Anda di halaman 1dari 28

TINJAUAN PUSTAKA

Leukemia Limfositik Akut ( ALL ) merupakan suatu keganasan yang sering


terdapat pada anak-anak dan hampir mencapai 30 % dari keganasan. Insiden tertinggi
terdapat pada usia antara 1 5 tahun dengan puncak antara usia 3 4 tahun. Lebih sering
ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Sebelum ditemukannya kemoterapi
pada tahun 1960, ALL biasanya berakhir dengan kematian. ( 1 )
Klasifikasi ( 1,2,3 )
Klasifikasi menurut FAB dibagi menjadi 3 yaitu : ALL L1, ALL L2 dan ALL L3
dengan kriteria sebagai berikut :
Gambaran Sitologi
Ukuran sel

L1
Predominan kecil

L2
Besar-besar

L3
Besar-besar

Kromatin inti

Homogen

heterogen
Heterogen

homogen
Berbintik

Bentuk inti

Teratur

homogen
kadang Tak selalu bercelah Teratur, bulat atau

bercelah
Nukleoli

bergerigi
Kecil
atau

Jumlah sitoplasma

tampak
Sedikit

atau sering bergerigi

jarang berat
Variabel

lonjong

tak 1 atau 2 kadang Banyak 1 2


besar
Variabel

banyak
Kebiruan sitoplasma Ringan atau sedang Variabel
vakuolisasi

halus

berat
Variabel

kadang banyak
kadang Sangat gelap
Banyak

ALL juga dibagi menurut penanda imunologis menjadi :

Common ALL ( non-T, non-B, cALL antigen positif ) biasanya sesuai dengan
ALL tipe L1 dan L2
1

Null-ALL, non-T, non-B tetapi tidak memperlihatkan antigen cALL ( biasanya


sesuai dengan ALL tipe L1 dan L2 )

Thy-ALL ( biasanya sesuai dengan ALL tipe L3 )

B-ALL ( biasanya sesuai dengan ALL tipe L3 )

Gambaran Klinik ( 1,2 )


Gejala dan tanda ALL disebabkan oleh 2 hal yaitu kegagalan sumsum tulang dan
infiltrasi organ.
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang :

Mudah lelah, pucat, letargi, dispneu yang biasanya berkaitan dengan beratnya
anemia.

Demam, malaise, infeksi mulut, tenggorok, kulit, saluran pernapasan, perianal


atau infeksi lain termasuk septikemia yang biasanya disertai dengan penurunan
berat badan.

Petekie, purpura, perdarahan membran mukosa, perdarahan dari tempat pungsi


vena, maupun perdarahan dari organ dalam.

Gejala dan tanda yang disebabkan oleh infiltrasi organ :

Nyeri tulang ( terutama dijumpai pada anak-anak ) yang disebabkan oleh infiltrasi
periosteum. Pada anak-anak sering dijumpai ketidak mampuan berjalan.

Limfadenopati superfisial.

Hepatomegali dan splenomegali.

Sindroma meningeal ; sekitar 1 % penderita mengalami mual, muntah, sakit


kepala, penglihatan kabur dan diplopia yang disebabkan karena infiltrasi ke SSP.
Pada pemeriksaan fundus dapat dijumpai udema papil dan kadang-kadang
perdarahan.

Infiltrasi ke organ lain, misalnya paru-paru, limfonodi mediastinum, dan kadangkadang terjadi pembengkakan testis.

Pemeriksaan Hematologi ( 2 )
1. Anemia normokrom normositik
2

2. Leukositosis ( 60 % ), kadang-kadang leukopenia ( 25 % )


3. Trombositopenia pada sebagian besar kasus
4. Pada darah tepi ditemukan sel-sel muda seri limfositik
5. Sumsum tulang : BMP merupakan hal penting dalam menegakkan diagnosis.
Sumsum tulang biasanya hiperseluler dengan proliferasi nyata dari sel blast yang
berkisar antara 30 90 %. Pada ALL sumsum tulang mungkin sukar diaspirasi
karena meningkatnya serabut retikulin. Selain sel blast juga tampak seri limfositik
dari semua stadium walaupun bentuk tua lebih sedikit. Kadang-kadang dijumpai
sedikit seri mielositik.
Pemeriksaan Kromosom ( 2 )

Kromosom Philadelphia ( Ph1 ) ditemukan pada 30 40 % orang dewasa namun


jarang pada anak-anak.

Pada B-ALL, abnormalitas yang paling umum adalah translokasi ke lengan panjang
(q) kromosom 14 sering dari kromosom 8 ( t8q- ; 14q+ ). Banyak dari translokasi
ini melibatkan pergerakan onkogen seluler yang sebagian menyandi ( code for )
pengatur pertumbuhan sel dan dengan demikian secara teoritis dapat menyebabkan
overekspresi.

