hanya memberikan kesimpulan tentang
insidensi gingivitis dan periodontitis dalam populasi, namun juga beban yang diperlukan, untuk
uang dan waktu, yang berguna dalam perawatan populasi. CPITN tidak mempertimbangkan
kehilangan perlekatan pada gigi.5
24
Kode CPITN
0 = Sehat
0 = Perawatan di rumah
1 = Bleeding on probing
mm
4 = Poket dalam 6 mm
CPITN Index.5
25
BAB VII
AGGRESSIVE PERIODONTITIS
26
27