KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tak henti-hentinya memberi rahmat dan kemudahan
dalam setiap aktivitas yang kita lakukan. Shalawat dan salam kita hatur kepada Rasulullah
Muhammad SAW yang telah menunjuki jalan yang lurus, sehingga insyaallah kita masih
berada dalam jalan lurus-Nya. Dan tak lupa pula ucapan terima kasih kepada bapak dosen
makro ekonomi yang dengan bijaknya memberikan waktu, hingga terselesaikannya tugas
ini.
Dalam pengerjaan tugas ini penulis banyak dibantu oleh teman-teman HIMAJIE Unhas, baik
berupa data serta bimbingannya. Namun sebagai manusia pembelajar, tentu tidak lepas dari
yang namanya kesalahan dan kekurangan. Demikian pula tugas ini yang penulis rasa masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan.
Semoga tugas ini sesuai sebagaimana mestinya dan bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya, dan bagi penulis pada khususnya. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Penulis
A. PENDAHULUAN
Analisis ekonomi makro merupakan salah alat yang sangat penting untuk menilai
maupun memahami kinerja perekonomian suatu negara, melalui pendekatan kepada
subyek, obyek dan fenomena (gejala) ekonomi secara keseluruhan (aggregate).
Maksudnya, dalam ekonomi makro yang diperhatikan adalah tindakan konsumen secara
keseluruhan, kegiatan-kegiatan keseluruhan pengusaha dan perubahan-perubahan
keseluruhan kegiatan ekonomi.
Menurut Mankiw (2003), analisis makro dalam perekonomian suatu negara adalah
Produk Domestik Bruto (PDB). PDB mengukur aliran pendapatan dan pengeluaran dalam
perekonomian selama periode tertentu.
Selanjutnya, penulis mencoba untuk melakukan analisis sederhana mengenai data
ekonomi makro Indonesia, dalam hal ini PDB terkait dengan berbagai variabel seperti inflasi,
dan neraca pembayaran, merangkum dan melihatnya menjadi sebuah bagian yang
terhubung. Berikut pembahasan hasil analisis ekonomi makro lima tahun terakhir :
B. PEMBAHASAN
1. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (PDB) diartikan sebagai nilai keseluruhan semua barang dan
jasa akhir yang diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu biasanya
per tahun (wikipedia.org). Dengan berdasarkan PDB kita bisa melakukan analisis dengan
mudah terhadap kinerja perekonomian suatu negara.
Dari data PDB Indonesia 5 tahun terakhir (2009-2013), terlihat bahwa telah terjadi
peningkatan dengan nilai rata-rata per tahun sekitar enam persen, kecuali tahun 2009 dan
2013. PDB Indonesia turun ke nilai 4.6 persen dan 5.8 persen pada kedua tahun tersebut.
Data PDB Indonesia lima tahun terakhir (2009-2013)
2009
2010
2011
PDB
510.2
539.4
706.6
(dalam milyar USD)
PDB
4.6
6.1
6.5
(perubahan % tahunan)
PDB per Kapita
2,345
2,984
3,467
(dalam USD)
2012
2013
846.8
878.0
6.2
5.8
3,546
3,468
Sumber: Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Keterangan :
Perlambatan ekonomi Indonesia tahun 2009 (4.6 persen) terjadi akibat menurunnya
kinerja Neraca Pembayaran Indonesia akibat dari kegagalan di sektor kredit properti
(subprime mortagage crises) yang melanda Amerika Serikat pada akhir 2008, dan
berdampak pada negara-negara lain termasuk Indonesia yang memberatkan hingga
tahun 2009.
Krisis di Amerika tersebut berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat Amerika
yang menyebabkan penurunan permintaan impor dari Indonesia. Dengan demikian,
nilai ekspor Indonesia pun menurun dan terjadi defisit Neraca Pembayaran
Indonesia. Selain itu, sentimen terhadap pasar keuangan global membuat terjadinya
pelepasan aset finansial oleh investor asing khususnya pada pasar SUN (Surat
Utang Negara) & SBI (Sertifikat Bank Indonesia), dan membuat neraca finansial dan
modal ikut menjadi defisit.
Kemudian, lambannya pertumbuhan ekonomi tahun 2013 (5.8 persen) terjadi karena
kombinasi defisit neraca perdagangan dan ketidakpastian global yang parah
disebabkan oleh perancangan ulang program pembelian aset per bulan Federal
Reserve sebesar USD $85 milyar (pelonggaran kuantitatif) yang mengakibatkan arus
keluar modal secara signifikan dari negara-negara berkembang termasuk di
Indonesia.
(teori supply-demand) Jika permintaan atas sebuah mata uang meningkat,
sementara penawarannya tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan
naik. Kalau penawaran sebuah mata uang meningkat, sementara permintaannya
tetap atau menurun, maka nilai tukar mata uang itu akan melemah. Dengan
demikian, Rupiah melemah karena penawaran atasnya tinggi, sementara permintaan
atasnya rendah.
Maksudnya, Neraca nilai perdagangan Indonesia yang defisit (impor lebih besar dari
ekspor). Impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena
dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata
uang negara asal. Karena impor Indonesia lebih kecil daripada ekspornya, maka
situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Selain itu, keluarnya investasi portofolio asing ini menurunkan nilai tukar Rupiah,
karena dalam proses ini, investor menukar Rupiah dengan mata uang negara lain
untuk diinvestasikan di negara lain. Artinya, terjadi peningkatan penawaran atas
Rupiah.
Dua kasus di atas sama-sama menyebabkan jatuhnya nilai tukar rupiah, yang mana
dampaknya adalah pada kenaikan harga komoditi impor, baik yang menjadi obyek
konsumsi maupun alat produksi. Kenaikan harga alat-alat produksi impor ini bisa
berdampak pada kenaikan harga komoditi yang diproduksi di dalam negeri, tetapi
(sebagian besar) alat-alat produksinya impor.
Dampak lainnya yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar
negeri, karena utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing.
2. Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terusmenerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang
memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa,
bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. (wikipedia.org)
Data inflasi lima tahun terakhir (2009-2013) di bawah menunjukkan tingkat inflasi
yang tidak stabil namun masih terkendali. Ini bisa dilihat dari jauhnya gap antara inflasi
aktual dengan target yang ditetapkan oleh BI. Tahun 2010 dan tahun 2013 menunjukkan
tingkat inflasi yang paling tinggi. Sementara tahun 2009, 2011, dan 2012 tingkat inflasi yang
rendah. Semua hal ini tentunya punya dampak dan penyebab terjadinya, serta mempunyai
konsekuensi tersendiri jika dibahas menurut tingkat inflasi yang dicapai.
Data Inflasi Indonesia lima tahun terakhir (2009-2013)
2009
2010
2011
2012
Inflasi
2.8
7.0
3.8
4.3
(annual percent change)
Target Bank Indonesia
4.5
5.0
5.0
4.5
(annual percent change)
2013
8.4
4.5
Keterangan :
Menurunnya laju inflasi sepanjang tahun 2009, sangat dipengaruhi oleh rendahnya
laju inflasi pada bahan makanan dan komponen barang-barang yang harganya
ditetapkan pemerintah. Sejalan dengan terpeliharanya kestabilan nilai tukar rupiah,
laju inflasi selama tahun 2009 secara berangsur-angsur terus menurun dari tahun
sebelumnya yang pada akhir tahun 2008 mencapai sekitar 11,06 persen, menurun
menjadi 2,78 persen pada akhir tahun 2009.
Namun, pada tahun 2010, laju inflasi cenderung meningkat sebesar 6,96 persen
sejalan dengan perkembangan perekonomian dunia yang mendorong kenaikan
harga-harga barang dan jasa di Indonesia. Selain itu, perubahan iklim juga telah
berdampak pada menurunnya produksi barang dan jasa. Penyebab tingginya inflasi
didominasi juga salah satunya oleh tekanan bahan pangan yang antara lain
disebabkan terkendalanya pencapaian target produksi pangan akibat anomali cuaca.
Pada tahun 2011 dan 2012, inflasi cukup rendah dan disebabkan oleh turunnya
harga minyak dan pangan
Sedangkan pada tahun 2013, kenaikan harga cukup tinggi, yang disebabkan oleh
kenaikan tingkat harga barang impor karena semakin melemahnya rupiah; kenaikan
tingkat upah tenaga kerja tanpa diimbangi kenaikan produktivitasnya; kenaikan harga
BBM. Selain itu, konsumsi publik pada akhir tahun memiliki kecenderungan untuk
selalu meningkat dengan adanya liburan Natal dan Tahun Baru yang biasanya diikuti
dengan kebutuhan tradisional untuk berliburan.
Keterangan :
Pada tahun 2009 terjadi perbaikan signifikan dengan mencatat surplus sekitar USD
12,5 milliar, meskipun mengalami kontraksi akibat penurunan pertumbuhan ekonomi
global. Peningkatan surplus neraca transaksi berjalan disebabkan karena masih
kuatnya permintaan ekspor SDA (non-migas), permintaan domestik yang tetap
terjaga.
Pada tahun 2010, NPI mencatat surplus yang cukup besar mencapai USD 30,3
miliar, baik yang bersumber dari transaksi modal dan finansial. Terjadi peningkatan
ekspor yang mampu mempertahankan surplus transaksi berjalan di tengah impor
dan pembayaran transfer pendapatan yang meningkat tajam. Seiring dengan itu,
kuatnya aliran masuk modal asing, membuat posisi cadangan devisa pada akhir
tahun 2010 tercatat sebesar 96,2 miliar dolar AS, cukup memadai untuk mendukung
kebutuhan impor dan kewajiban eksternal. Sejalan dengan perkembangan NPI
tersebut, nilai tukar rupiah mencatat apresiasi dan disertai volatilitas yang cukup
rendah.
Pada tahun 2011, NPI mengalami surplus sebesar $11,9 miliar. Hal ini ditopang oleh
kinerja ekspor yang masih mampu tumbuh cukup tinggi kendati dihadapkan pada
permintaan dunia yang melemah, tingginya harga komoditas, penarikan utang luar
negeri sektor swasta yang meningkat seiring iklim investasi yang kondusif dan
kestabilan makroekonomi yang terjaga. Surplus transaksi modal dan keuangan
didukung Surplus transaksi berjalan tersebut lebih rendah dari surplus pada tahun
sebelumnya akibat lebih tingginya pertumbuhan impor dibandingkan pertumbuhan
ekspor. Tingginya impor terkait dengan kuatnya permintaan domestik, sedangkan
melambatnya laju ekspor akibat melemahnya permintaan eksternal dan
kecenderungan harga komoditas yang menurun
Pada tahun 2012 NPI masih mencatat surplus, meskipun mengalami tekanan defisit
transaksi berjalan. Melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang dan
merosotnya harga komoditas ekspor berdampak pada menurunnya kinerja ekspor.
Di sisi lain, impor masih tumbuh cukup tinggi, terutama dalam bentuk barang modal
dan bahan baku, sejalan dengan meningkatnya kegiatan investasi. Tingginya impor
juga tercatat pada komoditas migas akibat melonjaknya konsumsi BBM, sehingga
berdampak pada defisit neraca migas yang terus meningkat dan menambah tekanan
pada defisit transaksi berjalan.
Rincian
I. Transaksi Berjalan
A. Barang, neto (1)
10.628
5.144
2011
1.685
2012
2013*
-24.183
-28,450
30.932
30.627
34.783
8.417
6,149
- Ekspor
119.646
- Impor
-88.714
158.074
127.447
27.395
200.788
166.005
35.433
188.146
179.729
13.535
183,548
177,399
15,851
-4.016
129.416
102.021
-8.653
162.721
127.288
-17.526
152.575
139.040
-20.315
149,960
134,109
-22,476
a. Ekspor
10.790
15.691
19.576
17.891
17,889
b. Impor
-14.806
-24.344
-37.102
-38.206
-40,365
9.388
11.886
16.876
15.197
12,775
a. Ekspor
9.826
12.968
18.491
17.680
15,700
b. Impor
-438
-1.082
-1.615
-2.483
-2,925
-9.741
-15.140
-9.324
-20.790
-10.632
-26.676
-10.770
-25.839
-11,428
-27,227
4.578
4.630
4.211
4.009
4,056
4.852
26.620
13.567
24.911
22,731
96
50
33
37
21
1. Nonmigas
25.560
a. Ekspor
99.030
b. Impor
-73.470
2. Minyak
3. Gas
4.756
26.571
13.534
24.873
22,710
-14.395
-6.901
-15.657
-15.763
-9,337
19.151
33.471
29.191
40.637
32,047
1. Investasi Langsung
2.628
11.106
11.528
14.430
14,767
a. Ke luar negeri
-2.249
-2.664
-7.713
-5.423
-3,676
4.877
13.771
19.241
19.853
18,444
10.336
13.202
3.806
9.196
9,848
-144
-2.511
-1.189
-5.465
-1,293
b. Kewajiban
10.480
15.713
4.996
14.661
11,141
3. Investasi Lainnya
-8.208
-2.262
-1.801
1.248
10,257
-12.002
-1.725
-6.755
-4.876
-4,368
3.794
3.987
4.954
6.123
2,462
15.481
31.765
15.252
728
-5,720
-2.975
-1.480
-3.395
-563
-1,605
12.506
30.285
11.857
165
-7,325
-12.506
-30.285
-11.857
-165
7,325
66.105
96.207
110.123
112.781
99,387
6,6
7,2
6,5
6,1
5,5
2,0
0,7
0,2
2,7
-3,3
b. Di Indonesia (PMA)
2. Investasi Portofolio
a. Aset
a. Aset
b. Kewajiban
* angka sementara
C. ANALISIS
Setelah dilakukan analisis terhadap beberapa varibel di atas, selanjutnya penulis
menyimpulkan dan melihat beberapa hubungan di antaranya. Dan dapat diketahui dalam
kurun waktu 5 tahun (2009-2013), terjadi 2 kali krisis, hal ini berdampak pada kinerja
perekonomian Indonesia. Gambar di bawah menunjukkan hubungan-hubungan variabel
tersebut (PDB, inflasi, dan neraca pembayaran).
Keterangan :
KK
ek.G
ULNJT
d.Ang
JUB
CG
U
P.Ang
X
devisa
kurs
M
PDN
ek.D
PbM
PbX
CPI
= krisis keuangan
= pertumbuhan ekonomi global (mitra dagang Indonesia)
= Utang luar negeri jatuh tempo
= defisit anggaran pemerintah
= jumlah uang beredar
= pengeluaran pemerintah
= pegangguran
= penyerapan anggaran
= ekspor
= cadangan devisa
= nilai mata uang Rupiah
= impor
= produksi dalam negeri
= pertumbuhan ekonomi domestik
= harga barang impor
= harga barang ekspor
= cost push inflation
DPI
Inf
KP
FC
KPP
w/p
CH
COF
I
PI
Catatan :
D. PENUTUP
Indonesia rentan terhadap pengaruh krisis global maupun regional sehingga pemerintah
harus memantapkan perangkat kebijakannya. Akan berlakunya kesepakan liberalisasi tahun
2015 nantinya, menjadi warning alarm bagi para teknokrat untuk lebih waspada dan harus
cerdas-cerdasnya dalam memilih dan menerapkan kebijakan.
Kenyataannya Indonesia bukanlah bangsa yang kecil. Tidak cukup dengan pikiran dan
usaha segumpal untuk membawanya. Perlu orang yang besar, kumpulan 244 juta lebih
orang yang menjadi sangat besar, pikiran besar dan semangat besar yang bersama-sama
mengendalikannya.
Demikian tugas ini, mudah-mudahan tugas ini dapat menggambarkan analisis yang tepat,
meskipun sederhana dan belum menyeluruh.
E. DAFTAR PUSTAKA
http://macroeconomicdashboard.com/
http://www.bi.go.id/id/publikasi/neraca-pembayaran/Default.aspx
http://economy.okezone.com/