Anda di halaman 1dari 26

TUGAS TERSTRUKTUR

MATA KULIAH PENGENDALIAN MUTU HASIL PERIKANAN

PHYSICAL HAZARD DALAM DAGING AYAM


Dosen Pengampu : Heru Pramono, S.Pi., M. Biotech.

Oleh Kelompok 2:
Hafizh Muhammad Noor
Siti Sahatul Fatimah
Nur Sadi
Monita Rahmawati
Anggun Nurani Citrowati
Fajar Abdul Rosyid
Pinta Purbowati
Riantika Soefiyandari

141211131013
141211131211
141211132001
141211132017
141211132124
141211133008
141211133014
141211133042

MINAT STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI HASIL PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
rahnmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas terstruktur dalam bentuk
makalah Physical Hazard dalam Daging Ayam ini dengan baik dan tepat waktu.
Tugas terstruktur ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah
Pengendalian Mutu Hasil Perikanan/HACCP.
Penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik moril maupun materiil dalam penyusunan tugas ini. Penyusun juga
menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah kami harapkan demi perbaikan
diwaktu yang akan datang.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya bagai teman-teman yang sedang mendalami minat studi
Teknologi Industri Hasil Perikanan (TIHP) Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga.

Surabaya, November 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................... i


Kata Pengantar ...................................................................................................... ii
Daftar Isi .............................................................................................................. iii
Daftar Tabel .......................................................................................................... iv
Daftar Gambar....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2. Tujuan ................................................................................................... 2
1.3. Manfaat ................................................................................................. ` 2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 3
2.1. Definisi dan Jenis Bahaya Fisika dalam Proses.................................... 3
2.2. Bahaya Fisik : Dampak Serpihan Tulang (Bone Fragment) ................ 6
2.3. Manajemen Kontrol pada Industri Pangan ........................................... 9
2.4. Metode Deteksi Serpihan Tulang (Bone Fragment)............................. 18
2.5 Penanganan pada Kasus Luka Akibat Serpihan Tulang ........................ 19
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20
3.1.Kesimpulan ............................................................................................ 20
3.2. Saran ..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

DAFTAR TABEL

Tabel.1 Material Utama yang Menjadi Fokus dari Bahaya Fisik ......................... 5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Operasi Penutupan Ileostomy .............................................................. 7


Gambar 2. Serpihan Tulang pada Lubang Anus ................................................... 8
Gambar 3a. Pemeriksaan Laparotomi ................................................................... 9
Gambar 3b. Serpihan Tulang Ayam ..................................................................... 9

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap harinya kita selalu mengkonsumsi makanan dari berbagai jenis dan
sumber serta diolah dengan berbagai metode. Makanan dengan berbagai macam
nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh kita menjadi sangat penting untuk diperhatikan
baik dari kuantitas maupun kualitasnya. Berbagai cara berusaha diterapkan untuk
menjaga kualitas baik dari segi keamanan, kebersihan serta untuk menjaga
kandungan nutrisi yang ada dalam makanan. Salah satunya adalah dengan
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) ataupun Hazards Analysis
Critical Control Points (HACCP) dalam proses produksi.
Namun demikian, dengan menerapkan GMP dan HAACP dalam proses produksi
belum menjadikan makanan yang akan kita konsumsi dapat aman sepenuhnya dari
bahaya (hazard). Berbagai macam resiko atau bahaya (hazard) yang terdapat dalam
setiap makanan dapat berupa mikroba berbahaya, zat racun bahkan sampai hal yang
sering diabaikan oleh konsumen seperti duri atau tulang pada daging, kotoran dari
luar produk dan sisa pembungkus makanan. World Journal of Clinical Case pada
tahun 2013 melaporkan kasus luka pada usus dan anal yang diakibatkan oleh serpihan
tulang pada daging ayam yang dikonsumsi oleh seorang wanita berusia 27 tahun, dan
ditahun yang sama seorang nenek berusia 87 mengalami hal serupa dikarenakan
serpihan tulang dari fillet daging ayam yang ia konsumsi.
Oleh karenanya, kesadaran akan upaya pencegahan maupun penanganan akibat
potensi bahaya pada makanan haruslah dimengerti serta diterapkan dengan baik oleh
prosdusen maupun konsumen. Dalam makalah ini penulis berusaha menyajikan
informasi yang berfokus pada physical hazard (bahaya fisik) yang umumnya terdapat
pada makanan namun seringkali diabaikan oleh konsumen meliputi pengertian
hazard secara umum, macam-macam physical hazard dan contohnya, metode
mendeteksi serpihan tulang pada daging ayam dengan X-Ray Backscatter dan

Ultrasonik, serta menajemen kontrol pada industri pangan serta penanganan pada
kasus luka akibat serpihan tulang.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
pengertian hazard secara umum, macam-macam physical hazard dan contohnya,
metode mendeteksi serpihan tulang pada daging ayam dengan X-Ray Backscatter dan
Ultrasonik, serta menajemen kontrol pada industri pangan serta penanganan pada
kasus luka akibat serpihan tulang.

