Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa,

dan

kemerdekaan,

ikut

melaksanakan

perdamaian

abadi

ketertiban
dan

keadilan

dunia
sosial,

yang

berdasarkan

maka

disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar


negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuhanan yang
maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab dan persatuan Indonesia,
kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi


seluruh rakyat indonesia. Tertulis dengan jelas bahwa, bangsa ini dibangun
dengan

tujuan

untuk

mencerdaskan

rakyatnya.

Sedemikian

sehingga

pembangunan bangsa akan didasari pada pembangunkan intelektual seluruh


rakyat indonesia.
Pendidikan berperan penting bagi perkembangan dan perwujudan diri
individu terutama dalam mewujudkan cita-cita pembangunan bangsa dan
negara. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 tentang Sistem
Pendidikan

Nasional,

dinyatakan

bahwa

pendidikan

nasional

berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa


yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Hal-hal diatas merupakan alasan utama terselenggaranya
pendidikan nasional melalui proses belajar mengajar yang terjadi di sekolahsekolah pada umumnya.
Salah satu bentuk pelaksanaan pencapaian tujuan pendidikan nasional
adalah melalui sekolah menengah kejuruan atau SMK. Penjelasan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 Pasal
15 menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
keahlian tertentu. SMK memiliki tujuan seperti dalam peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 yaitu pendidikan kejuruan bertujuan
untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan siswa untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
sesuai dengan program kejuruannya.
Langkah pengembangan mutu SMK dijalankan antara lain dengan
meningkatkan kualitas SMK. Kualitas pendidikan di sekolah ditentukan oleh
berbagai faktor salah satunya adalah proses pembelajaran. Kegiatan belajar
mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur manusiawi adalah sebagai suatu
proses dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan belajar

mengajar dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang menarik agar siswa tidak
merasa bosan dengan materi yang diajarkan oleh guru.
Metode pembelajaran adalah cara yang dipergunakan guru dalam
mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsung pembelajaran
(Sudjana, 2005:76). Metode pembelajaran mengambil peran penting dalam
aktifitas didalam kelas. Daya serap siswa ditentukan oleh bagaimana guru
mengelola kelas. Hal tersebut telah tertulis dalam Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang standar
pendidikan nasional. Undang-undang No. 20 pasal 40 ayat 2 berbunyi guru
dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. Sementara Peraturan
Pemerintah No. 19 pasal 19 ayat 1 berbunyi proses pembelajaran pada satuan
pendidikan

diselenggarakan

secara

interaktif,

inspiratif,

menyenangkan,

menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang


gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik, serta psikologi siswa
Pengembangan metode pembelajaran bukanlah suatu hal yang mudah,
mengingat beragamnya watak dan psikologis anak. Metode pembelajaran dapat
berbentuka apapun dimana yang paling penting dari hal ini adalah tercapainya
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Metode pengembangan metode
pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode pengembangan

produk

lainnya. Prosedur pengembangan lebih singkat karena produk yang dihasilkan


tidak terlalu beresiko dan dampak sistem terbatas pada peserta didik yang
menjadi sasaran.

Busana anak adalah salah satu mata pelajaran yang ada di SMK. mata
pelajaran ini meliputi Konsep busana anak (pengertian busana anak. model
busana anak sesuai dengan kesempatan, karakteristik busana anak), teknik
mengukur badan anak, pembuatan pola busana anak, teknik pembuatan busana
anak. Di dalam teknik pembuatan busana anak, ada hal yang sering terabaikan
namun sebenarnya memiliki peranan penting dalam nilai keindahan busana yaitu
pemilihan bahan. Kerap kali siswa mengabaikan pemilihan bahan yang digunakan
karena menganggap pembuatan busana anak hanya sebatas praktikum saja.
Namun sebenarnya ini merupakan bagian penting dalam penilaian kompetensi
siswa. Sehingga dalam hal ini yang menjadi tantangannya adalah bagaimna
membuat pemilihan bahan menjadi hal yang diperhatikan siswa. Disinilah andil
guru diperlukan bagaimana membuat cara pemilihan bahan untuk busana anak
menjadi menyenangkan bagi siswa.
Salah satu metode pembelajaran yang cocok dengan permasalahan ini
adalah metode made a match. Metode ini mengasah kemampuan mencocokkan
dua objek yang saling berkaitan. Siswa akan dibiasakan untuk memilih bahan
yang tepat untuk model busana anak tertentu. Sehingga nilai kompetensi
pemilihan busana dapat tercapai dengan baik.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, berbagai masalah yang muncul
berkaitan dengan pengaruh metode made a match terhadap pencapaian
kompetensi pemilihan bahan busana anak siswa SMK N 6 dapat dirumuskan
sebagai berikut:

1.

Bagaimana pemahaman guru SMK N 6 Yogyakarta terhadap pemilihan bahan


busana anak?

2. Bagaimana

pemahaman guru SMK N 6 Yogyakarta

terhadap metode

pembelajaran made a match?


3. Bagaimana Melaksanakan Metode Made a Match pada mata pelajarn busana
anak di dalam kelas SMK N 6 Yogyakarta?
4. Bagaimana ketertarikan siswa terhadap metode pembelajarn Made a Match
di SMK N 6?
5. Bagaimana pengaruh penerapan metode Made a Macth pada pemilihan
busana anak terhadap pencapaian kompetensi kompetensi siswa SMK N 6
Yogyakarta?

C. Batasan Masalah
Mengingat berbagai masalah yang muncul berkaitan dengan pengaruh
metode made a match terhadap pencapaian kompetensi pemilihan bahan
busana anak siswa SMK N 6, penelitian ini dibatasi hanya mengambil data
pada pengaruh pencapaian kompetensiunaka pemilihan bahan busana anak
dengan menggunakan metode pembelajaran made a match pada siswa SMK
N 6.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1.

Bagaimanakah mengembangkan metode made a match untuk pemilihan


bahan busana anak di SMK N 6 Yogyakarta?

2.

Bagaimana mengimplementasikna Metode Made a Macth pada mata


pelajaran Busana Anak di SMK N 6 Yogyakarta?

3.

Bagaimana pengaruh Metode Pembelajaran Made a Match pada


pencapain kompetensi pemilihan bahan busana anak Siswa SMK N 6?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengembangan metode made a match untuk pemilihan
bahan busana anak di SMK N 6 Yogyakarta?
2. Mengetahui pengimplementasian Metode Made a Macth pada mata
pelajaran Busana Anak di SMK N 6 Yogyakarta?
3. Bagaimana pengaruh Metode Pembelajaran Made a Match pada
pencapain kompetensi pemilihan bahan busana anak Siswa SMK N 6?
1. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1.

Bagi Peneliti

Menambah wawasan dalam bidang pendidikan khususnya


mengenai pengembangan metode pembelajaran yang dapat dijadikan
bekal bagi peneliti selaku calon tenaga guru.
2.

Bagi Guru
Dapat

membantu

guru

dalam

mengembangkan

metode

pembelajaran yang dipakai dalam proses belajar mengajar di dalam


kelas.
3. Bagi Sekolah
Dapat menjadi evaluasi bagi sekolah dan semoga dapat
deterusan untuk dilaukan pengembangan pada mata pelajaran lain.
4. Bagi Diknas Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dalam usaha peningkatan mutu dalam keterlaksanaan proses belajar
mengajar

diseluruh

Sekolah

Menengah

khususnya di wilayah Yogyakarta.

Kejuruan

dan

sederajat

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Prosess Pembelajaran
Menurut Ruhimat (2011; 128), pembelajaran adalah suatu upaya yang
dilakukan oleh seorang guru untuk membelajarkan siswa yang belajar. Kegiatan
pembelajaran bukan lagi sekedar kegiatan mengajar (pengajaran) yang
mengabaikan kegiatan belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan
melaksanakan prosedur mengajar dalam pembelajaran tatap muka. Akan tetapi
pembelajaran lebih komplek lagi dan dilakukan dengan pola-pola pembelajaran
yang bervariasi.
Pengertian proses pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan

pendidik

dan

sumber

belajar

pada

suatu

lingkungan

belajar.

Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi


proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain,
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar
dengan baik.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu obyektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat

mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta ketrampilan (aspek


psikomotor) seseorang peserta didik.
Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu
pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi
antara

guru

dengan

peserta

didik.

Adapun

menurut

Oemar

Hamalik,

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun, meliputi unsur-unsur


manusiawi,

material,

fasilitas,

perlengkapan

dan

prosedur

yang

saling

mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia


terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya,
materi meliputi; buku-buku, papan tulis dan lain-lainnya. Fasilitas dan
perlengkapan terdiri dari ruang kelas dan audiovisual. prosedur meliputi jadwal
dan metode penyampaian informasi, praktek belajar, ujian dan sebagainya.
Pembelajaran biasanya terjadi dalam situasi formal yang secara sengaja
diprogramkan oleh guru dalam usahanya mentransformasikan ilmu kepada
peserta didik, berdasarkan kurikulum dan tujuan yang hendak dicapai. Melalui
pembelajaran peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana
pengajaran yang telah diprogramkan. Dengan demikian, unsur kesengajaan
melalui perencanaan oleh pihak guru merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya
pembelajaran yang berakar pada pihak guru dilaksanakan secara sistematis yaitu
dilakukan dengan langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik. yaitu
secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek. Maka konsep belajar dan
pembelajaran merupakan dua kegiatan yang berproses dalam suatu sistem.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi pembelajaran secara umum adalah
merangsang dan menyukseskan proses belajar dan untuk mencapai tujuan,

Sedangkan fungsi belajar adalah dapat memanfaatkan semaksimal mungkin


sumber belajar untuk mencapai tujuan belajar, yaitu terjadinya perubahan dalam
diri peserta didik. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
konsep belajar dan mengajar (pembelajaran), berikut dipaparkan kedua konsep
itu.
Banyak Definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan,
diantaranya yaitu M. Sobry Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang
baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Perubahan yang dimaksud di sini adalah perubahan yang terjadi secara sadar
(disengaja) dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari
sebelumnya.
Menurut Kimble dan Garmezi sebagaimana dikutip Nana Sudjana bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative permanen, terjadi sebagai
hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry dan Kingsley menyatakan bahwa belajar
adalah proses perubahan tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan
latihan. James O. Wittaker menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan
sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman. Sedangkan Winkel mengartikan belajar adalah suatu proses mental
yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan atau skill, kebiasaan, atau
sikap

yang

semuanya

diperoleh,

disimpan,

dan

dilaksanakan

sehingga

menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif.


Dari definisi belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar itu
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan melalui pengalaman dan

10

latihan yang dilakukan manusia selama hidupnya melalui kegiatan membaca,


mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Semua aktivitas dan
prestasi hidup manusia tidak lain adalah hasil dari belajar. Karena itu belajar
berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai bentuk
perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Dengan kata lain, belajar itu akan menjadi lebih baik jika subyek belajar
itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubahnya pengetahuan, sikap, tingkah laku, keterampilan,
kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu
yang belajar. Jadi, dengan proses belajar itu manusia akan mengalami
perubahan secara menyeluruh meliputi aspek jasmaniah dan rohaniah. Orang
dapat belajar meski tidak ada seorang pun yang mengajar. Apa yang ia pelajari
dan kerjakan akan sangat bergantung kepada kebutuhan dan motivasinya.
Kebutuhan dan motivasi seseorang menjelma menjadi tujuan seseorang dalam
belajar.
Dengan demikian, belajar itu berorientasi kepada tujuan si pembelajar.
Sedangkan fungsi guru atau orang lain dapat mengarahkan belajar, menyajikan
bahan pelajaran, dan dapat mendorong seseorang untuk belajar. Menurut Ilmu
Jiwa Daya, belajar adalah usaha melatih dayadaya agar berkembang sehingga
dapat berpikir, mengingat, dan sebagainya.Menurut teori ini jiwa manusia terdiri
dari berbagai daya seperti daya berpikir, mengingat, perasaan, mengenal,

11

kemauan, dan sebagainya. Dayadaya tersebut berkembang dan berfungsi jika


dilatih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu.
Menurut teori Ilmu Jiwa Asosiasi, belajar berarti membentuk hubunganhubungan stimulus respon dan melatih hubungan-hubungan tersebut agar
bertalian dengan erat. Pandangan teori ini dilatarbelakangi oleh pendapat bahwa
jiwa manusia terdiri dari asosiasi berbagai tanggapan yang masuk ke dalam jiwa.
Asosiasi tersebut dapat terbentuk karena adanya hubungan antara stimulus dan
respon.
Menurut teori Ilmu Jiwa Gestalt, belajar ialah mengalami, berbuat,
bereaksi, dan berpikir secara kritis. Pandangan ini dilatarbelakangi oleh anggapan
bahwa jiwa manusia bukan terdiri dari elemen-elemen, tetapi merupakan satu
sistem yang bulat dan berstruktur. Jiwa manusia hidup dan di dalamnya terdapat
prinsip aktif di mana individu selalu cenderung untuk beraktivitas dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa definisi belajar di atas, nampak adanya beberapa
perbedaan, namun pada substansinya ada kesamaan pandangan tentang
bagaimana usaha mengaktifkan berpikir, bereaksi, dan berbuat terhadap suatu
obyek yang dipelajari melalui berbagai aktivitas sehingga timbul suatu
pengalaman baru dalam diri seseorang.
Menurut Nana Sudjana mengajar adalah membimbing kegiatan siswa
belajar, mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa
sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa untuk melakukan kegiatan
belajar. Sedangkan menurut Sardiman AM mengajar adalah kegiatan penyediaan
kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subyek

12

belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang


dapat membawa perubahan tingkah laku dan kesadaran diri sebagai pribadi.
Dari definisi mengajar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi
pokok dalam mengajar adalah menyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang
berperan aktif dan banyak melakukan kegiatan adalah siswanya, dalam upaya
menemukan dan memecahkan masalah. Konsep mengajar ini memberikan
indikator bahwa pengajaran lebih bersifat pupil centered sehingga tercapailah
suatu hasil yang optimal.
Dengan kata lain, tercapainya hasil pembelajaran sangat dipengaruhi oleh
aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran harus
terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Interaksi itu dalam dunia
pendidikan dikenal dengan istilah interaksi edukatif.
Proses

pembelajaran

meliputi

dari

membuka

sampai

menutup

pembelajaran. Menurut Meier dalam Ruhimat (2011: 133) mengemukakan pada


hakikatnya pembelajaran terdapat empat unsur yaitu persiapan, penyampaian,
pelatihan dan penampilan hasil.
1) Persiapan
Persiapan atau perencanaan ini seorang guru harus mempunyai persiapan
khusus sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung agar pelaksanaan
pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Seorang guru yang akan
mengajarkan pelajaran harus memikirkan hal-hal apa yang harus dilakukan serta
menuangkannya secara tertulis dalam perencanaan pembelajaran yang dimulai
dengan merumuskan program tahunan, program semester, analisis materi

13

pelajaran, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program


remedial dan program pengayaan.
Tujuan tahapan persiapan adalah untuk menimbulkan minat peserta
belajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang
akan datang dan menempatkan dalam situasi optimal untuk belajar. Tahap ini
bertujuan agar siswa dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan mengajak
belajar penuh dari awal. Merangsang rasa ingin tahu peserta belajar sangat
membantu upaya mendorong peserta belajar agar terbuka dan siap belajar.
Kurikulum 2013 guru disamping harus membuat sendiri alat pembelajaran dan
alat peraga, juga harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan sekitar sekolah
sebagai sumber belajar, yang misalnya mencari permasalahan dalam perusahaan
yang sering terjadi (Mulyasa, 2013: 49). Sumber belajar ini perlu senantiasa
diupayakan peningkatan pengetahuan guru dan didorong terus untuk menjadi
guru yang kreatif dan profesional. Guru dituntut untuk secara profesional
merancang

pembelajaran

efektif

dan

menyenangkan,

mengorganisasikan

pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang tepat, menentukan


prosedur pembelajaran dan pembentukan kompetensi secara efektif serta kriteria
keberhasilan.
Pengertian-pengertian di atas bahwa persiapan pembelajaran bermula
dari

rencana pelaksanaan pembelajaran adalah acuan untuk terlaksananya

pembelajaran, dalam belajar mengajar guru harus menciptakan lingkungan


belajar yang mendorong kreativitas siswa. Rencana pelaksanaan pembelajaran
dalam proses pembelajaran bukan sekedar administrasi guru melainkan bagian
penting praktek mengajar agar diperoleh hasil yang maksimal. Peran guru untuk

14

menyiapkan sematang-matang mungkin agar dalam pembelajaran siswa dapat


menerima pelajaran dengan sepenuhnya.

2) Penyampaian
Tahap penyampaian dalam belajar bukan hanya sesuatu yang dilakukan
oleh fasilitator, melainkan sesuatu yang secara aktif melibatkan peserta belajar
dalam

menciptakan

pengetahuan

disetiap

langkahnya.

Tujuan

tahap

penyampaian adalah membantu peserta belajar menemukan materi belajar yang


baru dengan cara yang menarik, menyenangkan, relavan, melibatkan panca
indra dan cocok untuk semua gaya belajar.
Menurut Mulyasa (2006: 191) Guru harus menentukan secara tepat jenis
belajar manakah yang paling berperan dalam proses pembelajaran. Untuk
kepentingan tersebut, guru harus memiliki pengetahuan yang luas mengenai
jenis-jenis belajar, kondisi eksternal dan internal peserta didik, serta menciptakan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Kurikulum 2013
merupakan aktualisasi kurikulum dalam pembelajaran dan pembentukan
kompetensi serta karakter peserta didik. Pembelajaran efektif dan bermakna
dapat dirancang oleh setiap guru dengan adanya pemanasan dan apersepsi
untuk menjajaki pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan
menyajikan materi yang menarik dan mendorong mereka untuk berbagai hal
yang baru (Mulyasa, 2013: 101).
Strategi dan model pembelajaran yang dipilih oleh guru dilihat dari
kompetensi pembelajaran yang akan dicapai. Seharusnya guru tidak terpacu
kepada satu strategi dan model pembelajaran saja, pilihlah strategi dan model

15

pembelajaran yang relavan dalam peranan yang dilaksanakan oleh guru dan
siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu
sesi pembelajaran. Pemilihan strategi dan model pembelajaran harus disesuaikan
dengan kondisi lingkungan belajar serta sarana dan waktu pembelajaran yang
tersedia.
Menurut Mulyasa dalam Buku pengembangan dan implementasin
kurikulum 2013 menyatakan pembelajaran berbasis kompetensi dalam kurikulum
2013 perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Pembelajaran harus
menekan pada praktek, baik dilaboratorium maupun dimasyarakat dan dunia
kerja; (2) Pembelajaran harus dapat menjalin hubungan sekolah dengan
masyarakat; (3) Perlu dikembangkan iklim pembelajaran yang demokratis; (4)
Pembelajaran perlu ditekankan pada masalah-masalah aktual yang secara
langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada dimasyarakat; (5) Perlu
dikembangkan suatu model pembelajaran moving class , untuk setiap bidang
studi, dan kelas merupakan laboraturium untuk masing-masing bidang studi,
sehingga dalam satu kelas dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sumber
belajar yang diperlukan dalam pembelajaran tertentu. Pendekatan pembelajaran
dalam implementasi kurikulum 2013 antara lain pendekatan pembelajaran
kontekstual, bermain peran, pembelajaran partisipatif, belajar tuntas dan
pembelajaran kontruktivisme.
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan strategi dan model
dalam penyampaian pembelajaran tergantung pada lingkungan belajar dan peran
guru dalam mencapai tujuan pembelajaran serta karakteristik mata pelajaran
tersebut. Jadi penyampaian yang baik dengan cara strategi atau model

16

pembelajaran akan berdampak ke siswa untuk tujuan pendidikan. Diharapkan


kreativitas guru dalam pembelajaran, karena guru merupakan faktor penting
yang besar pengaruhnya dalam implementasi kurikulum 2103.

3) Latihan
Tahap ini dalam siklus pembelajaran berpengaruh terhadap 70% atau
lebih pengalaman belajar keseluruhanya. Tujuan tahap pelatihan adalah
membantu peserta belajar mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan
keterampilan baru dengan berbagai cara. Peranan guru hanyalah memperkarsai
proses belajar dan menciptakan suasana yang mendukung kelancaran pelatihan.
Latihan dalam pembelajaran adalah suatu proses berulang-ulang dan bertahap
dalam waktu yang lama untuk mencapai akhir dari tujuan pembelajaran.
Setiap materi pembelajaran harus ada sangkut paut dalam dunia nyata,
materi

pembelajaran

disesuaikan

dengan

lingkungan

sekitar,

karena

pembelajaran harus bisa dari hal yang dikenal dan dipahami peserta didik
sehingga dalam latihan peserta didik bukan hanya memahami tetapi bisa
merealisasikan kedalam dunia nyata. Latihan dalam kurikulum 2013 diharapkan
dapat membentuk sikap, kompetensi dan karakter peserta didik. Merealisasikan
pembelajaran peserta didik diharapkan membangun karakter baru dalam
kehidupan sehari-hari.

4) Penampilan Hasil
Tujuan tahap penampilan hasil ini adalah untuk memastikan bahwa
pembelajaran tetap melekat dan berhasil diterapkan. Setelah tiga tahap pertama

17

dalam siklus pembelajaran, kita perlu memastikan orang melaksanakan


pengetahuan baru akan berdampak hasil dari pekerjaan mereka sendiri. Tujuan
tahap penampilan hasil adalah membantu peserta belajar menerapkan dan
memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan
sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat,
seperti: penerapan di dunia maya dalam tempo segera, penciptaan dan
pelaksanaan rencana aksi, dan aktivitas penguatan penerapan.

2. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah

disusun dalam bentuk kegiatan

nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat

beberapa

metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan


strategi pembelajaran.
Menurut Oliva (1992:413), models of teaching are strategies based on
theories(and often the research) of educators, psychologist, philosophers, and
others who questionhow individual learn
.
Hal ini berarti setiap model mengajar atau pembelajaran harusmengandung
suatu rasional yang didasarkan pada teori, berisi serangkaian langkah
strategiyang dilakukan guru maupun siswa, didukung dengan sistem penunjang
atau fasilitas pembelajaran, dan metode untuk mengevaluasi kemajuan belajar
siswa.Terdapat beberapa model mengajar/pembelajaran antara lain model
pemrosesaninformasi, kelompok personal, kelompok sosial, dan kelompok

18

perilaku (Joice & Weil,1986); model pembelajaran kompetensi, pembelajaran


kontekstual,

pembelajaran

mencaridan

bermakna,

pembelajaran

berbasis

pengalaman, pembelajaran terpadu, dan pembelajaran kooperatif. (Sukmadinata,


2004); model pendidikan guru berbasis akademik, performansi, kompetensi,
lapangan, pelatihan, pengajaran mikro, internship, jarak jauh, dll.Sebelum
membahas proses pengembangan suatu model pembelajaran, perludibahas
mengenai pengertian dan prinsip pembelajaran, konsep pembelajaran abad
21yang didasarkan pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do,
learning to be,dan learning to live together, belajar sepanjang hayat pada pelajar
orang dewasa, pembelajaran bagaimana caranya belajar (learning how to
learn),dan pembelajaran berfikir (teaching for thinking).
Proses sistematik dalam mengembangkan pembelajaran pada umumnya
disajikandalam bentuk model pembelajaran. Dalam pengembangan model
pembelajaran,Sukmadinata (2004) mengemukakan mengenai dasar pemilihan
pembelajaran (pendekatan,model ataupun prosedur dan metode pembelajaran)
yaitu: tujuan pembelajaran,karakteristik mata pelajaran, kemampuan siswa dan
guru.
Sudah banyak pengembangna yang dilakukan untuk menghasilkan metode
pembelajaran

yang

paling

efektif.

Namun

pada

kenyataannya

bahwa

pengembangan itu tidak pernah berhenti pada suatu titik tertentu. Karena
dinamisnya kebutuhan manusia serta beragamnya karakter manusia sehingga
perkembangan metode pembelajaran pun trus menerus mengalami perubahan.
Namun, ada beberapa pondasi yang diberikan dalam pengembangannya agar
tidak keluar dari tujuan utama pendidikan. Beberapa pondais tersbut antara lain:

19

3. Tenaga Pengajar
Guru merupakan seorang profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada jalur pendidikan formal (Mudlofir, 2012: 120). Peraturan
Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang pendidik, sebutan guru mencakup: (1)
Guru itu sendiri, baik guru kelas, guru bidang studi, maupun guru bimbingan dan
konseling atau guru bimbingan karier; (2) Guru dengan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah; dan (3) Guru dalam jabatan pengawas. Pendidik adalah profesi
seseorang yang mempunyai tugas seperti mengajar, membimbing peserta didik
untuk pendewasaan diri.
Pendidikan dan tenaga kependidikan besar pengaruhnya terhadap proses
maupun hasil pendidikan, yang secara langsung turut menentukan mutu atau
kualitas pendidikan (Mulyasa 2006: 62). Guru sangat berpengaruh terhadap
proses belajar mengajar, interaksi antara peserta didik dengan guru merupakan
faktor terpenting dalam proses pembelajaran, karena kualitas pendidikan
merupakan hasil dari interaksi antara guru dengan siswa
Guru harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan
di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang guru
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku (Mulyasa, 2006: 40). Kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran dikembangkan oleh BSNP
dan ditetapkan dengan peraturan menteri.

20

4. Kompetensi
Menurut Loeloek (2013: 172), Kompetensi sering disebut standar
kompetensi adalah kemampuan secara umum yang harus dikuasai oleh lulusan.
Penilaian hasil belajar harus memenuhi kompetesni dan standar tertentu. Standar
adalah suatu alat dimana suatu model kompetensi ditentukan dalam konteks
pekerjaan yang sedang berjalan, sedangkan kompetensi mempunyai tiga kriteria:
(1) Dapat melaksanakan tugas-tugas dari suatu pekerjaan; (2) Sesuai dengan
standar yang diharapkan dalam pekerjaan: (3) Dalam lingkungan yang
sebenarnya.
Kualitas pembelajaran dan pembentukan kompetensi dapat dilihat dari
segi proses dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil dan
berkualitas apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan
bermutu tinggi serta dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan
pembangunan (Mulyasa, 2006: 209). Implementasi kurikulum 2013 yang sarat
dengan karakter dan kompetensi, hendaknya disertai dengan penilaian secara
utuh, terus menerus, dan berkesinambungan, agar dapat mengungkap berbagai
aspek dalam pengambilan keputusan. Penilaian bertujuan untuk menjamin
bahwa proses dan kinerja yang dicapai telah sesuai dengan rencana dan tujuan.
Guru harus mengambil strategi dan tindakan perbaikan apabila terdapat ada
perbedaan yang tidak seharusnya dicapai dengan apa yang telah direncanakan
dalam program pembelajaran.
Penilaian proses dimaksudkan untuk menilai kualitas pembelajaran serta
menilai karakter peserta didik. Penilaian proses dalam kurikulum 2013 dapat

21

dilihat dari pengamatan dan refleksi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
mendorong terjadinya peningkatan secara kesenimbungan, sehingga dapat
menumbuhkan budaya belajar dan budaya kerja.
Acuan kriteria adalah kompetensi paling kritis yang dapat membedakan
kmpetensi dengan kinerja tinggi atau rata-rata. Kriteria ketuntasan belajar
minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik

Kompetensi

Dasar

karakteristik

peserta

didik.

yang

akan dicapai,

Berdasarkan

surat

daya dukung,

dan

Dirjendikdasmen

No.1321/c4/MN/2004 tentang Pengkajian Standar Ketuntasan Belajar Minimal


(SKBM), penentuan KKM dapat pula ditentukan dengan menghitung tiga aspek
utama dalam proses belajar mengajar siswa. Secara berurutan cara ini dapat
menentukan KKM Indikator, KKM Kompetensi Dasar (KD), KKM Standar
Kompetensi (SK), KKM Mata Pelajaran. Kriteria ketuntasan minimal

untuk

melihat penilaian ketuntasan belajar, terdapat tiga komponen untuk melihat


ketuntasan belajar: (1) kompleksitas materi dan kompetensi yang harus dicapai;
(2) daya dukung; dan (3) kemampuan awal peserta didik. KKM ditetapkan secara
tepat agar penilaian ketuntasan belajar memperoleh di atas rata-rata. Peserta
didik yang di atas rata-rata dan dibawah rata-rata perlu adanya layanan khusus.
Layanan peserta didik dibawah rata-rata disebut program perbaikan, sedangkan
bagi peserta didik di atas rata-rata maka diperlukanya pengayaan. Program
perbaikan diperuntukan bagi peserta didik yang lamban belajar, sehingga tidak
dapat mencapai kompetensi sesuai dengan waktu yang ditentukan. Program
pengayaan diperuntukan peserta didik yang cepat belajar, sehingga dalam waktu
singkat dapat mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Dari uraian di atas

22

mengacu kepada buku Pengembangan dan Implementasi kurikulum 2013


(Mulyasa, 2013).
Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penampilan hasil yaitu
dampak dari proses pembelajaran yang di berikan dari guru ke sisiwa. Untuk
mengetahui bahwa siswa tercapai dalam kompetensi maka dibandingkan dengan
KKM agar kompetensi-kompetensi mana yang belum dikuasai. Kompetensi yang
belum dikuaasai maka akan diadakan remidi dan siswa yang telah menguasai
kompetensi-kompetensi maka diberikan pengayaan.

B. Penelitian Yang Relevan


Acuan yang berupa teori-teori atau temuan-temuan dari berbagai hasil
penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu dan dapat dijadikan
bagian data pendukung. Salah satu data pendukung yang menurut peneliti perlu
dijadikan bagian adalah penelitian yang relevan dengan permasalahan yang
sedang dibahas dalam penelitian ini. Penelitian pemahaman, kualifikasi,
kompetensi dan kinerja guru dalam implementasi kurikulum 2013, peneliti
relavan dengan penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan Dwi Prasetia Ningrum dari Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang dengan judul KEEFEKTIFAN MODEL

MAKE A

MATCH DALAM PEMBELAJARAN PEMAHAMAN PANTUN PADA SISWA KELAS IV


SEKOLAH DASAR NEGERI 2 KARANGJATI KABUPATEN BAJARNEGARA .
Penelitian ini menyangkut pengembangan model Make a Match dalam mengatasi
adanya siswa SDN 2 Karang Jati yang belum lulus UN.

23

2. Penelitian yang dilakukan Mulyarsih salah seorang guru dari SD Negeri


Harjowinangun dengan judul Peningkatan Prestasi Belajar IPS Melalui Model
Pembelajaran Koorporative Make A Match Pada Siswa Kelas IV SD N 1
Harjowinangun, Tresn Bateng Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
Penggunaan Metode Kooporative Make a Match dalam meningkatkan Prestasi
Siswa.
3. Penelitian yang dilakukan Iin Karina, Nur Hardini Warastiti, Rina Marlina, Imam
Suyanto, dan Kartika Chrysti Suryandari dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret dengan judul Peningkatan Pembelajaran Di Sekolah
Dasar Dengan Pembelajaran Kooperatif Model Make a Match Penelitian ini
bertujuan untuk melihat peningkatan niat belajar siswa dengan model Make a
Match.

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pada latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan
masalah dan pembatasan masalah yang telah dikemukakan serta dengan
mengacu pada kajian teori dan kerangka berpikir maka masalah yang dikaji
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Bagaimana pemahaman guru SMK N 6 Yogyakarta terhadap pemilihan bahan


busana anak?

2. Bagaimana

pemahaman guru SMK N 6 Yogyakarta

terhadap metode

pembelajaran made a match?


3. Bagaimana Melaksanakan Metode Made a Match pada mata pelajarn busana
anak di dalam kelas SMK N 6 Yogyakarta?

24

4. Bagaimana ketertarikan siswa terhadap metode pembelajarn Made a Match


di SMK N 6?
5. Bagaimana pengaruh penerapan metode Made a Macth pada pemilihan
busana anak terhadap pencapaian kompetensi kompetensi siswa SMK N 6
Yogyakarta?

25

BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif
dengan

menggunakan

tiga

variabel,

yaitu:

(1)

Kompetensi

Siswa;

(2)kompetensi guru; (3) pelaksanaan pembelajaran. Harapan peneliti


menggunakan jenis penelitian deskriptif ini agar dapat digunakan sebagai
masukan untuk meningkatkan kualitas pendidik di SMK N 6 Yogyakarta

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini rencananya dilaksanakan pada akhir bulan April sampai
akhir bulan Mei dengan waktu selama satu bulan. Peneliti mengambil data
berada di SMK N 6 Yogyakarta

C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh guru produktif, normatif dan
adaptif kelas X, XI dan XII di SMK N 6 Yogyakarta.

26

D. Definisi Operasasional Variabel


Definisi

operasional

variabel

penelitian

merupakan

batasan

pengertian yang dibuat oleh peneliti terhadap variabel penelitian, sehingga


diharapkan dapat memberi suatu kejelasan pemahaman terhadap makna
pengertian variabel yang dimaksud dalam penelitian. Terdapat empat
variabel dalam penelitian ini, yaitu: (1) Pemahaman guru tentang kurikulum
2013, (2) Kompetensi guru, (3) Kualifikasi Guru, (4) Pelaksanaan
Pembelajaran. Adapun definisi operasional variabel akan diuraikan dibawah
ini:
1. Pemahaman Guru Tentang Kurikulum 2013
Pemahaman kurikulum adalah pengetahuan guru terhadap isi yang
merupakan sejumlah tahapan belajar yang didesain untuk siswa dengan
petunjuk institusi pendidikan.
2. Kesiapan Guru
Kesiapan Guru dalam pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan acuan
kurikulum 2013. Guru harus mengikuti sosialisasi agar dapat merealisasikan
kedalam pembelajaran.
3. Kualifikasi Guru
Kualifikasi guru adalah tingkat pendidikan yang harus ditempu untuk
menjalankan profesinya dan mempunyai kemampuan atau kompetensi yang
harus

dimiliki

atau

dikuasai

seseorang

pekerjaannya secara berkualitas.

27

sehingga

dapat

melakukan

4. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seorang guru
untuk membelajarkan siswa yang belajar. Kegiatan pembelajaran bukan lagi
sekedar kegiatan mengajar (pengajaran) yang mengabaikan kegiatan
belajar, yaitu sekedar menyiapkan pengajaran dan melaksanakan prosedur
mengajar dalam pembelajaran tatap muka.

E. Teknik Pengambilan Data dan Instrumen Penelitian


1. Teknik Pengambilan Data
Untuk mendapatkan data yang komprehensif (data yang lengkap).
Maka teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket, wawancara dan dokumentasi:

a. Angket (kuesioner)
Angket yang dipakai pada penelitian ini meliputi Angket Penilaian Diri,
angket Pelaksanaan pembelajaran untuk responden Guru. Angket penilaian
diri meliputi pemahaman guru tentang kurikulum 2013, sejauh mana
pemerintah dan mensosialisasikan tentang kurikulum 2013 kepada guru.

b. Wawancara
Wawancara

adalah

metode

pengambilan

data

dengan

cara

menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan


bercakap-cakap secara tatap muka. Pada penelitian ini wawancara akan

28

dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara pada


responden dapat dilakukan secara langsung pada Guru di MAN 3 Yogyakarta
untuk memperoleh informasi secara langsung dari guru secara lisan.

c. Dokumentasi
Peneliti menggunakan Dokumentasi untuk melihat jumlah dan
kualifikasi guru di MAN 3 Yogyakarta. Dokumen digunakan karena peneliti
menganggap sebagai sumber data yang dapat dipercaya. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan dokumentasi untuk pada aspek kualifikasi guru.

1. Instrument Penelitian
Penelitian ini menggunakan adalah lembar observasi, angket
(kuesioner), wawancara dan dukumentasi. Angket yang disebar peneliti
merupakan Angket Kompetensi Guru yang di susun berdasarkan kebutuhan
materi yang terkait dengan persiapan pendidik di SMK 6 Yogyakarta dalam
menyongsong implementasi kurikulum 2013.
Skala pengukuran yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan
mengguanakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang
fenomena sosial (sugiyono, 2013: 136). Menggunakan skala likert maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi variabel indikator variabel.
Penelitian ini meggunakan lima skala likert yaitu: (1) sangat setuju; (2)
setuju; (3) ragu-ragu; (4) Tidak Setuju; (5) sangat tidak setuju; Dan (1)

29

selalu; (2) sering; (3) kadang-kadang; (4) hampir tidak pernah; (5) tidak
pernah.

B. Uji Instrument Penelitian


Kuesioner yang digunakan dalam penelitian, sebelum disebar
dilakukan uji validitas, uji reliabilitas dan persyaratan analisis. Pengujian
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Uji Validatas
Uji Validitas adalah pengujian dengan menggunakan ukuran yang
menunjukan tingkat kevalidan suatu instrumen. Penelitian ini menggunakan
uji validasi menggunakan correlation bivariate. Pengujian validitas isi
instrumen menggunakan correlation bivariate yang termasuk analisis
konstruk. Analisis konstruk dilakukan dengan cara mengkorelasikan antara
skor setiap item dengan skor total. Apabila r hitung > r tabel, maka butir
tersebut dianggap valid. Apabila r hitung < r tabel, maka butir tersebut
dianggap tidak valid. Besarnya r tabel ditentukan dari jumlah sampel.

2. Mengukur Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan metode pengujian untuk memastikan
tingkat realibilitas kuesioner yang digunakan dalam penelitian. Sugiyono
(2012:364) menjelaskan bahwa instrumen yang reliabel adalah instrumen

30

yang apabiladigunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama


tetap akan menghasilkan data yang sama. Uji realibilitas penelitian ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach. Peneliti menggunakan rumus Alpha
Cronbach karena instrumen yang digunakan merupakan Kuesioner yang
berisi skor.

C. Teknik Analisis Data


Analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh
responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data
adalah: menglompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, mentabulasi
data tiap variabel yag diteliti. Dan melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah (sugiyono, 2013: 199). Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu dengan
mendiskripsikan dan memaknai data dari masing-masing komponen.
1. Analisis Data Angket
Data yang diperoleh akan dideskripsikan menggunakan statistik
deskriptif. Langkah-langkah analisis data angket adalah sebagai berikut:
a) Mengkuantitatifkan jawaban item pertanyaan denganmemberikan tingkattingkat skor untuk masing-masing jawaban.
b) Menghitung

frekuensi

tiap-tiap

kategori

masingmasing indikator

31

jawaban

yang

ada

pada

c) Menghitung skor yang diperoleh ke dalam bentuk persentase. Teknik ini


disebut dengan analisis deskriptif persentase. Adapun rumus untuk analisis
deskriptif persentase adalah:

Keterangan:
n = jumlah skor yang diperoleh responden
N = jumlah skor yang semestinya diperoleh responden
p = persentase

d) Menghitung persentase rata-rata untuk setiap aspek, dengan rumus:

e) Hasil perhitungan dalam bentuk persentase diinterpretasikan dengan kriteria


deskriptif presentase, kemudian ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat
kualitatif.
Pada

analisis

data

angketdipergunakan

perhitungan

kategori

tingkatan: persentase tertinggi adalah 100% dan terendah adalah 20%


sehingga rentangan skor persentasenya adalah 100% - 20% = 80%.
Banyaknya kategori 5, jadi interval kelas persentasenya 80% : 5 = 16 %
(panjang kelas). Interval tersebut dapat dilihat pada tabel kriteria deskriptif
persentase di bawah ini.
Tabel 2. Kategori Deskriptif Presentase Tingkatan
Persentase (%)

Kategori

32

84 < persentase 100

Sangat baik

68 < persentase 84

Baik

52 < persentase 68

cukup baik

36 < persentase 52

kurang baik

20 < persentase 36

sangat kurang baik

Kategori-kategori di atas untuk mengetahui kategori pada aspek


persiapan atau pemahaman guru sejauh mana tentang kurikulum 2013.

2. Analisis Data Wawancara


Data hasil wawancara dianalisis secara bertahap, tahapan pertama
dengan mendeskripsikan apa yang didengar dan dilihat, pada tahap kedua
disebut tahap reduksi/fokus pada tahap ini peneliti mereduksi segala
informasi yang diperoleh pada tahap pertama dan yang keterakhir ialah
tahap seleksi yaitu setelah peneliti melakukan analisis yang mendalam
terhada data dan informasi yang diperoleh, maka peneliti dapat menemukan
tema dengan cara mengkonstruksikan data yang diperoleh menjadi suatu
bangunan pengetahuan (Sugiyono, 2013: 34). Data hasil wawancara untuk
mengetahui pemahaman guru tentang kurikulum 2013.

3. Analisis Data Dokumentasi


Data dokumentasi dianalisis secara deskriptif untuk melihat Kualifikasi
guru yaitu berupa jumlah guru, pendidikan terakhir, keprofesian dan lama

33

mengajar. Agar mengetahui seberapa besar pendidikan guru, digunakan


analisis dokumentasi menggunakan persentase seperti pengkategorian pada
analisis angket di atas.

34

DAFTAR PUSTAKA
.
Djamarah,Syaiful Bahri.2002.Strategi Belajar Mengajar.Jakarta:Rineka Cipta.
Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar . Bandung: CV. Pustaka Setia.

Majid, A. (2005). Perencanaan Pembelajaran, Mengembangkan Standar Kompetensi

Guru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya


Mardapi, D. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes. Yogyakarta:
Mitra Cendekia Pres.
Mudlofir, A. (2012). Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16/2007 Tentang Standar Kualifikasi
Akademik Dan Kompetensi Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 65/2013 tentang Standar Proses. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 66/2013 tentang Standar Penilaian.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2013
Tentang Sertifikasi Guru. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

35

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana
Sudjana,Nana.2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Sudjana, Nana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif-Dalam Proses Belajar Mengajar.
Bandung:Sinar Baru.
Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryosubroto, (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Jakarta:

Departemen Pendidikan Nasional


Wahyu, Djatmiko I. (2013). Buku Saku penyusunan Skripsi. Yogyakarta: UNY

36

Anda mungkin juga menyukai