Anda di halaman 1dari 16

ARGUMENTUM, VOL. 11 No.

2, Juni 2012

79

EFEKTIVITAS PERAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA


(BPD) SEBAGAI MITRA KEPALA DESA DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA
(STUDI KASUS DI KECAMATAN SUKODONO LUMAJANG)
Misdiyanto, Rosan Budi Prayitno, Khurul Fatoni, Sriadi
- Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jenderal Sudirman Lumajang ABSTRAK
Harapan pengakomodasian kearifan lokal pengelolaan air irigasi
melalui UU No. 7 Tahun 2004 merupakan produk hukum masa
reformasi yang ditandai Orde Baru dengan politik yang sentralistik
tumbang pada tahun 1998. Saat ini Indonesia menghadapi era
otonomi daerah dengan serangkaian tantangan untuk mewujudkan
demokrasi yang partisipatif sekaligus meningkatkan kesejahteraan
dan mewujudkan keadilan. Hukum negara bukanlah satu-satunya
hukum yang memonopoli atau satu-satunya acuan yang mengatur
hubungan sosial warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya pengakomodasian kearifan lokal dalam konsep budaya
pandalungan dalam hukum negara dibutuhkan sebagai bentuk
pengakuan negara atas pluralisme hukum dalam pengelolaan air
irigasi.
Kata kunci: Model Hukum Pengeloaan Air Irigasi, Hukum
Negara, Kearifan Lokal, Pluralisme Hukum
A. Latar Belakang Masalah
Pengembangan demokrasi di tingkat desa dilaksanakan secara
terbuka, terarah dan tertib dengan tetap membudayakan musyawarah
untuk membuat kesepakatan yang bermanfaat bagi kepentingan rakyat
banyak. Penerapan demokrasi yang mampu memberikan nilai
kemanfaatan bagi sebenar benar kemakmuran rakyat.
Demokrasi di tingkat paling bawah dilakukan di desa sesuai
amanat pasal 18 UUD 1945 dilaksanakan dalam Pasal 209 UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa di
desa dibentuk Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Sebagai manifestasi wakil rakyat hubungan antara kedua

Penelitian Program Kreativitas Mahasiswa (PMK-P) DP2M Dikti


Tahun 2012.

80

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

merupakan kemitraan dalam penyelenggaraan pemerintahan,


pembangunan dan kemasyarakaratan.1 Di samping itu hal yang mendasar
ada 3 (tiga) fungsi utama BPD yaitu berkaitan fungsi legislasi, pengawasan
dan memanmpung dan menyalurkan aspirasi masyarakat di desa. Ketiga
fungsi inilah yang harus dipotimalkan sebagai mitra kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan di desa.
Dengan demikian secara normatif maka norma yang diwujudkan
dalam pasal berkaitan keberadaan BPD terjadi harmonisasi hukum antara
peraturan yang lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
dan PP Nomor 72 tahun 2005. Namun dalam tataran implemetasi atau
penerapan hukum terdapat legal gap (kesenjangan hukum) dan vage
normen (norma yang kabur)2 terutama makna mitra melalui perilaku hukum
oleh kepala desa yang ditafsirkan secara sepihak bahwa kepala desa
dalam posisi dominan artinya tergantung pada kebutuhan menurut kepala
desa sehingga ada resistensi atau perlawanan dari BPD.
Meski demikian secara faktual BPD tentu ada sisi positif meski
kurang proporsional dengan 3 (tiga) fungsi utama BPD yang diemban
berupa perwujudan demokrasi melalui peran BPD Dawuhan Lor Sukodono
pada tahun 2009 berhasil menuntaskan permasalahan Sengketa Tanah
Kas Desa.3 Budaya yang berkembang di desa yang bersangkutan berjalan
baik terutama fungsi pengawasan pelaksanaan Peraturan Desa.
Di sisi lain berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan 9
(sembilan) dari 10 desa belum menunjukkan fungsi BPD di Kecamatan
Sukodono terutama berkaitan konflik tanah kas desa diindikasikan bahwa
BPD belum dilibatkan secara maksimal oleh kepala desa.4 Hal demikian
berarti dalam konsep pemikiran filasati pada tataran implementatif BPD
dibutuhkan rakyat adalah keadilan substansial dan keadilan sosial
berdasarkan Ketuhanan YME, bukan keadilan dari proses tawar-menawar
dan pemberlakuan hukum formal belum dilaksanakan secara baik.5
1

Ketentuan yang mengatur kemitraan Kepala desa dan Badan


Permusyawaratan Desa (BPD) selanjutnya diatur dalam Pasal UU Nomor 32
Tahun 2004 jo. Pasal PP Nomor 72 Tahun 2005 jo. Pasal 35 Perda Kabupaten
Lumajang Nomor 23 Tahun 2006.
2
Philipus M Hadjon, dalam Asri Wijayanti, Strategi Penulisan Hukum,
Lubuk Agung, Bandung, 2011, hlm. 10.
3
Suara Rakyat News, 2009, hlm. 2
4
Jati Nugroho dkk. IbM Kecamatan Sukodono yang Mengalami Konflik
Hukum Pertanahan, STIH Jenderal Sudirman Lumajang, 2011.
5
I.S. Susanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Seminar Nasional
tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum dalam Masa Pembangunan dan