1.3 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari penyelesaian makalah ini adalah pembaca
mengetahui berbagai informasi mengenai bahaya dalam makanan terutama bahaya
fisik, pengertian hazard secara umum, macam-macam physical hazard dan
contohnya, metode mendeteksi serpihan tulang pada daging ayam dengan X-Ray
Backscatter dan Ultrasonik, serta menajemen kontrol pada industri pangan serta
penanganan pada kasus luka akibat serpihan tulang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Jenis Bahaya Fisik dalam Proses
Bahaya fisik adalah benda asing yang secara normal tidak terdapat atau tidak
sengaja terdapat dalam makanan yang jika tertelan atau masuk dalam tubuh dapat
menyebabkan penyakit, luka atau trauma psikologis bagi suatu organisme (Anonim,
2000). Bahaya fisik adalah benda-benda asing yang tidak sengaja masuk dalam
produk pangan (contoh: metal fragment dalam daging giling) atau secara alami
terdapat dalam produk mentah (contoh: duri dalam ikan) yang dapat menyebabkan
bahaya pada konsumen. Kontaminasi secara fisik dapat terjadi pada tahapan-tahapan
dalam proses produksi.
Hampir semua benda tajam dan keras dapat menjadi kontaminasi fisik pada suatu
produk pangan. Kontaminasi fisik yang juga termasuk benda-benda kotor dapat
menyebabkan muntah, pusing dan kenampakan yang buruk pada produk pangan.
Dalam suatu review literatur (Olsen, 1998) diperkirakan 15% dari benda asing yang
termakan oleh manusia dapat menyebakan luka ringan hingga luka serius.
Berdasarkan dari review yang sama, umumnya benda asing yang termakan (80-90%)
melewati saluran gastrointestinal secara spontan dan untuk pengeluarannya
dibutuhkan penanganan medis seperti operasi endoscopy.
Benda-benda tajam diperkirakan memiliki resiko yang paling tinggi. Sebagai
contoh, luka yang terjadi diperkirakan 15-35% berasal dari pasien yang tidak sengaja
memakan makanan yang terkontaminasi benda-benda yang tajam, runcing dan tipis.
Benda-benda yang tajam, runcing dan tipis secara umum ditemui sebagai resiko
terbesar dari luka yang disebabkan oleh jaringan-jaringan dari saluran gastrointestinal
yang berlubang dan sangat dibutuhkan operasi pengeluaran dibanding benda-benda
asing lainnya. Luka yang terjadi merupakan dampak dari termakannya benda-benda
keras dan tajam termasuk pengoyakan mulut atau jaringan dari tenggorokan dan

kerusakan dari gigi. Keberadaan kontaminasi fisik pada makanan dapat menyebabkan
penolakan produk dan mempengaruhi nama baik perusahaan.
Secara alamiah, kontaminasi fisik dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Mineral
Kontaminasi mineral dapat menyebabkan kerusakan gigi, pengoyakan dan
pendarahan pada mulut atau kerusakan-kerusakan yang sama pada esofagus.
Mereka dapat meyebabkan pengoyakan pada jaringan saluran gastrointestinal
yang membutuhkan tidakan operasi untuk pengeluarannya, contoh : tanah, batubatuan, debu, metal, kaca, fiber, tumpahan cat, dan lain-lain.
b. Tumbuhan
Kontaminasi tumbuhan dapat menyebabkan kerusakan dan penyakit yang
berhubungan dengan alergi dan keracunan yang juga membutuhkan tindakan
medis berupa operasi. Kontaminasi yang berupa tanaman dapat disebabkan dari
rumput, daun, batang, dan lain-lain.
c. Hewan
Kontaminasi hewan dapat menyebabkan penyakit yang lebih sering muncul
dibanding kontaminasi lain yaitu infeksi sekunder, alergi bahkan keracunan.
Kontaminasi tersebut biasanya diakibatkan oleh semut, serangga, tikus, dan lainlain.
Sedangkan berdasarkan sumbernya, bahaya fisik dapat dibagi menjadi :
a. Air
Air dalam proses produksi makanan digunakan sebagai pembersih, pembilas
dan bahan penyusun dari produk mentah.

b. Produk Mentah
Pada penyimpanan produk mentah, biasanya muncul kontaminasi fisik dari
hama semisal kotoran, bulu, bagian tubuh yang telah mati, telur dan larva.
c. Lantai dan Material Bangunan
Material bangunan juga dapat menjadi sumber dari kontaminasi fisik seperti
serpihan dari bohlam lampu, cat, bagian plester, pelumas, dan lain-lain. Hal
tersebut dapat ditimbulkan selama penyimpanan dari produk mentah dan produk
akhir.
d. Karyawan
Benda asing yang paling signifikan dalam mengkontaminasi makanan berasal
dari karyawan-karyawan yang terlibat dalam berbagai tahap produksi dan
distribusi seperti : staf produksi, staf maintenence, staf pembersih, staf pengirim
dan pengunjung. Benda-benda asing yang berasal dari karyawan dapat berupa
kuku, rambut, rokok, plaster, perhiasan, pakaian, dan lain-lain.
Tabel 1. Material Utama yang Menjadi Fokus dari Bahaya Fisik
Material

Efek yang Potensial Terjadi

Sumber-Sumber

Pengoyakan, perobekan,
Kaca

pendarahan.

