LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. SH
Umur
: 18 tahun
Status
: Sudah Menikah
Alamat
: Gondoriyo RT 01 RW 04 Bregas
Pekerjaan
Pendidikan
: SMP
: 03 April 2014
No. CM
: 055970
II. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada hari Selasa, tanggal 03 April 2014 jam
14.00 WIB.
Keluhan utama :
Perdarahan sejak siang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD G1P0A0 datang dengan keluhan perdarahan sejak siang. Perdarahan
sudah 2 kali ganti pembalut sejak sebelum ke RS. Nyeri perut (-), pusing (-), lemas (-).
Perdarahan terjadi secara tiba-tiba ketika pasien BAK. Riwayat trauma (-), riwayat coitus
(-).
Riwayat haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus teratur (28 hari), lama 7 hari.
Riwayat nikah :
Pasien menikah 1 kali, lama pernikahan lupa
Riwayat penyakit dahulu :
-
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Pribadi
-
Merokok
: disangkal
Riwayat obstetri :
HPHT
: 8 Desember 2013
HPL
: 15 September 2014
Riwayat ANC :
Dibidan, 2 kali
Riwayat KB :
Disangkal
Riwayat Anak : Hamil ini
Riwayat penyakit dahulu :
-
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suami. Biaya pengobatan
ditanggung keluarga.
Kesan ekonomi
: cukup
Riwayat Pribadi
-
Merokok
: disangkal
Vital sign
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
RR
: 21 x / menit
Suhu
: 37 0C
BB
: 55 kg
TB
: 150 cm
Status internus :
-
Kepala
: kesan mesocephal
Mata
: konjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
pupil bulat isokor (2 mm / 2 mm).
Telinga
Hidung
: simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), septum di
Mulut
: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-), faring
Leher
Thoraks
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas :
Superior
Inferior
Edema
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Refleks fisiologis
+N/+N
Refleks patologis
-/-
+N/+N
-/-
Pemeriksaan obstetrikus :
- Pemeriksaan luar :
-
Inspeksi :
Perut membuncit, striae gravidarum (+)
Genitalia Eksterna : darah (+), keluar air dari jalan lahir (- )
Palpasi (Leopold) :
I.
: 3 cm
Nilai
Nilai normal
9,0 L
29,2 L
15,3 H
240
4,20
69,5 L
30,8 L
21,4 L
15,1
9,0
2,2
0,8
14,1 L
5,0
0,216
O
Non reaktif
Nilai
7,2 L
0,54
12.5 15.5
37 47
4,0 10,0
150 400
3,8 5,4
82 98
32 36
>= 27
10 16
7 11
1,0 4,5
0,4 3,1
25 40
28
0,2 0,5
Non reaktif
Nilai normal
10 50
0,45 0,75
SGOT
SGPT
22
14
0 35
0 35
V. DIAGNOSIS
G1P0A0, 18 tahun, hamil 16 minggu
VI. PROGNOSIS
Persalinan
: dubia ad bonam
VII. PENATALAKSANAAN
-
Informed consent tentang keadaan ibu dan rencana terapi yang akan dilakukan.
Infus RL 20 tpm
Non Farmakologi:
Tirah baring
Mengurangi aktifitas
Farmakologi:
Infus RL 20 tpm
Scopamin/6 jam IV
VIII. FOLLOW UP
IX. FOLLOW UP
1. Tanggal 4 April 2014 pukul 06.00
KU
Vital Sign :
TD
Nadi
RR
: 20 x/menit
: 36,2 0C
Mata
Thoraks
Abdomen : BU (+)
Penatalaksanaan :
Dilatasi curetase
: 110/80m mmHg
: 82 x/menit
: CA -/-
SI -/-
: dbn
NT(-)
KU
Vital Sign :
TD
: 110/70m mmHg
Nadi
: 76 x/menit
RR
: 20 x/menit
: 36,9 0C
Mata
: CA -/-
Thoraks
: dbn
Abdomen : BU (+)
SI -/-
NT(-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang
terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini
dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.
Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini
pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan
Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur
kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor
atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan
atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih kegururan yang
berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus
sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss
yang tidak bisa diketahui pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan
kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).
Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:
Autoimun
-
Aloimun
Infeksi
Hematologik
Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.
Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi
setelah trimester pertama.
Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio. Paling sedikit
50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun,
gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya
kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau
multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan
sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya
non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada
16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi)
sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan
meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan
penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom
1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga
dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua
ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah
1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, triploidi).
Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada
8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat
awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada
sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur
kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak
pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan
terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang
bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen
tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa
autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya
mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga
karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal,
dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi
yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian
abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus
berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200
sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus
pada 27% pasien.
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (4080%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara gejala, hanya
yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan
gangguan.
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun.
Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).
aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi
yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang
diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin
antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR, dan
prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena,
trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International
Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:
Trombosis vaskular
-
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan
gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.
Komplikasi kehamilan
-
Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik,
genetik, atau hormonal.
Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal.
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan
dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.
Kriteria laboratorium
-
aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.
Antibodi fosfolipid/antikoagulan
-
Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah,
APLAs positif. Yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu
pengawasan terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.
Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika
DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan
yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian
abortus antara lain :
Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis
Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus
Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum
Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus,
Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.
Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.
Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.
Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya Mikoplasma
hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.
Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B,
Varisela-Zoster, HSV) (Prawirohardjo, 2008)
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan
risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar
dua kali lipat dibandingkan kontrol normal. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur
toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi
pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran
penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor
antikoagulan, dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen
meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan
riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan
pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11
Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun
tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.
Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan
diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada
trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan bahwa
pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka
abortus spontan yang setara dengan angka kontrol nondiabetik. Namun, kurangnya
pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan abortus spontan yang mencolok.
Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta dilaporkan
menyebabkan peningkatan insidensi abortus.
KLASIFIKASI ABORTUS
A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis,
baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:
2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.
4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam
kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam pembuluh darah atau peritoneum.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya
proses abortus.
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.
BAB III
AFTER CARE PATIENT
5. Fungsi Religius
Pasien dan keluarga adalah seorang muslim yang cukup taat. Pasien terkadang
mengikuti acara pengajian yang diadakan di lingkungan rumahnya setiap minggunya.
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien merupakan warga desa biasa. Pasien mengaku cukup dekat dengan
tetangganya. Sesekali pasien mengikuti kegiatan arisan yang diadakan di lingkungan
rumahnya
III.2. POLA KONSUMSI MAKANAN PASIEN
Pasien mengatakan bahwa dalam sehari, pasien dan keluarganya makan sehari tiga kali
dengan nasi, lauk pauk berupa tempe, tahu, dan lebih sering dengan sayur yang ditumis.
Selain itu, pasien juga menyukai cemilan berupa gorengan, dalam sehari pasien bias 2-3 kali
mengkonsumsi gorengan.
III.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien
1. Faktor Perilaku
Kesadaran pasien tentang PHBS cukup baik. Pasien mau dilakukan kuretase setelah
pasien diinformed consent tentang penatalaksanaan tersebut. Pasien sadar akan komplikasi
yang terjadi jika tidak dilakukan tindakan.
2. Faktor Non-Perilaku
Pelayanan kesehatan terletak cukup jauh dari rumah pasien. Pasien memilih
berobat ke RSUD Ambarawa yang berjarak sekitar 30 menit dari rumah pasien. Keadaan
jalan sekitar rumah pasien terlihat tidak terlalu baik, dan tidak ada angkutan umum,
sehingga pasien harus menggunakan kendaraan pribadinya berupa sepeda motor untuk
berobat ke rumah sakit.
III.4. Identifikasi Keadaan Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di kawasan yang cukup padat, dengan kedua orang tua pasien. Lingkungan
sekitar rumah pasien berupa persawahan. Rumah pasien berdinding tembok, dengan lantai
keramik, dan atap genteng. Terdapat tiga kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang keluarga,
satu ruang tamu, dan dapur.
Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah sehat. Dengan pencahayaan yang cukup
baik, ventilasi dan jendela yang cukup. Kebersihan rumah dan lingkungan rumah juga cukup
terjaga. Pasien memiliki jamban sendiri, dan memiliki tempat sampah untuk membuang sampah
sehari-hari. Untuk keperluan mandi, air berasal dari air keran. Untuk air minumnya, pasien
membeli air minum di toko. Tidak terdapat genangan air di sekitar rumah pasien, terdapat
saluran pembuangan air yang bermuara di parit.
III.5 Diagnosis Fungsi Keluarga
A. Fungsi Biologis : Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
B. Fungsi Psikologis : Hubungan dengan tiap anggota keluarga baik.
C. Fungsi Religius dan Sosial Budaya : sering beribadah bersama di masjid.
D. Fungsi Ekonomi : Tidak ada masalah.
E. Faktor Perilaku :Keluarga pasien terus memotivasi pasien supaya pasien mau untuk
menjalani tindakan operatif.
F. Faktor Non Perilaku : Pelayanan kesehatan cukup jauh dari rumah pasien dan tidak ada
angkutan umum, menjadi kendala tersendiri untuk mencapai ke tempat pelayanan
kesehatan.
III.6 Rencana Pembinaan Keluarga
I. Terhadap Pasien
a. Pemantauan vital sign pada saat kunjungan.
Tanggal
Subjektif
Sabtu,5-4- Sedikit
2014
Objektif
Assesment
Planning
KU/KES : baik/CM
Post
kuretase
Konsumsi
makanan
Nadi : 80x/menit.
tinggi protein.
RR : 20x/menit
Motivasi psikologis.
Suhu : 36.4 C
Status Generalis : dbn
Status Lokalis Abdomen:
dbn
Tanggal
Yang
Hasil
terlibat
Rabu,
4-2014
Post
kuretase
stabil.
hari ke III
Pemeriksaan
operasi,
bekas
tidak
ada
rembesan darah.
Pasien
memahami
memahami
BAB IV
KESIMPULAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.
Gejala klinisnya ada perdarahan. Abortus terbagi menjadi yaitu : Abortus Iminens
Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam,
ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.
2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.
3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.
4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam
kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
DAFTAR PUSTAKA
Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford
Connecticut. 2007:856-877
Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147
Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua.
Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.com
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta 2002
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.