Pemeriksaan Lain ( 2 )
Sinar X memperlihatkan :

Lesi tulang, teristimewa pada ALL anak-anak

Massa mediastinum karena pembesaran timus dan atau limfonodus mediastinum


pada Thy-ALL

Infiltrasi paru oleh karena infeksi dan lebih sering karena leukemianya sendiri

Tes biokimia dapat membuktikan :

Peningkatan asam urat serum

Jarang hiperkalsemia

Tes fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai pedoman ( baseline ) sebelum terapi
dimulai

Pada penderita dengan gangguan SSP biasanya ditemukan peningkatan tekanan


LCS, peningkatan kadar protein dan kadar gula yang rendah.

Prognosis ( 2 )
Kelompok berikut ini mempunyai prognosis yang kurang menguntungkan :

Laki-laki dibandingkan wanita

Mereka dengan hitung leukosit tinggi pada permulaan ( misalnya > 20 x 109 / L )

Usia yang sangat muda ( < 2 tahun ) atau lebih tua ( remaja atau dewasa )

Penderita dengan komplikasi meningeal

Penderita dengan massa mediastinum

Penatalaksanaan ( 2,4 )
Kebanyakan obat sitotoksik yang digunakan pada terapi leukemia merusak
kapasitas sel untuk reproduksi. Gabungan paling sedikit 3 obat pada permulaan terapi
biasanya digunakan untuk menambah efek sitotoksik, memperbaiki angka remisi dan
mengurangi frekuensi timbulnya resistensi obat.
Keberhasilan terapi pada ALL merupakan sejarah bagi onkologi modern. Namun
demikian, obat anti neoplastik umumnya mempunyai indeks terapi yang sempit sehingga
menyebabkan efek toksik berat yang mungkin menyebabkan kematian.

Mekanisme Kerja

Efek Samping

Antimetabolit

Methotrexate

Menghambat sintesis pirimidin atau Ulkus

mulut,

purin atau inkorporasi ke dalam toksisitas usus


DNA
6-Merkaptopurin

Ikterus

6-Tioguanin
Citosin arabinosida
Zat pengalkilasi
Siklofosfamid

Anemia hemolitik
Mengikat silang DNA, merintangi Sistitis hemoragik,
pembentukan RNA

kardiomiopati,
rambut rontok

Khlorambusil

Aplasia sumsum

Busulfan

Fibrosis

paru,

hiperpigmentasi
Pengikat DNA
Daunorubisin

Berikatan

dengan

DNA

dan Toksisitas jantung,

Hidroksidaunorubisin

mengganggu mitosis

rambut rontok

Kerusakan spindle tanpa metafase

Neuropati , rambut

( Adriamycin )
Penghambat mitosis
Vinkristin ( Oncovin )

rontok
Macam-macam
Kortikosteroid

Tidak tentu

Ulkus

peptikum,

obesitas, diabetes,
osteoporosis,
psikosis
L-Asparaginase

Mengosongkan asparagin sel

Hipersensitivitas,
albumin dan faktor
pembekuan rendah
pankreatitis

Epidofilotoksin
( VP16 23 )

Penghambat mitosis

Alopesia, ulserasi
mulut

Efek Samping Terapi ( 2 )


5

Demam diketahui berhubungan dengan keganasan dan merupakan masalah yang


umum dijumpai pada penderita leukemia. Dengan kemajuan terapi sitostatika, demam
pada penderita leukemia berhubungan erat dengan leukopenia.
Febril leukopenia adalah suatu keadaan demam dengan suhu lebih dari 38 oC yang
menetap dalam 12 jam yang disertai dengan penurunan jumlah leukosit kurang dari 500 /
mm3. Hal ini penting dipahami karena pada leukositopenia terjadi gangguan respon
imun, sehingga sulit mendeteksi adanya infeksi, dan infeksi yang tidak terdeteksi dan
atau tidak diobati akan berakibat fatal.

LAPORAN KASUS
Identitas
Nama

Tn. S
6

Umur

19 tahun

Jenis Kelamin

Laki-laki

Alamat

Kudus

Masuk Rumah Sakit :

29 Desember 2004

Anamnesis
Keluhan utama : sesak napas
Riwayat penyakit sekarang :

1 minggu sebelum masuk rumah sakit penderita merasa sesak napas. Sesak
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun emosi. Penderita
merasa lebih enak tidur dengan posisi setengah duduk.

Penderita tidak dapat beraktivitas dan ke sekolah karena merasa capek selama
seminggu ini.

Batuk (+), dahak (+) namun sulit keluar.

Penderita terasa lemas, nafsu makan menurun namun tidak ada kesulitan menelan.

Penderita merasa bahwa di kaki dan tangan kadang muncul lebam-lebam dan
penderita merasa tidak terbentur apa-apa.

Berat badan menurun sekitar 8 kg selama 2 bulan ini ( dari 55 kg menjadi 47 kg )


dan penderita tidak sedang diet.

2 bulan yang lalu penderita sering mengeluh sakit, demam naik turun, lemas,
nafsu makan biasa, mimisan (-), perdarahan gusi (-).

Buang air kecil dan buang air besar lancar dan seperti biasa.

Oleh keluarga, penderita dibawa ke RSU Kudus dan dirawat selama 1 minggu
namun tidak ada perbaikan maka di rujuk ke RSDK.

Riwayat penyakit dahulu :

Baru pertama kali sakit seperti ini

Riwayat mimisan, memar-memar di kulit sebelum sakit disangkal

Riwayat batuk-batuk lama dan sering berkeringat malam disangkal

Riwayat alergi dan asma disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada yang sakit seperti ini

Riwayat sosial ekonomi :

4 bersaudara dengan 3 orang adik

Penderita adalah pelajar STM kelas III jurusan elektro

Ayah dan ibu bekerja wiraswata

Biaya pengobatan ditanggung oleh orang tua

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : composmentis, sesak, dan lemas
Tanda vital :

Tensi

110 / 70 mmHg

Nadi

112 kali / menit

Pernapasan

32 kali / menit

Suhu

38,6oC

Berat badan

47 kg

Tinggi badan :

170 cm

Kulit

hematoma (-), purpura (-), turgor cukup

Kepala

mesocephal

Mata

konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil isokor, diameter


3 mm, refleks cahaya +/+

Hidung

epistaksis (-), napas cuping hidung (-)

Mulut

gusi berdarah (-)

Leher

pembesaran kelenjar limfonodi (+) dengan diameter 3 cm, 1 buah


di kiri di submandibula, dan 2 buah dikanan masing-masing di
submandibula dan supraklavikula, mudah digerakkan, tidak nyeri,

warna sama dengan kulit sekitarnya.


Dada

Jantung

tampak simetris, statis dan dinamis

Inspeksi

iktus kordis tak tampak

Palpasi

iktus cordis teraba di SIC V 2 cm LMCS

Perkusi

batas jantung atas setinggi SIC II linea parasternal kiri,


batas jantung kiri sesuai iktus kordis, pinggang jantung
mendatar
kesan : konfigurasi dalam batas normal

Auskultasi

SJ I-II murni, bising (-), gallop (-)

Paru

Inspeksi

Simetris statis dan dinamis

Palpasi

stem fremitus kanan kurang dari kiri

Perkusi

pekak paru kanan setinggi SIC II III, 3 cm dari linea


parasternal kanan. Sonor pada seluruh lapang kiri.

Auskultasi

suara dasar vesikuler, ronki basah halus di kedua basal


paru.

Abdomen

Inspeksi

tampak cembung pada sisi kanan atas

Palpasi

hepar teraba 8 cm dibawah arcus costa, permukaan rata,


tepi tumpul, nyeri tekan ( + )
limpa teraba 4 cm dibawah arcus costa ( S I ), incisura (+)
teraba, nyeri tekan (+)

Auskultasi

Ekstremitas

bising usus (+) normal


Superior

Inferior

Sianosis

-/-

-/-

Hematoma

-/-

-/-

Petekie

-/-

-/-

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi :
Hb

11,2 g/dl

MCV

83,2 fl

Ht

34 %

MCH

27,4 pg

Leukosit

225.000 / mm3

MCHC

32,9 %

Trombosit

189.000 / mm3

Retikulosit

0,9 %

GDS

75 mg/dl

Protein total

6,4 g/dl

Ureum

23 mg/dl

Albumin

3,4 g/dl

Kreatinin

0,93 mg/dl

Globulin

3,0 L

Bilirubin total :

0,38 mg/dl

Natrium

135mmol/L

Bilirubin direk:

0,17 mg/dl

Kalium

Bilirubin indirek

0,21 L

Klorida

104 mmol/L

SGOT

112 U/L

Kalsium

2,21 mmol/L

SGPT

136 U/L

GGT

165 U/L

ALP

131 U/L

Warna

kuning jernih

pH

7,5

Glukosa

Protein

Sedimen

Epitel

24

Leukosit

13

Eritrosit

01

Silinder

Bakteri

Kristal

Kimia Klinik :

3,5

mmol/L

Urinalisis :

10

Diagnosis Sementara

Observasi sesak napas

Observasi anemia normokrom normositik

Observasi hepatosplenomegali + limfadenopati

Penatalaksanaan

Oksigen 2 3 liter / menit

Infus RL 30 tetes / menit

Injeksi Ampisilin 4 x 1 gram iv

Kodein HCl 3 x 10 mg / tablet

Diet 1900 - 2400 kkal

11

12

TABULASI HASIL LABORATORIUM

29-12-04
Hematologi

30-12-04

Hb : 11,2

Gambaran :

Hb : 11

09-01-05
Hb : 12,7

Ht : 34

Didominasi oleh

Ht : 32,8

Ht : 37,1

( K : 10,5 )

Ht : 34,4

Sumsum

Lekosit :

Lekosit :

PTTK : > 3

Lekosit :

tulang

196.000

-----

( K : 28,1 )

190.000

hiperseluler

Trombosit :

Trombosit :

Sesuai

37.000

62.100

gambaran

LED I : 18

ALL ( L2 )

sel-sel

Lekosit :

08-01-05

atipikal

mononuklear

225.000

dengan rasio inti

Trombosit :

sitoplasma besar.

Trombosit :

189.000

Inti :

45.200

MCV : 83,2

anak inti 1-2

LED I : 30

kromatin longgar

MCH : 27,4
MCHC : 32,5
Retikulosit
0,9 %

Sitoplasma
warna

:
biru

: granula ( - )
Kesan

II : 60
Retikulosit
0,4 %

keganasan
hematologi akut
Usul : BMP dan

13-01-05
PPT : 15,7

15-01-05

19-01-05
Hb : 11,8

22-01-05
BMP :

II : 46
PPT : 14,9
( K : 10,5 )
PTTK : 45
( K : 37,5 )

pengecatan
sitokimia
Anisositosis dan
poikilositosis
ringan.
Lekosit

tampak

meningkat.
Trombosit

13

tampak menurun

Kimia

GDS :

Asam urat :

Klinik

75 mg/dl

3,70 mg/dl

Ureum :

LDH :

23 mg/dl
Kreatinin

882 U/L
:

0,93 mg/dl
Natrium : 135
mmol/L
Kalium :
3,5 mmol/L
Klorida :
104 mmol/L
Kalsium :
2,21 mmol/L
Protein total :
6,4 g/dl
Albumin :
3,4 g/dl
Globulin :
3,0 L
Bil. Total :

14

0,38 mg/dl
Bil. Direk :
0,17 mg/dl
Bil. Indirek :
0,21 L
SGOT : 112
SGPT : 136
ALP : 131

Urinalisis

GGT : 165
kuning jernih
pH : 7,5
Glukosa : Protein : Sedimen :
Epitel

2-4

Lekosit 1-3
Eritrosit 0-1
Silinder : Kristal : Bakteri : -

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT

15

TANGGAL
KELUHAN
31-12-04
Sesak (+), batuk (+)

03-01-05

07-01-05

Sesak (+), batuk (+)

Sesak (+), batuk (+)

TANDA VITAL
Tensi : 110/80 mmHg

Sesak <

TERAPI
+ Inj Gentamicin 2 x 80

Nadi : 120 x/menit

mg

RR : 30 x/menit

+ Inj methyl prednisolon

Suhu : 38oC
Tensi : 110/80 mmHg

125 mg
+ dosis methyl prednisolon

USG Abdomen kesan :

Nadi : 100 x/menit

Hepatosplenomegali

300 mg/hari

RR : 30 x/menit

Efusi pleura

+ vincristine 2 mg/minggu

Foto thorax kesan :

Inj Ampisilin 4 x 1 gr

Efusi pleura

sudah 10 hari dan penderita

Suhu : 38oC
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit

10-01-05

KONSUL
Program : CT scan

RR : 28 x/menit

WSD

masih subfebris. Antibiotik

Suhu : 37,5oC

Kultur efusi pleura

diganti inj cefotaxim 3 x 1


gr iv
Transfusi FFP IV kantong

Tensi : 110/70 mmHg


Nadi : 82 x/menit
RR : 28 x/menit

14-01-05

Sesak <<

Suhu : 36,8oC
Tensi : 110/70 mmHg

Hasil kultur efusi pleura : steril

Nadi : 78 x/menit

Dari WSD : keluar cairan sebanyak 700

RR : 24 x/menit

cc berwarna kemerahan

Suhu : 36,7oC

16

17-01-05

Sesak (-), batuk <<

Tensi : 110/70 mmHg

Hasil sitologi cairan efusi :

Nadi : 80 x/menit

Mengandung banyak limfosit atipik

RR : 20 x/menit

Sel ganas tidak ditemukan

Suhu : 36,8oC
19-01-05

Sesak (-), batuk <<

Tensi : 110/80 mmHg

Dari WSD sudah keluar cairan 2000 cc

Nadi : 80 x/menit

Rencana Di pleurodesis

RR : 24 x/menit
20-01-05

22-01-05

26-01-05

Sesak (-), batuk (-)

Sesak (-), batuk (-)

Tidak ada keluhan

Suhu : 36,8oC
Tensi : 110/80 mmHg

Konsul BMP dan BMB

Methyl prednisolon di stop

Nadi : 78 x/menit

Vincristine di stop

RR : 20 x/menit

Rencana menunggu hasil

Suhu : 36,7oC

BMP dan BMB

Tensi : 110/80 mmHg

Hasil BMP :

Nadi : 80 x/menit

Sumsum tulang hiperseluler

RR : 20 x/menit

Sesuai gambaran ALL ( L2 )

Suhu : 36,7oC
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 78 x/menit

Hasil Biopsi :
Sesuai gambaran CLL

Jam 8.00 :
Cyclofosfamide 1162,5 mg

17

Jam : 14.30

Penderita apatis

RR : 20 x/menit

Vincristine 2 mg

Suhu : 36,8oC

Prednison 60 mg/m2

Tensi : 100/70 mmHg

Hari I - V

Nadi : 110 x/menit


RR : 16 x/menit
Suhu : 36,5oC
Jam : 17.00

Penderita meninggal

18

HASIL PEMBACAAN BMP


PREPARAT KIRIMAN DARI PENYAKIT DALAM
FRAGMEN SUMSUM TULANG HIPERSELULER
MEGAKARIOSIT : TAMPAK ; TROMBOSIT : MENURUN
ERITROPOIESIS AKTIVITAS MENURUN, MATURASI NORMAL
GRANULOPOIESIS AKTIVITAS MENURUN, MATURASI DAN DISPERSI NORMAL
SIMPANAN BESI MENURUN ( TANPA KONTROL )
SIDEROBLAS ABNORMAL TIDAK DITEMUKAN
M : E RASIO = 2 : 1
LIMFOSIT 4%, MONOSIT 0%, SEL PLASMA 3%, SEL RETIKULUM 0%, SEL ASING 0%

HITUNG JENIS PADA SEDIAAN SUMSUM TULANG


MIELOBLAS
PROMIELOSIT
MIELOSIT NETROFIL
MIELOSIT EOSINOFIL
MIELOSIT BASOFIL
METAMIELOSIT NETROFIL
METAMIELOSIT EOSINOFIL
METAMIELOSIT BASOFIL
STAB NETROFIL
STAB EOSINOFIL
STAB BASOFIL
SEGMEN NETROFIL
SEGMEN EOSINOFIL
SEGMEN BASOFIL

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

TOTAL GRANULOSIT : 6
RASIO M : E
: 2 : 1

2
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
2
0
0

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

LIMFOBLAS
PROLIMFOSIT
LIMFOSIT
MONOBLAS
PROMONOSIT
MONOSIT
SEL PLASMA
SEL RETIKULUM
PROERITROBLAS
BASOFILIK E.
POLIKROMATIK E.
ORTHOKROMATIK E.

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

72
12
4
0
0
0
3
0
0
1
1
1

%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%
%

KESIMPULAN

SUMSUM TULANG HIPERSELULER


SESUAI DENGAN ALL ( L2 )

19

PEMBAHASAN
Seorang penderita laki-laki berusia 19 tahun, berat badan 47 kg, tinggi badan 170
cm datang dengan keluhan sesak napas.
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit penderita merasa sesak napas yang
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh cuaca maupun emosi. Sesak berkurang
bila posisi setengah duduk. Penderita juga merasa cepat merasa capek dan tidak dapat
melakukan aktivitas. Batuk (+), dahak (+) namun sulit keluar. Terasa lemas, nafsu makan
menurun, tidak ada kesulitan menelan, kaki dan tangan kadang-kadang muncul lebamlebam, berat badan menurun 8 kg selama 2 bulan. Dua bulan yang lalu penderita sering
mengeluh sakit, demam naik turun, lemas, nafsu makan biasa, mimisan (-), perdarahan
gusi (-). Buang air kecil dan buang air besar lancar dan seperti biasa. Penderita dirawat di
RSU Kudus selama 1 minggu namun tidak ada perbaikan. Baru pertama kali sakit seperti
ini. Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum compos mentis, sesak dan
lemas. Tensi : 110/70 mmHg, nadi : 112 kali/menit, pernapasan : 32 kali/menit, suhu :
38,6oC. Pada leher : terdapat perbesaran kelenjar limfonodi dengan diameter 3 cm, 1 buah
di sebelah kiri di submandibula dan 2 buah di sebelah kanan masing-masing di
submandibula dan supraklavikula, mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama seperti
kulit sekitarnya. Pada paru : stem fremitus kanan kurang dari kiri, pekak paru kanan
setinggi SIC II III, 3 cm dari linea parasternal kanan, ronki basah halus di kedua basal
paru. Pada abdomen : tampak cembung pada sisi kanan atas, hepar teraba 8 cm dibawah
arcus costa, permukaan rata, tepi tumpul dan nyeri tekan, limpa teraba 4 cm di bawah
arcus costa ( S I ), incisura teraba dan nyeri tekan.
Pada pemeriksaan laboratorium saat pertama kali masuk dijumpai Hb : 11,2 g/dl,
Ht : 34 %, lekosit : 225.000/mm 3, trombosit : 189.000/mm3, MCV : 83,2 fl, MCH : 27,4
pg, MCHC : 32,9 %, retikulosit : 0,9 %, GDS : 75 mg/dl, ureum : 23 mg/dl, kreatinin :
0,93 mg/dl, natrium : 135 mmol/L, kalium : 3,5 mmol/L, klorida : 104 mmol/L, kalsium :
2,21 mmol/L, protein total : 6,4 g/dl, albumin : 3,4 g/dl, globulin : 3,0 L, bilirubin total :
0,38 mg/dl, bilirubin direk : 0,17 mg/dl, bilirubin indirek : 0,21 mg/dl, SGOT : 112 U/L,
SGPT : 136 U/L, ALP : 131 U/L, GGT : 165 U/L, dan pada pemeriksaan urin dijumpai :

20

warna kuning jernih, pH : 7,5 dan pada sediment ditemukan sel epitel : 2-4, sel lekosit :
1-3, dan sel eritrosit : 0-1.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium maka
pasien ini di diagnosis sementara dengan observasi sesak napas, observasi anemia
normokrom normositik, dan observasi hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Selama perawatan di RSDK didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Anemia normokrom normositik dengan Hb : 11,2 g/dl, MCV : 83,2 fl, MCH : 27,4
pg, MCHC : 32,9 % yang disebabkan oleh

adanya penurunan eritrosit yang juga dapat dilihat dengan adanya penurunan
jumlah retikulosit ( dari 0,9 % menjadi 0,4 % ) yang biasanya terjadi oleh karena
adanya pendesakan di sumsum tulang.

Anemia ini juga berkaitan dengan berkurangnya pembebasan besi dari makrofag
ke plasma, umur sel darah merah memendek dan respon eritropoietin terhadap
anemia tidak memadai. Anemia ini berhasil diperbaiki dengan pengobatan
penyakit yang mendasari tetapi tidak memberi respon terhadap terapi besi
walaupun besi serum rendah.

2. Lekositosis berat ( blastik ) dengan lekosit 225.000 /mm 3 dan setelah diperiksa ulang
lekositosis menetap ( yaitu 196.000 dan 190.000 /mm 3 ) yang disebabkan oleh karena
proliferasi dan penimbunan sel-sel hematopoietik di dalam sumsum tulang dan
jaringan hematopoietik lain. Populasi sel leukemik mungkin diakibatkan proliferasi
klonal dengan pembelahan berturut-turut dari sel blast tunggal yang abnormal. Selsel ini gagal berdiferensiasi normal tetapi sanggup membelah lebih lanjut.
Penimbunannya mengakibatkan pertukaran sel precursor haemopoietik normal pada
sumsum tulang dan akhirnya mengakibatkan kegagalan sumsum tulang. Jika jumlah
sel abnormal > 100.000 / mm 3 atau populasi sel leukemik mencakup 60 %, dapat
dijumpai keikut sertaan darah tepi oleh sel leukemik ( dapat dilihat juga dari
gambaran darah tepi yang didominasi oleh sel-sel atipikal mononuclear dengan rasio
inti sitoplasma besar, Inti : anak inti 1-2, kromatin longgar, Sitoplasma : berwarna
biru, dan tidak bergranula ), adanya infiltrasi di organ seperti limpa, hati, dan
limfonodus. Ditunjang juga dari hasil BMP maka hasil-hasil tersebut diatas
menunjang diagnosis ALL pada penderita ini.

21

3. Trombositopenia ( selama dirawat di RSDK ) yang disebabkan oleh


Adanya depresi selektif megakariosit sehingga menekan produksi trombosit yang
mempengaruhi trombopoiesis yang dapat terjadi pada pemberian obat-obatan
dimana salah satunya adalah kortikosteroid.
Jumlah megakariosit yang berkurang juga dapat merupakan bagian kegagalan
sumsum tulang yang umum pada leukemia sehingga trombosit berkurang.
Trombosit yang menurun juga dapat terjadi pada distribusi trombosit abnormal
yang dijumpai pada pembesaran limpa ( splenomegali ) dimana pada penderita
ini dijumpai splenomegali di S I sehingga meningkatkan jumlah trombosit yang
ditahan dan dirusak yang mengakibatkan waktu paruh trombosit menjadi lebih
pendek. Faktor utama yang bertanggung jawab untuk trombositopenia pada
splenomegali adalah karena Increased splenic pooling atau pengumpulan
dalam limpa meningkat.
4. LED yang meningkat ( pada pemeriksaan I : 30/60 dan pemeriksaan II : 18/46 )
disebabkan oleh
Anemia dimana pada penderita ini dijumpai anemia ( dilihat rata-rata Hb selalu
berkisar 11 g/dl ).
Adanya peningkatan sel lekosit dimana makin berat partikel yang mengendap
maka makin besar tarikan gravitasi sehingga menyebabkan LED meningkat.
Dipengaruhi juga oleh perbandingan globulin terhadap albumin meningkat
sehingga dapat mengurangi sifat tolak menolak antar sel sehingga LED
meningkat.
5. Pemanjangan PPT dan PTTK yang disebabkan oleh adanya gangguan di hati
sehingga faktor koagulasi yang diproduksi di hati terganggu. Hati berperan dalam
proses pembentukan faktor-faktor pembekuan yaitu : Fibrinogen ( faktor I ),
protrombin ( II ), proaselerin ( V ), prokonvertin ( VII ), Christmas ( IX ), Stuart
( X ), anteseden tromboplastin plasma ( XI ), dan faktor untuk menstabilkan fibrin
( XIII ). Faktor-faktor hati yang juga memerlukan vitamin K yaitu faktor II, VII, IX,
dan X maka sebaiknya juga diperiksa apakah vitamin K pada penderita ini cukup
atau tidak. Namun pada penderita ini tidak dimungkinkan untuk dilakukan.

22

Defisiensi dari faktor X, VII, V dan fibrinogen dapat menyebabkan masa protrombin
( PPT ) memanjang.
Defisiensi dari faktor XII, XI, IX, dan VIII dalam plasma dapat menyebabkan masa
PTTK memanjang.
Sementara pada penyakit hati menyebabkan gangguan pembentukan protrombin,
faktor VII, IX, dan X.
6. Peningkatan SGOT ( 112 U/L ) dan SGPT ( 136 U/L ) disebabkan oleh adanya
gangguan di hati. SGOT dan SGPT merupakan enzim-enzim yang mencerminkan
adanya perubahan-perubahan dalam sel hati. Pada kasus ini juga dapat dilihat dari
rasio de Ritis ( yaitu rasio GOT : GPT ) yang kurang dari 1 yang menyatakan adanya
kemungkinan gangguan hati yang bersifat akut ( dimana pada penderita ini salah
satunya disebabkan oleh adanya infiltrasi dari sel leukemia ). Kalau sel hati
mengalami kerusakan, enzim-enzim itu yang dalam keadaan normal yang terdapat di
dalam sel masuk ke peredaran darah. Kelainan di luar hati kadang-kadang juga
meningkatkan kadar enzim-enzim ini yang disebabkan oleh karena sel-sel hati yang
dekat vena sentralis dalam setiap lobulus sangat mudah dipengaruhi oleh hipoksia
menyebabkan jumlah darah yang masuk ke dalam hati berkurang dan menghambat
darah keluar dari vena sentralis sehingga dapat mengenai sel-sel hati. Untuk
mengetahui apakah terjadi gangguan pada hati primer seharusnya diperiksa secara
biopsi namun kondisi penderita ini tidak memungkinkan untuk dilakukan biopsi.
7. Peningkatan GGT ( 165 U/L ) disebabkan oleh penyakit hepatobilier. GGT agak
banyak dihasilkan oleh hati dan pankreas. Sebenarnya GGT meningkat sama
maknanya dengan fosfatase alkali ( ALP ) yang meningkat namun ALP juga
dipengaruhi oleh tulang sedangkan penyakit-penyakit tulang tidak berpengaruh pada
GGT sehingga GGT merupakan parameter yang lebih spesifik sebagai indikator pada
penyakit hati.
Dalam hal ini adanya gangguan bilier belum dapat disingkirkan meskipun ALP dan
bilirubin yang dalam batas normal dan kelainan pankreas juga belum dapat
disingkirkan.

23

8. Peningkatan LDH ( 882 U/L ) disebabkan oleh leukemia sendiri selain itu dapat juga
disebabkan oleh adanya infark paru dimana pada penderita ini kemungkinan ditandai
dengan adanya efusi pleura dan penyakit hati. Banyak jaringan yang mengandung
LDH maka peningkatan dari LDH adalah sangat nonspesifik. LDH 1 dan LDH 2
berasal dari jantung, otak dan eritrosit. LDH 3 berasal dari otak dan ginjal. LDH 4
berasal dari hati, otot bergaris, dan ginjal. LDH 5 berasal dari hati, otot bergaris dan
ileum.
Peningkatan LDH ini juga dapat dipengaruhi oleh spesimen yang hemolisis dan
seharusnya serum harus segera dipisah guna mencegah eritrosit-eritrosit melepaskan
LDH. Namun pada kasus ini karena LDH meningkat cukup tinggi maka
kemungkinan dari spesimen yang lisis untuk sementara dapat disingkirkan.
9. Pada penderita ini diberi transfusi FFP ( Fresh Frozen Plasma ) yang dimungkinkan
dari pihak klinisi memikirkan untuk memperbaiki faktor koagulasi dimana pada FFP
mengandung faktor-faktor koagulasi. Namun sebenarnya pada penderita ini lebih
baik bila diberikan PRP ( Platelet Rich Plasma ) atau Trombosit konsentrat sebab dari
pemeriksaan

laboratorium

yang

paling

menonjol

adalah

leukositosis

dan

trombositopenia. Maka untuk mengoreksi trombositopenia lebih baik bila diberikan


PRP atau TC.
Penyebab kematian yang mungkin pada penderita ini adalah karena :

Komplikasi dari tromboembolik


Pada hampir semua penderita leukemia akut dijumpai kenaikan fibrinopeptid A yang
berasal dari pengendapan fibrinogen di sekitar sel tumor. Sel tumor dengan
glikoprotein khusus pada membran sel dapat menyebabkan agregasi trombosit dan
membentuk substansi pengaktif pembekuan. Selain itu sel tumor juga dapat memacu
monosit dan makrofag untuk memproduksi aktivitas peningkat pembekuan. Dari sini
tampak bahwa sel tumor mempunyai efek kuat terhadap hemostasis dan juga
sebaliknya. Presentasi klinis yang jelas dari interaksi ini adalah trombosis arteriol
dan venosa, tromboflebitis, emboli paru, endokarditis trombolik non bakterial ( klinis
kebanyakan menampakkan diri dengan emboli ke otak atau organ-organ lain ) yang
dapat menyebabkan kematian mendadak.

24

Sindroma lisis tumor


Ditandai dengan hiperurikemia, hiperkalemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia
dimana hal tersebut menyebabkan gangguan pada ginjal. Pada penderita seharusnya
dipantau terus kadar ureum, kalium, fosfat dan kalsium dengan tujuan untuk
mengetahui apakah terjadi sindroma lisis tumor. Sindroma ini tidak memberi keluhan
yang berat, gejala yang biasa terjadi adalah dehidrasi.

Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah gangguan metabolik yang paling membahayakan yang dapat
terjadi pada penderita leukemia meskipun jarang. Kadang-kadang hanya memberi
keluhan yang relatif sedikit meskipun kenaikan kalsium sangat tinggi. Gejala yang
umum terjadi adalah dehidrasi, penurunan berat badan, anoreksia, pruritus, haus,
poliuria, kelelahan, kelemahan otot, kebingungan, nausea, letargi dan vomitus.
Hiperkalsemia sering mempengaruhi kontraksi dan irama jantung ( terutama pada
gelombang QRS yang menyebabkan pemendekan gelombang QRS ) maka sering
didefinisikan sebagai Stone Heart. Karena kontraksi menguat dan irama makin cepat
maka dapat menyebabkan henti jantung.
Hiperkalsemia dapat terjadi karena resorpsi tulang dan hal tersebut bukan merupakan
efek langsung sel tumor terhadap matriks tulang melainkan efek yang disebabkan
oleh osteoklas dimana osteoklas diaktivasi oleh faktor spesifik yang bersirkulasi
yang merupakan zat-zat yang dikeluarkan oleh sel tumor.
Seharusnya penderita ini diperiksa kadar kalsium dalam serum dengan tujuan
pemantauan hiperkalsemia dan pemeriksaan EKG untuk memantau jantung.

Efusi pleura maligna


Dalam hal ini efusi pleura maligna ( sebagai penyebab kematian ) untuk sementara
dapat disingkirkan karena pada penderita ini sebelumnya telah dilakukan Water
Sealed Drainage ( WSD ) dan pleurodesis, selain itu pada penderita ini tidak
ditemukan gejala akan adanya gangguan pada paru ( penderita tidak ada keluhan ).
Gejala yang sering terjadi adalah sesak napas yang terjadi oleh karena berkurangnya
volume paru dan gangguan ventilasi perfusi. Keluhan lain adalah batuk oleh karena
iritasi dan nyeri.

25

KESIMPULAN
Sebuah laporan kasus dengan diagnosis sementara pada saat masuk adalah
observasi sesak napas, observasi anemia normokrom normositik, dan observasi
hepatosplenomegali dan limfadenopati.
Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, maka ALL
dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Gejala dan tanda yang disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang yaitu :

Mudah lelah, pucat, letargi, dispneu.

Demam, malaise yang disertai penurunan berat badan.

Dari anamnesis penderita mengatakan kadang timbul purpura yang hilang timbul.

2. Gejala dan tanda yang disebabkan oleh infiltrasi organ yaitu :

Limfadenopati superfisial.

Hepatomegali.

Splenomegali.

Infiltrasi ke organ lain yaitu paru-paru.

3. Pemeriksaan hematologi yaitu :

Anemia normokrom normositik.

Leukositosis.

Trombositopenia.

Pada darah tepi ditemukan sel-sel muda seri limfositik.

Pada sumsum tulang : dari pembacaan BMP terlihat sumsum tulang yang
hiperseluler dengan proliferasi nyata dari sel blast seri limfositik.

4. Pemeriksaan sinar X :

Kesan : Efusi pleura


Penyebab kematian yang paling mungkin pada penderita ini adalah komplikasi

tromboembolik sebab pada hari penderita meninggal, tidak ada keluhan dan berkesan
meninggal mendadak, selain itu pemeriksaan natrium, kalium, kalsium dan ureum juga
tidak dipantau ulang sehingga berbahaya untuk penderita.

26

SARAN

Pemantauan terhadap ureum, kalium, fosfat dan kalsium dengan tujuan memantau
terjadinya sindroma lisis tumor atau hiperkalsemia.

Pemeriksaan hema rutin terutama setelah mendapat transfusi dengan tujuan


memantau keberhasilan dari transfusi tersebut.

Petanda permukaan dengan tujuan untuk memperkuat diagnosis ALL sebab pada
penderita ini dijumpai perbedaan antara pemeriksaan PA dengan PK.

Pemeriksaan Philadelphia kromosom dengan tujuan menentukan diagnosis dan


prognosis dimana bila Philadelphia positif menunjukkan prognosis yang buruk.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Withlock JA, Gaynon PS. Acute Lymphocytic Leukemia. In : Wintrobes Clinical
Haematology. 10th edition. Maryland : Williams & Wilkins, 1999 ; 2241 61.
2. Hoffbrand AV, Petit JE. Kapita Selekta Hematologi. Edisi kedua. Jakarta : EGC, 1987
; 127 58.
3. Bain BJ. Leukemia Diagnosis a guide to FAB classification. 3 rd edition. London,
New York : JB Lippincot co. Philadelphia, 2002 ; 214 27.
4. Sumantri AG. Konsep dasar diagnosis dan pengelolaan keganasan hematology pada
anak. Dalam : Simposium Deteksi Dini dan Pengelolaan Keganasan Hematologik.
Balai Penerbit UNDIP, 1995 ; 1 17.

28

Anda mungkin juga menyukai