Botol, jar, lampu,

Dibutuhkan tindakan operasi

peralatan

untuk mengeluarkan.
Perobekan, infeksi, tersedak.
Kayu

Dibutuhkan tindakan operasi


untuk mengeluarkan.
Perobekan, infeksi. Dibutuhkan

Metal

tindakan operasi untuk


mengeluarkan.

Sawah, tanah, kotak


penyimpan, bangunan

Peralatan, tanah, kabel,


karyawan

Tersedak; apabila serpihan asbes


Material Bangunan

tersedak yang ditimbulkan dapat

Material konstruksi

serius
Tulang
Serangga dan Hama
Lain

Tersedak, trauma

Keracunan, trauma, tersedak


Tersedak, perobekan, infeksi.

Plastik

Dibutuhkan tindakan operasi


untuk mengeluarkan.

Barang-Barang

Tersedak, perobekan, kerusakan

Pribadi Karyawan:

gigi. Dibutuhkan tindakan

Perhiasan, Kancing

operasi untuk mengeluarkan.

Sawah, teknologi industri


yang kurang memadai
Sawah, area produksi
pabrik
Sawah, material
pengemas, karyawan

Karyawan

2.2 Bahaya Fisik: Dampak Serpihan Tulang (Bone Fragment)


Konsumen selalu mengharapkan produk makanan yang dikonsumsi terbebas dari
bahaya biologis, kimia, dan fisika. Akan tetapi pada suatu proses pengolahan
pemisahan daging ayam dari karapasnya terkadang serpihan tulang masih tertinggal
pada daging ayam yang telah difillet (Tao & Ibarra, 2000). Dalam Analisis Hazard
and Critical Control Points (HACCP) untuk fillet dada ayam, Badan Pemeriksaan
Makanan Kanada (CFIA, 2004) mengidentifikasi bahaya fisik yang ditemukan antara
lain, serpihan pisau, serpihan logam, potongan-potongan peralatan, tulang dan
partikel plastik.
Serpihan tulang pada daging unggas menjadi masalah bagi industri, baik dalam
produk olahan atau daging dada yang memiliki kualitas tinggi. Dilaporkan bakwa di
Amerika Serikat, 15 juta ton unggas diproduksi pertahun, 41% berupa produk tanpa
tulang (Tao & Ibarra, 2000), dan 3 diantaranya menyatakan komplain tentang kasus
serpihan tulang yang terdapt pada daging ayam yang telah difillet (Smith, 1999), duapertiga dari klaim asuransi dan tuntutan hukum terhadap industri perunggasan (Smith,

1998). Serpihan tulang dapat terjadi karena pemotongan sejajar pisau pemotong dari
kerangka, atau mungkin karena tulang yang sudah rusak sebelum atau selama
pengolahan.
Serpihan tulang ayam ini dapat membahayakan jika tertelan dan masuk ke organ
pencernaan seseorang. Adapun dampaknya antara lain menyebabkan luka pada
kerongkongan, pada usus bahkan anus. Untuk lebih jelas bahaya dari serpihan tulang,
maka akan dijelaskan beberapa kasus sebagai berikut:
a. Kasus Pertama
Seorang wanita 87 tahun dirawat darurat dengan keluhan sakit perut dan
muntah selama 2 hari. Setelah diperiksa, pasien hanya mengalami nyeri lambung
pada umumnya. Akan tetapi, pasien mengalami sakit perut akut yang tidak jelas,
sehingga dokter melakukan pemeriksaan laparotomi. Dari hasil laparotomi bahwa
sakit perut akut tersebut disebabkan oleh serpihan tulang tajam yang menancap pada
usus kurang lebih 15 cm jaraknya dari katu ileocecal, sehingga menyebabkan
preforasi. Kemudian tim medis melakukan parsial reseksi ileum dan penutupan
ileostomy setelah hari ke-8 pasca operasi. Penutupan ileostomy berhasil dilakukan
setelah tiga bulan. Setelah operasi, perutnya discan ulang dan dilakukan evaluasi oleh
ahli radiologi, hasilnya lesi dengan kepadatan tulang telah diidentifikasi pada daerah
ileum. Berikut gambar dari tindakan operasi kasus tersebut:

