Anda di halaman 1dari 21

Batuan induk, pematangan dan migrasi serta akumulasi minyak dan gas bumi.

Pembentukan minyakbumi berasal dari tumpukan zat organic terutama plankton di dasar laut,
tertimbun denagn sedimen halus dan mengalami reduksi, sehinggga terawetkan. Biasanya terjadi
dalam suatu cekungan, dengan sedimentasi yang cepat. Dari proses ini maka akan terbentuk
source rock (disebut juga batuan induk merupakan batuan serpih yang banyak mengandung zat
organic dan berwarna hitam). Zat organic ini dapat berubah menjadi minyak dan gas bumi
karena gradient panasbumi dan gaya tektonik serta pembebanan, oleh temperature tinggi dan
tekanan. Kemudian batuan tersebut diperas dan bermigrasi ke batuan reservoir.
Konsep Batuan induk
Pada umumnya batuan induk dibayangkan sebagai batuan serpih berwarna gelap, kaya akan zat
organic dan biasanya diendapkan dalam lingkungan marine. Menurut penyelidikan (Patnode,
1941; Hunt dan Jameson, 1956) semua batuan sedimen mengandung zat organic terutama dalam
bentuk kerogen walaupun hidrokarbon dan aspal juga ditemukan (Smith, 1954). Formasi yang
kaya akan kerogen (oil shale)dapat didestilisasikan dengan temperature tinggi secara destruktif.
Menurut Philipi (1957) batuan induk mengandung 5-5000 ppm hidrokarbon pribumi
(indigenous). Identifikasi ini didasarkan pada metode ekstraksi minyakbumi, jika terdapat
korelasi antara zat organic dengan minyakbumi maka disebut indigenous. Apabila tidak, maka
minyak dindikasikan berasal dari migrasi. Minyakbumi yang bermigrasi keluar merupakan fraksi
kecil dari minyakbumi pada batuan induk. Batuan induk yang baik memiliki lebih dari 5000 ppm
kadar bahan organic larut dan memiliki hubungan yang linier antara bahan organic larut dan
karbon organik. Batu gamping juga dapat bertindak sebagai batuan induk, menurut Genham
(1962) secara umum gamping mengandung zat organic yang lebih sedikit dari serpih, tetapi zat
organic ini mengandung hidrokarbon yang lebih tinggi. Sedangkan dalam rsen, karbon dan
lempung memiliki jumlah hidrokarbon yang sama. Menurut Levorsen (1958) batuan induk yang
baik mengandung zak organic yang sedikit karena sebain besar zat organiknya telah
ditransformasikan menjadi minyakbumi .
Penentuan Batuan Induk
Haun (1977) menjelaskan criteria standar identifikasi batuan induk sebagai berikut:

1. TOC (Total Organic Carbon) kadar organic total merupakan presentase berat karbon
organic dalam suatu batuan
2. EOM (Extractable Organic Matter) merupakan zat organic yang dapat diektraksikan
dalam CS2 atau bitumina. Pada umumnya mengandung susunan kimia utama dari minyak
mentah. Perbandingan EOM/TOC paling rendah terdapat dalam batubara dan serpih
minyak.
3. CPI (Carbon Preference Index) adalah perbandingan antara volum anggota n-parafin
yang bernomor ganjil terhadap yang bernomor genap kisaran C21-C37. Nilai CPI tinggi
pada organisme hidup dan hidrokarbon resen. Batuan sedimen tua nialinya sekitar 1,
kebanyakan minyak mentah: 0.9-1.15. batuan induk yang baik memiliki nilai CPI kurang
dari 1.15.
4. CIR (Carbon Isotope Ratio) perbsndingsn isotop karbon C13/C12. Nilai CIR minyak bumi
ialah 1% (0.0109-0.0110)
5. LOM (Level Of Thermal Maturity) teori degradasi termal pembentukan minyakbumi
memiliki tingkatatan pematangan tertentu, yaitu kombinasi antara temperature dan
lamanya pemanasan.
Pendapat sekarang pada umumnya memperlihatkan bahwa setiap batuan halus (serpih, marl,
karbonat) terutama yang bersifat marin, dapat bertindak sebagai batuan induk terutama jika
berasosiasi dengan batuan reservoir. Hal ini mengindikasikan fasies mengendalikan minyak.
Fasies delta merupakan keadaan yang ideal karena merupakan tempat teekumpulnya zat organic
dan tempat terbentuknya batuan reservoir. Sifat minyak berbeda-beda pada fasies yang berbeda
pula.
Waktu Pembentukan Minyak dan Gasbumi
Waktu pembentukan minyak bumi bergantung pada factor mekanisme transformasi dan dan
mekanisme migrasi, akumulasi minyak serta keterdapatan perangkap. Pada umumnya
pembentukan minyakbumi dibedakan menjadi dua yaitu pembentukan cepat (early formation)
dan pembentukan lambat (late formation) .

Pembentukan Cepat
Anggapan ini didasarkan pada terdapatnya hidrokarbon dalam sedimen resen, menunjukkan
minyak bumi terbentuk tidak lama setelah sedimentasi. Malahan akumulasi dapat terjadi dalam
puluhan ribu tahun saja (Kidwell dan Hunt, 1958). Kenyataannya semakin tertimbun sedimen,
lempung dan serpih semakin padat, sehingga akan lebih sulit untuk cairan dapat bermigrasi.
Stadium perkembangannya menurut Hedberg (1937 )
Stadium I : Penyusunan mekanis komponen mineral, kedalaman 0,01 meter. Penyusutan
porositas dari 90 % menjadi 75 %. Air bebas keluar.
Stadium II : Penyusunan mekanis berlangsung terus sampai akhirnya mineral lempung langsung
bersentuhan. Kedalaman 200 300 meter. Penyusutan porositas dari 75 % mrnjadi 35%. Sedimen
mengalami pengeluaran air secara besar-besaran dengan hanya sedikit air bebas yang tertinggal.
Stadium III : Deformasi mekanis komponen mineral. Kedalaman dari 320-2000 meter. Porositas
menyusut dari 35% menjadi 10%. Fluida dikeluarkan lebih lanjut dari ruang pori yang semakit
menciut.
Stadium IV : Gejala rekristalisasi di dalam batuan. Kedalaman sampai lebih dari 3000 meter.
Porositas menurun dibawah 10%. Hanya air yang diabsorbsi masih terdapat.

Pembentukan Lambat
Pembentukan minyak bumi ialah dari serpih yang kaya zat organic mengalami penimbunan, oleh
tekanan dan temperature tinggi minyakbumi bermigrasi. Tidak setiap minyak bumi harus
melewati stadium serpih, terdapat beberapa minyak bumi yang terbentuk sebelum
diagenesa/litifikasi. Terdapat perpedaan antara hidrokarbon di sedimen resen dan dalam
minyakbumi. Tidak terdapat dalam kisaran C2.C14 juga tidak ada aromat dari golongan
molekul rendah, sedangkan yang lebih rendah dari nonane (C9) pada umumnya tidak didapatkan
pada sedimen resen. Hidrokarbon berat terdapat jauh lebih sedikit dalam sedimen resen daripada
sedimen tua (Hunt, 1967). Hidokarbon dari seri paraffin memperlihatkan atom karbon bernomor
ganjil lebih dominan daripada genap. Suatu batuan induk dapat beberapa kali menghasilkan
minyakbumi., dengan sifat kimia dan migrasi yang berbeda pula (Welte, 1964). Welte juga

beranggapan terbentuknya minyakbumi berasal dari degradasi termis, bakteri hanya berperan
dalam proses pembusukan dan diagenesa permulaan tidak terbentuk dalam minyakbumi.
Minyakbumi terbentuk pada kedalaman 500- 600 meter, dengan kenaikan temperatur 64C
(disebabkan gradien geometris) bersamaan clengan kompaksi. Pada stadium ini dihasilkan
minyakbumi yang bermolekul berat, banyak mengandung iso-parafin, banyak menqandung
komponen oksigen dan sedikit banyak preferensi terhadap nomor atom C yang ganjil.
Mekanisme migrasi primer berlangsung dengan jalan micelle (Baker, 1962) berhubungan
dengan dekarboxilasi belum sernpurna, masih banyak ujung molekul yang bersifat hidrofil dan
hidrofob.
Karena kompaksi, koloid yang terbentuk dialirkan ke luar bersama air. Penurunan cekungan
mengakibatkan batuan induk mengalami peningkatan temperatur dan tekanan. Peningkatan
temperatur menyebabkan degradasi termal lebih lanjut, sehingga perbandingan iso-/n-parafin
menjadi lebih kecil, komponen hetero (oksigen antara lain) berkurang, dan berat molekul rata
rata hidrokarbon menjadi lebih kecil. Keadaan mi menghasilkan minyakbumi yang lebih ringan
dan meninggalkan suatu residu organik yang tak larut dalam batuan induk. Tekanan
menyebabkan porositas makin berkurang dan sebagai tenaga penggerak untuk migrasi.
PEMATANGAN MINYAK BUMI
PENGERTIAN PEMATANGAN
Langkah terakhir pembentukan minyak bumi terjadi dalam reservoir (atau sekitarnya) pada
waktu migrasi atau setelah migrasi primer selesai dan terjadi dalam urutan perubahan purnadiagenesa yang menghasilikan hidrokarbon dari senyawa yang lebih berat dengan berat molekul
rendah (Dott dan Reynolds 1969).
Semua perubahan bersifat kimia dan disebabkan perubahan geologi . Haeberle (1951) dan Hunt
(1958) berpendapat bahwa fasies menentukan jenis minyakbumi seperti misalnya perbedaan
derajat API. Proses perubahan lingkungan geology secara termodinamika juga mempengaruhi
susunan kimianya.

Minyak bumi muda dan matang bersifat naften atau aspal, banyak senyawa hidrokarbon dengan
berat molekul tinggi, berat jenis tinggi (derajat API rendah), perbandingan atom hidrogen
terhadap karbon rendah, dan pada umumnya banyak senyawa belerang, nitrogen dan oksigen,
serta kadar bensinnya rendah.
Minyak parafin dianggap lebih matang (mature), hasil proses pematangan minyak naften, dengan
berat molekul dan berat jenis rendah, perbandingan atom hidrogen terhadap karbon rendah,
sedikit mengandung belerang, nitrogen dan oksigen, kadar bensin tinggi, termodinamika rendah
dan energy bebas lebih stabil.
PROSES PEMATANGAN
Mengacu pada hipotesa:
1 TEORI PERBANDINGAN KARBON (CARBON RATIO). White (1915) menghubungkan
terladinya perubaban minyakbumi dengan metamorfisme regional. Minyakbumi yang bertingkat
paling rendah ditemukan di daerah dengan formasi yang mengandung endapan karbon yang
paling sedikit terubah. Minyakbumi yang tingkattannya lebih tinngi diteman di daerah dengan
pengubahan zat organik yang lebih lanjut. Jika pengubahan residu karbon melampaui 65 % atau
75% dan karbon tetap dalam batubara murni, maka distilat minyakbumi terdapat sebagai gas
pada temperatur batuan.
2 FRAKSINASI MINYAX DALAM BATUAN (DAY, 1916). Pematangan disebabkan karena
fraksinasi minyakbumi dalam serpih lempung/batuan induknya. Pada waktu migrasi,
hidrokarbon yang tidak jenuh (naften, arornat) akan melekat pada lempung karena kapilaritas.
3 HUBUNGAN BERAT JENIS (DERAJAT API) MINYAKBUMI TERHADAP UMUR DAN
KEDALAMAN. Pada umur yang sama, makin bawah terdapatnya minyakbumi makin
meningkat kadar fraksi ringan dan derajat API-nya (Barton, 1934). Pada kedalaman yang sama,
semakin tua umurnya semakin ringan minyakbuminya.
Semakin dalam terdapatnya minyak bumi dan makin tua umurnya maka semakin tinggi
perbandingan hydrogen/karbon. Dalam gas, semakin tua dan dalam gas semakin menurun

perbandingan hydrogen/karbon. Beberapa proses pematangan dan pendewasaan dibedakan


menjadi:
a. Hidrogenasi dan metilisasi. hidrokarbon yang tidak jenuh dijenuhi dengan hidrogen atau
metil, dan merubah hidrokarbon siklis menjadi alifat.
b. Reksi katalitis dan cracking. Peninggian temperatur dan pengaktifan katalisator akan
mematahkan hidrokarbon berat menjadi ringan/paraffin.
c. Aromatisasi. Proses konversi yang terjadi karena penurunan progresif dalam daya larut
minyakbumi dan zat aspal (Erdinan, 1965). Merupakan suatu polimerisasi senyawa
aromatik menjadi kompleks aspal. Dengandemikian zat naften dan aromat akan
ketinggalan, minyak menjadi lebih bersifat paraffin dan atom hidrogen akan dilepaskan.
d. Migrasi pemisahan dari fasa (Silverman, 1965). Pemisahan secara fisik satu fasa dan
sistem reservoir minyakbumi berfasa dua, yang kemudian diikuti oleh migrasi dan fasa
yang telah dipisahkan dari reservoir asalnya. Terjadi penurunan tekanan untuk
mendapatkan dua fasa (cairan dan uap), perubahan kimia yang terjadi tidak terlalu besar.
PEMATANGAN SEBAGAI KONVERSI GEOKIMIA MINYAKBUMI
Proses ini didasarkan atas analisa termodinamika yang menyatakan, bahwa zat organik yang
terdiri dari beraneka unsur (heteroelemental) mempunyai energi bebas lebih tinggi, dan
transformasi spontan senyawa organik akan selalu terjadi dari enegi bebas lebih rendah.
Hidrokarbon siklis yang tidak jenuh, terutama yang asimetris mempunyai energi bebas lebih
tinggi daripada molekul jenuh yang sederhana. Penurunan kadar senyawa yang beroksigen dan
dekarboxilasi dapat dipakai sebagai indeks transformasi. Secara termodinamika seri parafin
merupakan minyak bumi yang paling stabil. Proses konversi geokimia minyakbumi menurut
Andreev (1958) meliputi 11 tahap :
1. Permulaan, zat organic yang telah dideoxigenasi dalam batuan sedimen (sapropel)
2. Zat resin sekunder, terbentuk bersamaan dengan hidrokarbon dan bersenyawa heterogen
3. Zat resin primer, belum bersifat hidrokarbon, konversi menghasilkan residu tak larut dan
hidrokarbon
4. Senyawa aromat yang berberat molekul tinggi, terdiri dari satu atau lebih cincin
sikloparafin dan disambung cincin aromat

5. Hidrokarbon aromat bersiklis dan monosiklis yang sederhana


6. Hidrokarbon sikloparafin-polisiklis : suatu tahap yang paling tidak stabil dan segera
berkonversi menjadi zat yang berikutnya.
7. Sikloparafin monosiklis dan bisiklis.
8. Hidrokarbon bersifat parafin : sebagai objek akhir dari semua.
9. Gas alam jenis parafin. Gas ini dipisahkan karena menunjukkan dinamika munculnya gas
dari hidrokarbon jenis yang berlainan. Gas terbentuk hanya pada stadium konversi yang
kemudian.
10. Senyawa yang banyak mengandung karbon dengan berat molekul tinggi dan berstruktur
siklis, merupakan suatu hasil sekunder yang khas dan belum kehilangan daya larutnya
dalam pelarut organik. zat ini merupakan mata penghubung antara zat grafit dan bagian
hidrokarbon minyak bumi.
11. Tubuh grafit, merupakan hasil akhir pengkonversian minyak bumi atau sebagian minyak
bumi.
Konsepsi Pematangan Philipi (1965)
Phillipi (1965) berdasarkan pekerjaannya di Sumatera Selatan, Venezuela (1957) dan cekungan
Ventura dan Los Angeles, menunjukkan bahwa pematangan (matiration) minyak bumi yang
berhubungan dengan pembentukannya sendiri terjadi dalam batuan induk. Pendewasaan minyak
bumi merupakan hasil degradasi termal zat organik, sehingga merupakan fungsi gradien
geotemal. Hasil analisa hidrokarbon batuan induk pada batuan sedimen miosen dalam cekungan
yang sama, menunjukkan terdapatnya peningkatan progresif daripada jumlah dan perubahan
susunan kimia hidrokarbon minyak bumi dalam reservoir. Makin dalam letak batuan dan makin
tua umur batuan tersebut, maka kesamaan susunan kimianya dengan minyak bumi tercapai.Hal
ini

menurut

Phillipi

(1965)

adalah

proses

pematangan.

Dalam analisanya dari jenis hidrokarbon dalam batuan induk terhadap kedalaman didapatkan :
1. Kadar hidrokarbon bersama dengan perbandingannya hidrokarbon/karbon non karbonat
meningkat

kuat.

2. Peningkatan ini lambat pada permulaan, tetapi sangat menyolok dalam serpih Miosen Atas (15
juta

tahun).

3. susunan secara keseluruhan daripada hidrokarbon dengan titik didih di atas 325 derajat celcius

tidak kelihatan berubah dalam proses pembentukan minyak bumi, tetapi sangat menyolok dan
bersistem dalam susunan detailnya, antara lain lelebihan nomor atom karbon ganjil dalam
kisaran C27 - C33 makin menghilang, dan parafin normal dalam kisaran C18 - C22 terbentuk.
4. Konsentrasi total hidrokarbon dengan titik didih diatas 325 derajat celcius meningkat dengan
kedalaman dan umur, disertai pula peningkatan parafin normal dalam batuan serpih.
Pada permulaan, jumlah hidrokarbon yang terbentuk jauh lebih sedikit daripada daya penyerapan
zat organik non hidrokarbon, sehingga minyak (yang belum dewasa) yang mula-mula terbentuk
akan tinggal ditempat terbentuknya (dalam zat organik) sampai stadium proses pembentukan
minyak berikutnya. Jika jumlah minyak yang terbentuk melebihi daya penyerapan zat organik,
barulah minyak bumi akan dikeluarkan, dan minyak yang dikeluarkan telah matang.
Pendapat Phillipi (1965) ini menerangkan mengapa dalam lapisan semuda pliosen muda seperti
minyak yang didapatkan di California telah matang. Keberatan terhadap teori ini adalah, bahwa
minyak harus bermigrasi secara vertikal melalui serpih tebal yang rapat.
Evolusi Kerogen Menurut Tissot (1974)
Tissot berpendapat bahwa kerogen merupakan bahan baku hidrokarbon. Struktur umum dari
kerogen terdiri dari inti siklis yang berkondensasi secara majemuk yang mempunyai rantai-rantai
alkil dan diikat oleh ikatan heteroatom yang mengandung oksigen. Karena tekanan dan
temperature akibat pembebanan maka rantai hetero atom akan terpatahkan, dimulai denagn
gugusan labil karbonil dan kerboxil dalam urutan peningkatan energy penguraian. Oksigen
diubah menjadi CO2 dan H2O . Menurut Tissot evolusi kerogen terjadi melalui tiga jalur:
Jalur pertama (I) adalah kerogen yang tersusun atas struktur alifat, dengan H/C tinggi, O/C
rendah yang berasal dari gannggang endapan danau.
Jalur kedua (II) merupakan jenis exinit dari batubara
Jalur ketiga (III) adalah kerogen yang kaya struktur aromat, dengan O/C yang cukup tinggi (0.20.3) dan H/C yang relative lebih rendah.
Hubungan Antara Pengubahan/ Pematangan Termal Zat Organik Dengan Pembentukan Minyak
dan Gas Bumi

Terdapat hubungan antara pengubahan/ pematangan termal zat organik dengan pembentukan
minyak dan gas bumi, dalam proses ini dapat dibedakan antara pengubahan yang terjadi pada
waktu diagenesa dengan perubahan termal
Tranformasi Organik: Merupakan zat organic yang terkumpul dalam sedimen ketika diagenesa
mengalami perubahan. Pada waktu pengendapan, zat organik mengalami penguraian oleh
organisme aerob atau anaerob, tergantung atas oksigen. Dalam keadaan oksidasi dan energi
tinggi, yang tinggal hanyalah bagian yang tahan; seperti spora, kepala putik, kutikula. Keadaan
anaerob adalah relatif, karena untuk reduksi selalu diperlukan oksigen.
Berbagai jenis bahan zat organik yang tersebar dalam batuan sedimen sebelum dan sesudah
mengalami perubahan (taplin, 1969)
Bahan Primer ada dua yaitu sumber terestris dan sumber laut. Sumber terestris: kutikula tumbuhtumbuhan (daun, tangkai) dan spora, kepala putik tahan dalam air, fragmen kayu yang
terlignitkan, arang mineral, resin, ganggang plankton air tawar. Sumber Laut: Organisme
fitoplankton dan bentos (Bakteri, ganggang, fungi). Bahan yang terubah (waktu diagenesa):
dilihat dari indikator sapropiI; masa yang menggumpal setengah koheren yang tak beraturan
(sangat halus tersebar dalam lempung); bahan gondorukem bening, berpelat-pelat dan pegas.
Dilihat dari unsure sangat tahan: sisa kutikula berlempeng yang terubahkan dan lamban. Dari
hasil transformasi termal: Ekivalen yang telah menjadi hitam karena panas dari bahan utama
yang termodifikasi dengan karbon tinggi; pirobitumina dan partikel hangus yang tidak
berstruktur.
Pengubahan Termal Zat Organik Dan Tingkat Pematangan Termal (LOM)
Perubaban temperatur dapat menyebabkan metamorfisme dan sangat berpengaruh pada zat
organik yang terkandung dalam sedimen. Derajat metamorfisme disebut juga sebagai LOM
(level of organic maturation). Cara penentuan LOM adalah:
1. Index pengubahan termal TAI (Thermal Alteration Index): Metoda ini mempergunakan
penentuan warna secara visual dari pollen (serbuk kepala putik) dan zat organik lainnya, dari
warna kuning, cokiat sampai hitam.

2. Refleksitansi vitrinit: VR (Vitrinite Reflectance): Metoda mi mempergunakan partikel-pertikel


batubara (vitrinit) dalam batuan sedimen yang dipoles dan daya pemantulan cahaya diukur.
Semakin tinggi daya pantulannya smakin tinggi tingkatan pematangannya.
3. Perbandingan Karbon Terikat FCR (Fixed Carbon Rdtio): Metoda ini menggunakan lapisanlapisan batubara yang tersisip dalam batuan induk. Merupakan persen perbandingan zat karbon
yang terikat dan abu (ash) dengan batubara secara keseluruhan. Makin tinqgi persentase makin
tinggi derajat pematangannya. Dapat pula dinyatakan sebagai persen zat terbang. Zat terbang
merupakan tingkat pematangan terbaik untuk pembentukan minyak dan gasbumi.
4. Tingkatan Batubara CR (Coal Ranks): Metoda ini mernpergunakan lapisan-lapisan batubara
yang berasosiasi dengan batuan induk. Tingkatan batubara ini ditentukan berdasarkan nilai kalori
dan zat-zat terbang di dalam batubara.

Menurut Klermne (1972), kecepatan pembentukan minyakbumi dari pembebasan asam lemak
atau lipid dari kerogen merupakan suatu proses yang berhubungan dengan temperatur yang
bersifat exponensial. Dalam hal ini maka kedalaman dan gradien geotermal merupakan faktor
yang penting. Minyak mulai terbentuk pada temperatur 1500 F berupa minyak berat itu menjadi
makin ringan, dan pada temperatur di atas 350 F hanya terdapat gas saja. Porositas ternyata

menurun secara linier dengan kedalaman. Pada gradien geotermal tinggi, pembentuican
minyakbuni akan terjadi pada kedalaman yang dangkal (dimana porositas masih tinggi),
sehingga

dapat

menimbulkan

akumulasi

yang

besar

(Klemme,

1972).

MIGRASI
Menurut teori organic zat organic didapatkan tersebar dalam batuan serpih-lempung yang halus.
Untuk mendapatkan akumulasi komersil diperlukan adanya pengkonsentrasian, antara lain
dengan keluarnya tetes-tetes tersebut dalam batuan reservoir, dan bergerak ke perangkap.
Migrasi dibedakan menjadi:
Migrasi primer: keluarnya minyakbumi atau protopetrolium dari batuan induk menuju reservoir,
kompaksi dan pengaliran sangat mempengaruhi proses ini.
Migrasi sekunder: pergerakan fluida dalam lapisan penyalur untuk menuju tempat akumulasi.
Akumulasi merupakan tetes-tetes atau gumpalan minyak yang terperangkap dan berkumpul pada
suatu tempat.
Sarat fisika migrasi
1. Terdapat perbedaan tetes dengan fasa kontinu: kapilaritas / tegangan permukaan
menghalangi bergeraknya tetes.
2. Kapilaritas tetes dalam pori/ konstriksi; dalam keadaan statis pada tiap tonjolan terdapat
keseimbangan te4kanan sebelah-menyebelah selaput pemisah fasa.
Untuk memindahkan setiap tetes fluida diperlukan suatu tekanan pergeseran sebesar Pc =
dyne/cm2. Dengan Pc adalah perubahan tekanan kapiler,

adalah tegangan permukaan dan rp

merupakan jari-jari pori. Tekanan penggeseran bergantung pada besar pori , besar butir dan
tegangan permukaan. Semakin kecil butir semakin besar tekanan yang diperlukan. Agar minyak
dapat bermigrasi dalam pori-pori yang berisi air secara mekanik, diperlukan suatu fasa yang
kontinyu.
Sumber tenaga untuk migrasi

Meliputi gradient hidrodinamik, daya pelampungan, kompaksi, tegangan permukaan, gravitasi


pelampungan, tekanan hidrostatik, tekanan gas, sedimentasi,.
Mekanisme migrasi
Dengan pertolongan air:
1. Sebagai droplet, yaitu tetes kecil yang terbawa arus air. Hal ini hanya mungkin jika pori
yang ada seluruhnya diisi minyak, dengan kadar organic tinggi dan dikonversikan
menjadi minyak.
2. Sebagai micelle, adanya gugus hidroksil pada ujung suatu molekul yang bertindak
hidrofil sedang ujung lainnya hidrofob, dapat melarutkan hidrokarbon. Karena air minyak
larut maka tidak ada tegangan permukaan dan kapilaritas, minyak mengalir keluar ketika
migrasi orimer/ kompaksi.
3. Pelarutan zat induk minyak (non-hidrokarbon) dalam air. Migrasi bukan dalam bentuk
hidrokarbon melainkan dalam bentuk zat induk (proto-petrolium) seperti keton dan asam
ester yang mudah larut dalam air.
Tanpa pertolongan air
1. Gerakan kapilarita (washburn, 1915). Adanya perbedaan tegangan permukaan antara air
dan minyakmenyebabkan air masuk ke por-i-pori yang halus, sedangkan minyak ke pori
yang kasar. Terjadi pada migrasi primer ketika kompaksi telah berhenti.
2. Pelarutan dalam gas dan ekspansi gas (Mills, 1923). Minyak dapat larut dalam gas,
terutama pada temperature dan tekanan tinggi. Difusi molekul gas melalui batuan serpih
sangat besar. Karena ada pembebasan tekanan maka gas berekspansi membawa
minyakbumi sebagai larutan.
3. Teori pelampungan. Karena perbedaan berat jenis minyakbumi dan air, maka suatu
gumpalan minyak akan selalu melambung mencari tempat yang bertekanan rendah.
Adanya sentakan memungkinkan terbentuknya gumpalan minyakbumi yang bergerak ke
atas.
4. Teori gerakan hidrolik (Munn, 1909).
5. Teori pengaliran minyakbumi melalui matriks zat organic/ kerogen (McAuliffe, 1979).

Migrasi primer
Migrasi primer adalah proses bergeraknya fluida dari batuan induk yang berupa batuan klastik
halus (serpih-lempung) dan zat organik terkumpul dan kemudian ditransformasi menjadi
minyakbumi, menuju ke batuan yang lebih berpori atau yang disebut lapisan penyalur ( carrier
bed ).
Hubungan antara migrasi primer dengan kompaksi, diagenesa dan dehidrasi
Dapat dibagi menjadi beberapa stadium:
Stadium I: air pori kelebihan dan air, air antara lapisan Kristal lempung dikeluarkan oleh tekanan
beban lapisan atasnya. Secara volum terjadi pengeluaran air paling banyak dari proses dehidrasi,
proses permulaan ini disebut kompaksi dan menyisakan 5-10% residual pore water. Interval
peralihan rendah, cairan dan hidrokarbon sama sama ditransport ke permukaan.
Stadium II: keadaan peningkatan kerapatan paket antara air antar-lapisan dan sedimen tinggal
dalam keadaan setengaa seimbang sambil mengabsorsi panas. Jika panas cukup maka akan
menggerakkan air dari salah satu lapisan ke dalam system keseluruhan. Terjadi interval
perlalihan didesak keluar oleh air formasi.
Stadium III: inkremen air yang terakhir, yang mendekati kerapatan air kapiler, secara berangsurangsur dikeluarkan dari pertengahan jaringan Kristal lempung dan pori-pori, sedangkan
temperature sedimen meningkat. Hidrokarbon tidak dapat bergerak pada kedalaman tingkat
penguburan.
Kedalaman permulaan migrasi primer
Didasarkan pada pematangan organic teori degradasi termal, migrasi batuan induk dapat dimulai
pada kedalaman antara 500-850 meter, parafinis dimulai 1500-2850 meter. Pada kedalaman 5065 minyak hanya terpanaskan pada droplet kecil karena penarikan kapilaritas.
Pengaruh gradient geothermal terhadap migrasi
1) Factor temperature, peningkatan temperature akan menurunkan viskositas tekanan dan
peningkatan volum, tekanan dan kelarutan.

2) Factor porositas dan kedalaman. Penurunan porositas linier terhadap kedalamannya.


Gradient geothermal yang tinggi menyebabkan mobilitas yang tinggi daripada
pengeluaran air dan serpihdibandingkan penurunan porositas reservoir ke dalam.
Temperature tinggi membantu pergerakan bentuk globul atau micelle hidrokarbon.
MIGRASI SEKUNDER: arah, jarak dan mekanisme
Pada umumya minyakbumi bergerak ke perangkap melalui lapisan penyalur hal ini disebut
longitudinal migration. Minyak juga dapat bermigrasi secara vertical ke atas sepanjang rekahan,
patahan dan retakan (cross formational). Jika kolom pergeseran cukup maka patahan bersifat
penyalur dan apabila kurang bersifat penyekat.
Minyakbumi bergerak dalam jarak pendek apabila tidak ada kesempatan bergerak panjang.
Minyak bumi dapat bermigrasi pendek apabila; minyakbumi terjadi dalam lensa reservoir, tetes
minyak sukar bergerak ekstensif sepanjang kemiringan rendah, tidak semua minyak dapat
dikelurkan sehingga seharusnya ditemukan sisa hidrokarbon pada jalur yang dilalui. Jarak
migrasi yang jauh dapat digambarkan sebagai; Jika minyak dapat bergerak pendek maka dengan
waktu yang lebih lama dapat bergerak jauh, batuan reservoir menerus, minyak bergerak ke suatu
sumur tidak bergantung jarak, bentuk ekstensi perangkap dinamis terhadaop waktu, batuan induk
jauh dari reservoir.
Mekanisme migrasi secara umum dapat dibayangkan sebagai suatu tetes-tetes minyak yang
tersebar, oleh adanya gempa, tekanan, satupun sentakan minyak bumi mengalir ke atas,
sepanjang lintasan yang dilalalui minyak bumi akan menggumpal karena menyerap tetes minyak
yang dilalui, kemudian semakin lama akan semakin membesar dan semakin cepat bergeraknya
seperti reaksi beruntun.
AKUMULASI MINYAK DAN GASBUMI
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa minyak dan gas bumi berakumulasi pada suatu
perangkap yang merupkan bagian tertinggi dari lapisan reservoir. Akan tetapi apakah yang
menyebabkan minyak dan gas bumi berhenti disana? Ada 2 teori yang menjelaskan pertanyaan
itu adalah sebagai berikut :

1.1 TEORI AKUMULASI GUSSOW


Dalam keadaan hidrostatik, akumulasi dapat diterangkan oleh teori Gussow (1951). Gumpalan
atas tetes-tetes minyak dan gas akan bergerak sepanjang bagian atas lapisan penyalur keatas,
terutama disebabkan pelampungan (buoyancy). Begitu sampai di sustu perangkap (dalam hal ini
perangkap struktur), minyak dan gas akan menambah kolom gas dan mendesak minyak kebawah
yang juga bertambah tinggi kolomnya dan gilirannya mendesak air ke bawah. (gambar 1). Hal ini
akan terus terjadi sampai batas minyak air mencapai Spill point. Penambahan minyak dan
gas terus menerus akan menyebabkan perlimpahan (Spilling) minyak keatas ke struktur
selanjutnya (fasa dua). Pada fasa berikutnya, berhubungan penambahan gas, maka seluruh
minyak didesak gas kebawah sehingga melimpah sampai habis dan perangkap diisi sepenuhnya
oleh gas.

Stadium I : Gas, minyak dan air diatas titik limpah, minyak dan gas kedua-duanya terus menerus
terjebak sedangkan air disingkirkan. Stadium ini berhenti jika antara muka minyak-air mencapai
titik limpah.

Stadium 2 : Stadium penyebaran selektif dan pengasiran gas. Gas terus dijebak, selagi minyak
melimpah keatas kemiringan. Stadium ini berakhir jika antara muka minyak-gas mencapai titk
limpah dan berhimpitan dengan antar muka minyak.

Stadium 3 : Stadium Akhir. Perangkap diisi oleh gas. Gas melimpah ketas selagi lebih banyak
gas yang masuk perangkap. Minyak melewati perangkap dan meneruskan perjalannya ke atas
kemiringan.

Gambar 1 : Differensiasi minyak dan gas dalam perangkap yang menyebabkan minyak
melimpah. (Gussow, 1951)

Pada gambar II, terlihat bagaimana mekanisme ini menyebabkan penyebaran akumulasi minyak
dan gas pada sejumlah perangkap yang berderetan dan pada ketinggian strukturil yang berbeda.
Terisinya suatu perangkap oleh gas, minyak dan sebagainya tergantung dari arah migrasi, dan
jumlah minyak dan gas yang bermigrasi.
Yang pertama ini dibandingkan sebagai E, D, dan C. Sedangkan untuk yang kedua diilustrasikan
oleh A, B dan C.
Terlihat pada gambar bahwa tergantung dari arah batuan induk, maka yang paling dekat akan
terisi oleh gas, sedangkan yang paling jauh diisi oleh air.
Perangkap I Diisi sampai titik limpah dan mempunyai tudung gas. Hanya minyak melimpah
keatas ke
Perangkap II.
Perangkap III dan IV penuh dengan air asin dan mengandung minyak atau gas.

Perangkap I seluruhnya diisi dengan gas, seluruh minyaknya telah terusir masuk keperangkap II.
Minyak sekarang melebihi perangkap I.
Perangkap II telah diisi minyak dan melimpahkan keatas kemiringan ke dalam perangkap III,
yang masih belum mengandung tudung gas.
Perangkap III mengandung hanya sedikit miinyak, sedangkan perangkap IV masih terisi air asin.

Perangkap I tak berubah dengan gas melimpah keatas kemiringan ke dalam perangkap II,
Minyak melewati perangkap I. Perangkap II sekarang mempunyai tudung gas dan
melimpahkannya ke atas kemiringan ke dalam perangkap III. Perangkap III sekarang telah terisi
dengan minyak tetapi masih tetap belum mempunyai tudung gas dan melimpahkan minyak
kedalam perangkap III. Perangkap IV masih terisi air asin.

Migrasi sama seperti untuk C, tetapi dalam keadaan hubungan struktur yang lain. Perhatikan
bahwa ketinggian kulminasi tidak mempunyai efek terhadap penjebakan selektif, ketinggian titik
limpah adalah yang mengendalikan. Ketinggian kulminasi diatas titik limpah menentukan kalau
minyak maximum.

Migrasi sama seperti untuk C. Disini semua kaulminasi berada pada ketinggian yang sama. Titik
limpah mengendalikan penjebakan differensial.

Gambar II. Penyebaran minyak dan gas pada deretan struktur karena penjebakan pemisahan
differensial (Menurut Gussow, 1951)

1..2 TEORI AKUMULASI KING HUBBERT (1953)


King Hubbert (1953) meninjau prinsip akumulasi minyak bumi dari segi kedudukan energi
potensial, dan erat hubungannya dengan perangkap hidrodinamik. Dalam hal ini minyak bumi,
baik dalam bentuk tetes tetes maupun fasa yang menerus yang berada dalam lingkungan air,
akan akan selalu mencari batuan reservoir yang terisolir dan secara local mempunyai potensial
terendah. Medan potensial dalam suatu reservoir yang terisi air merupakan resultan dari dua
gaya, yaitu (1) gaya pelampungan (buoyancy), dan (2) gaya yang disebabkan gradient
hidrodinamik. Seperti gambar berikut ini.
Keterangan :
A. Penampang Geologi untuk memperlihatkan terjadinya gradien hidrodinamik karena
permukaan potensiometri.
B. Resultan gaya pelampungan dan gradient hidrodinamik serta bidang ekipotensial minyak yang
miring.

Dalam pengertian ini, minyak dan gas bumi akan berakumulasi jika bidang ekipotensial yang
tegak lurus terhadap garis gaya resultan gaya tadi menutup seluruhnya dari bawah suatu daerah
potensial rendah lokasi yang terisolir, misalnya suatu antiklin, suatu pelengkungan ataupun
struktur lainnya dimana lapisan reservoir dan lapisan penyekat diatas konkav kearah bawah.

Dengan konsepsi diatas, maka suatu akumulasi dapat terjadi serta hilang atau terusir, dengan
terdapatnya suatu gradient hidrodinamik yang pada setiap saat geologi arah serta besarnya (
vektornya dapat berubah ). Dalam keadaan itu maka paling tidak posisi batas air minyak atau
air gas itu miring. Akumulasi minyak dan gas bumi merupakan suatu keseimbangan yang
dinamis.

2..2 WAKTU PENJEBAKAN


Penentuan waktu dalam sejarah geologi mengenai kapan minyak bumi dapat terjebak, bukan saja
penting dari segi ilmiah akan tetapi juga dari segi ekonomi. Suatu perangkap dapat terisi atau
kosong tergantung dari waktu pembentukannya ataupun kapan minyak itu terbentuk berada
dalam keadaan dapat dijebak oleh perangkap. Pengertian yang baik mengenai hal ini akan sangat
membantu evaluasi suatu prospek ( Landes 1959 ). Ada beberapa bukti yang menerangkan
bahwa minyak bumi terjebak pada permulaan sejarah pembentukan perangkap misalkan dalam
hal lensa-lensa pasir tetapi dapat pula difahami bahwa minyak bumi dapat bermigrasi ke
perangkap yang terbentuk kemudian. Perangkap dapat terbentuk lama setelah minyak tidak dapat
bermigrasi lagi, sehingga perangkap tersebut akan kosong. Rittenhouse ( 1967) dalam dott dan
Reynolds ( 1969 ) memberikan kriteria untuk mengetahui waktu akumulasi. Berbagai metodenya
memberikan informasi hal hal sebagai berikut :
a. Waktu tercepat dimulainya akumulasi.
b. Waktu tercepat dapat terselesaikannya akumulasi.
c. Waktu paling lambat dapat terselesaikannya akumulasi.

Hal hal tersebut dapat dipertimbangkan dari beberapa faktor sebagai berikut :
1) Waktu Pembentukan Perangkap.
Waktu pembentukan perangkap adalah waktu tercepat minyak dapat berakumulasi. Tetapi tentu
minyak dapat bermigrasi setiap waktu setelah pembentukan perangkap tadi. Dalam hal kondisi
patahan tumbuh, akumulasi dapat terjadi bersamaan dengan pembentukan batuan reservoir.
Juga hal yang sama berlaku untuk lensa lensa batuan reservoir.
Cara menentukan ada tidaknya perangkap pada waktu migrasi dan pembentukan minyak bumi
yaitu dengan membuat perangkap struktur yang digantungkan pada suatu lapisan sumur tersebut
sebagai datum. Dengan cara yang sama suatu peta struktur berkontur dapat dibuat dan ada
tidaknya tutupan pada zaman tersebut dapat ditentukan.
2) Perangkap Yang Terisi dan Kosong.
Terdapat kemungkinan perangkap yang terisi dibentuk terlebih dahulu dan perangkap yang
kosong terbentuk kemudian, setelah migrasi sekunder berhenti.
3) Expansi Gas.
Hal ini dikemukakan oleh leverson (1956) yang mendasarkannya pada hokum Boyle dan
Charles. Gas mengembang jika tekanan turun. Kedalaman (waktu) pada saat volum reservoir
sama dengan volum minyak dan gas sekarang pada tekanan dari temperature lebih rendah, adalah
kedalaman tercetak (waktu) pada saat akumulasi telah selesai.
4) Minyak dibawah Penjenuhan.
Anggapan dasar dari kriteria ini adalah bahwa minyak telah jenuh dengan gas pada waktu
akumulasi telah selesai. Jika terdapat reservoir dengan minyak yang tidak jenuh minyak ( tidak
ada tutup/ topi gas ) maka hal ini dapat diterangkan sebagai berikut. Pada pembebanan dan
penguburan setelah akumulas, maka minyak dalam reservoir akan tidak jenuh, karena
peningkatan tekanan akan melarutkan gas bebas kedalam minyak. Pada pengangkatan dan erosi
lapisan yang menutupi reservoir akan terjadi ha sebaliknya dan gas akan keluar membentuk topi

gas.Namun metode penentuan ini memiliki banyak kelemahan dan anggapan anggapannya
belum tentu benar.sehingga hasilnya meragukan ( hoshkin, 1960 ).
5) Topi Gas yang Berkelalaian
Hal ini diberikan oleh Levorsen ( 1950 ) untuk keadaan special. Topi gas yang tinggi dalam blok
yang turun dalam perangkap patahan menunjukkan akumulasi gas sebelum pematahan.
6) Difusi Gas Dalam Reservoir Yang Sebagian Terpisah dan Tak Jenuh.
( Zafferano, Capps dan Fry, 1963 ). Difusi gas akan terjadi diantara reservoir yang demikian dari
yang jenuh menuju yang kurang jenuh dan waktu yang diperlukan untuk hubungan sekarang
dapat dihitung.
7) Metoda Energi (oleh para Ilmuwan Uni Soviet ).
Adalah pengukuran kehilangan nilai energi dari minyak dalam reservoir sepanjang waktu.
8) Mineral Diagenesa
Mineral Diagenesa akan menurunkan porositas karena sementasi dan kompaksi. Jika Minyak
bumi yang terdapat menghalang halangi proses tersebut, maka jelas akumulasi terjadi sebelum
diagenesa dalam reservoir basah air yang ada didekatnya. Sering hal ini ditunjukkan oleh tekanan
tinggi dalam reservoir.
9) Sementasi Organik
Yang dimaksud sementasi Organik disini terutama adalah semen aspal. Waktu akumulasi adalah
sebelum pengorosian bidang ketidakselarasan.

Dari uraian tersebut diatas disimpulkan bahwa minyak bumi tidak terjadi pada waktu tertentu di
dalam evolusi minyak bumi. Setalah berakumulasi di suatu perangkap, minyak bumi dapat
bermigrasi lagi ke perangkap yang terbentuk kemudian. Sebagai contoh misalnya akumulasi
minyak bumi di daerah cepu (Soetantri dan lain-lain, 1973 ). Di daerah ini pelipatan utama dan
intensif terjadi pada akhir Pleistosen.

Akan tetapi kedalaman penguburan dari batuan induk yang meliputi struktur itu tidak
memungkinkan pembentukan dan migrasi minyak bumi ke struktur muda.

Dilain Pihak suatu fasa pelipatan yang lebih tua telah terjadi pada akhir pliosen dan kemudian
pada waktu transgresi pleistosen, penguburan telah cukup dalam untuk pembentukan dan migrasi
minyak bumi ke dalam sejumlah perangkap kecil yang telah ada terlebih dahulu. Jadi kombinasi
antara kedalaman pembebanan dan umur pelipatan dapat menentukan apakah suatu perangkap
itu terisi penuh atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai