Anda di halaman 1dari 32

Abstrak

Sistem kontrol otomatis telah menjadi bagian yang sangat penting dalam dunia industry
saat ini karena kemudahan yang diberikannya. Pesatnya perkembangan dunia industri menuntut
adanya proses yang lebih cepat dan mudah.ON-OFF Kontroler ialah salah satu contoh dari
sistem kontrol otomatis ini. ON-OFF Kontroler ialah suatu sistem kontrol dengan elemen
penggerak dengan menggunakan dua kondisi yaitu posisi ON dan OFF. Rangkaian OP AMP yang
digunakan yaitu inverting amplifier sebagai penguatan sinyal kontrol.
Metode pengambilan data dengan mensimulasikan rangkaian pada Proteus 8
Profesional. Hasil dari percobaan sistem close-loop merupakan sistem aksi yang di umpan
balikkan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan sistem. Dengan adanya gangguan pada sistem
open-loop maka keluaran sistem tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan karena keluarannya
tidak dibandingkan dengan masukan.

BAB VII
PERCOBAAN VI
APLIKASI ON/OFF KONTROLER PADA PLANT PENGATUR SUHU

7.1 TUJUAN PERCOBAAN


1. Memahami dasardasar penguatan operasional dan aplikasinya.
2. Memahami rangkaian kontroler On-Off.
3. Memahami mekanisme dan aplikasi pengaturan sederhana kalng terbuka
maupun kalang tertutup khususnya ON-OFF kontroller.

7.2 DASAR TEORI


7.2.1 On-Off Controller
On-off controller pada dasarnya merupakan sistem kontrol loop tertutup.
Dalam sistem kontrol dua posisi, elemen penggerak hanya mempunyai dua posisi
tetap, yang dalam beberapa hal, benar- benar merupakan posisi on dan off.
Kontrol dua posisi atau on-off controller relatif

sederhana dan murah, oleh

karenanya banyak digunakan dalam sistem kontrol industri maupun rumahrumah.


Sinyal kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal
masukan dan sinyal umpan balik diumpankan ke kontroller. Keluaran kontroller
diumpankan ke plant untuk memperkecil kesalahan dan membuat agar keluaran
sistem mendekati harga yang diinginkan. Sistem kontrol umpan balik bisa
digambarkan sebagai berikut:
Input

Kontroler

Plant atau Proses

Output

Elemen Ukur
Gambar 7.1 Sistem Kontrol Loop Tertutup

Misal sinyal keluaran kontroller adalah m(t) dan sinyal kesalahan


penggerak adalah e(t). Pada kontrol dua posisi, sinyal m(t) akan tetap pada harga
maksimum atau minimumnya, bergantung pada kesalahan penggerak, positif atau

negatif, sedemikian rupa sehingga : M(t) = M1untuk e(t)>0 dan M(t) = M2 untuk
e(t)<0
Dimana M1 dan M2 adalah konstanta. Harga minimum, M2, biasanya nol,
atau M1. Kontroller dua posisi biasanya berupa perangkat listrik, salah satu
contoh yang digunakan secara luas dengan penggerak selenoid listrik.
Gambar 7.2(a) dan (b) menunjukkan diagram blok kontroller dua posisi.
Daerah harga sinyal penggerak antara posisi on dan off disebut celah diferensial
(differential gap). Suatu celah differensial ditunjukkan pada gambar 7.2(b). Celah
diferensial ini menyebabkan keluaran kontroller m(t) tetap pada harga sekarang
sampai sinyal kesalahan penggerak bergeser sedikit dari harga nol. Pada beberapa
kasus, celah diferensial ini disebabkan oleh gesekan yang tidak diinginkan adanya
celah diferensial untuk mencegah operasi mekanisme on-off yang terlalu sering.

M
1

M
1

m
M
2

Celah
diferensial
(b)

(a)

Gambar 7.2 (a) Diagram Blok Kontroller on-off. (b) Diagram blok on-off dengan celah
diferensial.

Dari gambar 7.3, dapat dilihat bahwa amplitudo osilasi keluaran dapat
diperkecil dengan memperkecil celah diferensial. Akan tetapi hal ini akan
menyebabkan kenaikan angka switching on-off permenit sehingga akan
memperpendek umur ketahanan komponen. Besar celah diferensial harus
ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti ketelitian yang diperlukan
dan umur komponen.

H(t
)

Celah diferensial

Gambar 7.3 Respon output pada sistem kontrol on-off

Pada percobaan on- off controller, on-off controller digunakan digunakan


untuk mengatur temperatur sehingga didapatkan kestabilan di sekitar temperatur
referensi yang digunakan.
Sistem yang digunakan dalam sistem on-off controller untuk pengaturan
temperatur ini adalah sebagai berikut:
1. Elemen Ukur : IC LM 35
2. Controller

: OP Amp sebagai penguat selisih

3. Plant

: OP Amp sebagai komparator, serta saklar transistor

Sebagai pencuplik suhu elemen digunakan thermistor sebagai tranducernya, yang


berfungsi mengubah besaran suhu ke besaran tegangan.
Tranducer adalah alat yang dapat mengubah sinyal dari suatu bentuk
energi ke bentuk energi lain. Besaran yang biasa diukur dengan tranducer adalah
posisi, gaya, kecepatan, percepatan, tekanan, dan temperatur. Output dari
tranducer antara lain berupa tegangan, arus, resistansi, kapasitansi, atau frekuensi.
Spesifikasi statis tranducer menggambarkan hubungan steady state antara
input (berupa besaran fisis) dan output (berupa besaran listrik). Spesifikasi
dinamis menggambarkan seberapa cepat output berubah karena adanya perubahan
input.
1. Spesifikasi statis
Yang termasuk dalam spesifikasi ini adalah ketelitian, resolusi, repeatibility,
lineritas dan histerisis.
2. Spesifikasi dinamis
Yang termasuk spesifikasi ini antara lain waktu naik (rise time), waktu
konstan (time constant), waktu batas(dead time) dan lain- lain.

Pada percobaan tranducer, tranducer yang digunakan adalah tranducer


temperatur, dalam hal ini thermistor dan IC sensor (IC LM 35).
Thermistor merupakan tranducer temperatur yang paling sensitif.
Thermistor

umumnya

dibentuk

oleh

bahan

semikonduktor.

Thermistor

mempunyai beberapa kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihannya antara lain


menghasilkan output yang baik, sensitif, bekerjanya cepat dan mempunyai dua
kawat untuk pengukuran resistansi. Kelemahannya adalah output non linier,
mempunyai range temperatur yang terbatas, mudah pecah, membutuhkan sumber
arus dan pemanasan sendiri (self-heating). Sifat non-linier dari output ini terjadi
karena thermistor merupakan tranducer yang sangat sensitif.
7.2.2 OP-AMP
Merupakan suatu penguat berperolehan tinggi dikopel-langsung, yang
umpan baliknya ditambahkan untuk mengendalikan karakteristik keseluruhan.
Op-amp digunsksn untuk membentuk fungsi-fungsi linier yang bermacam-macam
dan sering disebut sebagai analog .
Nama penguat operasional telah diberikan kepada penguat gain-tinggi
yang dirancang untuk melaksanakan tugas-tugas matematis seperti penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian. Semuanya bekerja dengan tegangan
tinggi sampai setinggi 300V, tetapi sanggup menyelesaikan berbagai perhitungan.
Op-Amp adalah

suatu penguat berperolehan tinggi dikopel-langsung, yang

umpan baliknya ditambahkan untuk mengendalikan karakteristik keseluruhan.


Op-amp digunakan untuk membentuk fungsi-fungsi linier yang bermacam-macam
dan sering disebut sebagai analog .
Terminal- terminal op-amp yaitu:
1. Terminal catu daya.
Op-amp membutuhkan catu daya +V dan V yang keduanya dihubungkan ke
supply daya.
2. Terminal keluaran
Ujung tegangan keluaran Vo diukur terhadap ground, karena dalam sebuah
Op-amp hanya ada satu terminal keluaran. Batas keluaran Vo disebut
tegangan kejenuhan positip (+Vsat) dan batas bawahnya disebut tegangan
kejenuhan negatip (-Vsat).

3. Terminal- terminal masukan


Dalam Op-amp terdapat masukan bertanda (-) yang kemudian disebut
masukan inverting dan yang bertanda (+) disebut masukan non inverting.
Tegangan keluaran Vo tergantung pada perbedaan tegangan kedua terminal
tersebut.
Op-amp ideal memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Resistansi masukan Ri = tak terhingga
2. Resistansi keluaran Ro = 0.
3. Perolehan tegangan Av = - tak terhingga.
4. Lebar pita = tak terhingga.
5. Vo = 0 kalau V1 = V2 tidak tergantung pada besarnya V1.
6.

Karakteristiknya tidak tergantung pada temperatur.


Bentuk dasar penguat operasi adalah suatu blok dengan dua masukan, satu

keluaran dan dicatu secara simetris, seperti diperlihatkan gambar 7.4.


masukan
inverting
masukan
noninverting

VCC
keluaran

+
VEE

Gambar 7.4 Simbol penguat operasi

Catu daya diberikan lewat jalur VCC dan VEE, catu positif melalui VCC dan
catu negatif melalui VEE. Adanya catu simetris ini memungkinkan tegangan
keluaran Vout berayun positif maupun negatif terhadap jalur ground (netral, nol
volt) Pencatuan asimetris masih dimungkinkan dengan konsekuensi timbulnya
beberapa keterbatasan.
Tegangan keluaran bersifat kebalikan dari tegangan masukan inverting
(membalik). Bila tegangan masukan inverting positif (+), tegangan akan
cenderung

negatif (-), begitu pula sebaliknya. Masukan noninverting (tak

membalik) berlawanan sifat dari masukan inverting. Polaritas tegangan keluaran


cenderung mengikuti polaritas masukan noninverting ini. Untuk alasan ini,

masukan (-) nya disebut masukan pembalik dan masukan (+)nya disebut tak
membalik.
Ragam kerja saturasi hanya mengenal dua keadaan, yaitu tegangan
keluaran mendekati tegangan catu positif dan tegangan keluaran mendekati catu
negatif. Secara matematis dapat diekspresikan sebagai berikut :