Gambar 1. Operasi Penutupan Ileostomy

b. Kasus Kedua
Seorang wanita 27 tahun dirawat di klinik bedah umum rawat jalan, ia
mengeluh sakit anal akut selama 3 hari. Riwayat medis sebelumnya mengungkapkan
tidak ada patologi yang signifikan. Pemeriksaan anal pada posisi lutut-dada normal;
pada pemeriksaan digital anal, teridentifikasi objek datar bersarang di lubang anus 4
cm di atas batas anus. Hasil scan menunjukkan bahwa terdapat benda asing berupa
serpihan tulang. Di ruang operasi di bawah sedasi dan analgesia, serpihan tulang 2 cm
yang bersarang di dinding rektum lateral, kemudian dihilangkan anoskopi. Pasien
dipulangkan 6 jam setelah intervensi. Berikut gambar tindakan operasi tersebut:

Gambar 2. Serpihan Tulang pada Lubang Anus


c. Kasus Ketiga
Seorang pria 50 tahun dirawat di klinik bedah darurat, keluhan pasien yaitu
sakit perut, mual, dan muntah. Gejala mulai dua hari sebelumnya. Dari hasil
pemeriksaan laparotomi, ditemukan serpihan tulang ayam tajam pada sekitar 40 cm
daru katup baunchi, sehingga menyebabkan lubang pada ileum. Clebsiela spp.
diisolasi dari cairan perut pasien, kemudian diobati dengan antibiotik yang tepat.
Empat bulan pasca operasi, pria tersebut kehilangan berat badan sebesar 25 kg, pasien
menjalani rekonstruksi kontinuitas usus. Setelah pada pasca operasi hari kesepuluh,
pasien sudah normal kembali buang air besar. Secara retrospektif, setelah operasi
pertama pasien mengaku bahwa empat hari sebelumnya ia makan dan menelan

beberapa potong daging ayam tanpa mengunyahnya dan secara tidak sengaja menelan
tulang ayam.

Gambar 3. (a) Pemeriksaan Laparotomi; (b) Serpihan Tulang Ayam


2.3 Manajemen Kontrol pada Industri Pangan
Manajemen kontrol pada industri pangan merupakan salah satu manajemen
keamanan pangan yang harus diterapkan oleh industri pangan untuk meminimalisasi
adanya bahaya yang dapat mempengaruhi produk akhir, baik bahaya kimia,
mikrobiologi, maupun bahaya fisika. Di tingkat industri, sistem manajemen
keamanan pangan dibangun dengan fondasi Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB)
atau Good Manufacturing Practices (GMP). CPPB memberikan pedoman
persyaratan fasilitas, peralatan, pekerja dan pengendalian proses yang harus dipenuhi
oleh suatu industri pangan. CPPB dibangun berdasarkan pengetahuan mengenai tata
letak, desain saniter, program sanitasi yang lazim diterapkan dalam suatu proses
produksi pangan (Dewanti dan Hariyadi, 2013). Penerapan GMP sangat penting guna
menghasilkan produk akhir yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan
selera atau tuntutan konsumen, baik konsumen domestik maupun internasional
(Sunarto, 2002 dalam Restu, 2009).
Manajemen kontrol pada industri pangan dapat dirancang dan diaplikasikan
dari aspek-aspek GMP. Menurut Thaheer (2008), aspek-aspek dalam Good

Manufacturing

Practice

(GMP),

meliputi

Building,

Manajemen,

Utility,

Maintenance, Storage, Equipments, dan Sanitation.


1. Building (Bangunan Pabrik)
Konstruksi bangunan pabrik yang higienis sangatlah penting untum mendapat
perhatian khusus. Untuk menjamin proses produksi dapat dilakukan dan
menghasilkan produk yang aman dan bermutu. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam merancang suatu pabrik makanan adalah struktur suara, keamanan layout
pabrik yang baik, ruang yang cukup untuk memenuhi tujuan produksi, dan pemisahan
ruang processing dengan ruangan lain, seperti gudang penyimpanan dan fasilitas lain.
Pemilihan lokasi pabrik juga berpengaruh pada mutu dan kualitas produk yang
dihasilkan. Tata letak pabrik termasuk jarak dengan bahan baku yang akan digunakan
harus menjadi pertimbangan juga. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan
adalah sebagai berikut:
a. Pemantauan Terhadap Faktor Luar yang Memengaruhi Hasil Produk
Untuk meminimalkan masuknya kontaminan ke pabrik, tempat lalu-lalang
harus dibatasi tempat untuk sampah harus disediakan, kotoran dan sampah harus
selalu dibersihkan, dan peralatan yang tidak diinginkan harus dikeluarkan dari area
produksi.
b. Ruangan Harus Ditata Sedemikian Rupa untuk Melancarkan Proses Produksi
dari Bahan Baku sampai Produk Jadi
Area yang berpotensi untuk mengontaminasi bahan baku dan bahan lain yang
ditangani harus dipisahkan dari area dimana produk jadi ditangani. Pada area yang
beresiko tinggi yang mungkin dapat terjadi kontaminasi silang, staf dan peralatan
yang dipergunakan harus dipisahkan dari yang lain.

c.