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

81

Akibatnya kedudukan BPD di hadapan kepala desa yang


seharusnya menjadi mitra justru hanya dijadikan stempel untuk
mengetahui atau mengesahkan kebijakan dan keputusan kepala desa. Hal
itu tidak lepas proses rekruitment anggota BPD berada pada tangan
kepala desa. Dalam kedudukan yang demikian maka dalam kedudukan
sebagai mitra bagi kepala desa dalam implementasinya masih lemah dan
kurang daya tawar sehingga terkesan memarginalkan tugas dan kewajiban
BPD. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian ini berdudul
Efektivitas Peran Badan Permusyawaratan Desa sebagai Mitra Kepala
Desa dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Kasus di
Kecamatan Sukodono Lumajang).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1) Bagaimana efektivitas peran BPD sebagai mitra kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa di Kecamatan Sukodono
Lumajang dari aspek legislasi, pengawasan serta menggali dan
menampung aspirasai rakyat?
2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan BPD Kecamatan Sukodono
Lumajang kurang efektif dalam menyalurkan aspirasi masyarakat?
C. Metode Penelitian
C.1. Pendekatan Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode terarah guna mendapatkan hasil
pemecahan dan kesimpulan yang mempunyai nilai validitas serta dapat
dipertanggung jawabkan. Metode pendekatan yang digunakan adalah
yuridis sosiologis yaitu pendekatan secara mengkaji dan menelaah suatu
permasalahan perundang-undangan yang berlaku pada tataran
pelaksanaan di masyarakat akibat legal gap (kesejangan hukum) untuk
menganalisis efektivitas perilaku hukum yaitu kepala desa dan BPD
berkaitan sikap, nilai-nilai dan harapan BPD. Hasil penelitian dapat menjadi
pendorong perubahan terhadap kinerja aparatur yang ada di wilayah Desa
agar dapat mencapai akuntabilitas kinerja aparatur yang lebih baik untuk
BPD di 10 Desa di Kecamatan Sukodono (Desa Selokgondang, Klanting,
Bondoyodo, Uranggantung, Kutorenon, Biting, Dawuhan Lor, Selok Besuki,
Karangsari dan Sumberrejo).
Restrukturisasi Global (Makalah), Fakultas Hukum UNDIP, Semarang, 12-13
Nopember 1996, hlm. 3.

82

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

C.2. Sumber Data


Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sanapiah Faisal 6 dalam
penelitian yuridis sosiologis dengan mengandalkan data primer dan
ditunjang data sekunder. Adapun untuk mendapatkan data dilakukan
sebagai berikut:
1) Data Primer, dilakukan:
a) Wawancara, pengumpulan data dengan berhadapan secara langsung
dengan responden terutama 10 Desa di Kecamatan Sukodono.
Pertanyaan dan jawabannya dilakasanakan secara lisan, untuk
memperoleh informasi yang diperlukan sesuai dengan tujuan
penelitian. Sumber informasi dalam setiap penelitian yang sangat
penting adalah wawancara, dalam wawancara peneliti dapat bertanya
langsung dengan responden tentang fakta-fakta suatu peristiwa
disamping opini berkaitan BPD dalam tiga fungsi legislasi,
pengawasan serta menggali dan menampung aspirasai rakyat.
b)Observasi atau Pengamatan, dimaksudkan studi yang sengaja dan
sistematis tentang fenomena sosial dan gejala psikis dengan jalan
pencatatan dan pengamatan.
2) Data Sekunder, dilakukan melalui dokumentasi, baik sumber informasi
berupa sumber-sumber tertulis dalam bentuk peraturan perundangundangan, kepustakaan, pengumpulan data bahan-bahan tertulis yang
relevan serta jurnal ataupun hasil penelitian.
C.3. Penetapan Lokasi Penelitian
Berkaitan dengan fokus penelitian yaitu Efektivitas Badan
Permusyawaratan Desa dalam menyalurkan aspirasi masyarakat di
Kecamatan Sukodono (Desa Selokgondang, Klanting, Bondoyodo,
Uranggantung, Kutorenon, Biting, Dawuhan Lor, Selok Besuki, Karangsari
dan Sumberrejo) karena dari Badan Permusyawaratan Desa yang
merupakan lembaga baru mampu bersikap secara tepat terutama dalam
menyikapi pelaksanaan otonomi daerah khususnya di pedesaan.
C.4. Analisis Data
Tahap analisis data menempati posisi yang cukup menentukan
dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode kualitatif. Paling awal
dilaksanakan setelah diperoleh data dari hasil wawancara dan observasi
adalah pengumpulan data. Sebelum data tersebut dianalisa diadakan
pemrosesan data, sebagaimana dikemukakan oleh Faisal S7, bahwa data
6