Vout VCC

Vout VEE

;
VINV < VNI

VINV > VNI

Tegangan keluaran akan mendekati potensial catu positif bila tegangan


masukan inverting lebih kecil dari tegangan masukan noninverting, tegangan
keluaran akan mendekati potensial catu negatif bila tegangan masikan inverting
lebih besar dari tegangan masukan noninverting.
7.2.2.1 Penguat Pembalik (Inverting Amplifier)
Rangkaian inverting amplifier adalah salah satu dari rangkaian Op-amp
yang paling luas digunakan . Rangkaian itu merupakan sebuah penguat yang gain
rangkaian tertutupnya dari Ei ke Vo ditentukan oler Rf dan Ri yang dapat
memperkuat isyarat AC dan DC.

Untuk memahami kerja rangkaian diperlihatkan pada gambar 7.5.


1.

Tegangan Ed antara masukan (+) dan masukan (-) pada dasarnya nol.

2.

Arus yang di alirkan antara terminal (+) dan (-) dapat diabaikan.
Rf

Ri

+
V

~ 0V
Ei

+
-V

RL

Vo

Gambar 7.5 Rangkaian Inverting amplifier (penguat pembalik).

Dalam gambar tegangan positif Ei diterapkan melalui tahanan masukan Ri


kemasukan (-) op-ampnya. Umpan balik negatif dibust olh tahanan umpan balik
Rf. Tegangan antara masukan (+) dan (-)nya pada dasarnya sama dengan 0V.
Karenanya, terminal masukan (-) juga 0V, juga potensial ground yang berada
pada masukan (-) nya. Karena ujung Ri yang satu ada di Ei dan yang laian ada di

0V, penurunan tegangan melalui Ri adalah Ei. Arus I yang melalaui Ri didapat
dari hukum Ohm:

Ei
Ri

Seluruh arus masukan I men galir melalui Rf, karena jumlah yang
dialirkan oleh terminal masukan (-)nya dapat diabaikan, maka penurunan
tegangan yang melalui Rf:

VRf IxRf

Ei
Rf
Ri

Dari gambar ujung Rf dan RL beban terhubung, tegangan dari hubungan


ini ke ground adalah Vo. Ujung Rf dan RL yang lain ke ground, karenanya Vo
menyamai VRf . Untuk memperoleh polaritas Vo, diingat bahwa ujung kiri dari Rf
memakasa ujung kanan Rf menjadi negatif. Karenanya, Vo negatif bila Ei positif,
sehingga persamaan Vo :

Vo Ei

Rf
Ri

sehingga gain tegangannya:

Vo
Rf

Ei
Ri

Tanda minus dalam persamaan diatas menandakan bahwa polaritas


keluaran Vo terbalik terhadap Ei. Sehingga rangkaian tersebut dinamakan penguat
pembalik.
Pada rangkaian inverting amplifier ini sinyal keluaran yang dihasilkan
akan mempunyai beda fasa sebesar 180o dari sinyal masukannya. Adapun dalam
menentukan besar sudut beda fasa dari pola lissajous adalah sebagai berikut:

Gambar 7.6 Pola Lissajous

Dari gambar diatas sudut dihitung dari persamaan berikut:

arcsin

a
b

7.2.2.2 Penguat tak-membalik (Non-inverting Amplifier)


Gambar 7.7 adalah sebuah penguat tak membalik yaitu tegangan keluaran
Vo mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukkan Ei tahanan
masukan dari penguat pembalik adalah Ri, tahanan masukan masukan dari
penguat tak-pembalik luar biasa besarnya, biasanya melebihi 100 Mohm.
Rf

+V

Ri

~ 0V
+
-V

Ei

RL

Vo

Gambar 7.7 Rangkaian Noninverting amplifier (penguat tak membalik)

Karena tegangan Ed antara masukan (+) dan (-) dari Op-amp adalah nol
kedua masukan tersebut berada pada potensial X yang sama. Karenanya Ei
tampak melintasi Ri, Ei menyebabkan arus I mengalir seperti diberikan oleh I =
Ei/Ri. Arah I tergantung pada polaritas Ei.
Karenanya I mengalir melalui Rf dan penurunan tegangan melintasi Rf
dinyatakan oleh VRi dan dinyatakan sebagai
VRf = I(Rf) =

Rf
x Ei
Ri

Tegangan Vo didapat dengan menambahkan penurunan tegangan melintas


Riyang adalah Ei ketegangan melintasi Rf yang adalah VRf :
Vo = (1 +

Rf
) Ei
Ri

Sehingga gain tegangannya adalah :