Ketahanan, Keutuhan, Dan Kebersihan Dari Permukaan Bangunan Dan


Fasilitas (Lantai, Dinding, Dan Langit-Langit)

Bahan yang digunakan harus tahan lama, kedap air, tidak retak, dan mudah
dibersihkan (perhatian harus ditujukan untuk bagian yang sulit dibersihkan, seperti
sudut antara lantai dan dinding) serta bebas dari celah dan retak. Pertimbangan
keselamatan harus dilihat (seperti lantai yang tidak licin). Seluruh permukaan harus
dipelihara dan dibersihkan.
d. Pemantauan Lingkungan
Udara harus dialirkan dari produk yang bersih ke produk yang kotor untuk
meminimalkan penyebaran kontaminasi mikrobial oleh udara. Filter, saluran, dan
komponen lain yang menggunakan air conditioning (AC) harus diperiksa secara
berkala, dibersihkan, dan dipelihara dengan baik. Temperatur ruang harus dikontrol
agar tidak terlalu berbeda dengan produk sehingga dapat menyebabkan kondensasi
dan menjadi sumber-sumber kontaminasi mikrobial.
e. Prinsip Perancangan

Versalitas

Pabrik industri pangan dirancang agar sedapat mungkin bisa dipergunakan


untuk beberaapa keperluan. Industri pangan bergerak sangat cepat (fast moving),
dimana selera konsumen dan teknologi bergeser dari waktu ke waktu. Baja dengan
struktur berlapis ideal untuk pelayanan atas, bawah, dan lingkungan dalam dinding
guna memudahkan akses ke areaa produksi. Pelapisan higienis, dimana dapat mudah
dikelupas dan dilepas, haruslah sangat fleksibel.

Menghilangkan Praktik yang Buruk

Saat merancang loteng, rancangan acap kali sangat buruk yang menyebabkan
orang melakukan tindakan jorok dengan menyembunyikan barang dimana-mana.
Rancanga loteng haruslah bisa dipergunakan dengan mudah, logis, gmpang
diinspeksi, dan mudah dibersihkan.

Aliran Sinambung

Aliran bahan, bahan dalam proses, produk jadi, peralata lepas, dan orang
seharusnya dirancang mudah bergerak guna menghindari kontaminasi silang. Bersih
dan jorok, mentah dan masak harus dipisah, diupayakan mencegah resiko kontminasi
silang.

Pemisahan Fisik

Produksi produk yang beresiko tinggi memerlukan pemisahan fisik secara


legkap, baik orang maupun personal, dengan pemisahan fasilitas dan penapisan
mikrobiologi pada tekanan positif.

Temperatur

Pengendalian temperatur harus dirancang memadai untuk menjamin bahan


baku, bahan dalam proses, dan produk akhir terpelihara pada temperatur aman
sepanjang rantai pangan.

Pembersihan

Pranata dasar dirancang untuk mudah dibersihkan, baik sepanjang proses


maupun akhir produksi.

Penempatan Fasilitas Pembersihan

Fasilitas pembersihan mandiri harus disediakan untuk pembersihan tangan


dan tempat membasuh komponen mesin dan menanggalkan peralatan, dipisahkan
dari area produksi. Perlengkapan staf, seperti area ganti pakaian, toilet, kantin, tempat
cuci, dan P3K harus ditempatkan hati-hati.

Bagian Luar Bangunan

Dinding sekeliling bangunan harus tidak rembes dengan drainase yang cukup.
Tersedia ruang untuk kendaraan bongkar muat. Dinding harus kokoh agar tidak
tergetar saat kendaraan melintas disekitarnya.

Limbah

Tersedia tempat pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah.


Rancangan harus dapat memastikan keamanannya dari kontaminasi silang, harus
tertutup, dan mudah untuk dipindahkan ke tempat pembuangan air. Air limbah tidak
boleh menggenang dan harus mengalir. Polusi udara harus dijamin untuk tidak
kembli ke areal produksi.
2. Management (Manajemen Perusahaan)
Sistem manajemen perusahaan yang dikendalikan di dalam GMP dapat
dikelompokkan

menjadi

komitmen

manajemen,

pengelolaan

sumber

daya,

operasional, pemantauan dan evaluasi, serta peningkatan sistem.