Faisal Sanapiah, Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi,


Yayasan Asih Asah Asuh, Malang, 1995, hlm. 25-30.
7
Faisal Sanapiah, Op.Cit., hlm. 45

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

83

yang terkumpul sebelum di interprestasikan, terlebih dahulu memerlukan


pemrosesan.
Dari hal di atas kemudian diadakan proses kerja analisis secara
deskriptif kualitatif dilakukan dengan menggambarkan secara rinci
fenomena sosial yang sesuai pokok permasalahan untuk menemukan
fakta yang berkaitan dengan efektivitas peran BPD sebagai mitra kepala
desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa di Kecamatan
Sukodono. Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan model
interaktif Model Analisis Data Kualitatif menurut M.B. Miles & A.M.
Huberman8 nampak terdapat 4 (empat) tahapan kegiatan yaitu: 1) tahap
pengumpulan data, 2) tahap reduksi data, 3) tahap pengujian data, dan 4)
tahap verifikasi atau penarikan kesimpulan siklus interaktif.
D. Hasil dan Pembahasan
D.1. Efektivitas Peran BPD sebagai Mitra Kepala Desa dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Kecamatan Sukodono
Lumajang Menurut Aspek Legislasi, Pengawasan serta Menggali dan
Menampung Aspirasai Rakyat
Desa merupakan ujung tombak otonomi daerah dituntut kemauan
dan kemampuan untuk mengakomodasikan aspirasi sekaligus melakukan
regulasi secara normatif dalam bentuk peraturan perundang-undangan
sebagai landasan hukum penyelenggaraan pemerintahan di desanya
bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kehadiran Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sesuai amanat PP No. 72 Tahun 2005
tentang Desa, fungsi dan kewenangannya diharapkan mampu
mewujudkan sistem check and balances9 dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Dalam kedudukan inilah BPD sebagai mitra
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Tiga fungsi utama BPD sesuai Peraturan daerah Kabupaten
Lumajang No. 23 Tahun 2006 adalah legislasi, pengawasan dan
penampung serta penyalur aspirasi masyarakat desa. Makna optimalisasi
BPD membutuhkan kerjasama baik kepala desa maupun masyarakat
desa. Namun demikian di sisi lain, kehadiran BPD juga telah menimbulkan
berbagai permasalahan di tingkat desa terutama yang menyangkut
hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa yang diatur berdasarkan
kaidah normatif. Permasalahan pokok adalah pola hubungan kerja antara
8

M.B. Miles & A.M. Huberman, Analisis Data Kualitatif, Penerbit UI


Press, Jakarta, 1992, hlm. 20
9
Kurniawan, Agung. 2005. Transformasi Pelayanan Publik. Yogyakarta
: Gava Media, hlm.51.

84

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

BPD dengan Kepala Desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa


khususnya dalam proses penyusunan dan penetapan Peraturan Desa,
penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes), dan pelaksanaan peraturan desa serta pertanggungjawaban
Kepala Desa. Disamping itu memiliki keterbatasan dalam menjalankan
tugasnya tata cara menyusun peraturan perundang-undangan terutama
peraturan desa yang mengatur segala aspek di tingkat desa merupakan
permasalahan kompleks dengan pendekatan holistik.
D.1.1. Fungsi Legislasi
Pelaksanaan tugas dan fungsi sesuai ketentuan Pasal 14 Perda
Kabupaten Lumajang No. 23 Tahun 2006, dalam fungsi legislasi maka
BPD menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. Makna dari
fungsi ini berarti hak inisiatif mengajuan rancangan Peraturan Desa dapat
dari BPD ataupun Kepala Desa, dengan demikian konsep top down (atas
ke bawah) berubah menjadi konsep bottom up (bawah ke atas) yang
berarti mengaktifkan kembali peran serta masyarakat dalam proses
pemerintahan.
Dalam rangka mengoptimalkan keberadaan BPD secara inheren
bertujuan untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah khususnya di desa agar bukan stempel dari kepala desa. Hal
tersebut tidak terlepas harapan dari kekuatan komposisi BPD adalah
pemuka masyarakat, pemuka agama yang berfungsi sebagai pengayom
adat-istiadat, membantu dalam pembuatan peraturan desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan
dalam penyelenggaraan Pemerintahan di Desa.
Tabel 1
Efektivitas BPD dalam Bidang Legislasi di Kecamatan Sukodono
(Keadaan Per tahun 2012)
No.

Asal
BPD

Klanting

Kebonagung

Karangsari

Jumlah Jumlah
Hak
Permasalahan
Perda yg. Inisiatif Perda
BPD
Dihasil- BPD Kepala
kan
Desa
1
0
1
-BPD tidak dilibatkan dan hanya tanda tangan
APBDes
-BPD dianggap kurang akomodatif/sulit oleh
kepala desa
1
0
1 -BPD diajak membahas dan ikut tanda tangan
APBDes
-BPD mampu mengimbangi eksekutif
1
0
1
-BPD dilibatkan di awal saja seterusnya tidak,
ikut tanda tangan APBDes

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

Dawuhan
Lor

Kutorenon

Selok
Besuki

Sumbere
jo

Uranggantung

Selok
Gondang

1
0

Bondoyudo

85

-BPD dianggap kurang mampu membahas


oleh kepala desa
-BPD diajak membahas dan ikut tanda tangan
-BPD mampu membantu karena SDM
memadai
-BPD dilibatkan pada pembahasan bagian
tertentu saja, ikut tanda tangan APBDes
-Tingkat pengetahuan BPD dianggap belum
memadai oleh kepala desa
-BPD diajak membahas tapi tidak setiap
kegiatan
-Tingkat pengetahuan BPD kurang
-BPD diajak membahas tapi tidak setiap
kegiatan
-Peran Kepala desa begitu dominan dan BPD
kurang memadai kemampuannya
-BPD diajak membahas tapi tidak setiap
kegiatan
-Tingkat pengetahuan BPD kurang
-BPD diajak membahas tapi tidak setiap
kegiatan
-Tingkat pengetahuan BPD kurang
BPD tidak diajak, menggunakan anggaran
tahun lalu

Sumber Data: Hasil Wawancara dengan BPD selama bulan April 2012
(Sudah Diolah)
Dari data di atas nampak bahwa berkaitan dengan legislasi, BPD
bersama Perangkat Desa ditandai minimnya membuat Peraturan Desa, hal
itu dampak dari memahami makna mitra oleh kepala desa yang
mempunyai hubungan yang tidak sejajar sehingga sebagai fungsi fakultatif
artinya tidak wajib membuat. BPD berfungsi sebagai peran feriferial atau di
luar terpinggirkan apalagi dalam proses rekruitment anggota BPD sesuai
Pasal 8 Perda No. 23 Tahun 2006 di Kabupaten Lumajang secara tegas
anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan
keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan
mufakat terdiri dari Ketua Rukun Warga, Pemangku Adat, Golongan
Profesi, Pemuka Agama, dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya
dalam musyawarah yang dipimpin kepala desa.
Badan Permusyawaratan Desa dalam penyusunan Peraturan
Desa mengalami kekurangan karena baru BPD Dawuhan Lor saja yang
membahas RAPBDes hingga tuntas, sedangkan desa yang lain rancangan
Peraturan Desa masih didominasi dari Perangkat Desa. Kreatifitas BPD
mengingat lebih berdasarkan ketokohan bukan kompetensi ataupun latar

86

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

belakang pendidikan yang memadai akibatnya berdasarkan informasi data


di atas belum tampak adanya hak inisiatif dari BPD, bahkan terjadi
pengggunaan APBDes tahun lalu di Bondoyuda menandakan dinamika
kehidupan dan demokrasi berjalan stagnan. Padahal hal di atas baru sisi
APBDes saja, bagaimana pula aspek kehidupan di tengah-tengah
masyarakat pedesaan banyak sekali problematika yang dapat digali
kemudian dikemas menjadi peraturan desa yang belum berhasil ditetapkan
desa yang akan bermuara untuk melindungi, mengayomi berbagai
kepentingan masyarakat yang berujung pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Dari data di atas nampak bahwa yang biasa ditetapkan hanyalah
Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tiap
tahun, hal ini menunjukkan dalam era otonomi daerah seharusnya
memunculkan makna produk hukum yang berkarakter responsif artinya
proses pembuatannya bersifat partisipasif dengan melibatkan masukan
dari rakyat desa belum mampu dimanfaatkan sebaik-baiknya BPD dalam
menjalankan fungsi legislasi dalam segala bidang kehidupan
pembangunan di desa. Aspek pendidikan dan kompetensi pengurus BPD
menjadi faktor yang menyebabkan hal tersebut.
D.1.2. Fungsi Pengawasan Pelaksanaan Perdes dan Peraturan Kepala
Desa
Eksistensi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam
Pemerintahan Desa dengan berbagai fungsi dan kewenangannya
diharapkan mampu mewujudkan sistem check and balances10 dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Desa sehingga sentralisme kekuasaan
pada kepala desa dieliminir. Namun demikian di sisi lain, kehadiran BPD
juga telah menimbulkan berbagai permasalahan di tingkat desa terutama
yang menyangkut hubungan kerja antara BPD dengan Kepala Desa yang
diatur berdasarkan kaidah normatif dalam Pasal 3 Perda No. 21 Tahun
2006 yang dinyatakan sebagai mitra secara sempit. Padahal dalam
peraturan daerah tersebut paling tidak ada 3 (tiga) hal yang menjadi ruang
pengawasan yaitu urusan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan yang dapat dijadikan dasar hukum sebagai mitra yang
baik dengan mengoptimalkan fungsinya.
Dalam kaitan pengawasan Badan Permusyawaratan Desa telah
dengan seksama mengontrol Pemerintahan Desa terutama pembangunan
masyarakat desa walaupun keberhasilannya sangat ditentukan oleh faktor
10

Ibid., hlm.51.

87

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

manusia dan potensi alam lingkungan. Budaya hukum yang berada di desa
ikut mempengaruhi kehidupan berdemokrasi, memelihara hak dan
kewajiban, memelihara idealisme dan mampu mengeluarkan pendapat
dalam musyawarah untuk menyusun rencana pembangunan desa
(musrenbangdes) yang berproses dari masyarakat sendiri di tengah
dominasi kepala desa dan mengawasi kinerjanya.
Secara ideal upaya Pemerintah Desa dalam melaksanakan
amanat Pasal 4 Peraturan daerah Nomor 21 Tahun 2006 11 harus
mendapatkan pengawasan dari BPD. Kerjasama yang harmonis dan
mengawasi
jalannya
pemerintahan
desa
secara
harmonis
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menjawab berbagai keinginan
dan aspirasi masyarakat. Hal tersebut bila berjalan dengan baik maka akan
terjadi check and balance antara kepala desa dan BPD tanpa ada yang
menganggap superior dalam segala aspek penyelenggaraan pemerintahan
desa.
Tabel 2
Efektivitas BPD dalam Bidang Pengawasan di Kecamatan Sukodono
(Keadaan Per tahun 2012)
N
o.

Asal BPD Permasalahan yang Jumlah


Diawasi BPD
Masalah
Penggunaan
1
keuangan desa
Penyaluran
1 Desa
Klanting
Raskin
Penggunaan
1
tanah kas desa

Kebonagung

Karangsari

Dawuhan
Lor
11

Penggunaan PBB
talangan kegiatan
desa
Penyaluran
Raskin
Keamanan desa
Penyaluran
Raskin
Penggunaan
tanah kas desa

1 dusun
1 Desa
5
1 Desa
1

Hasil yang Dicapai BPD


Pendamping keuangan desa agar
melakukan pemeriksaan
Membuat Berita Acara (BA)
pemekaran jumlah yang penerima
Kaur Kesra membuat perjanjian
lama 1 th. penggunaan tanah kas
desa
Meminta kepala dusun
mengembalikan uang bila tidak
diperkarakan
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Siskamling rutin
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Kepala Desa membuat perjanjian
lama penggunaan tanah kas desa 1
tahun

Lihat Pasal 4 Perda Kab. Lumajang No. 21 Tahun 2006 tentang


Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Desa, dinyatakan
dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa, Pemerintah Daerah mempunyai
tugas: a. penyelenggara urusan pemerintahan; b.
penyelenggara urusan
pembangunan,; dan c. penyelenggara urusan kemasyarakatan.

88

7
8
9
10

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012


Penyaluran
Raskin
Pencurian kayu
sengon
Kutorenon
Penyaluran
Raskin
Pencurian
kendaraan
Selok
Besuki
Penyaluran
Raskin
Jalan desa rusak
Sumberejo Penyaluran
Raskin
Sengketa irigasi
UrangPenyaluran
gantung
Raskin
Selok
Penyaluran
Gondang Raskin
Rehab Balai
Desa
Bondoyudo
Penyaluran
Raskin

1 Desa
5 kasus
1 Desa
7 kasus
1 Desa
2 km
1 Desa
2
1 Desa
1 Desa
1

Membuat BA pemekaran jumlah


penerima
Pengamanan desa agar
ditingkatkan
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Pengamanan desa agar
ditingkatkan
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Gotong royong
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Kerjasama dengan HIPPA
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Membuat BA pemekaran jumlah
penerima
Panitia harus transparan
penggunaan dana

1 Desa

Sumber Data: Hasil Wawancara dengan BPD selama bulan April 2012
(Sudah Diolah)
Dari data di atas menunjukan bahwa pembentukan BPD di
Kecamatan Sukodono dalam fungsi pengawasan memberikan rasa
percaya bagi masyarakat bahwa dalam pemerintahan dan penentuan
kebijakan menyangkut permasalahan desa yang sebelumnya secara
umum didominasi oleh Kepala Desa beserta perangkatnya akan berubah
menjadi pemerintahan yang lebih baik berkat pengawasan BPD di 10 desa.
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun merupakan pencerminan
keinginan masyarakat dan berpihak kepada masyarakat
Demi menjamin terwujudnya check and balance dalam
pelaksanaan pemerintahan BPD-lah yang mempunyai peranan penting
dalam menjaga akuntabilitas dan keseimbangan kewenangan di tingkatan
pemerintahan desa. Kewajiban dalam menyalurkan aspirasi terutama
berkaitan penyalahgunaan beras bagi yang Miskin (Raskin) ditemukan dan
diminta memberikan solusi karean hal ini paling rawan di desa.
Permasalahan yang muncul berikutnya adalah pencurian yang
berkat koordinasi BPD, kepala desa, warga masyarakat, Babinsa di atasi
karena budaya masyarakat paguyuban lebih mudah dimobilisir
menyelesaikan perkara. Karakter lain adalah penyalahgunaan tanah kas
desa sesuai Peraturan Bupati Lumajang seharusnya ada perjanjian ulang

89

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

tiap 1 tahun, namun dalam kenyataan lebih dari waktu yang ditetapkan.
Permasalahan muncul tatkala masa jabatan perangkat desa tetapi tanah
kas desa yang dikelola belum panen seperti di desda Dawuhan Lor,
akibatnya BPD ikut dilibatkan dalam penyelesaiannya.
D.1.3. Fungsi Menggali dan Menampung Apirasi Masyarakat Desa
Secara normatif Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Kewenangan Desa12 memberikan kewenangan secara penuh bagi
pemerintah desa untuk melaksanakan hak otonomi desa. Pelaksanaan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa oleh perangkat
desa dan BPD dilakukan dengan menggerakkan potensi masyarakat baik
sumber daya dan sumber dana berpartisipasi dalam pembangunan dan
penyelenggaraan pemerintahan desa. Makna dari demokrasi di desa
adalah setiap keputusan yang diambil harus berdasarkan atas
musyawarah untuk mencapai mufakat dari masyarakat desa disalurkan
kepada BPD yang selanjutnya disampaikan kepala desa.
Tabel 3
Efektivitas BPD dalam Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat
di Kecamatan Sukodono (Keadaan Per tahun 2012)
No. Asal BPD

Klanting

Kebonagung

Karangsari

Dawuhan
Lor

Kutorenon

Selok Besuki
12

Permasalahan yang
Disampaikan Masyarakat

Hasil yang Dicapai

Pembagian raskin
Posyandu Gerbangmas
stagnan
Pembagian raskin
Poskamling kurang

Disampaikan ke kepala desa


Disampaikan ke pengurus Gerbangmas

Pembagian raskin
Keamanan desa
Pembagian raskin
Jalan rusak desa
Pembagian raskin
Pencurian hewan
Pembagian raskin
Pencurian hewan

Disampaikan ke kepala desa


Mengusulkan pembangunan Poskamling
baru secara swadaya
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan keamanan swakarsa
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan adanya kerja bakti
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan keamanan swakarsa
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan keamanan swakarsa

Lihat Pasal 2 Perda Kab. Lumajang No. 20 Tahun 2006 tentang


Kewenangan Desa disebutkan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup: a. urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan
hak asal usul desa; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten
yang diserahkan pengaturannya kepada desa; c. tugas pembantuan dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten; dan, d. Urusan
pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan
kepada desa.

90
7

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012


Sumberejo

Uranggantu
ng
Selok
9
Gondang
10 Bondoyudo
8

Pembagian raskin
Pencurian kendaraan
Pembagian raskin
Keamanan desa
Pembagian raskin
Pencurian sengon
Pembagian raskin

Disampaikan ke kepala desa


Mengusulkan keamanan swakarsa
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan keamanan swakarsa
Disampaikan ke kepala desa
Mengusulkan keamanan swakarsa
Disampaikan ke kepala desa

Sumber Data: Hasil Wawancara dengan BPD pada bulan April 2012
(Sudah Diolah)
Dari data di atas menunjukan bahwa karakteristik permasalahan
yang khas di desa adalah pencurian dan penyalahgunaan Raskin yang
merupakan keluhan dari masyarakat. Solusi permasalahan hal ini begitu
penting karena dapat mengakibatkan disharmoni kehidupan di desa.
Keberadaan BPD dalam fungsi ini nampak cepat tanggap terhadap upaya
penyelesaian melalui koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait sehingga
keamanan rakyat terlindungi.
D.2. Faktor-faktor Penyebab BPD Kecamatan Sukodono Lumajang
Kurang Efektif dalam Menyalurkan Aspirasi Masyarakat.
Secara normatif eksistensi Badan Permusyawaratan Desa adalah
lembaga desa yang legal dan formal memiliki payung hukum yang jelas
yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 209, Perda Nomor 23
Tahun 2006 tidak perlu diragukan lagi untuk melaksanakan fungsi, tugas,
dan kewenangannya didalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Namun akibat kekaburan norma dan kesenjangan hukum menyebabkan
BPD kurang efektif diakibatkan faktor-faktor:
a. Kekaburan norma (vage normen) hubungan antara BPD dengan Kepala
Desa adalah mitra kerja.
Akibat vage normen masing-masing elemen memiliki fungsi yang
lebih spesifik dan dari sanalah kekuatan itu berasal. Kekuasaan
didistribusikan atau dipisahkan untuk memudahkan pengelolaan
pemerintahan. Kepala Desa seharusnya bekerja sama dengan BPD
dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa dan di sisis lain BPD
melakukan pengawasan kepada kepala desa agar berjalan sesuai
dengan peraturan. Dalam posisi sebagai norma seharusnya jika
terdapat kekeliruan kepala desa dalam menjalankan pemerintahan
desa maka BPD meluruskan, kemudian Kepala Desa dan BPD samasama membuat peraturan desa. Akibat dianggap sebagai mitra maka
dalam sikap pemerintah desa terhadap keberadaan BPD dalam posisi
sub-ordinasi ketika kepala desa menjalankan pemerintaha desa.
b. Kesenjangan hukum (legal gap) antara das sollen dan das sein

