Anda di halaman 1dari 29

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. SH

Umur

: 18 tahun

Status

: Sudah Menikah

Alamat

: Gondoriyo RT 01 RW 04 Bregas

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan

: SMP

Kelompok pasien : Umum


Tanggal masuk

: 03 April 2014

No. CM

: 055970

II. ANAMNESIS
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada hari Selasa, tanggal 03 April 2014 jam
14.00 WIB.
Keluhan utama :
Perdarahan sejak siang
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD G1P0A0 datang dengan keluhan perdarahan sejak siang. Perdarahan
sudah 2 kali ganti pembalut sejak sebelum ke RS. Nyeri perut (-), pusing (-), lemas (-).
Perdarahan terjadi secara tiba-tiba ketika pasien BAK. Riwayat trauma (-), riwayat coitus
(-).
Riwayat haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus teratur (28 hari), lama 7 hari.
Riwayat nikah :
Pasien menikah 1 kali, lama pernikahan lupa
Riwayat penyakit dahulu :
-

Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat penyakit hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat operasi diabdomen

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat Pribadi
-

Merokok

: disangkal

Minum Alkohol : disangkal.

Riwayat obstetri :
HPHT

: 8 Desember 2013

HPL

: 15 September 2014

Riwayat ANC :
Dibidan, 2 kali
Riwayat KB :
Disangkal
Riwayat Anak : Hamil ini
Riwayat penyakit dahulu :
-

Riwayat penyakit asma

: disangkal

Riwayat penyakit hipertensi

: disangkal

Riwayat penyakit diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

Riwayat operasi diabdomen

: disangkal

Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu

: disangkal

Riwayat memelihara hewan peliharaan

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit jantung

: disangkal

Riwayat diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


-

Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suami. Biaya pengobatan
ditanggung keluarga.

Kesan ekonomi

: cukup

Riwayat Pribadi
-

Merokok

: disangkal

Minum Alkohol : disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan di VK Bougenville tanggal 03 April 2014 jam 14.00 :

Keadaan umum : Baik, composmentis

Vital sign

TD

: 110/70 mmHg

Nadi

: 80 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup

RR

: 21 x / menit

Suhu

: 37 0C

BB

: 55 kg

TB

: 150 cm

Status internus :
-

Kepala

: kesan mesocephal

Mata

: konjunctiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
pupil bulat isokor (2 mm / 2 mm).

Telinga

: normotia, discharge (-/-), massa (-/-)

Hidung

: simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), septum di

tengah, concha hiperemis (-/-).


-

Mulut

: sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-), karies gigi (-), faring

hiperemis (-), tonsil (T1/T1).

Leher

: pembesaran kelenjar thyroid (-), kelenjar getah bening membesar (-)

Thoraks

Cor

Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis sinistra, nyeri


tekan (-)

Perkusi

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : normal, tidak ada suara tambahan


-

Pulmo :
Inspeksi

: simetris, statis, dinamis, retraksi (-/-)

Palpasi

: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, suara tambahan -/-

Abdomen : sesuai status obstetrikus

Ekstremitas :
Superior

Inferior

Edema

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Refleks fisiologis

+N/+N

Refleks patologis

-/-

+N/+N
-/-

Pemeriksaan obstetrikus :
- Pemeriksaan luar :
-

Tinggi Fundus Uteri : 32 cm

Inspeksi :
Perut membuncit, striae gravidarum (+)
Genitalia Eksterna : darah (+), keluar air dari jalan lahir (- )

Palpasi (Leopold) :
I.

Teraba bulat, lunak, ballotement (-). Kesan bokong (kanan)

II. Teraba tahanan besar memanjang kiri (kesan punggung)


III. Teraba bagian janin bulat, keras, bisa digoyang. Kesan kepala
IV. Sudah masuk pintu atas panggul
Pemeriksaan Dalam
VT =
-

Vulva dan vagina tidak ada kelainan

Portio permukaan licin, letak posterior, tebal, eff 10%

: 3 cm

Kulit ketuban tidak utuh

Lendir (+) darah (+)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium Hematologi
Darah Rutin (WB
EDTA)
Hb
Ht
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCHC
MCH
RDW
MPV
Limfosit
Monosit
Limfosit %
Monosit %
PCT
Golongan darah
HbsAg
Kimia klinik
Ureum
Creatinin

Nilai

Nilai normal

9,0 L
29,2 L
15,3 H
240
4,20
69,5 L
30,8 L
21,4 L
15,1
9,0
2,2
0,8
14,1 L
5,0
0,216
O
Non reaktif
Nilai
7,2 L
0,54

12.5 15.5
37 47
4,0 10,0
150 400
3,8 5,4
82 98
32 36
>= 27
10 16
7 11
1,0 4,5
0,4 3,1
25 40
28
0,2 0,5
Non reaktif
Nilai normal
10 50
0,45 0,75

SGOT
SGPT

22
14

0 35
0 35

V. DIAGNOSIS
G1P0A0, 18 tahun, hamil 16 minggu

VI. PROGNOSIS
Persalinan

: dubia ad bonam

VII. PENATALAKSANAAN
-

Informed consent tentang keadaan ibu dan rencana terapi yang akan dilakukan.

Pasien dirawat inap dan tirah baring

Infus RL 20 tpm

Non Farmakologi:

Tirah baring

Mengurangi aktifitas

Farmakologi:

Infus RL 20 tpm

Scopamin/6 jam IV

Hystolan tab 3x1

VIII. FOLLOW UP
IX. FOLLOW UP
1. Tanggal 4 April 2014 pukul 06.00

Keluhan : Masih perdarahan tetapi sedikit-sedikit, ganti pembalut 2 kali semalam,nyeri


perut(-)

KU

Vital Sign :

TD

Nadi

RR

: 20 x/menit

: 36,2 0C

Mata

Thoraks

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : edema (-)

Hasil USG : Abortus Incomplete

Diagnosis : Abortus Incomplete

Penatalaksanaan :

Dilatasi curetase

: baik, compos mentis

: 110/80m mmHg
: 82 x/menit

: CA -/-

SI -/-

: dbn
NT(-)

Tanggal 05 April 2014 pukul 06.00

Keluhan : Keluar flek-flek

KU

Vital Sign :

TD

: 110/70m mmHg

Nadi

: 76 x/menit

RR

: 20 x/menit

: 36,9 0C

: baik, compos mentis

Mata

: CA -/-

Thoraks

: dbn

Abdomen : BU (+)

Ekstremitas : edema (-)

Dilakukan dilatasi curetase

Pasien boleh pulang

SI -/-

NT(-)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari
500 gram.
Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan, sedangkan abortus yang
terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus provokatus. Abortus provokatus ini
dibagi 2 kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.
Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan ibu. Disini
pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter spesialis, yaitu spesialis Kebidanan dan
Kandungan, spesialis Penyakit Dalam, dan Spesialis Jiwa.
Angka kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan, kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Abortus spontan dan tidak jelas umur
kehamilannya, hanya sedikit memberikan gejala atau tanda sehingga biasanya ibu tidak melapor
atau berobat. Sementara itu, dari kejadian yang diketahui, 15-20% merupakan abortus spontan
atau kehamilan ektopik. Sekitar 5% dari pasangan yang mencoba hamil akan mengalami 2
keguguran yang berurutan, dan sekitar 1% dari pasangan mengalami 3 atau lebih kegururan yang
berurutan.
Rata-rata terjadi 114 kasus abortus per jam. Sebagian besar studi menyatakan kejadian
abortus spontan antara 15-20% dari semua kehamilan. Kalau dikaji lebih jauh kejadian abortus
sebenarnya bisa mendekati 50%. Hal ini dikarenakan tingginya angka chemical pregnancy loss
yang tidak bisa diketahui pada 2 4 minggu setelah konsepsi. Sebagian besar kegagalan
kehamilan ini dikarenakan kegagalan gamet (misalnya sperma dan disfungsi oosit).

Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:

Faktor genetik. Translokasi parental keseimbangan genetik


- Mendelian
- Multifaktor
- Robertsonian
- Resiprokal

Kelainan kongenital uterus


- Anomali duktus Mulleri
- Septum uterus
- Uterus bikornis
- Inkompetensi serviks uterus
- Mioma uteri
- Sindroma Asherman

Autoimun
-

Aloimun

Mediasi imunitas humoral

Mediasi imunitas seluler

Defek fase luteal


-

Faktor endokrin eksternal

Antibodi antitiroid hormon

Sintesis LH yang tinggi

Infeksi

Hematologik

Lingkungan
Usia kehamilan saat terjadinya abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya.

Sebagai contoh, antiphospholipid syndrome (APS) dan inkompetensi serviks sering terjadi
setelah trimester pertama.

Penyebab Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan karotip embrio. Paling sedikit
50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun,
gambaran ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen tunggal (misalnya
kelainan Mendelian) atau mutasi pada beberapa lokus (misalnya gangguan poligenik atau
multifaktor) yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan karotip.
Kejadian tertinggi kelainan sitogenik konsepsi terjadi pada awal kehamilan. Kelainan
sitogenik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis, misalnya
non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada
16% kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma (dispermi)
sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama
gametogenesis pada pasien dengan karotip normal. Untuk sebagian besar trisomi, gangguan
meiosis maternal bisa berimplikasi pada gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan
bertambahnya usia. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi, merupakan
penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir abortus kecuali pada trisomi kromosom
1. Sindroma Turner merupakan penyebab 20-25% kelainan sitogenetik pada abortus. Sepertiga
dari fetus dengan Sindroma Down (trisomi 21) bisa bertahan.
Pengelolaan standar menyarankan untuk pemeriksaan genetik amniosentesis pada semua
ibu hamil dengan usia yang lanjut, yaitu di atas 35 tahun. Risiko ibu terkena aneuploidi adalah
1:80, pada usia di atas 35 tahun karena angka kejadian kelainan kromosom/trisomi akan
meningkat setelah 35 tahun.
Kelainan lain umumnya berhubungan dengan fertilisasi abnormal (tetraploidi, triploidi).
Kelainan ini tidak bisa dihubungkan dengan kelangsungan kehamilan. Tetraploidi terjadi pada
8% kejadian abortus akibat kelainan kromosom, dimana terjadinya kelainan pada fase sangat
awal sebelum proses pembelahan.
Struktur kromosom merupakan kelainan kategori ketiga. Kelainan struktural terjadi pada
sekitar 3% kelainan sitogenetik pada abortus. Ini menunjukkan bahwa kelainan struktur
kromosom sering diturunkan oleh ibunya. Kelainan struktur kromosom pada pria bisa berdampak

pada rendahnya konsentrasi sperma, infertilitas, dan bisa mengurangi peluang kehamilan dan
terjadinya keguguran.
Struktur sering juga berupa gen yang abnormal, mungkin karena adanya mutasi gen yang
bisa mengganggu proses implantasi bahkan menyebabkan abortus. Contoh untuk kelainan gen
tunggal yang sering menyebabkan abortus berulang adalah myotonic dystrophy, yang berupa
autosom dominan dengan penetrasi yang tinggi, kelainan ini progresif, dan penyebab abortusnya
mungkin karena kombinasi gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Kemungkinan juga
karena adanya mosaik gonad pada ovarium atau testis.
Abortus berulang bisa disebabkan oleh penyatuan dari 2 kromosom yang abnormal,
dimana bila kelainannya hanya pada salah satu orang tua, faktor tersebut tidak diturunkan. Studi
yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa bila didapatkan kelainan karotip pada kejadian
abortus, maka kehamilan berikutnya juga beresiko abortus.
Penyebab Anatomik
Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus
berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200
sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus
pada 27% pasien.
Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik uterus adalah septum uterus (4080%), kemudian uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10-30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang. Risiko kejadiannya antara gejala, hanya
yang berukuran besar atau yang memasuki kavum uteri (submukosum) yang akan menimbulkan
gangguan.
Penyebab Autoimun
Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit autoimun.
Misalnya pada Systematic Lupus Erythematous (SLE) dan Antiphospholipid Antibodies (aPA).
aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE.
Sebagian besar kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA. aPA merupakan antibodi
yang akan berikatan dengan sisi negatif dari fosfolipid. Paling sedikit ada 3 bentuk aPA yang
diketahui mempunyai arti klinis yang penting, yaitu Lupus Anticoagulant (LAC), anticardiolipin

antibodies (aCLs), dan biologically false-positive untuk syphilis (FP-STS). APS sering juga
ditemukan pada beberapa keadaan obstetrik, misalnya pada preeklamsia, IUGR, dan
prematuritas. Beberapa keadaan lain yang berhubungan dengan APS yaitu trombosis arteri-vena,
trombositopeni autoimun, anemia hemolitik, korea dan hipertensi pulmonum. The International
Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi:

Trombosis vaskular
-

Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapilar yang dibuktikan dengan
gambaran Doppler, pencitraan, atau histopatologi.

Pada histopatologi, trombosisnya tanpa disertai gambaran inflamasi.

Komplikasi kehamilan
-

Tiga atau lebih kejadian abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik,
genetik, atau hormonal.

Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal.

Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan
dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.

Kriteria laboratorium
-

aCL: IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
pemeriksaan dengan jarak lebih dari atau sama dengan 6 minggu.

aCL diukur dengan metode ELISA standar.

Antibodi fosfolipid/antikoagulan
-

Pemanjangan tes skrining koagulasi fosfolipid (misalnya aPTT, PT, dan CT ).

Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan


plasma platelet normal.

Adanya perbaikan nilai tes yang memanjang dengan penambahan fosfolipid.

Singkirkan dulu kelainan pembekuan darah yang lain dan pemakaian heparin.
Pengelolaan secara umum meliputi pemberian heparin subkutan, aspirin dosis rendah,

prednison, imunoglobulin, atau kombinasi semuanya. Studi case control menunjukkan


pemberian heparin 5000 U 2x/hari dengan 81 mg/hari aspirin meningkatkan daya tahan janin
dari 50% menjadi 80% pada perempuan yang pernah mengalami abortus lebih dari dua kali tes

APLAs positif. Yang perlu diperhatikan adalah pada penggunaan heparin jangka panjang, perlu
pengawasan terhadap resiko kehilangan massa tulang, perdarahan, serta trombositopeni.
Penyebab Infeksi
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika
DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan
yang terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian
abortus antara lain :

Bakteri
Listeria monositogenes
Klamidia trakomatis
Ureaplasma urealitikum
Mikoplasma hominis
Bakterial vaginosis

Virus
Sitomegalovirus
Rubela
Herpes simpleks virus
HIV
Parvovirus

Parasit
Toksoplasmosi gondii
Plasmodium falsiparum

Spirokaeta
Treponema pallidum
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap risiko abortus,

diantaranya sebagai berikut :

Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung
pada janin atau unit fetoplasenta.

Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit
bertahan hidup.

Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin.

Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya Mikoplasma
hominis, Klamidia) yang bisa mengganggu proses implantasi.

Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio, umumnya oleh karena virus selama
kehamilan awal (misalnya Rubela, Parvovirus B19, Sitomegalovirus, Koksakie virus B,
Varisela-Zoster, HSV) (Prawirohardjo, 2008)

Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1-10 persen malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau
radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus. Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan
risiko abortus. Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang per hari, risiko tersebut sekitar
dua kali lipat dibandingkan kontrol normal. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur
toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat
sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta
memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.

Faktor Hematologik
Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan adanya mikrotrombi
pada pembuluh darah plasenta. Berbagai komponen koagulasi dan fibrinolitik memegang peran
penting pada implantasi embrio, invasi trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan
hiperkoagulasi dikarenakan peningkatan kadar faktor prokoagulan, penurunan faktor
antikoagulan, dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Kadar faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen
meningkat selama kehamilan normal, terutama pada kehamilan sebelum 12 minggu.
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek
hemostatik. Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan
riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan
pada usia kehamilan 4-6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8-11

minggu (Cunningham et al, 2005). Perubahan rasio tromboksan-prostasiklin memacu


vasospasme serta agregrasi trombosit, yang akan menyebabkan mikrotrombi serta nekrosis
plasenta. Juga sering disertai penurunan kadar protein C dan fibrinopeptida.
Defisiensi faktor XII (Hageman) berhubungan trombosis sistemik ataupun plasenter dan
telah dilaporkan juga berhubungan dengan abortus berulang pada lebih dari 22 persen kasus.
Hiperhomosisteinemi berhubungan dengan trombosis dan penyakit vaskular dini. Kondisi ini
berhubungan dengan 21 persen abortus berulang (Cunningham et al, 2005). Gen pembawa akan
diturunkan secara autosom resesif. Bentuk terbanyak yang didapat adalah defisiensi folat.
Kelainan Endokrin

Hipotiroidisme
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun
tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata.

Diabetes melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan
diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada
trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, Mills dkk. mendapatkan bahwa
pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka
abortus spontan yang setara dengan angka kontrol nondiabetik. Namun, kurangnya
pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan abortus spontan yang mencolok.

Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus leteum atau plasenta dilaporkan
menyebabkan peningkatan insidensi abortus.

KLASIFIKASI ABORTUS
A. Abortus provokatus (induksi abortus) adalah abortus yang disengaja tanpa indikasi medis,
baik dengan memakai obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi:

1) Abortus medisinalis (abortus therapeutica) yaitu abortus berdasarkan pertimbangan dokter


untuk menyelamatkan ibu. Perlu mendapat persetujuan minimal 3 dokter spesialis
(spesialis Kandungan dan Kebidanan, spesialis Penyakit Dalam, spesialis Jiwa)
2) Abortus kriminalis yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak
legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya dilakukan secara sembunyisembunyi oleh tenaga tradisional.
B. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan
tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis, sematamata disebabkan oleh faktorfaktor alamiah. Abortus spontan terbagi lagi menjadi :
1) Abortus Iminens
Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.

3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.

4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam
kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis
Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam pembuluh darah atau peritoneum.

PATOFISIOLOGI
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio
akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat
perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali adanya
proses abortus.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu


Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi
chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih

tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servikalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8-14 minggu


Mekanisme di atas juga terjadi dan diawali dengan pecahnya selaput ketuban telebih
dahulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal
dalam cavum uteri. Jenis ini sering menimbulkan perdarahan pervaginam banyak.

Pada kehmilan minggu ke 14-22 :


Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menimbulkan
gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam banyak. Perdarahan
pervaginam umumnya lebih sedikit namun rasa sakit lebih menonjol.

BAB III
AFTER CARE PATIENT

III.1. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA


1. Fungsi Biologik
Pasien seorang perempuan berusia 18 tahun yang masih dalam masa reproduksi.
2. Fungsi Psikologik
Pasien sudah menikah dan tinggal bersama suaminya. Aktivitas sehari-hari pasien
adalah sebagai ibu rumah tangga, mengerjakan pekerjaan sehari-hari dirumah. Pasien
sering berkumpul dengan keluarga. Hubungan pasien dengan masing-masing anggota
keluarga dekat dan baik. Hubungan pasien dengan tetangga baik. Terkadang pasien
merasa jenuh dan bosan dengan aktivitas sehari-harinya.
3. Fungsi Ekonomi
Pasien bekerja membantu suami nya setiap harinya. Pendapatan per-harinya tidak
menentu, berkisar Rp.500.000,00 per hari dan belum termasuk biaya untuk modal dihari
berikutnya. Kakak pasien bekerja menjual makanan kecil di sekolah dasar dengan
pendapatan berkisar Rp.30.000,00 Rp.40.000,00. Yang bertanggung jawab dalam
keuangan untuk kebutuhan sehari-hari di rumah adalah suami pasien.
4. Fungsi Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien dan suami pasien adalah SMP. Pendidikan terakhir ayah
dan ibu pasien adalah SD. Pendidikan terakhir kakak pasien adalah STM.

5. Fungsi Religius
Pasien dan keluarga adalah seorang muslim yang cukup taat. Pasien terkadang
mengikuti acara pengajian yang diadakan di lingkungan rumahnya setiap minggunya.
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Pasien merupakan warga desa biasa. Pasien mengaku cukup dekat dengan
tetangganya. Sesekali pasien mengikuti kegiatan arisan yang diadakan di lingkungan
rumahnya
III.2. POLA KONSUMSI MAKANAN PASIEN
Pasien mengatakan bahwa dalam sehari, pasien dan keluarganya makan sehari tiga kali
dengan nasi, lauk pauk berupa tempe, tahu, dan lebih sering dengan sayur yang ditumis.
Selain itu, pasien juga menyukai cemilan berupa gorengan, dalam sehari pasien bias 2-3 kali
mengkonsumsi gorengan.
III.3. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pasien
1. Faktor Perilaku
Kesadaran pasien tentang PHBS cukup baik. Pasien mau dilakukan kuretase setelah
pasien diinformed consent tentang penatalaksanaan tersebut. Pasien sadar akan komplikasi
yang terjadi jika tidak dilakukan tindakan.
2. Faktor Non-Perilaku
Pelayanan kesehatan terletak cukup jauh dari rumah pasien. Pasien memilih
berobat ke RSUD Ambarawa yang berjarak sekitar 30 menit dari rumah pasien. Keadaan
jalan sekitar rumah pasien terlihat tidak terlalu baik, dan tidak ada angkutan umum,
sehingga pasien harus menggunakan kendaraan pribadinya berupa sepeda motor untuk
berobat ke rumah sakit.
III.4. Identifikasi Keadaan Lingkungan Rumah

Pasien tinggal di kawasan yang cukup padat, dengan kedua orang tua pasien. Lingkungan
sekitar rumah pasien berupa persawahan. Rumah pasien berdinding tembok, dengan lantai
keramik, dan atap genteng. Terdapat tiga kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang keluarga,
satu ruang tamu, dan dapur.
Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah sehat. Dengan pencahayaan yang cukup
baik, ventilasi dan jendela yang cukup. Kebersihan rumah dan lingkungan rumah juga cukup
terjaga. Pasien memiliki jamban sendiri, dan memiliki tempat sampah untuk membuang sampah
sehari-hari. Untuk keperluan mandi, air berasal dari air keran. Untuk air minumnya, pasien
membeli air minum di toko. Tidak terdapat genangan air di sekitar rumah pasien, terdapat
saluran pembuangan air yang bermuara di parit.
III.5 Diagnosis Fungsi Keluarga
A. Fungsi Biologis : Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
B. Fungsi Psikologis : Hubungan dengan tiap anggota keluarga baik.
C. Fungsi Religius dan Sosial Budaya : sering beribadah bersama di masjid.
D. Fungsi Ekonomi : Tidak ada masalah.
E. Faktor Perilaku :Keluarga pasien terus memotivasi pasien supaya pasien mau untuk
menjalani tindakan operatif.
F. Faktor Non Perilaku : Pelayanan kesehatan cukup jauh dari rumah pasien dan tidak ada
angkutan umum, menjadi kendala tersendiri untuk mencapai ke tempat pelayanan
kesehatan.
III.6 Rencana Pembinaan Keluarga
I. Terhadap Pasien
a. Pemantauan vital sign pada saat kunjungan.

b. Pemeriksaan luka bekas operasi.


c. Edukasi mengenai perawatan luka bekas operasi.
d. Edukasi mengenai diet makanan tinggi protein.
e. Edukasi untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat dan istirahat yang cukup.
2. Terhadap Keluarga
Pemberian edukasi tentang abortus, tanda dan gejala. Dan meyakinkan keluarga pasien
bahwa penanganan abortus dengan tepat dan cepat adalah pilihan yang terbaik.
Memberitahu bagaimana cara merawat luka bekas operasi, dan mengganjurkan supaya
mengkonsumsi makanan tinggi protein.
III.7 Langkah Untuk Mencapai Tujuan Pembinaan
1. Tindakan Terhadap Pasien (dilakukan saat berkunjung ke rumah pasien)
a. Membina hubungan baik dengan pasien.
b. Pemeriksaan fisik umum.
c. Edukasi mengenai perawatan luka bekas operasi.
d. Edukasi mengenai diet tinggi protein.
2. Tindakan Terhadap Keluarga (dilakukan saat berkunjung ke rumah pasien)
a. Membina hubungan baik dengan keluarga.
b. Dilakukan pertemuan keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan
perilaku terhadap abortus, bagaimana pentingnya dilakukan tindakan kuretase sedini
mungkin jika sudah ada indikasinya.

Tanggal

Subjektif

Sabtu,5-4- Sedikit
2014

Objektif

Assesment

Planning

KU/KES : baik/CM

Post

Edukasi perawatan luka.

kuretase

Konsumsi

darah post TD : 120/70 mmHg


kuretase

makanan

Nadi : 80x/menit.

tinggi protein.

RR : 20x/menit

Motivasi psikologis.

Suhu : 36.4 C
Status Generalis : dbn
Status Lokalis Abdomen:
dbn

Tanggal

Kegiatan yang dilakukan

Yang

Hasil

terlibat
Rabu,
4-2014

7- Pemeriksaan vital sign

Post

Pemeriksaan vital sign

Pemeriksaan bekas luka operasi.

kuretase

stabil.

Edukasi perawatan luka post operasi.

hari ke III

Pemeriksaan

Edukasi diet tinggi protein.

operasi,

bekas

tidak

ada

rembesan darah.
Pasien

memahami

bagaimana cara merawat


bekas operasi.
Pasien

memahami

tentang diet tinggi kalori

BAB IV
KESIMPULAN
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.
Gejala klinisnya ada perdarahan. Abortus terbagi menjadi yaitu : Abortus Iminens
Merupakan tingkat permulaan dan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam,
ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.

2) Abortus Insipiens
Adalah abortus yang sedang mengancam ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih dalam kavum uteri dan
dalam proses pengeluaran.

3) Abortus Inkompletus
Adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang
tertinggal.

4) Abortus Kompletus
Adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

5) Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kehamilan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi masih tertahan dalam
kandungan lebih dari 4 minggu.
6) Abortus Habitualis

Adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.


7) Abortus Infeksious
Adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
8) Abortus septik
Adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke
dalam pembuluh darah atau peritoneum.
Tatalaksana abortus tergantung klasifikasinya. Pada pasien, ditemukan abortus incomplete
sehingga tindakan kuretase merupakan pilihan yang tepat untuk dilakukan. Pada saat dilakukan
kuretase, diketahui bahwa terdapat sisa jaringan yang harus dibersihkan. Pada pasien, sudah
dilakukan tindakan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Wiknjosastro, Hanifa. Prof.dr. DSOG. Ilmu Kebidanan, yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta. 2007 : 302-312
Cunningham, Macdonald. William Obstetrics. 21th edition. Appleton and Lange. Stanford
Connecticut. 2007:856-877
Safuddin, Abdul bari. Prof. Dr. DSOG. Buku Acuan Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2004:146-147
Mochtar R. Abortus dan kelainan dalam kehamilan. Dalam : Sinopsis Obstetri. Edisi kedua.
Editor : Lutan D. EGC, Jakarta, 2007; 209-217
Estronaut : Signs of a Spontaneus Abortion. Diakses dari http://www.gennexhealth.com
Saifuddin AB, dkk. Dalam : Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Edisi pertama cetakan kedua. JNPKKR-POG I -Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta 2002
Mansjoer A, dkk. Kelainan Dalam Kehamilan. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2001; 260-265.

Anda mungkin juga menyukai