Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Epidemiologi adalah suatu studi yang mempelajari tentang distribusi atau faktor-faktor
penentu/determinan yang berhubungan dengan kesehatan pada populasi tertentu. Faktor-faktor
penentu tersebut dipengaruhi oleh keadaan fisik, biologis, perilaku dan sosial ekonomi pada suatu
populasi. Dari suatu studi epidemiologi akan didapatkan suatu nilai epidemiologik. Nilai
epidemiologik ini dapat digunakan untuk membantu memutuskan perawatan yang akan dilakukan
untuk pasien. 1

Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi


kesehatan pada suatu negara atau kejadian pada populasi khusus, dan aplikasi dari ilmu ini untuk
mengatasi masalah kesehatan. Ilmu ini merupakan ilmu dasar dari ilmu kesehatan masyarakat.2

Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu penyakit
sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu
penyakit dapat ditentukan.2
Studi epidemiologi meliputi faktor resiko, pencegahan awal suatu penyakit, intervensi yang
mungkin timbul pada proses terjadinya suatu penyakit. Sebagai contoh, faktor penentu pada
kesehatan masyarakat erat hubungannya dengan keadaan sosial ekonomi yang ada, sedangkan
faktor penentu klinis pada kesehatan jaringan periodontal pada seseorang erat hubungannya
dengan plak dan kalkulus. Studi epidemiologi ini mempunyai tiga tujuan, yaitu: menentukan
jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi, menelusuri penyebab dari suatu
penyakit dan menerapkan hasil dari studi untuk usaha promosi dan perbaikan kesehatan. Penerapan
dari studi ini dapat digunakan untuk mengendalikan masalah kesehatan yang ada dalam
masyarakat
1

Epidemiologi adalah ilmu tentang distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi


kesehatan pada suatu negara atau kejadian pada populasi khusus, dan aplikasi dari ilmu ini untuk
mengatasi masalah kesehatan. Ilmu ini merupakan ilmu dasar dari ilmu kesehatan masyarakat.2
Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu penyakit
sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu
penyakit dapat ditentukan.2

BAB II
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

2.1 Definisi Epidemiologi


Jika ditinjau dari asal kata Epidemiologi secara umum berasal dari bahasa Yunai yang
terdiri dari 3 kata dasar yaitu EPI yang berarti PADA atau TENTANG, DEMOS yang berati
PENDUDUK dan kata terakhir adalalah LOGOS yang berarti ILMU PENGETAHUAN. Jadi
EPIDEMILOGI adalah ILMU YANG MEMPELAJARI TENTANG PENDUDUK. Sedangkan
dalam pengertian modern pada saat ini EPIDEMIOLOGI adalah : Ilmu yang mempelajari
tentang Frekuensi dan Distribusi (Penyebaran) serta Determinat masalah kesehatan

pada

sekelompok orang/masyarakat serta Determinannya (Faktor factor yang Mempengaruhinya).


Suatu ilmu yang awalnya mempelajari timbulnya, perjalanan, dan pencegahan pada penyakit
infeksi menular.3
Pengertian Epidemiologidapat ditinjau dari berbagai aspek sebagai berikut:
1. Aspek Akademik
Secara akademik, epidemiologi berarti Analisa data kesehatan, sosial-ekonomi, dan trend
yang terjadi untuk mengindentifikasi dan menginterpretasi perubahan-perubahan kesehatan yang
terjadi atau akan terjadi pada masyarakat umum atau kelompok penduduk tertentu.
2. Aspek Klinik
Ditinjau dari aspek klinik, Epidemiologi berarti Suatu usaha untuk mendeteksi secara dini
perubahan insidensi atau prevalensi yang dilakukan melalui penemuan klinis atau laboratorium
pada awal timbulnya penyakit baru dan awal terjadinya epidemi.

3. Aspek praktis
Secara praktis epidemiologi berarti ilmu yang ditujukan pada upaya pencegahan penyebaran
penyakit yang menimpa individu, kelompok penduduk atau masyarakat umum.
4. Aspek Administrasi
Epidemiologi secara administratisi berarti suatu usaha mengetahui keadaan masyarakat di
suatu wilayah atau negara agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.3
Meskipun data dari epidemiologi suatu penyakit didapatkan dari populasi beberapa orang,
tetapi ilmu ini harus diketahui oleh para klinisi untuk menentukan rencana perawatan dari pasien.
Dimana diagnosis dari suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan:
-

Apakah penyakit tersebut merupakan kejadian yang sering terjadi?

Apakah keadaan pasien memungkinkan untuk terkena penyakit ini?

Dimana terdapat tanda atau gejala yang mengarah ke suatu penyakit?