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

91

Fungsi BPD sebagai unsur perwakilan di desa sebagai mitra


kepala desa dalam menjalankan tiga fungsi yaitu legislasi,
pengawasan dan menampung aspirasi masyarakat. Namun dalam
perilaku hukum menunjukkan BPD tidak berfungsi sebagai mana
mestinya karena sumber daya manusia dan pengetahuan yang dimiliki
serta perlakuan kepala desa yang memarginalkan peran BPD.
Akibatnya daya tawar BPD rendah mengakibatkan tidak dioptimalkan
kinerja oleh kepala desa dalam menjalankan ketiga fungsi di atas.
c. Proses Rekruitmen dan Pendidikan Anggota BPD
Disadari atau tidak anggota BPD ditentukan oleh figur kepala
desa, akibatnya demi keamanan jalannya pemerintahan desa memilih
orang yang sangat dekat dan dikenal. Hal subyektif muncul dalam
penetapan anggota BPD yaitu maksimal 9 orang melalui Berita Acara
musyawarah ditandatangani kepala desa, yang artinya semua itu
sangat ditentukan figur kepala desa.
Optimalisasi peran BPD bukan semata-mata ketokohan tetapi juga
ditentukan seberapa tinggi pendidikan dan kompetensi. Hal itu
mengingat kompleksitas permasalahan di desa yang memerlukan
ketrampilan secara khsusus. BPD di 10 desa di Kecamatan Sukodono
berjumlah 90 orang rata-rata pendidikan SLTA, hal itu berpengaruh
terhadap kemampuan merespon fenomena di masyarakat, akibatnya
penyelenggaraan pemerintahan desa yang demokratis dirasakan
belum optimal dikarenakan :
1) Orientasi Badan Permusyawaratan Desa untuk mengayomi
masyarakat dari amanah yang diembannya yaitu tiga fungsi yaitu
legislasi, pengawasan dan menampung aspirasi masyarakat
ternyata kurang terperhatikan karena lebih mengutamakan fungsi
pengawasan saja.
2) Aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD belum
sepenuhnya dikawal secara baik ke kepala desa. Permasalahan di
atas akibat kurangnya ketrampilan anggota BPD dalam tiga fungsi
yaitu legislasi, pengawasan dan menampung aspirasi masyarakat.
d. Pendapatan anggota BPD sebagai wakil rakyat di desa
Minimnya pendapat anggota BPD yang berstatuta sebagai wakil
rakyat dio desa tidak sebanding dengan beratnya tanggung jawab dan
anggaran karena sesuai Perda No. 23 Tahun 2006 ditentukan sesuai
dengan kemampuan desa. Bahkan tidak jarang honorarium BPD tidak
dapat diberikan rutin tiap bulan kisaran Rp. 100.000 (seratus ribu) dan
ironisnya honorarium yang diberikan sama dengan ketua RT dan RW
di Kabupaten Lumajang padahal bobot kerjanya berbeda.

92

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

E. Kesimpulan dan Saran


E.1. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1) Efektivitas peran BPD sebagai mitra kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa di Kecamatan Sukodono
Lumajang berpangkal pada Tiga fungsi utama BPD sesuai Peraturan
daerah Kabupaten Lumajang No. 23 Tahun 2006 adalah legislasi,
pengawasan dan penampung serta penyalur aspirasi masyarakat desa
belum berjalan optimal. Dalam fungsi legislasi, Pelaksanaan tugas
dan fungsi sesuai ketentuan Pasal 14 Perda Kabupaten Lumajang No.
23 Tahun 2006, ditandai minimnya membuat Peraturan Desa, hal itu
dampak dari memahami makna mitra oleh kepala desa yang
mempunyai hubungan yang tidak sejajar sehingga sebagai fungsi
fakultatif artinya tidak wajib membuat. Fungsi pengawasan
pelaksanaan Peraturan Desa (Perdes)) dan Peraturan Kepala Desa,
mewujudkan sistem check and balances secara umum didominasi oleh
Kepala Desa beserta perangkatnya akan berubah menjadi
pemerintahan yang lebih baik berkat pengawasan BPD di 10 desa.
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun merupakan pencerminan
keinginan masyarakat dan berpihak kepada masyarakat. Fungsi
menggali dan menampung aspirasi masyarakat desa, sesuai
Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Kewenangan Desa
memberikan kewenangan secara penuh bagi pemerintah desa untuk
melaksanakan hak otonomi. Dalam fungsinya permasalahan khas di
desa berupa pencurian dan penyalahgunaan Raskin (beras bagi orang
miskin), keberadaan BPD dalam fungsi ini nampak cepat tanggap
terhadap upaya penyelesaian melalui koordinasi dengan pihak-pihak
yang terkait dalam mengatasi keluhan masyarakata desa.
2) Faktor-faktor penyebab BPD Kecamatan Sukodono Lumajang kurang
efektif dalam menyalurkan aspirasi masyarakat, secara normatif
eksistensi Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga desa yang
legal dan formal memiliki payung hukum yang jelas yaitu UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 209, Perda Nomor 23 Tahun
2006 tidak perlu diragukan lagi untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan
kewenangannya di dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
sedangkan faktor penyebab BPD kurang efektif adalah: a) Kekaburan
norma (vage normen) hubungan antara BPD dengan Kepala Desa
adalah mitra kerja mengakibatkan Kepala Desa seharusnya bekerja
sama dengan BPD dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
BPD tidak boleh menjatuhkan Kepala Desa tanpa alasan yang jelas

