BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisika berasal dari bahasa yunani yang berarti alam, karena itu fisika adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari benda-benda di alam, gejala-gejala alam, kejadian-kejadian
alam, serta interaksi antara benda-benda tersebut. Gejala-gejala ini pada mulanya adalah apa
yang di alami oleh indra kita, misalnya penglihatan, sehingga menemukan optika dan cahaya,
pendengaran menemukan bunyi, dan indra perasa menemukan panas. Sejarah Fisika di awali
dari periode massa Yunani Kuno.
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan,
maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah
filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum
para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan
mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya. Ia ibarat pembuka pintu-pintu
aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang.
Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi
padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga
sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya
sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang
Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat
Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang
pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli
peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Peradaban merupakan istilah deskriptif yang relative dan kompleks untuk
pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya lain oleh
kompleksitas dan organisasi social dan beragam kegiatan ekonomi dan budaya.
Peradaban dapat berarti perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa. Dalam konteks
luas peradaban digunakan untuk merujuk pada seluruh atau tingkat pencapaian
manusia dan penyebarannya ( peradaban manusia atau peradaban global ). Dengan
kata lain peradaban merupakan sebuah upaya manusia untuk memakmurkan
dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak akan
dilepaskan dari tiga factor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban.
Ketiga factor tersebut adalah system pemerintahan, system ekonomi, dan IPTEK.
Demikian halnya dengan perkembangan sejarah fisika, konsep fisika yang sampai saat ini
telah banyak dipergunakan dan berkembang sangat luas ini merupakan pengaruh dari hasil
pemikiran para ilmuan Yunani dalam menyempurnakan studi fisika. Ada beberapa tokoh yang
sangat berperan dalam membangun fondasi fisika diantaranya Pythagoras, Euclid, Democritus,
Archimedes, Aristoteles, Aristarcus dan masih banyak tokoh lainnya yang juga ikut berperan
dalam membangun studi fisika.
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.3 Tujuan
1.3.1 Mejelaskan bagaimana Fisika periode Yunani Kuno
1.3.2 Mejelaskan biografi serta penemuan dari Phytagoras
1.3.3 Mejelaskan biografi serta penemuan dari Archimedes
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Fisika Periode Yunani Kuno
Fisika pada zaman Yunani Kuno merupakan periode sangat penting dalam
sejarah peradaban manusia karena pada waktu ini terjadi perubahan perubahan
pola pikir manusia dari mitosentris menjad ilogosentris. Pola pikir mitosentris
adalah pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi. Gempa bumi tidak dianggap
fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyakan kepalanya.
Namun, ketika filsafat diperkenalkan ,fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktifitas dewa, tetapi aktifitas alam yang terjadi secara kausalitas.
Perubahan pola pikir tersebut kelihatannya sederhana, tetapi implikasinya tidak
sederhana karena selama ini alam ditakuti dan dijauhi kemudian didekati bahkan
dieksploitasi. Pada zaman ini fisika disebut sebagai filsafat alam (sekitarabad18).
Orang Yunani awalnya sangat percaya pada dongeng dan takhyul, tetapi lama
kelamaan, terutama setelah mereka mampu membedakan yang riil dengan yang
ilusi, mereka mampu keluar dari kungkungan mitologi dan mendapatkan dasar
pengetahuan ilmiah. Inilah titik awal manusia menggunakan rasio untuk meneliti
dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad raya. Karena manusia selalu
berhadapan dengan alam yang begitu luas dan penuh misteri, timbul rasa ingin
mengtahui rahasia alam itu. Lalu timbul pertanyaan dalam pikirannya; dari mana
datangnya alam ini, bagaimana kejadiannya, bagaimana kemajuaannya dan kemana
tujuannya? Pertanyaan semacam inilah yang selalu menjadi pertanyaan dikalangan
filosof Yunani, sehingga tidak heran kemudian mereka juga disebut dengan filosof
alam karena perhatian yang begitu besar pada alam. Para filosof alam ini juga
disebut para filosof pra Sokrates, sedangkan Sokrates dan setelahnya disebut para
filosof pasca Sokrates yang tidak hanya mengkaji tentang alam, tetapi manusia dan
perilakunya. Ilmuwan Fisika pada zaman Yunani Kuno Pada masa Yunani kuno,
Orang-orang yang senantiasa berfikir tentang alam dan begitu perhatian terhadap
alam disebut filosof alam.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM),
Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak
filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi
pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan
apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam
keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan
bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan
Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang
bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan
adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu
adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas. Jasa Phytagoras sangat besar
dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang
dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan
matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk
beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi
justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan
mereka mengilhami generasi setelahnya.
2.2 Phytagoras
Phytagoras lahir pada tahun 570 SM, di pulau Samos, di daerah Ionia.
Pythagoras (582 SM 496 SM, bahasa Yunani: ) adalah seorang
matematikawan dan filsuf Yunani yang paling dikenal melalui teoremanya. Dikenal
sebagai "Bapak Bilangan", dia memberikan sumbangan yang penting terhadap
filsafat dan ajaran keagamaan pada akhir abad ke-6 SM. Kehidupan dan ajarannya
tidak begitu jelas akibat banyaknya legenda dan kisah-kisah buatan mengenai
dirinya.
Phytagoras adalah seorang filsuf dan matematikawan yang lebih dikenal sebagai
penggagas filsafat bilangan dan juga sebagai pendiri sekolah filsafat yang bertahan
hingga 200 tahun lamanya, serta berpengaruh kuat terhadap perkembangan
pemikiran yunani. Pythagoras percaya bahwa seluruh fenomena alam dapat
dijelaskan melalui istilah yang terdapat pada bilangan yang saling berkaitan.
Dalam tradisi Yunani, diceritakan bahwa ia banyak melakukan perjalanan,
diantaranya ke Mesir. Perjalanan Phytagoras ke Mesir merupakan salah satu bentuk
usahanya untuk berguru, menimba ilmu, pada imam-imam di Mesir. Konon, karena
kecerdasannya yang luar biasa, para imam yang dikunjunginya merasa tidak
sanggup untuk menerima Phytagoras sebagai murid. Namun, pada akhirnya ia
diterima sebagai murid oleh para imam di Thebe. Disini ia belajar berbagai macam
misteri. Selain itu, Phytagoras juga berguru pada imam-imam Caldei untuk belajar
Astronomi, pada para imam Phoenesia untuk belajar Logistik dan Geometri, pada
para Magi untuk belajar ritus-ritus mistik, dan dalam perjumpaannya dengan
Zarathustra, ia belajar teori perlawanan.
Selepas berkelana untuk mencari ilmu, Phytagoras kembali ke Samos dan
meneruskan pencarian filsafatnya serta menjadi guru untuk anak Polycartes,
penguasa tiran di Samos. Kira-kira pada tahun 530, karena tidak setuju dengan
pemerintahan tyrannos Polycartes, ia berpindah ke kota Kroton di Italia Selatan. Di
kota ini, Phytagoras mendirikan sebuah tarekat beragama yang kemudian dikenal
dengan sebutan Kaum Phytagorean.
Selain sebagai penggagas filsafat bilangan, Pythagoras juga dikenal baik sebagai
penemu hukum geometri atau teorema yang berguna untuk menentukan panjang
sisi miring dalam segitiga. Dia mengemukakan suatu dalil untuk segitiga siku-siku
yang mengatakan bahwa sisi miring kuadrat sama dengan jumlah kuadrat sisi sikusikunya, Konon kabarnya ia menemukan dalil itu ketika sedang mengamati ubinubin lantai rumah salah seorang temannya. Teorema Pythagoras ini juga menjadi
inspirasi awal baik bagi Einstein dalam menyusun toeri relativitas umum maupun
bagi seluruh fisika modern yang mencoba menyusun teori terpadu melalui
manifestasi ruang waktu geometri.
Phytagoras percaya bahwa angka bukan unsur seperti udara dan air yang
banyak dipercaya sebagai unsur semua benda. Angka bukan anasir alam. Pada
dasarnya kaum Phytagorean menganggap bahwa pandangan Anaximandros
tentang to Apeiron dekat juga dengan pandangan Phytagoras. To Apeiron
melepaskan unsur-unsur berlawanan agar terjadi keseimbangan atau keadilan
(dikhe). Pandangan Phytagoras mengungkapkan bahwa harmoni terjadi berkat
angka. Bila segala hal adalah angka, maka hal ini tidak saja berarti bahwa segalanya
bisa dihitung, dinilai dan diukur dengan angka dalam hubungan yang proporsional
dan teratur, melainkan berkat angka-angka itu segala sesuatu menjadi harmonis,
seimbang. Dengan kata lain tata tertib terjadi melalui angka-angka.
Salah satu peninggalan Phytagoras yang terkenal adalah teorema Pythagoras,
yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa dari suatu segitiga siku-siku adalah
sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya). Walaupun
fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras,
namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena ia lah yang pertama
membuktikan pengamatan ini secara matematis.
Pemikiran lainnya yang tidak bisa dilupakan adalah gagasan mengenai jagat
raya bersifat harmoni ( cosmos ) atau tidak kacau ( chaos ). Menurutnya
keharmonisan alam memiliki kesesuaian dengan harmoni pada musik. Harmoni
suara musik ditentukan oleh pengaturan interval dan panjang pendeknya senar.
Konsep keharmonisan suara musik ini kemudian dijadikan prinsip umum untuk
menjelaskan gagasan tentang keharmonisan jagat raya, dan semua gerakan planet
menyuarakan suara harmoni yang mewakili perbedaan notasi musik. Bahkan,
Johannes Kepler pada permulaan spekulasinya menganggap bahwa perbedaan
gerakan antar planet ditentukan oleh perbedaan oktaf yamg ada pada skala musik.
Ia mengemukakan bahwa bumi itu bulat dan tidak datar, dan dia mengatakan
bahwa benda bulat itu adalah bentuk yang sempurna dan mengemukakan bahwa
bumi di kelilingi oleh matahari, bintang-bintang, dan planet-planet yang bergerak
dengan lintasan berbenruk lingkaran tetap dan bumi sebagai sumbunya.
Suatu hari ia melewati suatu bengkel pandai besi dan mampir melihat pandai
besi sedang kerja menggunakan martil. Hasil dari pengamatan itu ditemukan bahwa
semakin pendek pegangan martil itu, semakin tinggi pula frekuensi nada yang
DAFTAR PUSTAKA