Dengan adanya epidemiologi dapat menentukan tentang faktor resiko dari suatu penyakit

sehingga dapat pula ditentukan pencegahan penyakit secara dini. Sehingga prognosis dari suatu
penyakit dapat ditentukan.
Epidemiologi adalah disiplin ilmu yang menggunakan metode dari biostatik, sosial dan
tingkah laku masyarakat, imunologi, genetik, mikrobiologi, kedokteran gigi, dan kedokteran
umum.2

Sesuai dengan definisi, epidemiologi mempunyai tiga tujuan,2


1. Untuk menentukan jumlah dan distribusi dari suatu penyakit dalam suatu populasi.
2. Untuk menentukan penyebab penyakit.
3. Untuk mencegah lebih parah suatu penyakit.
Tujuan akhir dari epidemiologi adalah mempertahankan, melindungi dan memperbaiki
kesehatan.2
Terminologi Dasar yang Digunakan dalam Epidemiologi Penyakit Periodontal
Insidensi

Kecepatan terjadinya penyakit baru di dalam masyarakat dalam waktu tertentu.

Prevalensi

Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu
tertentu.

Epidemi

Persentasi orang yang terkena penyakit dalam suatu populasi dalam waktu
tertentu.

Endemi

Suatu penyakit yang terus menerus terdapat di dalam suatu kawasan geografi
tertentu.

Pandemik

Suatu epidemik yang terjadi secara meluas dan meliputi beberapa negara
sekaligus di seluruh dunia.

Extent

Jumlah gigi yang diperiksa pada kondisi tertentu

Severity

Keparahan suatu kondisi

Exposure

Faktor utama yang dapat menyebabkan penyakit atau mencegah penyakit.

Risk factor

Karakteristik yang berhubungan dengan penyakit

Risk indicator

Faktor resiko yang dikaitkan dengan penyakit dengan menggunakan metode


studi cross-sectional.

Risk predictor Faktor resiko yang dikaitkan dengan kemungkinan meningkatnya penyakit,
/marker

dimana tidak terpengaruh oleh hubungan sebab akibat.

Odds ratio

Rasio yang menggambarkan kemungkinan suatu kejadian.

Risk ratio

Kemungkinan resiko penyakit yang akan terjadi.

Tabel 1. Terminologi Dasar yang Digunakan dalam Epidemiologi Penyakit Periodontal.2


2.2 Ukuran Penyakit Secara Epidemiologis
Secara epidemiologis, suatu penyakit diukur berdasarkan angka prevalensi dan insidensi.
Prevalesi merupakan ukuran dari jumlah penyakit yang ada dalam suatu populasi sedangkan
insidensi merupakan ukuran dari terjadinya penyakit baru.1
2.2.1 PREVALENSI
Prevalensi adalah proporsi/bagian dari sejumlah orang dalam suatu populasi yang memiliki
suatu penyakit pada suatu periode waktu tertentu. Prevalensi ini dihitung jumlah penderita dalam
suatu populasi dibagi dengan jumlah orang pada populasi tersebut. Hasil yang didapat dari
prevalensi ini dapat digunakan sebagai batas ukuran jumlah kebutuhan akan tenaga medis pada
pelayanan kesehatan masyarakat.1

2.2.2 INSIDENSI
Insidensi adalah persentase rata-rata dari orang-orang tanpa penyakit yang terkena penyakit
selama waktu tertentu. Insidensi dapat dikatakan sebagai resiko atau kemungkinan seorang terkena
penyakit. Insidensi dihitung dari jumlah kasus penyakit terbaru dibagi dengan jumlah orang pada
suatu populasi yang beresiko terhadap penyakit tersebut.1

2.3

Desain Studi Epidemiologi


Untuk menyelidiki prevalensi dan insidensi suatu penyakit, faktor resiko yang

berhubungan dengan penyakit, efektivitas dan intervensi keberhasilan, peneliti melakukan studi
epidemiologi. Kebanyakan studi epidemiologi berupa observasi. Pada studi ini, peneliti
mengobservasi kejadian yang normal di dalam populasi. Metode studi observasi yang paling
umum dipergunakan adalah metode Cross-Sectional, Cohort, dan Case-Control. Sebagai
tambahan studi observasi, epidemiologist juga melakukan studi penelitian percobaan, seperti
dengan percobaan penggunaan obat-obatan dimana suatu kelompok subjek penelitian diberikan
obat dan kelompok lainnnya hanya diberikan plasebo. Hasil percobaan ini berguna untuk
mempelajari pencegahan, perawatan dan obat-obatan.1,2

2.3.1. Metode Studi Cross-Sectional


Jenis studi ini berusaha mempelajari dinamika hubungan-hubungan atau korelasi antara
faktor-faktor resiko dengan dampak atau efeknya. Faktor resiko dan dampak atau efeknya
diobservasi pada saat yang sama, artinya setiap subjek penelitian diobservasi hanya satu kali saja
dan faktor resiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat observasi.1,2
Angka rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di dalam
populasi yang berkaitan dengan faktor resiko yang dipelajari atau yang timbul akibat faktor-faktor
resiko tertentu.1,2

2.3.2. Metode Studi Cohort


Metode studi Cohort atau lebih sering disebut studi prospektif adalah suatu penelitian
survei (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji hubungan antara faktor resiko dengan
efek (penyakit). Faktor resiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu kemudian diikuti ke depan
secara prospektif timbulnya efek yaitu penyakit atau salah satu indikator status kesehatan.1,2
Kesimpulan hasil penelitian diketahui dengan membandingkan subjek yang mempunyai
efek positif (sakit) antara kelompok subjek dengan faktor resiko positif dan faktor resiko negatif
(kelompok kontrol).1,2

2.3.3. Metode Studi Case-Control


Rancangan metode studi ini ada yang menyebutnya sebagai studi retrospektif, meskipun
istilah ini kurang tepat. Penelitian ini berusaha melihat ke belakang yaitu data digali dari dampak
(efeknya) atau akibat yang terjadi. Kemudian dari dampak tersebut ditelusuri variabel-variabel
penyebabnya atau variabel yang mempengaruhi.1,2

Penelitian epidemiologi kasus kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan mendalam
bila dibandingkan dengan metode studi Cross-Sectional, sebab menggunakan subjek kontrol atau
subjek dengan dampak positif dicarikan kontrolnya. Kemudian variabel penyebab atau yang
berpengaruh ditelusuri lebih dulu, baru kemudian faktor resiko atau variabel yang berpengaruh
diamati secara retrospektif.1,2
BENTUK STUDI
Cross-sectional studies

KEUNTUNGAN
Pelaksanaan cepat, tidak
mahal

Cohort studies

Lebih akurat karena mengikuti


perkembangan subjek dari
waktu ke waktu
Pelaksanaannya lebih cepat,
karena subjek tidak diikuti
dari waktu ke waktu

Case-control studies

Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Metode Studi

KERUGIAN
Hanya mengetahui prevalensi
penyakit. Tidak dapat
mengetahui tanda yang
mendahului terjadinya
penyakit
Biayanya mahal karena
membutuhkan waktu yang
lama
Prevalensi dan insidensi tidak
dapat dinilai karena subjek
yang dinilai berdasarkan
status penyakitnya.

BAB III

DIAGNOSIS

3.1 NORMAL VS ABNORMAL

Seorang epidemiologis yang mempelajari penyakit dalam suatu populasi atau seorang
klinisi yang merawat seorang individu, keduanya harus mampu menentukan dengan tepat penyakit
yang diderita seseorang. Pada studi epidemiologis kesalahan klasifikasi dari subjek yang diamati
akan menghasilkan estimasi yang rendah atau tinggi, sehingga dapat menimbulkan kesimpulan
yang salah tentang hubungan suatu penyakit dengan ciri-ciri dari penyakit tersebut.

Diagnosis dapat ditentukan setelah mendapatkan informasi dari berbagai sumber, seperti:
anamnesis pasien, pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi dan hasil dari pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil pemeriksaan di atas dapat ditentukan keadaan yang normal atau abnormal,
atau dengan kata lain sehat atau sakit.1,2

3.2 PRINSIP DARI DIAGNOSTIC TESTING

Diagnostic testing digunakan untuk membantu menetapkan diagnosa yang benar. Dalam
kedokteran gigi, diagnostic testing didapat dari pemeriksaan klinis dan radiografi, seperti: bleeding
on probing, kedalaman poket, hilangnya perlekatan dengan jaringan, dan kehilangan tulang.
Penentuan diagnosis, didasarkan dari tes diagnostic yang meliputi: pemeriksaan klinis,
pemeriksaan radiografis, tes mikrobiologis, tes imunologis, tes biokimia.2

10

Adapun tujuan dari diagnostic testing adalah menentukan rencana perawatan untuk pasien
baru, menentukan recall visit, memonitor hasil perawatan, menentukan pemberian antibiotik yang
tepat dan screening pasien sebelum perawatan exstensive restorative atau terapi implan.1,2

3.3 SENSITIVITY DAN SPECIFICITY


Tes diagnostik yang dilakukan, memberikan hasil positive dan negative. True positive
merupakan tes diagnostik suatu penyakit/kondisi yang hasilnya benar. False positive merupakan
hasil tes diagnostik yang hasilnya salah. Bila hasil tes negative, hasilnya benar disebut true
negative. Tetapi bila hasil tesnya negative, hasilnya salah disebut false negative.

Sensitivity dari suatu tes merupakan proporsi subjek dengan penyakit yang testnya positif.
Sedangkan specificity dari suatu test merupakan proporsi subjek tanpa penyakit yang hasil tesnya
negatif. Perbandingan dari hasil tes diagnostik pada status kesehatan yang benar, dapat dilihat pada
table berikut :]1,2

True disease status


Test Result

Disease

No Disease

Positive

A (true positive)

B(false positive)

Negative

C (false ngative)

D(true negative)

Sensitivity

A(A+C)

Specificity

D(B+D)

Positive predictive value

A(A+B)

Negative predivtive value

D(C+D)

Table 3. Comparison of diagnostic the result with true disease status


11

3.4 PREDICTIVE VALUE

Predictive value merupakan kemungkinan hasil dari suatu tes diagnostik. Positive
predictive value adalah kemungkinan hasil tes positif pada seseorang, sehingga orang tersebut
dapat didiagnosa sakit. Negative predictive value adalah kemungkinan hasil tes negatif pada
seseorang, sehingga orang tersebut didiagnosa tidak sakit.1

12

BAB IV
RISK VS PROGNOSIS
4.1 RISK, RISK FACTOR AND RISK ASSESSMENT
Resiko adalah kemungkinan seseorang akan mendapatkan suatu penyakit pada waktu
tertentu. Faktor resiko merupakan karakteristik dari individu yang mnempatkan seseorang
terhadap peningkatan resiko terkenanya suatu penyakit. Terbuka terhadap faktor resiko ada
sebelum terjadi suatu penyakit, bisa pada waktu tertentu, secara episodik atau berkelanjutan.
Risk assessment merupakan proses dalam memprediksi kemungkinan seseorang terkena
penyakit. Risk assessment digunakan untuk membantu dalam proses menegakkan diagnosa suatu
penyakit dan mencegah suatu penyakit dengan mengidentifikasikan faktor resiko.1,2
4.2 PROGNOSIS, PROGNOSIS FACTORS AND PROGNOSIS ASSESSMENT
Prognosis adalah perkiraan jalannya atau hasil akhir suatu penyakit. Hasil akhir penyakit
dapat berupa kematian, kemampuan bertahan hidup, dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup
(seperti kecacatan dan rasa sakit). Sebagai contoh, hasil akhir dari penyakit periodontal dapat
berupa kehilangan gigi, rekurensi penyakit dan hilangnya fungsi.
Prognosis factors merupakan ciri atau faktor yang diprediksi menjadi hasil akhir suatu
penyakit. Prognosis assessment adalah faktor yang menggunakan faktor prognosis untuk
memprediksi perjalanan penyakit.1,2

13

BAB V
GINGIVAL DISEASE

Gingivitis merupakan inflamasi dari gusi tanpa melibatkan Junctional Epithelium.


Gingivitis dapat diukur melalui Gingival Index Gingiva indeks pada ilmu epidemiologi
membandingkan prevalensi terjadinya gingivitis pada suatu populasi. Sedangkan gingiva indeks
pada klinik digunakan untuk menguji ketepatan atau kemanjuran terapi yang diberikan atau alat
yang digunakan untuk merawat. Indek yang ideal simple, cepat digunakan serta dapat diproduksi
dan quantitatif. Semua Gingival Index mengukur hal hal seperti : warna gingiva, kontur gingiva,
perdarahan gingiva, luasnya gingiva terlibat, cairan sulkus gingiva. Hampir seluruh indeks
menetapkan nomor dengan skala berurutan (0, 1, 2, 3, dan seterusnya) untuk menggambarkan
keterlibatan dan berat kondisi gingiva. Banyak Gingival Index yang diperkenalkan , tidak ada satu
indeks yang penerapannya diterima secara universal.1 Beberapa indek yang digunakan seperti
indeks gingiva(GI), Modified Gingiva Index(MGI) dan Gingival Bleeding Indices.1
5.1 Gingival Index
Gingival Index diperkenalkan pada 1963 (Loe dan Silnes, 1963). sebagai metode untuk
menilai tingkat keparahan dan besar inflamasi gingiva pada pasien individu atau antara subjek
dalam kelompok populasi besar. Hanya jaringan gingiva dinilai dengan indeks ini. Menurut
metode ini, setiap empat area gingiva dari gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual) dinilai untuk
peradangannya dan diberi nilai dari 0 sampai 3. Perdarahan dinilai dengan menjalankan probe
periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva.1,2

14

Nilai dan Kriteria Gingival Index


0 = Gingiva Normal
1 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna dan sedikit oedem
tidak ada perdarahan saat probing
2 = Peradangan sedang : warna gusi kemerahan, terdapat oedem dan mengkilat,
perdarahan saat probing
3 = Peradangan berat : warna gusi merah tua disertai oedem, terdapat ulserasi,
cenderung terjadi perdarahan spontan
Nilai dan Kriteria Gingival Index (Loe dan Silness, 1963). 1,2

Skor untuk setiap gigi diperoleh dengan menjumlahkan skor dari keempat area gigi yang
diperiksa lalu dibagi dengan empat (jumlah area yang diperiksa pergigi). Skor Indeks Gingiva
untuk individu diperoleh dengan membagi jumlah skor dari semua gigi yang diperiksa dengan
jumlah gigi yang diperiksa.1 Keparahan inflamasi gingiva secara klinis dapat ditentukan dari skor
Gingival Index dengan kriteria sebagai berikut:1
Kriteria Keparahan Inflamasi Gingiva secara Klinis
Skor Gingival Index

Kondisi Gingiva

0.1 - 1.0

Gingivitis ringan

1.1 - 2.0

Gingivitis sedang

2.1 - 3.0

Gingivitis parah

Kriteria Keparahan Gingival Index secara Klinis (Loe dan Silness, 1963). 1

15

5.2 Modified Gingival Index


Modified Gingival Index memperkenalkan dua perubahan dari Gingival Index: pertama
menghilangkan probing gingiva untuk menilai ada atau tidaknya perdarahan. Redefinisi system
penilaian untuk peradangan ringan dan sedang. Pengembang MIG memutuskan untuk
menghilangkan probe, dimana bisa menghilangkan plak dan mengiritasi gingiva. Indeks yang tidak
invasif memungkinkan dilakukan evaluasi ulang, dan memungkinkan dilakukan intrakalibrasi dan
interkalibrasi. Juga, pengembang menginginkan indeks yang lebih sensitif dari sebelumnya. Untuk
mendapatkan ini, mereka menetapkan skor 1 untuk peradangan ringan hanya melibatkan sebagian
marginal atau papilla gingiva dan skor 2 untuk peradangan ringan melibatkan seluruh marginal
atau papilla gingiva. Skor 3 dan 4 sama seperti IG skor 2 dan 3. Seperti Gingival Index empat
bagian gingiva tiap gigi (fasial, mesial, distal, dan lingual) yang dinilai. Penilaian mulut penuh
atau sebagian dapat dilakukan. Nilai rata-rata untuk individu dapat dihitung dengan menjumlahkan
skor satuan gingiva dan dibagi jumlah gingiva diperiksa.1
MIG mungkin indeks paling banyak digunakan dalam pengujian klinis. Seperti
pendahulunya, MIG tidak bisa menilai adanya poket periodontal atau kehilangan perlekatan.
Indeks ini tidak dapat mengidentifikasi gingivitis bila tidak ada periodontitis.1

16

Nilai dan Kriteria Modified Gingival Index


0 = Gusi Normal
1 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna, sedikit perubahan
tekstur pada margin gingiva atau interdental papil tetapi tidak melibatkan
semuanya
2 = Peradangan ringan : warna gusi sedikit perubahan warna, sedikit perubahan
tekstur, namun meliputi keseluruhan margin gingiva atau interdental papil
3 = Peradangan sedang : gusi mengkilat dan licin, kemerahan, terdapat oedem,
dan hipertropi pada margin gingiva atau interdental papil
4 = Peradangan berat : tanda kemerahan, terdapat oedem, hipertropi pada margin
gingiva atau interdental papil, perdarahan spontan, terdapat ulser
Nilai dan Kriteria Modified Gingival Index (modifikasi dari Lobene RR, Weatherford T,
Ross NM, et al: Clin Prev Dent 8:3, 1986).1

5.3 Gingival Bleeding Index / Papilla Bleeding Index


Sedangkan bila penilaian klinis dari warna gingiva, bentuk, dan tekstur dilakukan secara
subjektif, maka perdarahan gingiva merupakan tanda diagnostik yang objektif dari inflamasi.
Penelitiaan menunjukkan bahwa dapat terjadi perdarahan pada probing lembut dalam sulkus
gingiva dapat terjadi sebelum perubahan warna, bentuk, atau tekstur yang jelas.1
GBI dikembangkan oleh Saxer dan Muhlemann pada tahun 1975 untuk digunakan pada
klinik pribadi dan tidak digunakan pada studi epidemiologi. Indeks ini sebagai indikator keparahan
inflamasi gingiva pada pasien berdasarkan kecenderungan perdarahan pada interdental papil.5
Probe dimasukkan dengan tekanan ringan ke dasar sulkus gingiva pada mesial papil lalu
digerakkan ke arah mahkota gigi sampai puncak papil, lalu diulang pada distal papil digerakkan
ke arah mahkota gigi sampai puncak papil. Setelah 20-30 detik, intensitas perdarahan dinilai.5

17

Gingival Bleeding Index (Saxer dan Muhlemann, 1975).5

Gingival Bleeding Index


0 = Tidak ada perdarahan
1 = Perdarahan berupa titik kecil
2 = Perdarahan berupa garis atau beberapa titik perdarahan terlihat pada margin
gingiva.
3 = Perdarahan sedikit atau banyak pada segitiga interdental.
4 = Perdarahan spontan setelah probing, darah mengalir ke interdental dan
menutupi gigi atau gingiva.
Gingival Bleeding Index (Saxer dan Muhlemann, 1975).5
Pemeriksaan perdarahan pada gingiva (gingival bleeding) akan menujukkan hasil
diagnosis yang objective pada tanda-tanda dari inflamasi gingiva. Sedangkan pada pemeriksaan
klinik seperti warna,bentuk dan tekstur dari gingiva akan menunjukkan hasil diagnosis yang
subjektive. Karena dari hasil penelitian, perdarahan pada gingiva pada saat probing dapat timbul
sebelum terjadinya perubahan warna, bentuk dan tekstur dari gingiva.
18

Variasi prevalensi pada gingivitis antara penduduk diberbagai belahan dunia dapat
mencerminkan adanya faktor-faktor lingkungan seperti nutrisi dan kebiasaan kebersihan mulut
serta faktor genetik. Karena variasi faktor tersebut cukup besar, sehingga sulit untuk menentukan
dengan pasti seberapa jauh peranan dari faktor tersebut. Selain itu, sering kali digunakan kriteria
diagnostik yang berbeda-beda.
Perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan pada kebiasaan kebersihan mulut
yang mencerminkan tingkatan pendidikan dan ekonomi. Individu dengan tingkatan ekonomi dan
pendidikan yang cukup tinggi biasanya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dan penyakit
yang periodontal yang lebih sedikit, dibandingkan dengan individu dengan ekonomi dan tingkat
pendidikan yang rendah.5

19

BAB VI
PERIODONTITIS KRONIS
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan periodonsium yang meliputi gingiva dan
melibatkan kerusakan pada perlekatan antara jaringan dan gigi. Terdapat tiga bentuk primer dari
periodontitis, yaitu: kronis, aggressive dan manifestasi dari penyakit sistemik. Periodontitis kronis
merupakan bentuk yang paling umum ditemui pada masyarakat.
Periodontitis diukur berdasarkan periodontal indeks dan periodontal disease indeks (PDI).
Periodontal indeks yang dipakai menurut Russel, 1956 seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Dan PDI yang dipakai menurut Ramfjod, 1957, dari indeks ini gigi yang diukur
dikenal dengan Ramfjod teeth. Berikut indek yang digunakan untuk mengukur penyakit
periodontal.1
6.1 Periodontal Index (Russell)
Periodontal Index bertujuan untuk memperkirakan penyakit periodontal lebih teliti
daripada PMA Index dengan mengukur ada atau tidaknya peradangan gingiva dan keparahannya,
pembentukan poket dan fungsi mastikasi. 1
Nilai dan Kriteria Periodontal Index
0 = Negatif: tidak ada inflamasi pada jaringan
pendukung maupun gangguan fungsi karena
kerusakan jaringan pendukung.
1 = Gingivitis ringan: terlihat daerah inflamasi
ringan pada tepi bebas gingiva tetapi daerah ini
tidak sampai mengelilingi gigi.
2 = Gingivitis: inflamasi mengelilingi gigi, tetapi
tidak terlihat adanya kerusakan daerah
perlekatan gingiva.

20

Tambahan kriteria Xray dengan tes klinik


Gambaran radaiografi
normal

4 = Digunakan bila ada radiografi

6 = Gingivitis dengan pembentukan poket:


perlekatan epitelial rusak dan terlihat adanya
poket (tidak hanya merupakan pendalaman
sulkus gingiva karena pembengkakan di daerah
gingiva bebas). Tidak ada gangguan pada fungsi
mastikasi normal; gigi melekat kuat di dalam
soketnya dan tidak bergeser.
8 = Kerusakan tahap lanjut disertai hilangnya
fungsi mastikasi: gigi goyang, kadang-kadang
bergeser, nyeri pada perkusi dengan alat logam,
dan dapat terdepresi ke dalam soketnya.

Skor PI index per individu = jumlah skor individu


jumlah gigi yang diperiksa
Kondisi Klinis
Skor Grup PI
0-0.2
Normal
0.3-0.9
Gingivitis ringan
Kerusakan periodontal tahap 0.7-1.9
1.6-5.0
awal
Sudah ada kerusakan penyakit
3.8-8
periodontal
Penyakit periodontal terminal
Periodontal Index (Russell).1

Terlihat resorpsi tulang


alveolar pada tahap
awal.
Kehilangan tulang
secara horizontal
melibatkan puncak
tulang alveolar. Dapat
sampai setengah
panjang akar gigi.
Kehilangan tulang
tahap lanjut melibatkan
lebih dari setengah akar
gigi atau poket
infraboni yang meluas
ke ligament periodontal,
rarefaction di akar.

Tingkat Penyakit
Reversibel

Irreversibel

6.2 Periodontal Disease Index


Mengambil fitur paling berharga dari indeks yang ada dan menambahkan fitur baru untuk
mengkompensasi kekurangan indeks sebelumnya, Ramfjord mengembangkan sistemnya sendiri
untuk mengukur penyakit periodontal. Sistem ini dikenal sebagai Periodontal Disease Index. Salah
satu aspek unik dari indeks ini adalah pemeriksaan enam gigi yang ditentukan dalam mulut atau
dikenal dengan Ramfjord teeth.1

21

Gigi yang diperiksa

6
4

1
1

4
6

Aspek unik lainnya dari indeks penyakit periodontal adalah menggunakan Cemento
Enamel Junction (CEJ) sebagai penunjuk tetap untuk mengukur kehilangan perlekatan
periodontal.1
Untuk memulai penilaian menggunakan indeks ini, Pemeriksa mengeringkan daerah 6 gigi
Ramfjord teeth. Lalu, pemeriksa menilai keparahan inflamasi gingiva 6 gigi Ramfjord teeth. Skor
gingiva untuk gigi bernilai dari G0 inflamasi tidak ada sampai G3 gingivitis berat. Pada bagian
mesial, fasial, distal, dan lingual masing masing sisi dari 6 gigi, jarak dari tepi bebas gusi ke CEJ
dan jarak dari tepi bebas gusi ke dasar sulkus gingiva diukur dalam milimeter dengan probe
periodontal. Bila tepi bebas gusi terletak pada sementum, Jarak tersebut dari CEJ dihitung sebagai
angka negatif. Jarak CEJ ke dasar sulkus gingiva adalah perbedaan dua pengukuran ini. Metode
Ramfjord untuk mengukur jarak ini sering disebut indirect method for measuring periodontal
attachment loss. Skor Periodontal Disease Index untuk tiap gigi didasarkan dari penilaian
inflamasi gingiva dan kedalaman sulkus gingiva pada hubungannya dengan CEJ. Bila sulkus
gingiva tidak melebihi apikal bagian Cemento Enamel Junction, skor Periodontal Disease Index
untuk gigi adalah skor gingiva. Bila sulkus gingiva berada di bawah Cemento Enamel Junction
pada bagian manapun yang diukur dengan 3 mm atau kurang, skor indeks adalah 4. Gigi dengan
pengukuran sulkus 3 sampai 6 mm atau lebih maka diberikan nilai 5 atau 6. Nilai Periodontal
Disease Index untuk individu adalah jumlah skor gigi dibagi jumlah gigi diperiksa. Bila ada dari
6 gigi Ramfjord teeth diperiksa hilang, tidak bisa digantikan gigi lain. Sebagai tambahan skor

22

Periodontal Disease Index untuk penyakit periodontal, indeks ini menyediakan metode
menghitung skor gigi untuk kalkulus, atrisi oklusal, mobilitas, dan kontak proksimal.1
Walaupun indeks ini jarang digunakan sekarang, dua aspek dari indeks ini sering
digunakan : Pemilihan dari 6 gigi Ramfjord teeth dan metode pengukuran kedalaman poket atau
kehilangan perlekatan periodontal.1

Skor = Jumlah dari seluruh unit


Jumlah gigi yang diperiksa

Nilai dan Kriteria Periodontal Disease Index


Penilaian Gingiva
G0 = Bebas dari peradangan
G1 = Peradangan gingiva ringan sampai sedang tanpa mengelilingi gigi
G2 = Peradangan gingiva ringan sampai berat dengan mengelilingi gigi
G3 = Gingivitis berat dengan adanya tanda kemerahan,cenderung terjadi
pendarahan, terdapat ulser
Pengukuran Poket
Jarak dari free gingival margin sampai cemento enamel junction (CEJ) dan
jarak dari free gingival margin sampai dasar sulkus gingiva atau poket diukur
dari mesial, fasial, distal dan lingual pada setiap gigi yang diperiksa.
Pengukuran interproksimal lebih baik dilakukan pada daerah bukal dengan
menggunakan probe sejajar pada sumbu gigi.
Pengukuran margin gingiva pada enamel:
1

Pengukuran batas gingiva sampai CEJ, dan pengukuran dari bagian


mahkota gigi. Jika perlekatan epitel di mahkota dan CEJ tidak dapat
dilakukan probing, mengukur kedalaman sulkus gingiva pada mahkota
Pengukuran dari margin gingiva sampai dasar poket dimana sulkus
melebar ke apikal sampai dengan CEJ, dan pengukuran bagian dari gigi.

Pengukuran margin gingiva pada sementum:


(1) Pengukuran dari CEJ sampai margin gingiva. Pengukuran penilaian pada
akar bagian dari gigi
(2) Pengukuran dari CEJ sampai dasar dari sulkus gingiva. Pengukuran
penilaian pada akar.
Nilai dan Kriteria Periodontal Disease Index (Ramfjord, 1959).1
23

Kebersihan mulut yang buruk adalah faktor terpenting yang mempengaruhi prevalensi dan
keparahan kerusakan periodontal. Faktor-faktor lain yang sudah pernah dibicarakan dalam
hubungannya dengan gingivitis, juga mempunyai peranan yang sama dengan periodontitis kronis.
Disini ada sedikit perbedaan jenis kelamin, keparahan kerusakan pada semua kelompok usia
kelihatannya lebih kecil pada wanita daripada pria, mungkin karena kebersihan mulut yang lebih
baik pada wanita.
Faktor sosial ekonomi, terutama tingkat pendidikan dan pendapatan, juga mempunyai
hubungan yang erat terhadap prevalensi dan keparahan. Individu dengan tingkat pendidikan dan
pendapatan yang tinggi umumnya mempunyai kebersihan mulut yang lebih baik dan prevalensi
penyakit periodontal yang lebih rendah dibandingkan dengan individu dengan pendidikan dan
pendapatan yang lebih rendah.
6.3 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN)
Pada tahun 1978 Who mengembangkan Community Periodontal Index of Treatment Needs
(CPITN) untuk survei epidemiologi. Kemudian tahun 1982 disempurnakan oleh Ainamo, dkk.
Perbedaan besar antara CPITN dan indeks lain adalah indeks ini tidak hanya menentukan derajat
keparahan gingivitis dan periodontitis, Juga menyediakan informasi mengenai jenis proses
penyakit dan terapi yang diperlukan. CPITN tidak hanya memberikan kesimpulan tentang
insidensi gingivitis dan periodontitis dalam populasi, namun juga beban yang diperlukan, untuk
uang dan waktu, yang berguna dalam perawatan populasi. CPITN tidak mempertimbangkan
kehilangan perlekatan pada gigi.5

24

Kode CPITN

Kebutuhan dirawat CPITN

0 = Sehat

0 = Perawatan di rumah

1 = Bleeding on probing

1 = OHI ( Oral Hygiene Instruction)

2 = Kalkulus Supra gingiva dan

2 = 1 + pelepasan kalkulus dan skeling

kalkulus sub gingival


3 = Poket dangkal sampai dengan 5

3 = 1+2+ terapi kompleks

mm
4 = Poket dalam 6 mm
CPITN Index.5

25

BAB VII
AGGRESSIVE PERIODONTITIS

Aggressive periodontitis dahulu dikenal dengan nama early-onset periodontitis.


Aggressive periodontitis merupakan kerusakan periodontal secara klinis yang terjadi saat masa
pubertas atau dewasa muda. Ada dua tipe dari aggressive periodontitis yaitu lokal dan generalisata.
Pada tipe lokal, dari gambaran radiografinya terlihat adanya kehilangan tulang disekitar gigi Molar
1 dan gigi Insisivus. Sedangkan pada tipe generalisata terlihat kerusakan jaringan periodontal yang
lebih luas.1
Terdapat tiga kasus yang dapat didefinisikan sebagai aggressive periodontitis, yaitu:
Localized aggressive periodontitis : paling tidak satu gigi M1 dan satu gigi Insisivus atau M2
dan dua gigi kaninus atau premolar yang hilang perlekatan jaringan periodontalnya sebesar 3mm.
Generalized aggressive periodontitis : terdapat 4 gigi atau lebih yang kehilangan perlekatan
jaringannya lebih dari 3mm. Dan paling tidak melibatkan 2 gigi M2, kaninus dan premolars.
Incidental loss of periodontal attachment : tidak diketemukan tanda-tanda yang terdapat pada
localized atau generalized. Satu atau lebih banyak gigi mengalami hilangnya perlekatan lebih dari
3mm.
Berapa banyak kasus aggressive periodontitis terjadi? Beberapa penelitian dari Amerika
Serikat dan negara-negara lainnya menyebutkan bahwa prevalensi aggressive periodontitis
diperkirakan dibawah 1%. Dimana localized aggressive periodontitis 0,53%, generalized
aggressive periodontitis 0,13%.

26

A.Actinomycetemcomitans adalah bakteri yang banyak ditemukan dalam localized aggressive


periodontitis dan merupakan bakteri pathogen utama yang menyebabkan penyakit ini. Dengan
menghilangkan bakteri dari kasus ini ternyata didapatkan pemulihan secara klinis. Bakteri ini
menghasilkan leukotoksin yang kuat yang membunuh netrofil, yang berperan penting dalam
pertahanan terhadap infeksi periodontal.
Faktor yang lainnya yang berhubungan dengan pathogenesis aggressive periodontitis adanya
cacat dalam fungsi netrofil. Kemotaksis netrofil yang berkurang ditemukan pada kasus localized
aggressive periodontitis. Hal ini ditunjukkan bahwa 70% sampai 75% kasus localized aggressive
periodontitis ditemukan adanya kemotaksis netrofil yang berkurang. Localized aggressive
periodontitis dapat merupakan penyakit yang menurun.Tetapi tidak semua kasus localized
aggressive periodontitis terdapat kemotaksis netrofil yang berkurang dan tidak semua kemotaksis
netrofil yang berkurang merupakan kasus localized periodontitis. Di sisi lain, terdapat faktor-faktor
lain yang belum diketahui yang dapat berperan terhadap pathogenesis aggressive periodontitis.1

27

Anda mungkin juga menyukai