A=

Vo
Rf
=1+
Ei
Ri

Persamaan tersebut memperlihatkan bahwa gain tegangan dari sebuah


penguat tak pembalik menyamai besarnnya gain sebuah penguat pembalik
(Rf/R1) ditambah 1.
7.2.2.3 Penguat Penjumlah
Gambar 7.8 menunjukkan penjumlah tak membalik dua masukan dengan
modal pemahaman analisa rangkaian listrik dapat diketahui bahwa tegangan
masukan (-) nya adalah Ei, didapat darp persamaan simpul :

Ei E1 Ei E 2

0
R
R
sedemikian rupa sehingga :

Ei

E1 E 2
R

Gambar 7.8 Penjumlah tak membalik dua masukan

Kemudian Ei dikalikan dua untuk memperoleh tegangan keluaran Vo:

Vo E1 E 2
Jika isyarat yang harus dijumlahkan lebih dari dua, maka semua hambatan
dipilih yang mempunyai nilai sama kecuali tahanan umpan baliknya. Penjumlah
masukan tak membalik dengan N masukan diperlihatkan pada gambar 7.9

Gambar 7.9 Penguat penjumlah Nmasukan

Rf dibuat sama dengan :


Rf = (n-1)R

n adalah banyaknya masukan. Dan Ei adalah jumlah tegangan-tegangan


masukannya dibagi dengan masukan itu. Kemudian gain penguat tersebut sama
dengan banyaknya masukan. Karenanya Vo maenjumlahkan tegangan-tegangan
masukannya.
7.2.2.4 Penguat Differensial
Rangakaian dasar penguar differensial ditunjukkan pada gambar 7.10.
Hubungan antara input dan output ditunjukkan pada persamaan berikut ini.
V0 (V2 V1 )

R1
| R1 R 2; R 3 R 4
R2

Gambar 7.10 Penguat differensial

7.2.3

Sensor Suhu LM35 dan LM741


Aplikasi kontroler ON/OFF pada perancangan modul praktikum ini adalah

untuk mengatur prototipe sistem pengaturan temperatur elemen. Blok plant terdiri
atas elemen besi yang dililit oleh kawat-kawat tembaga atau biasa disebut elemen
pemanas. Suhu dari plant diubah menjadi sinyal listrik berupa tegangan oleh IC
sensor LM35, yang mempunyai karakteristik tegangan keluaran 0 mV +10
mV/C. Sebagai contoh pada saat suhu kamar 27C maka tegangan keluaran
sensor adalah 270 mV. Sensor suhu yang bertujuan untuk mengukur temperatur
elemen pemanas terletak pada rangkaian. Tegangan sensor berkisar antara
270mV-1,5 Volt dengan 10mV mewakili 1C.
Terdapat selang waktu sekitar 1,5 detik, sensor temperatur tidak bereaksi.
Hal ini dikarenakan terdapat jarak antara pemanas dengan sensorsehingga udara
panas yang dihasilakn dari kipas angin membutuhkan waktu untuk mencapai
sensor. Temperamen semacam ini sering dijumpai pada komponen-komponen
yang memiliki sifat transportasi. Selang waktu ini dinamakan sebagai waktu
tunda.

7.2.4

Transistor
Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat,

sebagai sirkuit pemutus dan penyambung (switching), stabilisasi tegangan,


modulasi sinyal atau sebagai fungsi lainnya. Transistor dapat berfungsi semacam
kran listrik, dimana berdasarkan arus inputnya (BJT) atau tegangan inputnya
(FET), memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber
listriknya.
Pada umumnya, trnsistor memiliki 3 terminal yaitu Basis (B), Emittor (E)
dan Kolektor (C). Tegangan yang di satu terminalnya misalnya Emitter dapat
dipakai untuk mengatur arus dan tegangan yang lebih besar daripada arus input
Basis, yaitu pada keluaran tegangan dan arus output Kolektor.
Transistor merupakan komponen yang sangat penting dalam dunia
elektronik modern. Dalam rangkaian analog, transistor digunakan dalam

Amplifier (penguat)

Switch (saklar)

Logic gate, memori dan fungsi rangkaian-rangkaian lainnya.

(a)

(b)

Gambar 7.11 (a) Simbol transistor BJT NPN (b) Simbol Transistor BJT PNP

7.2.4.1 Cara Kerja Transistor


Dari banyak tipe-tipe transistor modern, pada awalnya ada dua tipe dasar
transistor, bipolar juction transistor (BJT atau transistor bipolar) dan field-effect
transistor (FET), yang masing-masing bekerja secara berbeda.
Transistor bipolar dinamakan demikian karena kanal konduksi utamanya
menggunakan dua polaritas pembawa muatan: elektron dan lubang, untuk
membawa arus listrik. Dalam BJT, arus listrik utama harus melewati satu
daerah/lapisan pembatas dinamakan depletion zone, dan ketebalan lapisan ini

dapat diatur dengan kecepatan tinggi dengan tujuan utnuk mengatur aliran arus
utama tersebut
Fungasi transistor antara lain:

Buffer (Penyangga)

Switch

Penguat (gain)