a. Komitmen Manajemen
Bergeraknya sistem manajemen keamanan pangan harus diawali dengan suatu
iktikad baik dari pimpinan tertinggi perusahaan. Iktikad tersebut selain dideklarasi
oleh pimpinan, juga ditunjukkan dengan pembentukan tim khusus yang duitugaskan
untuk mengoperasikan kegiatan pengelolaan sistem manajemen keamanan pangan.
b. Pengelolaan Sumber Daya
Manajemen sumberdaya meliputi sumberdaya manusia, sumber daya alam,
fasilitas, infrastruktur, informasi, hingga dana. Sumber daya manusia dikelola oleh
departemen personalia yang pengelolaannya meliputi: pemilihan atau rekruitmen
SDM, penetapan uraian jabatan, pengaturan pelatihan, sanitasi karyawan, dan
penyediaan fasilitas sanitasi karyawan. Sumber daya alam berupa bahan baku dan
bahan penolong dikelola oleh bagian pembelian atau pengadaan yang pengelolaannya
meliputi proses pembelian dan penggudangan. Khusus sumber daya alam, seperti air
tanah, batu bara, listrik, atau sumber daya galian langsung dibawah kendali
departemen teknik. Departemen teknik atau disebut departemen umum juga
mengelola pranata dasar dan fasilitas yang pengelolaannya meliputi perawatan dan
pengoperasian. Informasi dikendalikan oleh departemen khusus yang pengelolaannya
meliputi: pengumpulan sumber, pengolahan informasi, dan disseminasi informasi.

c. Operasional
Perusahaan harus melaksanakan sistem keamanan pangan yang telah dibuat.
Sistem tersebut harus dijamin konsistensinya sehingga harus dibuat secara
sistematik, dilengkapi dengan prosedur baku, mekanisme pendataan, dan evaluasi
secara rutin. Untuk tujuan sertifikasi, tolak ukur produksi di dalam sistem
dokumentasi harus tersedia. Manajemen operasional sistemmnajemen keamanan
pangan menjadi tanggung jawab divisi pabrikasi. Rangkaian kegiatan divisi
pabrikasi meliputi perencanaan produksi, produksi, perawatan mesin, dan utilitas
pabrik. Seluruh kesatuan proses operasi sistem manajemen keamanan pangan
terkosentrasi dalam divisi produksi.
d. Pemantauan dan Evaluasi
Pemantauan dan evaluasi menjadi kunci dalam penerapaan sistem manajemen
keamanan pangan. Pemantauan dilakukan baik terhadap CCP, operasi CP, atau
sistem keseluruhan. Proses pemantauannya sendiri menggunakan prinsip inspeksi,
pengujian, pengukuran, validasi, internal audit, atau metode lain yang sesuai.
Manajemen

pemantauan

dan

evaluasi

meliputi

aktivitas

perencanaan,

pengambilan contoh, inspeksi proses, pengujian laboratorium, audit internal,


pengendalian alat ukur, tindakan koreksi, analisis statistika, dan tinjauan
manajaemen.
e. Peningkatan Sistem
Peningkatan sistem hanya dapat dilakukan apabila manajemen perusahaan
terlibat langsung melalui suatu aktivitas yang disebut tinjauan manajemen.
Dimasukkannya sistem manajemen keamanan pangan ke dalam rencana strategis
perusahaan akan sangat memungkinkan proses perbaikan dan peningkatan terus
dilaksanakan.
3. Utility (Utilitas Pabrik)
Unit penunjang seperti utilitas juga sangat diperlukan untuk menjalankan
produksi dengan baik. Beberapa hal yang termasuk di dalam unit utilitas tersebut
adalah:

a.

steam;

b.

chilling water yang mencukupi;

c.

pendingin;

d.

air compressed;

e.

sumber listrik yang memadai;

f.

suhu/udara/kelembaban yang terkontrol;

g.

penerangan yang cukup;

h.

persediaan air.

4. Maintenance (Pemeliharaan Alat)


Untuk kelancaran produksi, sebaiknya pabrik juga dilengkapi dengan unit
perbaikan atau bengkel. Karena produk makanan adalah produk yang tidak tahan
lama, apabila terjadi kerusakan mesin, harus segera diambil langkah perbaikannya. Di
samping itu, untuk menghemat waktu harus disediakan pula suku cadangnya. Di
dalam pemenuhan terhadap aspek keamanan pangan, peranti dan bahan yang
digunakan untuk pemeliharaan alat haruslah memenuhi persyaratan food grade.
Pemeliharaan mesin dan instrumentasi industri harus terjadwal dengan baik, meliputi
beberapa aktivitas sebagai berikut:
a.

pembersihan;

b.

pelumasan dan inspeksi rutin;

c.

perbaikan kecil atau penggantian suku cadang;

d.

perbaikan menengah;

e.

overhaul;

f.

kalibrasi.

Keseluruhan jadwal tersebut disusun untuk menukung aktivitas produksi dan


tetap memerhatikan aspek keamanan pangan.
5. Storage (Penyimpanan)
Ruang penyimpanan pabrik harus dirancang sebaik mungkin, tidak lembab,
mudah dibersihkan, dan terpisah dengan ruang penyimpanan lainnya untuk mencegah
terjadinya kontaminasi silang.
Untuk kondisi penyimpanan bahan kimia harus kering, terlindungi, dan aman.
Sedangkan ruang penyimpanan untuk bahan berbentuk tepung atau bubuk harus
kering, suhu dan kelembaban terkontrol, berwadah, dan jauh dari bahan lainnya.
Ruangan harus didesain dengan baik dan terlindungi dari faktor luar, seperti
masuknya tikus, serangga, burung, dan debu.
6. Equipments (Peralatan)
Peralatan di industri pangan sangat beragam, tergantung dari jenis produk pangan,
apakah merupakan pangan yang kering, jeli, atau pasta. Peralatan tersebut harus
dibersihkan dan didisinfektan secara rutin sebelum dan sesudah duigunakan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Kondisi peralatan yang baik harus
diperhatikan dan alat pengatur suhu atau alat lainnya harus dikalibrasi untuk
menjamin bahwa proses dapat dijalankan dengan optimal. Dalam memilih suatu
peralatan untuk proses pengolahan makanan, hal-hal yang harus dipertimbangkan,
antara lain:
a. Peralatan yang dipilih harus sesuai dengan produk yang akan dihasilkan;
b. Ukuran peralatan sesuai dengan kapasitas produk.
c. Peralatan harus tahan lama, mudah dioperasikan dan dipelihara, sesuai dengan
peraltan lain, aman untuk operator, dan harus dipertimbangkan pula masalah
biayanya.
Pengenalan terhadap jenis dan kondisi peralatan sangat diperlukan
agar para pekerja dapat memahami dan memperbaiki kerusakan ataupun

kekurangan yang terjadi dengan segera sehingga aktivitas tidak akan tertunda
lama.
7. Sanitation (Sanitasi Pabrik)
Ada 5 (lima) tahapan standar yang biasanya digunakan untuk sanitasi. Kelima
tahapan sanitasi tersebut adalah sebagai berikut.
a.

Pre Rinse
Pre Rinse (langkah awal) merupakan suatu tahap awal yang dilakukan

sebagai persiapan untuk kegiatan pembersihan. Proses ini bertujun untuk


menghilangkn tanah dan sisa makanan dengan cara mengerik, membilas
dengan air, menyedot kotoran, dan sebagainya.
b.

Pembersihan
Proses ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau sis makanan

dengan cara mekanis atau mencuci dengan lebih efektif. Pada tahapan ini
biasanya pembersihan dilakukan dengan menggunakan air dan detergen
bahkan untuk noda-noda tertentu, seperti minyak dapat dibesihkan dengan
menggunakan air hangat dan sabun.
c.

Pembilasan
Pembilasan dilakukan dengan tujuan untuk menhilangkan sisa-sisa

kotoran yang mungkin masih tertiggal setelah proses pembersihan, seperti


tanah atau sisa makanan. Pembilasan yang paling efektif adalah dengan
menggunakan airyang mengalir.
d.

Desinfection
Pembersihan akhir dengan menggunakan disinfektan sangat disarankan

untuk menghilangkan bakteri yang mungkin masih bertahan pada proses


pembersihan. Pembersihan dengan menggunakan disisnfektan biasanya
dipadukan dngan pemanasan atau dengan menggunakan bahan kimia seperti
pemutih, namun beberapa disinfektan dapat juga mengontaminasi makanan
sehingga terkadang perlu dilakukan pembilasan kedua.

e.

Drying
Pembilasan kering dilakukan agar tidak ada genangan air yang dapat

menjadi

tempat

pertumbuhan

mikroba.

Pengeringan

ini

biasanya

menggunakan lap yang bersih.


2.4 Metode Deteksi Serpihan Tulang (Bone Fragment)
Terdapat dua metode dalam pendeteksian serpihan tulang (bone fragment) dalam
daging ayam yaitu metode deteksi X-Ray Backscatter dan metode dengan Ultrasonik.
a. Metode Deteksi X-Ray Backscatter
Pemeriksaan dengan metode sinar-X adalah teknologi modern yang diaplikasi
dalam bidang pangan dan pertanian. Sinar-X sangat penting untuk mendeteksi benda
asing seperti kaca dalam botol atau kawat baja dalam kaleng dan juga telah
diterapkan pada deteksi tulang dan benda asing lainnya dalam daging. Bagian sampel
dengan kepadatan tinggi seperti tulang, kaca atau logam dapat diserap sinar-X dan
dirubah dalam bentuk bayangan pada gambar. Akan tetapi, transmisi radiografinya
mengalami hambatan dalam mencapai kontras gambar yang cukup untuk mendeteksi
benda asing, terutama jika benda asing kecil, atau mirip dalam sampel yang padat,
atau jika sampel homogen. Deteksi tulang di daging unggas, seperti dada ayam sangat
sulit karena ketebalannya, variabel daging dalam gambar yang tidak beraturan dapat
mengaburkan tulang kecil.
b. Metode Deteksi dengan Ultrasonik
Ultrasonik adalah gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada
kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya
sama sekali. Metode ini menggunakan alat Piston and cylinder (P&C) yang berbentuk
seperti tabung dan dikembangkan untuk memberikan ruang memancarkan gelombang
berbasis ultrasonik untuk pengukuran sampel cair atau padat. Gelombang frekuensi
tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang
disebut transduser. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal, akan

menimbulkan tegangan listrik. Fenomena ini disebut efek Piezo-electric, yang


merupakan dasar perkembangan Ultrasonik selanjutnya.
Bentuk kristal juga akan berubah bila dipengaruhi oleh medan listrik. Sesuai
dengan polaritas medan listrik yang melaluinya, kristal akan mengembang dan
mengkerut, maka akan dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi. Gambar yang
dihasilkan dari deteksi ultrasonik adalah memanfaatkan hasil pantulan (echo) dari
gelombang ultrasonik apabila ditrasmisikan pada sample. Echo dari gelombang
tersebut kemudian dideteksi dengan transduser, yang mengubah gelombang akusitik
ke sinyal elektronik untuk dioleh dan direkonstruksi menjadi suatu gambar.
2.5 Penanganan pada Kasus Luka Akibat Serpihan Tulang
Apabila seseorang mengalami kasus serupa dalam makalah ini,maka penangan
yang dapat dilakukan yaitu:
1. Membawa penderita ke rawat inap darurat
2. Melalukan CT scan
3. Melakukan operasi pengambilan serpihan tulang
Untuk meminimalisasi kasus-kasus menelan serpihan tulang yang ada pada
daging ayam atau lainnya, konsumen harus benar-benar menguyah makanan secara
tepat sehingga tidak menelan serpihan tulang atau bahaya fisik lainnya. Sedangkan
untuk produsen yaitu melakukan pengujian pada produk dengan pendeteksian dengan
Ultrasonik dan X-Ray Backscatter.

BAB III
PENUTUP
a.

Kesimpulan
Bahaya fisik (physical hazard) pada makan merupakan potensi bahaya akibat

benda yang dapat melukai tubuh manusia maupun membuat fungsi organ terganggu.
Bahaya fisik dapat berupa serpihan logam, pecahan kaca, sisa tulang, kerikil dan
benda lainnya. Salah satu bahaya fisik yang sering dilupakan konsumen adalah
serpihan tulang pada daging ayam, serpihan tulang tersebut dapat melukai organ
pencernaan manusia. Untuk mengurangi potensi bahaya tersebut dapat diterapkan
manajemen control yang baik pada produsen serta perhatian dari konsumen terhadap
makanan. Metode yang digunakan untuk mendeteksi serpihan tulang pada daging
ayam dapat menggunakan metode X-Ray Backscatter maupun metode deteksi
Ultrasonik.
b.

Saran
Setelah mengetahui berbagai informasi berkaitan physical hazard berupa

serpihan tulang ayam, pembaca diharapkan mampu lebih berhati-hati serta


memperhatikan kemungkinan bahaya tersebut pada makanan yang akan dikonsumsi.
Dengan demikian, pembaca dapat terhindar dari potensi physical hazard tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Food safety program, for processor and distributor.
http://www.gov.mb.ca/agriculture/food-safety/at-the-food-processor/foodsafety-program/educational-material.html
Correia, Lino R., Mittal, Gauri S., Basir, Otman A. 2008. Ultrasonic detection of
bone fragment in mechanically deboned chicken breasts. Innovative Food
Science and Emerging Technologies 9: 109115.
Dewanti, Ratih dan Hariyadi. 2013. HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Points) - Pendekatan Sistematik Pengendalian Keamanan Pangan. Dian
Rakyat. Jakarta.
Emir, Seyfi., zkan, Zeynep., Altnsoy, Hasan Baki., Yazar, Fatih Mehmet., Szen,
Selim., Bali, lhan. 2013. Ingested bone fragment in the bowel: Two cases and
a review of the literature. World J Clin Cases; 1(7): 212-216.
Hoxha, Faton T., Hashani, Shemsedin I., Komoni , Driton S., Gashi-Luci, Lumturije
H., Kurshumliu , Fisnik I., Hashimi, Medita SH., Krasniqi. Avdyl S. 2009.
Acute abdomen caused by ingested chicken wishbone: a case report. Cases
Journal : 2(64): 1-4.
Luning, P.A., Devlieghere, F., Verhe, R. 2006. Safety in the Agri-Food Chain.
Wageningen Academic Publishers. pp.209-222.
McFarlane , N.J.B., Speller, R.D., Bull, C.R., Tillett, R.D. 2003. Detection of Bone
Fragments in Chicken Meat using X-ray Backscatter. Biosystems Engineering
85 (2): 185199.
Restu, Sheila Dyah. 2009. Penerapan GMP (Good Manufacturing Practices) di PT.
Sukasari Mitra Mandiri Semarang: Perawatan dan Sanitasi, Higienitas
Pekerja, Transportasi, Informasi Produk, dan Pelatihan. Laporan Kerja
Praktek. Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Thaheer, Hermawan. 2008. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Points). Bumi Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai