Anda di halaman 1dari 15

Sasaran dan Strategi Ekonomi Moneter Islam

041211431153

Mohammad Abdul Adim

041211433078

Ahmad Thoriq Alfarisyi

041211431171

Trisna Setia Permana

041211432032

Juli Indra Wahyudi

041211432006

Lazuardi Azhari L

041211433070

Riyoga Bahtiar Ulum

041211432112

Teuku Ahmad Naufal

041211432105

Firmansyah Putra

041211432113

Hasymi Nur Baehaqy

041211432003

Gt Hafiz Anshari A

DEPARTEMEN EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2014

BAB I
PENDAHULUAN

Efektivitas peraturan ekonomi moneter dalam negara Islam tergantung pada


penawaran dan permintaan kaum menengah kebawah. Peran zakat, infaq dan shodaqoh
sangatlah vital dalam sistem perekonomian moneter dalam suatu negara Islam. Suatu
perekenomian diharapkan tidak hanya mengalami pertumbuhan ekonomi, namun juga
pemerataan pendapatan secara menyeluruh. Pemerataan pendapataan secara otomatis akan
meningkatkan daya beli masyarakat miskin dan meningkatkan perputaran uang secara
keseluruhan di masyarakat. Namun fenomena saat ini kebijakan moneter hanya dihitung
secara umum, sesungguhnya yang harus dihitung adalah bagaimana pendapatan per kepala
keluarga sehingga lebih mendetail.
Kebijakan yang ada saat ini masih didasarkan pada tingkat bunga dan hanya
menguntungkan golongan kaya saja. Kebijakan moneter Islam terbukti adalah sistem yang
paling tahan terhadap krisis, ini dibuktikan dengan banyaknya bank syariah yang bertahan di
tengah-tengah kemelut krisis perekonomian dunia. Permasalahan yang ada saat ini terletak
pada sistem yang masih berkiblat pada konvensional dan keputusan-keputusan moneter
pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat, dan sudah sepatutnyalah kita memberikan
jaminan masa depan perekonomian yang cerah kepada keturunan kita kelak. Dan hal ini
haruslah dicapai bersama-sama dan dengan usaha yang tiada henti-hentinya.
Kebijakan moneter dalam Islam haruslah didasari dengan ilmu keagamaan yang
menyeluruh dan memahami keseluruhan yang dimaksud. Kemajuan ilmu ekonomi Islam saat
ini juga dipermudah dengan banyak munculnya pemikir-pemikir ekonomi Islam modern yang
lebih mengerti permasalahan yang ada saat ini.

BAB II
PEMBAHASAN

I. Sasaran Kebijakan Moneter Islam

1. Kesejahteraan ekonomi melalui optimalisasi pertumbuhan ekonomi


Tidak diragukan lagi bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi dan
bertanggung jawab dalam memakmurkan bumi beserta isinya. Ahli hukum Islam telah
sepakat berpandangan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah tujuan dasar dari
syari'at. Dalam hal ini, pencapaian kesejahteraan ekonomi yaitu melalui pemenuhan
seluruh kebutuhan dasar manusia, penghapusan sumber utama kesulitan, dan
peningkatan kualitas hidup, moral serta material. Hal ini juga mengharuskan adanya
penciptaan lingkungan ekonomi dimana khalifah Allah mampu memanfaatkan waktu
dan kemampuan fisik dan mental untuk memperkaya diri sendiri, keluarga dan
masyarakatnya.
Oleh karena itu kesempatan kerja penuh dan efisiensi sumber daya manusia
menjadi tujuan tak terpisahkan dari sistem Islam, karena membantu mewujudkan tujuan
kesejahteraan ekonomi berbasis luas juga sebagai bentuk implikasi manusia sebagai
khalifah Tuhan. Kesempatan kerja penuh dan efisiensi sumber daya material juga
menjadi tujuan penting karena, menurut Islam, semua sumber daya di langit dan bumi
dimaksudkan untuk kesejahteraan manusia dan perlu dimanfaatkan secara optimal,
dengan tidak berlebihan atau pemborosan. Mereka yang tidak mampu bekerja dengan
layak, maka akan mendapat bantuan secara proporsional yang telah disyariatkan Islam
dalam program solidaritas sosial.
Sementara tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi menjadi hasil dari
adanya kebijakan yang mengarah ke kesempatan kerja penuh dan efisiensi sumber daya
manusia dan material. Dan dengan basis luas pada kesejahteraan ekonomi, tingkat
pertumbuhan yang tinggi dengan sendirinya menjadi tidak terlalu penting. Hal ini
karena kebutuhan untuk mencapai kemakmuran material dalam kerangka nilai-nilai
Islam mensyaratkan bahwa: (i) tidak harus dicapai melalui produksi barang dan jasa
yang dipertanyakan secara esensial atau moral, (ii) seharusnya tidak memperlebar
jurang sosial antara yang kaya dan yang miskin dengan konsumsi berlebihan, dan (iii)
seharusnya tidak membahayakan generasi sekarang atau masa depan akibat degenerasi
lingkungan moral atau fisik mereka. Karena itu, sementara kesempatan kerja penuh dan