7.2.4.2 Transistor Sebagai Switch


Cara termudah menggunakan sebuah transistor adalah sebagai sebuah
saklar. Kita mengoperasikan transistor ini pada salah satu dari keadaan saturasi
atau keadaan titik sumbat (cut off) dan bukan dioperasikan pada sepanjang garis
beban. Transistor akan seperti sebuah saklar jika sebuah transistor berada dalam
keadaan saturasi. Transistor tersebut seperti sebuah saklar dalam keadaan tertutup,
sehingga arus akan mengalir dari kolektor ke emitter. Jika transistor berada dalam
keadaan tersumbat (cut off), maka transistor akan seperti sebuah saklar terbuka
dari kolektor ke emitter sehingga arus tidak akan mudah mengalir melalui
transistor, seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 7.12 Transistor sebagai switch

Dengan mengontrol bias dari transistor hingga komponen ini menjadi


jenuh, maka akan terjadi seolah-olah diperoleh hubungan singkat di antara kaki
emitter dan kaki kolektor. Peristiwa ini dapat dimanfaatkan sebaik mungkin
sehingga transistor bisa dipakai sebagai saklar elektronika.

7.2.5

Aplikasi Kontrol On-Off

7.2.5.1 Kontrol On-Off untuk mengatur suhu


Gambar rangkaiannya adalah sebagai berikut:

Gambar 7.13 Penerapan kontrol on-off pada pengendalian suhu

Rangkaian tersebut mengontrol beban, dalam hal ini adalah kipas dc


berdasarkan perbandingan suhu sistem terhadap set point. Sebagai transducer
adalah dioda yang dipasang pada posisi forward (maju). Kenyataannya, pada
posisi ini ada keterkaitan antara tegangan maju pada doida dengan temperatur,
yang dinyatakan dlam hubungan slope linier negatif. Hal ini karena adanya
distribusi boltzmann, menyebabkan elektron yang melalui perbatasan pada
semikonduktor dioda (dinding potensial) menghasilkan panas, dan ini
menurunkan tegangan kedua ujung-ujung dioda.
Sebagai referensi digunakan tegangan zener dengan posisi forward bias
pada arus 11 mA.
Sebagai komparator digunakan LM158/258/358, dengan masukan
terinversi (-) terhubung ke sensor dioda, sedang masukan tak terinversi (+)
terhubung ke tegangan referensi. Ketika suhu di atas referensi, maka tegangan
maju turun di bawah tegangan referensi, dan keluaran dari komparator, yaitu Vc
menyalakan transistor, sehingga kipas pun berputar.
Untuk beban yang lebih besar cukup dengan mengganti transistor dengan
daya yang lebih besar, atau dengan relay, IGBT, mosfet dan lain-lain.

Set point diatur dengan menggunakan potensiometer, dan sebagai


indikatornya dapat digunakan LED driver LM3914.
Dengan plant tersebut kita dapat mengontrol suhu sampai 140oC
(maksimal sampai 150oC, suhu maksimum yang dibenarkan untuk dioda, namun
kondisi seekstrim itu tidak disarankan).

7.3 PENGUJIAN ALAT


7.3.1

Alat dan bahan


1. Laptop
2. Proteus 8 Profesional (atau versi terbaru) beserta:
a. Simulasi open loop pada sistem pengatur suhu.
b. Simulasi rangkaian sistem on-off kontroller secara close loop.
c. Simulasi rangkaian pengkondisi sinyal

7.3.2

Cara kerja

7.3.2.1. Open loop pada Sistem Pengatur Suhu


1. Membuka Proteus 8 Profesional
2. Membuka rangkaian simulasi open loop pada sistem pengatur suhu
yang sudah disediakan.
3. Menentukan nilai Vin.
4. Menjalankan simulasi Proteus
5. Mencatat suhu dan Vout pada time reff tertentu.
6. Mengulangi langkah 3-5 hingga 6 variasi

7.3.2.2. Sistem On - Off Kontroller secara Close Loop


1. Membuka Proteus 8 Profesional
2. Membuka rangkaian simulasi sistem on-off kontroller secara close
loop yang sudah disediakan.
3. Mengatur nilai Vreff, kemudian menjalankan simulasi.
4. Mengatur tegangan pada LM35 mendekati nilai Vreff sambil
mengamati nyala LED.
5. Mencatat nilai Vout untuk 2 kondisi LED, yaitu saat mati dan
nyala.
6. Menghentikan simulasi untuk memasukan variasi Vreff selanjutnya
untuk 2 variasi lain.

7.3.2.3. Penguatan (Gain)


1. Membuka Proteus 8 Profesional.
2. Membuka rangkaian simulasi penguatan (Gain) yang sudah
disediakan.
3. Mengatur nilai Vin kemudian menjalankan simulasi dan mencatat
hasil Vout
4. Menghentikan simulasi untuk memasukan nilai Vin variasi
selanjutnya hingga didapat 10 variasi.

7.3.3

Data Percobaan

7.3.3.1 Open loop pada Sistem Pengatur Suhu


Tabel 7.1 Data percobaan Open loop pada Sistem Pengatur Suhu

Variasi

Time Ref.
(s)

Vin (V)

T (C)

Vout (V)

28

45,45

0,4545

28

1,5

66,7

0,667

28

87,9

0,879

28

2,5

109,1

1,091

28

2,75

119,7

1,197

28

130,4

1,304

7.3.3.2 Sistem On - Off Kontroller secara Close Loop


Tabel 7.2 Data percobaan Sistem On - Off Kontroller secara Close Loop

Variasi

Ref.

0,88

0,79

0,55

Tegangan

Kondisi LED

Suhu (C)

Nyala

87

0,87

Mati

88

0,88

Nyala

78

0,78

Mati

79

0,79

Nyala

54

0,54

Mati

55

0,55

LM35 (V)

7.3.3.3 Penguatan (Gain)


Tabel. 7.3 Data percobaan Penguatan (Gain)

No. Tegangan Input (V)

Tegangan Output (V)

Gainsimulasi (V)

-5

+9,94

-2

-3

+5,94

-2

-1

+1,94

-2

-2,01

-2

-6,01

-2

-10

-2

-14

-2

-18

-2

11

-22

-2

10

17

-33,6

-2

7.4

ANALISA dan PEMBAHASAN

7.4.1 Open Loop pada Sistem Pengatur Suhu


Pada percobaan ini kita menggunakan rangkaian openloop untuk
mengetahui data besarnya suhu dari sensor LM35 dengan cara memvariasikan
tegangan masukan (Vin) dan memperhatikan tegangan keluaran (Vout), sehingga
didapat data seperti pada tabel.

Gambar 7.14 Rangkaian Simulasi Open Loop pada Sistem Pengatur Suhu

Tabel 7.4 Aplikasi on off secara Open loop

Variasi

Time Ref.
(s)

Vin (V)

T (C)

Vout (V)

28

45,45

0,4545

28

1,5

66,7

0,667

28

87,9

0,879

28

2,5

109,1

1,091

28

2,75

119,7

1,197

28

130,4

1,304

Dari data diatas dapat dilihat nilai dari tegangan masukan (Vin) yang
berbanding lurus dengan nilai tegangan keluaran (Vout). Pada sistem ini tidak ada

feedback, sehingga suhu (T) dan nilai keluaran (Vout) hanya dipengaruhi oleh
tegangan masukan (Vin). Sedangkan besarnya suhu diperoleh dari:

Pada data percobaan di atas dapat dibuat grafik hubungan antara Vin
dengan Vout, seperti pada gambar 7.15

Grafik Perbandingan Kenaikan


Vin terhadap Vout
1.4
1.2
Vout (V)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

0.5

1.5

2.5

3.5

Vin (V)

Gambar 7.15 Grafik perbandingan kenaikan Vin terhadap Vout pada sistem Open Loop

Dari gambar 7.15 dapat diketahui bahwa semakin tinggi tegangan


masukan maka suhu LM35 semakin bertambah, makan dapat dibuktikan bahwa
suhu LM35 linier terhadap tegangan masukan

7.4.2

Kontrol On-Off Kontroller secara close loop


Pada percobaan ini dilakukan pengukuran tegangan tertinggi dan tegangan

terendah pada rangkaian on / off kontroller. Pengukuran ini dimaksudkan untuk


mengetahui besarnya celah differensial. Besar celah diferensial harus ditentukan
berdasarkan beberapa pertimbangan seperti ketelitian yang diperlukan dan umur
komponen. Memperkecil celah differensial akan menyebabkan kenaikan angka
switching on-off per menit sehingga akan memperpendek umur ketahanan
komponen.

Gambar 7.16 Rangkaian Simulasi Kontrol On-Off Kontroller secara close loop

Contoh perhitungan suhu

Tabel 7.5 Data percobaan on - off controller secara close loop

Variasi Ref. Kondisi LED Suhu (C) Tegangan LM35 (V)

0,88

0,79

0,55

Nyala

87

0,87

Mati

88

0,88

Nyala

78

0,78

Mati

79

0,79

Nyala

54

0,54

Mati

55

0,55

Berdasarkan tabel 7.5, dapat dilihat bahwa nilai dari Tegangan LM35
selalu mendekati nilai dari referensi. Berbeda dari sistem open loop, pada sistem
close loop terdapat feedback, sehingga nilai keluaran sistem dapat dikontrol
menggunakan referensi. Hal ini terbukti pada tabel di atas, ketika referensi = 0,88
V dan tegangan LM35 = 0,87 V LED masih menyala karena tegangan LM35
masih berada di bawah referensi. LED bisa diibaratkan sebagai heater yang terus
menerus mengeluarkan panas sehingga saat LM35 mencapai 0,88 V (88C) atau
lebih, sistem akan mati ditandai LED yang padam. Ketika suhu/tegangan LM35
turun, maka sistem akan kembali ke posisi on, dan seterusnya

H(t
)

Celah diferensial

Gambar 7.17 Respon output pada sistem kontrol on-off

Berdasarkan gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pada percobaan


Kontrol on-off terdapat celah

diferensial yang sangat kecil sekitar

0,01 V

dimana kondisi sistem bergerak dari keadaan on ke keadaan off, keadaan tersebut
merupakan respon dari sistem untuk menuju kestabilan atau keadaan yang
diinginkan.
Jika rangkaian tersebut dibuat dalam bentuk hardware, akan terbentuk
respon sistem dengan celah diferensial yang lebih besar seperti pada gambar
diatas. Hal tersebut dikarenakan rugi-rugi pada komponen seperti self-heating
pada LM35 dan rugi-rugi lainnya tergantung dari plant dan aktuator yang
digunakan.

7.4.3

Penguatan (Gain)
Pengkondisian sinyal dilakukan sebelum sinyal input akan dimasukkan ke

On-Off kontroller. Kegunaan dari rangkaian pengkondisi sinyal adalah untuk


memperkuat sinyal masukan sampai batas tertentu, sebelum masuk ke on off
kontroller. Karena Sensor yang dipakai adalah LM 35.

Gambar 7.18 Rangkaian Simulasi Penguatan (Gain)

Dari simulasi diatas dapat diperoleh nilai gain simulasi yaitu dengan
perbandingan nilai Ri dan Rf. Didapat gain simulasi sebagai berikut

Pada percobaan pengkondisi sinyal ini menggunakan Inverting Amplifier,


dimana pada penguat ini memiliki gain tegangan seperti berikut:

Vo
,
Ei

Dimana : A = gain tegangan


Vo = tegangan output (Volt)
Ei = tegangan input (Volt)

Contoh Perhitungan yaitu pada Ei = 5 Volt dan Vo = -10 Volt maka gain
tegangannya adalah :

Dengan analogi perhitungan yang sama maka didapat perhitungan gain tegangan
pada percobaan penguatan (gain) sesuai tabel

Tabel 7.6 Data Perhitungan Gain Pengkondisi sinyal

Tegangan Input

Tegangan Output

(V)

(V)

-5

No.

Gainsimulasi (V)

Gainperhitungan (V)

+9,94

-2

-1,988

-3

+5,94

-2

-1,98

-1

+1,94

-2

-1,94

-2,01

-2

-2,01

-6,01

-2

-2,003

-10

-2

-2

-14

-2

-2

-18

-2

-2

11

-22

-2

-2

10

17

-33,6

-2

-1,976

-2

-1,99

Rata-rata Gain

Dari tabel diatas terlihat bahwa gain dari simulasi dan perhitungan terdapat
sedikit perbedaan, tetapi gain pada perhitungan nilainya mendekati gain pada
simulasi. Hal ini dikarenakan pada gain simulasi menggunakan rumus
sedangkan pada gain perhitungan menggunakan rumus

. Tetapi nilai rata

rata yang didapat mendekati sama, hanya berbeda 0,01. Selain itu, gain pada
sistem adalah sama karena dalam percobaan yang divariasikan adalah tegangan
input, Sedangkan gain dari sistem adalah tetap.

V output (V)

Grafik Perbandingan Kenaikan


Vin terhadap Vout
-20

-15

-10

-5

5
0
-5 0
-10
-15
-20
-25
-30
-35
-40

10

15

20

V input (V)
Gambar 7.19 Grafik hubungan tegangan input Vs tegangan output

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa tegangan keluaran akan


semakin kecil jika tegangan masukkan yang diberikan semakin besar, hal ini
terjadi karena percobaan dilakukan dengan simulasi Proteus, sedangkan jika
diaplikasikan akan terdapat nilai saturasi pada tegangan keluarannya contohnya
pada tipe TL084 memiliki supply 18V, tegangan input maksimum 15V dan input
differensial maksimum 30V.

7.4.4

Perbandingan on-off secara open loop dengan on-off secara close loop
Open loop control atau kontrol lup terbuka adalah suatu sistem yang

keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap aksi kontrol. Artinya, sistem


kontrol terbuka keluarannya tidak dapat digunakan sebagai umpan balik dalam
masukan
R (s)

C(s)
E (s)

KONTROLLER

Gc (s)

PLANT

G(s)

Gambar 7.21 Diagram blok system open loop

Dari gambar 7.21 di atas dapat diketahui persamaan untuk sistem lup terbuka :
C (s) = R(s).Gc(s).G(s)

C(s)
Gc ( s ).G ( s )
R(s)
Dalam suatu sistem kontrol terbuka, keluaran tidak dapat dibandingkan
dengan masukan acuan. Jadi, untuk setiap masukan acuan berhubungan dengan
operasi tertentu, sebagai akibat ketetapan dari sistem tergantung kalibrasi. Dengan
adanya gangguan, system control open loop tidak dapat melaksanakan tugas
sesuai yang diharapkan. System control open loop dapat digunakan hanya jika
hubungan antara masukan dan keluaran diketahui dan tidak terdapat gangguan
internal maupun eksternal.
Sedangkan Sistem kontrol lup tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal
keluarannya mempunyai pengaruh langsung pada aksi pengontrolan, sistem
kontrol lup tertutup juga merupakan sistem kontrol berumpan balik. Sinyal
kesalahan penggerak, yang merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal
umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran
atau turunannya, diumpankan ke kontroler untuk memperkecil kesalahan dan
membuat agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata
lain, istilah lup tertutup berarti menggunakan aksi umpan balik untuk
memperkecil kesalahan sistem.