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

93

dan komplementer bukan malah sub-ordinasi, b) Kesenjangan hukum


(legal gap) antara das sollen dan das sein, akibat perilaku hukum
menunjukkan BPD tidak berfungsi sebagai mana mestinya karena
sumber daya manusia dan pengetahuan yang dimiliki serta perlakuan
kepala desa yang memarginalkan peran BPD, c) Proses rekruitmen
anggota BPD menjadi otoritas kepala desa rawan penyalahgunaan
dan Pendidikan Anggota BPD yang kurang memadai untuk ikut serta
menyelesaikan kompleksitas permasalahan di desa, d) Pendapatan
anggota BPD sebagai wakil rakyat di desa yang sangat minim.
E.2 Saran
1) Badan Permusyawaratan desa (BPD) harus mampu berperan dalam
Pemerintahan desa berpihak pada masyarakat serta adanya check
and balance dalam pelaksanaan pemerintahan. Fungsi BPD dalam
bidang legislasi harus ditampakkan dengan dibarengi kemampuan
dalam legal drafting. Demikian pula dalam pengawasan pelaksanaan
kebijakan dan pemerintahan harus dilakukan secara transparan untuk
diketahui publik sehingga mudah dalam melakukan pengawasan.
Dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dibutuhkan
kinerja bottom up sehingga permasalahan di desa dapat terdeteksi dan
menawarkan
solusi
penyelesaian
dengan
berdasarkan
keanekaragaman masyarakat.
2) Kemitraan BPD dengan Kepala Desa diharapkan menjadi kekuatan
untuk mengembangkan tiga fungsi yang dimiliki BPD yaitu legislasi,
pengawasan dan menyalurkan aspirasi masyarakat untuk saling
menunjang dan komunikasi secara efektif sesuai norma dalam
kerangka kemandirian desa. Potensi anggota BPD ditingkatkan melalui
pelatihan dan pendampingan terutama kemahiran membuat peraturan
desa dan advokasi terhadap permasalahan di desa atas aspirasi dari
rakyat di desa. Dengan didukung pendapatan BPD yang memadai dan
kemampuan sebagai mitra kepala desa dalam menjalankan ketiga
fungsinya secara baik.
----DAFTAR PUSTAKA
Buku
Kurniawan, A 92005) Transformasi Pelayanan Publik. Gaya Media,
Yogyakarta.
M.B. Miles & A.M. Huberman (1992) Analisis Data Kualitatif, Penerbit UI
Press, Jakarta.

94

ARGUMENTUM, VOL. 11 No. 2, Juni 2012

Moh. Mahmud MD, 1989, Politik Hukum di Indonesia, LP3ES, Jakarta


Moleong, L.J. 1995. Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung
Salman, O dan Susanto AF (2008) Teori Hukum : Mengingat,
Mengumpulkan dan membuka Kembali, PT Refika Aditama,
Bandung.
Sanapiah, F (1995) Penelitian Kualitatif Dasar-dasar dan Aplikasi, Yayasan
Asih Asah Asuh, Malang.
Suparinah, S (1979) Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan
Desa, Galia Indonesia, Jakarta Timur.
Suparman, E (2006) Persepsi Tentang Keadilan dan Budaya Hukum dalam
Penyelesaian Sengketa (Artikel). Dosen Pascasarjana Universitas
Swadaya Gunung Jati Cirebon.
Syafaat, R (2008) Implikasi Perubahan Paradigma Pengelolaan Atas
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Fakultas Hukum Univ. Brawijaya,
Malang.
Wignjosoebroto, S. (2002) Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika
Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta
Wijayanti, A (2011) Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung, Bandung.
Hasil Penelitian/Jurnal/Makalah/Surat Kabar
I.S. Susanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Seminar Nasional
tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum dalam Masa
Pembangunan dan Restrukturisasi Global (Makalah), Fakultas
Hukum UNDIP, Semarang, 12-13 Nopember 1996.
Jati Nugroho dkk. IbM Kecamatan Sukodono yang Mengalami Konflik
Hukum Pertanahan, STIH Jenderal Sudirman Lumajang, 2011.
Suara Rakyat News, 2009.
Perundang-undangan
- Undang-Undang No. 32 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah.
- Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa
- Perda Kabupaten Lumajang No. 20 Tahun 2006 tentang Kewenangan
Desa.
- Perda Kabupaten Lumajang No. 21 Tahun 2006 tentang Pedoman
Penyusunan dan Tata Kerja Pemerintahan Desa.
- Perda Kabupaten Lumajang No. 23 Tahun 2006 tentang Badan
Permusyawaratan Desa.

Anda mungkin juga menyukai