kesejahteraan materi sangat penting dalam konteks Islam, tingginya tingkat


pertumbuhan hanya penting sejauh berkontribusi untuk mewujudkan kesepatan kerja
penuh dan berbasis luas pada kesejahteraan ekonomi; diluar ini, harus berhati-hati
terhadap semua implikasi moral dan sosial-ekonomi lainnya. Laju pertumbuhan
dianggap penting setelah memperhitungkan semua implikasi tersebut sehingga dapat
mencapai titik optimal.

2. Keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan kesejahteraan


Keadlian sosio-ekonomi dan distribusi pemerataan kesejahteraan merupakan
sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, karena merupakan filosofi dasar dari nilai-nilai
Islam. Oleh karena itu, realisasi dari sasaran ini merupakan bagian dari perwujudan
nilai-nilai Islam dari tiap manusia sendiri. Jika nilai-nilai telah ditanam dan diterapkan
dalam diri tiap individu, maka keadilan dan pemerataan ini akan tercapai.
Di lain pihak, kaum kapitalis juga memiliki tujuan yang sama yaitu keadilan
ekonomi dan pemerataan. Namun, tujuan yang mereka miliki hanya berdasar tekanan
dari beberapa pihak saja, dan tidak didasari oleh nilai filosofis yang seharusnya
tertanam dalam diri mereka. Oleh karena itu, dari sistem secara keseluruhan, terutama
sistem moneter dan perbankannya, sasaran tersebut tidak dijalankan, sehingga tindakantindakan mereka seperti sistem pajak, transfer payment, terbukti tidak efektif untuk
dapat mengurangi ketimpangan pendapatan yang ada.
Berlawanan dengan kaum kapitalis, Islam percaya bahwa untuk mengatasi
masalah ketimpangan pendapatan dan ketidakadilan, adalah dengan cara mengobati
langsung akar permasalahan, bukan hanya mengobati kulit-nya saja. Islam
menanamkan sikap keadilan dan rasa kepedulian terhadap sesama kepada setiap
penganutnya. Selain itu, berbagai alat juga dimiliki oleh Islam untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut, misalkan melaui instrumen zakat, infaq, dan
sedekah.

3. Stabilitas nilai uang


Stabilitas nilai uang harus menjadi tujuan dan acuan yang sangat diperlukan
dalam kerangka Islam, karena Islam bersikap tegas pada kejujuran dan keadilan dalam
semua urusan manusia. Qur'an dengan tegas menekankan kejujuran dan keadilan dalam
semua ukuran nilai: Dan berikan ukuran dan berat yang penuh dengan keadilan (alQur'an, 6: 152).

Langkah-langkah ini berlaku tidak hanya bagi individu tetapi juga untuk
masyarakat dan negara serta tidak perlu dibatasi hanya untuk bobot dan ukuran
konvensional. Mereka harus mencakup semua ukuran nilai. Uang juga menjadi ukuran
nilai, setiap penurunan terus menerus dan signifikan nilai uang sebenarnya dapat
ditafsirkan dalam Qur'an yakni sama saja dengan merusak dunia karena dampak buruk
penuruan nilai ini pada keadilan sosial dan kesejahteraan umum.
Inflasi menyiratkan bahwa uang tidak dapat digunakan sebagai unit yang adil dan
jujur. Hal ini memungkinkan beberapa orang untuk menjadi tidak adil kepada orang
lain, meskipun tidak sadar, dengan diam-diam mengikis daya beli aset moneter. Hal ini
merusak efisiensi sistem moneter dan membebankan biaya kesejahteraan pada
masyarakat. Juga meningkatkan konsumsi dan mengurangi tabungan. Sehingga
memperburuk iklim ketidakpastian di mana keputusan ekonomi yang diambil,
pembentukan modal, dan mengarah ke misal alokasi sumber daya.
Inflasi merupakan gejala ketidakseimbangan dan tidak kompatibel dengan
penekanan Islam pada keseimbangan dan equilibrium. Negara-negara yang telah
memiliki keberhasilan terbesar dalam mengendalikan tekanan inflasi telah sukses dalam
mencapai dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi dan employment yang
lebih tinggi. Inflasi memiliki konsekuensi yang sama dalam kemiskinan seperti di
negara-negara kaya yang mendistorsi pola output, merusak efisiensi dan investasi
produktif, dan berkontribusi terhadap ketidakadilan sosial. Satu-satunya cara untuk
pemulihan permanen dari kesehatan ekonomi adalah untuk mengakhiri inflasi dengan
menghilangkan akar penyebabnya.
Ini berarti bahwa setiap kegiatan atau perilaku individu, kelompok, atau lembaga
di negara Islam yang secara signifikan mengikis nilai riil uang harus dianggap sebagai
isu nasional yang sangat penting. Namun demikian, ada tujuan lain yang penting. Jika
ada konflik yang tidak dapat dihindari antara realisasi tujuan-tujuan tersebut, maka
tujuan menstabilkan nilai riil uang mungkin bisa dikurangi asalkan kerusakan yang
disebabkan hal tersebut bisa diimbangi dengan realisasi tujuan dan nasional lainnya
asalkan dilakukan hanya selama mutlak diperlukan dan tidak menjadi fitur permanen
dari kebijakan negara Islam.
Mungkin karena itu wajib bagi negara Islam untuk menggunakan kebijakan
moneter, fiskal, dan pendapatan yang sehat, dan kontrol langsung yang tepat bila
diperlukan, termasuk kontrol upah-harga, untuk meminimalkan penurunan nilai riil

uang, sehingga mencegah satu kelompok masyarakat dari melanggar norma-norma


Islam yaitu kejujuran dan keadilan dalam bertindak.
Ini tidak berarti bahwa negara-negara Muslim, secara individual maupun kolektif,
akan mampu menstabilkan nilai mata uang mereka dengan usaha mereka sendiri.
Dalam dunia di mana semua negara saling bergantung dan di mana kebijakan moneter
dan fiskal dari beberapa negara industri utama yang bertanggung jawab dalam
ketidakstabilan harga, hal itu mungkin tidak bisa bagi perekonomian kecil dan terbuka
dari negara Muslim secara individu untuk mencapai stabilitas yang diinginkan kecuali
negara-negara industri utama mengikuti kebijakan yang lebih baik.

Indeksasi
Telah dikemukakan bahwa, dalam iklim inflasi di seluruh dunia saat ini, maka
penting bagi Islam dalam pemenuhan keadilan sosial ekonomi oleh indeksasi, atau
koreksi moneter, semua pendapatan dan aset moneter termasuk qurd hasanah (jamak
dari qard hasan). Koreksi moneter yang baik akan memerlukan indeksasi bukan dari
pendapatan atau aktiva moneter tetapi daya beli, yang ditentukan oleh pola konsumsi
dan investasi individu. Oleh karena itu, keadilan sosial-ekonomi mengharuskan
indeksasi pendapatan dan aset moneter dengan menggunakan bukan dari satu indeks
universal, tetapi dari beberapa indeks berdasarkan pola pengeluaran yang berbeda.
Berbeda dengan ini, luas indeks-linking dari pendapatan dan aset moneter
berdasarkan satu indeks universal yang layak belum ditemukan karena kompleksitas
yang terlibat dan biaya pelaksanaan administrasi yang tinggi. Oleh karena itu indeksasi
telah dicoba pada beberapa pendapatan dan aset moneter. Penggunaan terluas indeksasi
di bidang upah, gaji dan pensiun. Indeksasi juga telah dicoba untuk beberapa aset
keuangan (misalnya, pinjaman bank dan deposito, obligasi pemerintah), pajak, sewa
dan mortgages.
Selain itu, meskipun indeksasi bisa dibenarkan dalam syari'at untuk upah, gaji
dan pensiun, sulit untuk melihat bagaimana kasus untuk indeksasi aset keuangan.
Karena investor (yang tidak hanya menyimpan tetapi juga mengambil risiko investasi)
tidak yakin nilai riil yang stabil dari investasi mereka. Indeksasi akan cenderung
mendorong penabung untuk menghindar dari risiko modal yang telah ditekankan dalam
sistem nilai Islam dan yang diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi.
Masalah indeksasi qurd hasanah masih akan tetap ada. Apakah mungkin untuk
mempertimbangkan indeksasi qurd hasanah? Putusan umum dari fuqaha sejauh ini

terhadap indeksasi semua aset keuangan, termasuk qurd hasanah. Hal ini karena
indeksasi melibatkan pengembalian positif dalam pinjaman meskipun hanya dalam
moneter. Oleh karena itu, dianggap setara dengan riba al-nasi'ah.
Keberatan hukum juga telah diajukan terhadap indeksasi dalam hal riba al-fadl.
Hal ini karena jika indeksasi qurd hasanah dianggap, bisa jadi dalam hal salah satu
atau semua dari enam komoditas (emas, perak, gandum, barley, tanggal dan garam)
yang disebutkan dalam hadits Nabi tentang riba al-fadl atau dalam hal indeks harga,
katakanlah, indeks harga konsumen.
Alasan keberatan adalah bahwa jika emas (atau komoditi lainnya) digunakan
sebagai pembagi, maka pemberi pinjaman dapat menerima kembali pinjaman hanya
dalam hal penyebut yang sama terlepas dari apakah harga naik atau turun. Kreditur
tidak diberikan hak untuk menggunakan uang atau komoditas tertentu sebagai
denominator jika ia tidak ingin menerima riba al-fadl.
Meskipun inflasi telah menjadi fenomena berkelanjutan, harga emas telah
berfluktuasi secara cepat setelah demonetisasi, karena adanya kekuatan-kekuatan
spekulatif internasional dan perputaran dalam tingkat bunga. Harga perak telah
mengalami nasib yang sama. Kedua logam mulia tidak bisa berfungsi sebagai unit
rekening. Harga dari empat komoditas lainnya juga berfluktuasi secara substansial
dalam menanggapi kondisi penawaran dan permintaan dan, dalam kasus gandum dan
barley, spekulasi tidak sehat terjadi di pasar. Komoditas yang melindungi nilai terhadap
inflasi atau sebagai unit rekening, harganya harus lebih atau sejalan dengan inflasi.
Karena tidak ada enam komoditas tersebut yang memenuhi kriteria ini mereka tidak
dapat digunakan baik secara individual maupun kolektif, untuk tujuan indeksasi.
Indeksasi qurd hasanah dalam hal indeks harga juga tidak dapat dipertahankan
dengan alasan ekonomi karena memiliki potensi memulai ketidakadilan untuk
peminjam, khususnya di tahun ketika tingkat inflasi lebih tinggi dari tingkat bunga.
Indeksasi dasarnya berarti tarif riil bunganya nol. Dalam dunia nyata, namun, ini jarang
terjadi. Tingkat bunga riil telah berfluktuasi. Bahkan, dalam beberapa tahun tertentu
juga telah negatif. Ketika telah positif, cenderung digunakan untuk mengeruk
keuntungan riil dan pertumbuhan investasi melambat sehingga memperburuk masalah
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Oleh karena itu ketika pemberi pinjaman tidak
selalu meyakinkan tingkat bunga riil nol bahkan dalam ekonomi kapitalis, apakah itu
akan bijaksana untuk melakukannya di negara-negara Muslim?

Harus secara jelas diingat bahwa qurd hasanah umumnya merupakan proporsi
yang sangat kecil dari total transaksi keuangan. Mereka biasanya akan diperpanjang
dari motif amal kepada orang-orang terutama yang miskin. Jika qurd hasanah adalah
untuk tujuan konsumsi, indeksasi akan memberlakukan pembayaran tambahan yang
memberatkan peminjam dan tidak diperbolehkan oleh syari'at. Jika qurd hasanah
adalah untuk investasi, pemberi pinjaman dapat berpartisipasi dalam laba-rugi. Oleh
qurd hasanah tidak dapat digunakan sebagai argumen umum untuk indeksasi aset
keuangan.
Karena itu indeksasi pendapatan (upah, gaji, pensiun dan pendapatan tetap
lainnya) mungkin layak dan terpaksa, sampai batas ringan, sebagai obat inflasi secara
sementara, bukan solusi permanen. Alternatif kebijakan yang terbaik akan sesuai
dengan norma keadilan sosial-ekonomi yang ditekankan oleh syariat adalah stabilitas
harga dan bukannya indeksasi. Setiap upaya harus dilakukan oleh negara Islam untuk
mencapai tujuan ini jika benar-benar ingin memenuhi kewajibannya dalam ajaran
Islam. Tidak mungkin menemukan dukungan dari syari'at untuk indeksasi aset
keuangan. Ini harus dikesampingkan. Pemegang kas (termasuk giro) harus mencari
perlindungan terhadap inflasi apapun bahkan dalam ekonomi Islam melalui investasi.

Trade-off Pengangguran dan Inflasi


Sementara inflasi bertentangan dengan nilai-nilai Islam, resesi dan pengangguran
yang berkepanjangan juga tidak dapat diterima karena mereka membawa kesengsaraan
sektor-sektor tertentu dari penduduk dan juga bertentangan dengan tujuan kesejahteraan
ekonomi berbasis luas. Resesi juga cenderung meningkatkan ketidakpastian dan
membuat risiko usaha investor yang terkait dengan proyek-proyek yang mendapatkan
pengembalian selama bertahun-tahun. Oleh karena itu, untuk kepentingan mencapai
tujuan keseluruhan Islam, Negara Islam harus mengambil semua langkah yang tersedia
untuk meminimalkan fluktuasi ekonomi dan untuk menstabilkan nilai uang.
Konsep umumnya dibahas dalam ekonomi kapitalis telah menjadi trade-off antara
pengangguran dan inflasi. Dalam konteks nilai-nilai Islam, konsep seperti trade-off
dipertanyakan. Sementara inflasi bertentangan dengan kepentingan kesejahteraan
jangka panjang, pengangguran sumber daya manusia tidak adil dan juga menahan
terwujudnya pemerataan pendapatan. Juga mungkin dipertanyakan apakah perlu
menanggung inflasi untuk mencapai full employment dan apakah harus memiliki
pengangguran untuk menghindari inflasi. Dalam dekade terakhir hampir semua negara-

negara industri dan negara-negara berkembang telah melihat inflasi dan kenaikan
pengangguran bersama-sama. Fenomena ini telah menyebabkan kesadaran bahwa
trade-off inflasi dan pengangguran sudah tidak ada. tersebut dapat meningkatkan inflasi
dan pengangguran."
Dalam sistem Islam baik pengangguran dan inflasi tidaklah diinginkan, dan
keduanya harus dihindari. Demikian pula, kesempatan kerja penuh harus dipastikan
bahkan jika ini menuntut restrukturisasi produksi dan merancang teknologi yang sesuai.
Oleh karena itu, penting untuk mengatur permintaan agregat, restrukturisasi produksi,
merancang teknologi yang cocok dan kombinasi yang tepat dari kebijakan moneter,
fiskal, dan pendapatan untuk menghindari inflasi dan unemployment serta untuk
memastikan kesejahteraan ekonomi berbasis luas untuk memenuhi kebutuhan penting
dari semua individu dalam menjaga ajaran Islam.

4. Mobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi


Tujuan dari mobilisasi tabungan sangat penting karena Islam mengutuk
penimbunan tabungan dan menuntut penggunaan produktif untuk realisasi tujuan sosial
ekonomi Islam. Lembaga keuangan secara efisien dan terorganisir bisa memobilisasi
tabungan dan menyalurkannya secara efektif dalam penggunaan produktif. Lembagalembaga tersebut harus memenuhi kebutuhan pembiayaan non-inflasi baik dari sektor
publik dan swasta untuk realisasi tujuan perekonomian. Karena lembaga tersebut tidak
akan beroperasi atas dasar riba atau bunga, tetapi berpartisipasi dalam laporan laba rugi,
mereka perlu diorganisasikan dalam cara yang efisien dan diversifikasi sehingga
mereka mampu menghasilkan return positif bersih untuk distribusi kepada para deposan
mereka dan pemegang saham.
Selain itu, ada kemungkinan bahwa setelah pengenalan perubahan yang sesuai
dalam struktur dan teknologi produksi, perekonomian tidak mungkin dapat
menghasilkan permintaan yang memadai untuk memungkinkan pekerjaan yang
menguntungkan dari sumber daya idle fisik dan manusia. Dalam situasi seperti itu,
bank sentral harus, dalam koordinasi dengan pemerintah, dapat membawa ekspansi
moneter yang cukup dalam kerangka kerja non-inflasi.

5. Efektivitas layanan jasa


Sistem tidak hanya harus mampu memobilisasi tabungan secara efektif dan
mengalokasikan secara efisien untuk digunakan produktif secara optimal untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan kesehatan ekonomi, tetapi juga harus mampu
mengembangkan pasar uang primer dan sekunder, membuat semua layanan perbankan
kepada masyarakat setidaknya seefisien lembaga perbankan konvensional dan
memenuhi kebutuhan keuangan non-inflasi pemerintah. Sebagian besar layanan yang
diberikan oleh bank syariah mungkin harus berevolusi sepanjang garis agak berbeda
dibandingkan dengan bank-bank berbasis bunga karena perbedaan dalam sifat
hubungan pelanggan bank.
Perkembangan kedua pasar primer dan sekunder sangat penting untuk mobilisasi
sumber daya keuangan yang efisien. Sementara keberadaan pasar primer diperlukan
untuk menyediakan sumber daya keuangan untuk mereka yang bisa mempekerjakan
produksi mereka, keberadaan pasar sekunder sangat penting untuk membantu penabung
dan investor mencairkan investasi mereka setiap kali mereka merasa perlu untuk
melakukannya. Keberadaan pasar sekunder yang efisien dalam ekonomi Islam berbasis
ekuitas akan sangat penting, karena ketiadaannya akan mendorong penabung untuk
terus menambah saldo untuk motif pencegahan, sehingga meningkatkan hoardings dan
mengurangi laju pertumbuhan ekonomi dengan mencegah tabungan dari melakukan
peran alaminya.

II.

Strategi Kebijakan Moneter Islam


Tujuan tidak bisa diwujudkan tanpa strategi yang tepat. Hal ini bahwa Islam
memiliki keunggulan yang jelas. Tidak hanya tujuan adalah merupakan bagian integral
dari ideologi Islam, tetapi juga beberapa bahan utama dari strategi merupakan bagian
dari syariat dan tidak bisa diganggu gugat.
Unsur yang paling penting dari strategi Islam untuk mewujudkan tujuan Islam
seharusnya adalah integrasi semua aspek duniawi kehidupan dengan spiritual untuk
membawa peningkatan moral manusia dan masyarakat di mana ia hidup. Tanpa
mengangkat spiritual, tidak ada tujuan dapat diwujudkan dan kesejahteraan manusia
sejati akan sulit untuk dicapai.
Hal ini membawa ke fokus konsep kesejahteraan dalam Islam. Kesejahteraan
manusia dapat diwujudkan hanya melalui kepuasan baik material dan kebutuhan rohani
kepribadian manusia sehingga tak satu pun dari keduanya diabaikan. Sementara Islam
mendesak umat Islam untuk menguasai alam dan memanfaatkan sumber daya yang
disediakan oleh Allah untuk layanan dan perbaikan umat manusia. Islam telah begitu
tegas menanmkan aspek spiritual dan material dari kehidupan yang mereka dapat

berfungsi sebagai sumber kekuatan bersama dan bersama-sama menjadi dasar dari
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia sejati. Bahkan tidak ada pembagian antara
aspek material dan spiritual dari kehidupan dalam Islam. Semua usaha manusia baik
untuk tujuan 'ekonomi', 'sosial', 'pendidikan', atau 'ilmiah' adalah spiritual dalam
karakter selama itu sesuai dengan sistem nilai Islam.
Islam, bagaimanapun, tidak tetap puas dengan mengangkat spiritual individu dan
masyarakat. Sementara kesadaran moral penting karena dukungan dan kekuatan
memberikan kepada sistem sosial, ekonomi dan politik, sistem ini sendiri perlu, pada
gilirannya, akan diselenggarakan sedemikian rupa bahwa mereka kondusif untuk
penciptaan individu bermoral lurus. Lingkungan yang tidak adil dan eksploitatif akan
cenderung untuk menggagalkan aspirasi individu untuk jujur dan tulus. Sebuah sistem
ekonomi yang tidak seimbang dapat membuat sejumlah keinginan yang tidak beralasan,
mempertajam semangat serakah manusia, menumbuhkan di dalamnya keserakahan dan
iri hati, membuat mereka egois dan tidak bermoral dan menjadi sumber utama
ketidakadilan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan. Jika produksi sangat
terorganisir dan nilai-nilai sosial direformasi sehingga naluri egois diri dikekang
melalui pandangan moral yang tepat, manusia akan tetap manusiawi dan 'manusia
ekonomi' tidak akan lahir, dan jika lahir, ia akan merasa sulit untuk menjadi bermoral
atau sombong dalam mendapatkan konsumsi. Keserakahan sebagian besar individu
dapat dikurangi secara signifikan ketika mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa
mendapatkan prestise lebih melalui 'konsumsi berlebihan' atau melalui akumulasi
kekayaan dengan cara yang tidak adil.
Oleh karena itu, bahan penting kedua dari strategi Islam adalah bahwa ia telah
memberikan cetak biru untuk reorganisasi dari semua aspek kehidupan, baik ekonomi,
sosial atau politik, untuk memungkinkan mereka untuk memperkuat moral masyarakat
dan untuk mewujudkan tujuan Islam. Misalnya, pemerataan pendapatan dan kekayaan,
tujuan diklaim dari semua sistem ekonomi, tidak dapat diwujudkan tanpa: (a)
keyakinan dalam persaudaraan umat manusia, yang bermakna dapat muncul hanya dari
keyakinan kepada Tuhan Yang Esa yang telah menciptakan semua manusia dan setiap
orang adalah sama dan bertanggung jawab penuh; (b) sistem sosial ekonomi yang tidak
menciptakan sikap sosial-Darwinis dari survival of the fittest, tetapi menyusun ulang
masyarakat di atas fondasi moral untuk mendorong interaksi sosial-ekonomi
berdasarkan keadilan dan kerja sama; (c) sistem sosio-politik yang mencegah
ketidakadilan dan eksploitasi melalui berbagai cara, termasuk larangan riba, dan

membuat dukungan material bagi yang lemah dan kewajiban moral dari individuindividu, masyarakat, dan negara.
Unsur penting yang ketiga dari strategi Islam adalah peran yang diberikan kepada
negara. Sementara Islam mengakui kebebasan individu, itu tidak memberikan kesucian
kepada kekuatan pasar. Operasi buta kekuatan pasar tidak perlu secara otomatis
menghargai usaha sosial produktif, mengekang eksploitasi atau membantu yang lemah
dan yang membutuhkan. Ini adalah tanggung jawab negara untuk memainkan peran
positif dalam membimbing dan mengatur ekonomi untuk memastikan bahwa tujuan
dari syari'at terpenuhi. Peran positif negara Islam ini tidak bisa disamakan dengan apa
yang disebut 'intervensi' dalam terminologi kapitalis. Istilah 'intervensi', selain
membawa konotasi menghina, memukul komitmen untuk laissez faire di mana negara
terbaik adalah yang memainkan sedikit peran. Ini terjadi hanya jika negara melakukan
intervensi 'untuk kepentingan kepentingan pribadi yang kuat. Tapi jika campur tangan,
bila perlu, dalam kerangka nilai-nilai tertentu dan tanpa sewenang-wenang, tidak bisa
tapi membantu mempromosikan kepentingan publik.
Ini adalah kewajiban negara Islam untuk berperan aktif untuk pemenuhan tujuan
dari sistem Islam tanpa terlalu mengorbankan kebebasan individu atau mengorbankan
kesejahteraan sosial. Ukuran penting akan mengandung kepentingan individu dalam
batasan moral sehingga dapat mencegah individu dari mengeksploitasi masyarakat
untuk memuaskan kepentingan dirinya, dan untuk melindungi masyarakat terhadap
eksploitasi individu. Tujuannya harus untuk membawa keseimbangan yang sehat antara
kepentingan individu dan masyarakat sesuai dengan salah satu ajaran fundamental dari
Nabi: "Jangan ada yang merugikan orang lain atau membalas kerugian dilakukan oleh
orang lain." Hal ini membawa semua instrumen kontrol langsung dan tidak langsung,
termasuk kontrol upah-harga dan nasionalisasi, sepanjang dianggap perlu untuk
kepentingan keseluruhan masyarakat Muslim. Instrumen apa yang akan digunakan, dan
untuk apa, akan ditentukan pada dasarnya oleh keadaan, mengingat prinsip-prinsip
membimbing syari'at dan khususnya komitmen negara Islam untuk kesejahteraan sosial
dengan cara yang tidak akan menghancurkan kebebasan individu.
Sementara tidak mungkin ada total ketergantungan pada kekuatan pasar seperti
dalam kapitalisme, tidak mungkin ada total ketergantungan pada kekuasaan koersif
negara sebagai Marxisme. Individu, menjadi wakil Allah di bumi, harus dipercaya dan
diandalkan. Dia harus, bagaimanapun, akan dikenakan biaya secara moral untuk
melakukan perannya sebagai khalifah sejati. Mekanisme pasar dapat memainkan peran

yang lebih bermakna. Negara harus, bagaimanapun, campur tangan secara efektif,
untuk membimbing dan mengatur serta mencegah penyimpangan untuk kepentingan
realisasi tujuan. Pemberantasan efektif dari semua bentuk ketidakadilan Zulm atau dan
eksploitasi tidak dapat dicapai hanya melalui pendidikan atau kekuatan pasar moral.
Bahkan di lingkungan moral umumnya, beberapa orang terus mencemoohkan nilai-nilai
dan kekuatan pasar tidak dapat memperbaikinya. Sebuah peran yang kuat dan aktif oleh
negara tidak bisa ditiadakan.
Karena uang dan sistem perbankan tidak merupakan bagian yang terisolasi dari
ekonomi, reorganisasi harus menjadi unsur penting dari perubahan total, termasuk
transformasi moral, regenerasi sosio-ekonomi dan reformasi politik. Peran positif dari
negara sangat diperlukan. Harus jelas dipahami bahwa sementara tujuan Islam tidak
bisa, di satu sisi, diwujudkan tanpa mengaktifkan uang dan sistem perbankan untuk
memainkan peran yang tepat dalam terang ajaran Islam, mereka tidak bisa, di sisi lain,
diwujudkan hanya oleh reorganisasi uang dan sistem perbankan.
Beberapa elemen utama dari strategi untuk reformasi uang dan sistem perbankan
(misalnya, penghapusan riba dan bagi hasil-rugi) telah diresepkan oleh Qur'an dan
Sunnah. Unsur-unsur lain telah dirancang oleh negara-negara Muslim tergantung pada
keadaan mereka dan posisi relatif mereka di jalan aktualisasi tujuan.
Bagian-bagian dari strategi yang ditentukan oleh Qur'an dan Sunnah sangat
diperlukan dan di luar sengketa. Tes penting bagi unsur-unsur lain dari strategi akan,
bagaimanapun, dukungan yang mereka berikan kepada keseluruhan strategi syari'at dan
kontribusi yang mereka buat untuk realisasi tujuan. Semakin kuat dukungan yang
diberikan dan semakin besar kontribusi yang telah dilakukan terhadap tujuan akhir,
lebih diinginkan akan menjadi elemen buatan manusia dari strategi asalkan tidak
bertentangan dengan syariat. Unsur buatan manusia seperti strategi keseluruhan tidak
bisa menjadi urusan satu kali. Mereka akan perlu terus ditingkatkan dan disempurnakan
melalui proses evolusi.

BAB III
PENUTUPAN
SIMPULAN:
I . Terdapat 5 sasaran kebijakan ekonomi Islam :
1. Kesejateraan ekonomi melalui optimaliasi pertumbuhan ekonomi
2. Keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan kesejahteraan
3. Stabilitas nilai uang
4. Mobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi
5. Efektifias layanan dan jasa

II . Strategi Kebijakan Moneter Islam :


1. Islam telah memberikan dasar untuk reorganisasi semua aspek kehidupan, baik
ekonomi, sosial atau politik, yang memungkinkan mereka untuk memperkuat
moral masyarakat dan untuk mewujudkan tujuan Islam
2. Islam mengakui kebebasan individu, tapi tidak memberikan kebebasan penuh
kepada kekuatan pasar. Kekuatan pasar harus menghargai usaha sosial
produktif, mengurangi eksploitasi, atau membantu yang lemah dan yang
membutuhkan.
3. Keserakahan sebagian besar individu dapat dikurangi secara signifikan ketika
mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa mendapatkan prestise lebih melalui
'konsumsi berlebihan' atau melalui akumulasi kekayaan dengan cara yang tidak
adil.

Daftar Pustaka
Chapra, Umar. 1985. Towards a Just Monetary System.

Islamic Development Bank, Islamic research and training institute. On The Design and
Effects of Monetary Policy.

Anda mungkin juga menyukai