C(s)
E (s)

KONTROLLER

Gc (s)

PLANT

G(s)

sensor

H(s)

Gambar 7.22 Sistem kontrol lup tertutup

Dari gambar 7.22 di atas dapat diketahui persamaan yang digunakan dalam close
loop sistem :
C(s) (1+H(s).Gc(s).G(s)) =R(s).Gc(s).G(s)

Pada Gambar 7.22 menunjukkan hubungan masukan dan keluaran dari


sistem kontrol lup tertutup. Jika dalam hal ini manusia bekerja sebagai operator,
maka manusia ini akan menjaga sistem agar tetap pada keadaan yang diinginkan,
ketika terjadi perubahan pada sistem maka manusia akan melakukan langkah
langkah awal pengaturan sehingga sistem kembali bekerja pada keadaan yang
diinginkan.

7.5

PENUTUP

7.5.1

Kesimpulan
1. Pengkondisi sinyal digunakan untuk memperkuat sinyal masukan
sampai batas tertentu, sebelum masuk ke kontroller. Salah satu contoh
pengkondisi sinyal adalah Inverting Amplifier.
2. Inverting Amplifier dapat merubah polaritas tegangan sesuai dengan
percobaan pernguat (gain). Hal ini terjadi sesuai dengan rumus
Inverting Amplifier, yaitu:
(

3. Pada percobaan Open Loop pada Sistem Pengatur Suhu, nilai tegangan
keluaran (Vout) terus naik seiring kenaikan Tegangan masukan (Vin),
karena tidak terdapat feedback. Pada hasil percobaan pertama,
diperoleh Vout 0,4545 V dari Vin sebesar 1 V, dan pada data terakhir
diperoleh Vout 1,304 V dari Vin sebesar 3 V.
4. Sensor LM35 bersifat linear, karena perubahan suhu berbanding lurus
terhadap perubahan tegangan keluaran, hal ini dapat dilihat pada tabel
7.1
5. Pada percobaan on off controller secara close loop pada percobaan 1
ketika transistor pada keadaan aktif didapatkan suhu sebesar 87oC dan
mati pada suhu 88oC karena nilai referensinya adalah 0,88 V. Sama
dengan hasil yang lainnya, sehingga pada sistem ini hasil Vout
mendekati referensi karena sistem ini memiliki feedback. Pada
percobaan aplikasi on-off open loop, untuk mendapatkan besar suhu
digunakan rumus:

6. Pada percobaan on-off controller secara close loop, jika suhu kurang
dari referensi maka LED menyala sedangkan jika suhu lebih dari atau
sama dengan referensi maka LED akan mati. Hal ini sama dengan cara
kerja dari setrika.

7. Pada perbandingan open loop dan close loop, pada open loop terlihat
bahwa sistem yang keluarannya tidak mempunyai pengaruh terhadap
aksi kontrol. Artinya, sistem kontrol terbuka keluarannya tidak dapat
digunakan sebagai umpan balik dalam masukan. Sedangkan pada close
loop sistem menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil
kesalahan sistem.
8. Pada percobaan kontrol on-off secara close loop, terdapat celah yang
disebut celah diferensial dimana kondisi sistem bergerak dari keadaan
on ke keadaan off, keadaan tersebut merupakan respon dari sistem
untuk menuju kestabilan atau keadaan yang diinginkan.
9. Pada percobaan penguatan (Gain), rata-rata Gain yang diperoleh
adalah

. Gain diperoleh dari rumus perhitungan sebagai berikut.

Vo
Rf

Ei
Ri

10. Pada percobaan penguatan (Gain), pada variasi ke-6, didapat Vout
-10V dari Vin 5V sehingga menghasilkan Gain = -2 . Begitu pula pada
variasi ke-7, didapat Vout -14V dari Vin 7V sehingga menghasilkan
Gain = -2 . Hal ini sesuai dengan rumus perhitungan Gain yaitu:

7.5.2

Vo
Ei

Saran
1. Seharusnya praktikum menggunakan modul yang sebenarnya tidak
menggunakan simulasi agar dapat mengetahui aplikasi On/Off dalam
kenyataan
2. Sebaiknya kontroler ON/OFF hanya digunakan pada plant-plant yang
bersifat lamban dan tidak membutuhkan presisi tinggi. contohnya:
setrika.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Petunjuk Praktikum Dasar Sistem Kontrol, Teknik Elektro


Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.
2. Malvino, Prinsip-Prinsip Elektronika, Erlangga, Jakarta, 1985
3. Robert F. Coughlin Fredericck F. Driscoll, Penguat Operasional dan
Rangkaian Terpadu Linier, Penerbit Erlangga Jakarta 1985.
4. Wasito.S, Vademekum Elektronika, Edisi II, Gramedia Jakarta, 1995.

Anda mungkin juga menyukai