Tutorial A1
Tutor Inti : Maman SF, S.Si, M.Biomed
Disusun oleh :
Anggitia Nurlathifah Haque 0910211001
Regia Puspa Astari
0910211003
Ichsan Haldiansyah P
0910211004
Khaerunnisa Pratiwi
0910211005
0910211006
Yunia Zulanda
0910211007
0910211008
0910211009
0910211010
Nigeli Tosaga B
0910211013
Novita
0810211085
Fakultas Kedokteran
UPN Veteran Jakarta
2010
Kasus
Deni anak laki-laki berusia 9 tahun adalah murid sekolah dasar swasta, sudah 2 hari dia
menderita demam. Ibunya sudah memberi obat penurun panas. Setelah minum obat penurun
panas, panasnya turun, tapi kemudian naik lagi.
Di hari kelima demam, Deni merasa sakit kepala, mual, disertai nyeri otot. Salah seorang
teman sekelas Deni, sedang dirawat di Rumah Sakit karena demam disertai bintik-bintik
merah dibadannya. Deni diantar ibunya berobat ke dokter, oleh dokter Deni dirujuk ke
Rumah Sakit untuk dirawat.
Di Rumah Sakit, selain dilakukan pemeriksaan laboratorium darah rutin (antara lain kadar
Hb, Ht, Trombosit), juga dilakukan pemeriksaan Mikrobiologi yaitu Uji Dengue Blot,
hasilnya IgM positif. Setelah dirawat beberapa hari di Rumah Sakit dengan perawatan yang
adekuat dan pengobatan yang tepat. Deni diperbolehkan pulang. Beberapa hari kemudian
deni kembali masuk sekolah.
Hari/Tanggal
Kasus
Nama Tutor :
Pak Maman
Grup
A-1
Terminologi
1.
2.
3.
4.
5.
Demam
Hb
Ht
Uji Dengue Blot
IgM
Problem
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hipotesis
1. Deman Deni disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme
patogen.
2. Fluktuasi
demam
disebabkan
oleh
adanya
siklus
hidup
mikroorganisme patogen.
More Info
1. Obat apa yang diberikan oleh Ibu kepada Deni?
2. Perawatan dan pengobatan yang adekuat?
I Dont Know
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Virus
Klasifikasi virus
Reproduksi dan Siklus Hidup
Patogen dan Diagnosis infeksi virus
Sterilisasi dan Disinfeksi
Mekanisme Demam
Pemeriksaan Uji Hb, Ht, dan trombosit
Pemeriksaan Uji Dengue Blot
Learning Issues
IDK
L.I
a.
b.
c.
d.
e.
2. Klasifikasi Virus
a. DNA
b. RNA
c. Prion
a. Tahapan
- Penempelan
- Penyusupan
- Pelepasan
- Replikasi
- Sintesis
b. Pembebasan
- Lisis
- Budding Out
4. Patogen
a. Patogenesis virus
dan
Diagnosis
Definisi
Morfologi
Struktur
Cara penularan
Epidemiologi
infeksi virus
b.
c.
d.
e.
f.
Diagnosis virus
Sistem imun virus
Isolasi virus
Kultur
Identifikasi virus
a. Prinsip
- Prinsip
pengendalian
mikroba
b. Metode
- Metode
pengendalian
mikroba
Fisik dan Kimiawi
6. Mekanisme Demam
a. Mekanisme demam
- Demam berdarah
a. Definisi
b. Tujuan
c. Hasil
a. Definisi
b. Tujuan
c. Hasil
Pembagian IDK
PEMBAHASAN TERMINOLOGI
1. Demam
: pireksia peningkatan temperatur temperatur tubuh di atas normal
0
(98,6 F atau 37.20C). Setiap penyakit yang disebabkan oleh peningkatan suhu tubuh.
blackwater f., komplikasi berbahaya malaria falsiparum, ditandai dengan
pengeluaran urin berwarna merah gelap hingga hitam, toksisitas berat dan angka
kematian tinggi.
2. Hb
: pigmen pembawa oksigen eritrosit , dibentuk oleh eritrosit yang
berkembang dalam sumsum tulang, merupakan empat rantai polipeptida globin yang
berbeda, masing-masing terdiri dari beberapa ratus asam amino.
3. Ht
: persentase volume eritrosit dalam darah keseluruhan; juga , peralatan
atau prosedur yang digunakan dalam penentuannya.
4. Uji dengue blot:teknik yang baru dikembangkan dan merupakan uji serologis dengue
yang banyak dijumpai saat ini. Uji ini dipakai untuk mendeteksi adanya antibodi yang
reaktif terhadap virus dengan serotip 1, 2, 3, 4 dalam plasma atau serum penderita
yang dicurigai menderita DBD.
5. IgM
: fungsi mengaktifkan jalur komplemen klasik; opsonisasi.
Pembahasan idk
b. Struktur virus
Virus telanjang
virus berselubung
c. Struktur virus
- Virus kompleks
1. Kapsid
Kapsid merupakan lapisan pembungkus DNA atau RNA,
kapsid dapat berbentuk helik(batang), misalnya pada virus
mozaik, ada yang berbentuk polihedral pada virus
adenovirus, ataupun bentuk yang lebih kompleks lainnya.
Kapsid yang paling kompleks ditemukan pada virus
Bbakteriofaga (faga). Faga yang pertama kali dipelajari
mencakup
tujuh
faga
yang
menginfeksi
bakteri
Escherichia coli, ketujuh faga ini diberi nama tipe 1 (T1),
tipe 2 (T2), tipe 3 (T3) dan seterusnya sesuai dengan
urutan ditemukannya.
2. Kapsomer
Kapsomer adalah subunit-subunit protein dengan jumlah
jenis protein yang biasanya sedikit, kapsomer akan
bergabung membentuk kapsid, misalnya virus mozaik
tembakau yang memiliki kapsid heliks (batang) yang kaku
dan tersusun dari seribu kapsomer, namun dari satu jenis
protein saja.
3. Struktur tambahan lainnya, yaitu selubung virus yang
menyelubungi kapsid dan berfungsi untuk menginfeksi
inangnya. Selubung ini terbentuk dari fosfolipid dan
protein sel inang serta protein dan glikoprotein yang
berasal dari virus itu sendiri. Tidak semua virus memliki
struktur tambahan ini, ada beberapa yang memilikinya,
misalnya virus influenza. Secara kebetulan faga tipe
genap yang diketemukan (T2, T4 dan T6) memiliki
kemiripan dalam struktur, yaitu kapsidnya memiliki kepala
iksohedral memanjang yang menyelubungi DNA dan
struktur tambahan lainnya, yaitu pada kepala iksohedral
tersebut melekat ekor protein dengan serabut-serabut
ekor yang digunakan untuk menempel pada suatu bakteri.
Manusia
Artropoda
Siklus
artropoda-vertebrata
tingkat
rendah
dengan
infeksi
Vertebrata
tingkat
rendah
Artropoda
Manusia
Artropoda
Manusia
pola
penyakit
mungkin
berkaitan
dengan
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi
kejadian
penyakit
angin,
kelembaban,
musim);
Kondisi
demografi
kali lipat atau lebih dari bulan yang sama pada tahun lalu dan atau angka
kematiannya lebih dari 1%.
Pada tanggal 6 Juni 2005, tercatat jumlah penderita demam berdarah
dengue di seluruh Indonesia selama bulan Januari-Mei 2005 sejumlah 28.330
orang dengan jumlah kematian 330 orang.
Penyakit DBD paling banyak menginfeksi anak perempuan berusia 3-5
tahun, dikarenakan kecenderungan mereka bermain di lingkungan rumah.
Sedangkan nyamuk dengue hidup di pemukiman yang lembab dan teduh.
Anak laki-laki jarang terinfeksi DBD karena kecenderungan bermain di luar
rumah (lapangan).
Perbedaan ras juga mempengaruhi kecenderungan untuk terinfeksi virus
dengue. Suku/ras kulit putih yang tinggal di daerah subtropis, jarang terkena
penyait DBD karena nyamuk tidak hidup di daerah subtropis. Sedangkan
suku/ras mongoloid yang tinggal di daerah tropis dan sekitarnya lebih rentan
terkena penyakit DBD.
2. KLASIFIKASI VIRUS
A. Virus DNA
1. Parvovirus
Menginfeksi mamalia dan burung. Menyebabkan krisis aplastik, eritema
infeksiosa, hidrops fetalis, aborsi spontan dan kematian janin. Replikasi
virus ini terjadi di dalam sel-sel yang aktif membelah.
2. Poliomavirus
Menginduksi tumor pada hewan percobaan : dua virus yaitu virus BK dan
virus JC. Menginfeksi manusia, meliputi virus simian 40 (sV40),
menginfeksi mamalia lainnya.
3.
Papilomavirus
Dikenal dengan virus Kondiloma (kutil), terutama tersebar di bagian
telapak tangan dan meupakan agen penyebab kanker genital pada
manusia. Menyebabkan bentuk epidermodisplasia, verusiformis, penyakit
Bowen, dan neoplasia intraepitelium.
4. Adenovirus
Menyebabkan penyakit pernapasan akut, konjungtivitis dan
gastroenteritis. Beberapa adenovirus manusia dapat menimbulkan tumor
pada hamster yang baru lahir. Replikasi terjadi didalam nucleus.
5. Hepadnavirus
Menyebabkan hepatitis akut dna kronik, infeksi persisten berisiko tinggi
menimbulkan kanker hati. Tiga jenis virus diketahui menginfeksi
mamalia (manusia, woodchucks dan tupai tanah) dan lainnya yang
menginfeksi bebek.
6. Herpesvirus
Herpesvirus manusia : herpes simpleks jenis 1 dan 2 (lesioral dan
genital). Virus varisela-zoster (cacar air dan herpes zoster),
sitomegalovirus, virus Epstein-Barr (mononucleosis infeksiosa dan
menyebabkan neoplasma pada manusia), herpesvirus manusia 6 dan 7
(imfotropik T) dan herpesvirus manusia 8 dapat menyebabkan sarcoma
kaporsi. Herpesvirus lain terdapat pada banyak hewan.
7. Poxvirus
Replikasi seluruhnya terjadi di sitoplasma, menimbulkan lesi pada kulit
dan beberapa dapat juga bersifat patogenik terhadap manusia (cacar,
vaksinia, moluskum kontragiosum). Beberapa yang patogenik bagi hewan
dapat menginfeksi manusia (cacar sapi, cacar monyet).
B. Virus RNA
C. Prion
Partikel infeksius hanya terdiri dari protein tanpa asam nukleat yang
dapat dideteksi. Sangat resisten terhadap inaktivasi oleh panas,
formaldehid dan sinar ultraviolet yang menginaktifkan virus. Disandikan
oleh hen selular tunggal. Penyakit prion disebut ensefalopati
spongiformis yang dapat disebarkan, termasuk scrapie pada domba,
penyakit sapi gila, dan penyakit kuru serta Creutzfeldt-Jacob pada
manusia. Prion tidak tampat speerti virus.
Penempelan (Attachment)
Penyusupan (penetrasi)
Virion atau asam nukleat virus menyusup ke sitoplasma sel.Pada bakteriofaga hanya asam
nukleat yg menyusup ke sitoplasma,sementara kapsidnya berada di luar.sedangkan
penyusupan virus berselubung dpt terjadi dgn cara fusi.Selubung virus ke membran plasma di
ikuti oleh masuknya nukleokapsid ke sitoplasma.
Replikasi
Asam nukleat dan sintesis komponen virus.Setelah proses pelepasan selubung luar,proses
selanjutnya berbeda antara virus DNA dan virus RNA.
Keterangan:
1.Adsorbsi
7.Translasi akhir
2.Penetrasi
8.Perakitan(Morfogenesis)
3.Uncoating
9.Sel lisis
4.Transkripsi awal
10.Virus baru(anak)
5.Translasi awal
6.Transkripsi akhir
Replikasi Virus RNA
A. Pembebasan
Pada virus-virus yang telanjang/ tidak memiliki envelope, seperti adenovirus,
reovirus, papovavirus,parvovirus, picornavirus, pelepasan virus pada akhir proses
reproduksi terjadi secara lisis. Prosesnya diawali dengan pelepasan virus yang baru &
polipeptida kapsid bergabung membentuk virus-virus progeny. Kapsid ikosahedral
dapat memadat pada keadaan tanpa asam nukleat sedangkan nukleokapsid virus
dengan simetri heliks tidak dapat terbentuk tanpa RNA virus. Tidak ada mekanisme
khusus untuk pelepasan virus-virus tak berselubung; sel-sel yang terinfeksi akhirnya
mengalami lisis dan melepaskan partikel virus.
a. Patogenesis Virus
a. Definisi
Interaksi factor virus dan pejamu yang menimbulkan penyakit
b. Langkah Patogenesis Virus
1. Masuknya virus dan replikasi virus primer
2. Penyebaran virus dan tropisme sel
3. Cedera sel dan penyakit klinis
4. Penyembuhan dari infeksi
5. Pelepasan virus
c. Tinjauan Infeksi Virus
1. Saluran pernapasan
Contoh penyakit : influenzae, rubela & coronavirus (Papilloma bersifat
tumorigenik).
Influenzae virus berhadapan IgA (menetralisir & glikoprotein
menghambat perlekatan virus pd reseptor) berkembang biak &
merusak sel virus-virus dilepas & menyerang sel epitel (penyebaran
dibantu cairan transundat keluarnya Ab & inhibitor tak spesifik
(membatasi perluasan infeksi). Proses kematian sel sebab saluran
nafas menjadi lebih rentan terhadap infeksi sekunder bakterial.
2. Saluran pencernaan
Contoh penyakit : Kasus infeksi rotavirus, gejala timbul akibat
kerusakan sel-sel vili.
Akibat kerusakan defisiensi ensim-ensim penting spt
disakarida & gangguan absorpsi garam-garam & air.
3. Kulit dan mukosa genitalia
Virus masuk ke sel mukosa melalui lesi &gigitan arthropoda .
Virus masuk melalui kulit timbul kelainan setempat seperti herpes
simplex, papiloma, orf dsbnya.
4. System saraf pusat
5. Janin manusia (congenital)
Virus masuk ke plasenta jika ibu mengalami viremia.
b. Diagnosis Virus
a. Deteksi Antigen
Dengan Immunoassay. Memberikan bukti langsung mngenai etiologi
infeksi dan pada hamper semua kasus, lebih disukai untuk menentukan
diagnosis infeksi dibandingkan dengan deteksi antibody, yang hanya member
bukti tidak langsung adanya infeksi.
b. Deteksi Antibodi
Pada uji serologik. Di uji hanya pada keadaan tertentu saja, seperti :
1. Neonates yang terinfeksi secara congenital dengan pemeriksaan
antibody spesifik IgM dapat menghasilkan diagnosis secara tepat.
2. Pasien yang terinfeksi virus sangat sulit atau tidak mungkin dibiakkan.
3. Pasien atau populasi pasien yang kita cari buktinya pernah terinfeksi.
4. Pemeriksaan penapisan donor darah/organ.
c. Imunologi Virus
a. Respon Imun terhadap virus
1. Humoral
Antibodi (terutama IgA sekretori ), menghambat virus pada sel
pejamu, sehingga mencegahinfeksi/reinfeksi.
Antibody IgA, IgM, igG berfungsi dalam menghambat fusi
envelopvirus dengan membrane plasma sel pejamu.
Antibody IgG dan IgM berfungsi memacu fagositosis sel virus
(opsonisasi).
Antibody IgM berfungsi aglutinasi sel virus.
Komplemen yang diaktifkan oleh antibody IgG atau IgM
berfungsi sebagai mediator opsonisasi (C3B) dan lisis partikel
envelop virus oleh MAC
2. Selular
IFN-gamma yang disekresi Th/Tc berfungsi aktifitas antiviral
direk.
CTL, berfungsi untuk memusnahkan sel self yang terinfeksi
virus.
Sel NK dan makrofag berfungsimemusnahkan sel terinfeksi
virus melalui ADCC.
b. Mekanisme virus menghindari respon imun
1. Virus mengubah antigen (mutasi)
2. Beberapa virus menghambat presentasi antigen proteinsistolik yang
berhubungan dengan molekul MHC-1 akibatnya sel terinfeksi virus
tidak dapat dibunuh.
3. Beberapa jenis virus memproduksi molekul yang mencegah imunitas
nonspesifik dan spesifik.
4. Virus dapat menginfeksi, membunuh, dan mengaktifkan sel
immunokompeten.
4. Macam-Macam Immunoglobulin
Immunoglobulin E
IgE terdiri dari 2 rantai L dan 2 rantai h jenis epsilon. Seperti IgM rantai
H IgE mempunyai satu domain CH lebih. Domain ini membolehkan IgE bergabung
dengan afiniti tinggi kepada reseptor (reseptor Fce) pada permukaan sel mast dan
basofil. Apabila antigen bergabung dengan IgE yang sedia tergabung pada
permukaan sel mast atau basofil, ia akan mengaruh pembebasan bahan aktif yang
terlibat
dalam
gerak
balas
alergi.
IgE dikenali sebagai antibodi reaginik. Kepekatannya dalam serum
adalah
paling
rendah.
Separa hayatnya dalam serum ialah 2 hari. IgE tidak mengaglutinat atau
mengaktifkan pelengkap tetapi berperanan dalam perlindungan terhadap
sesetengah parasit seperti helmin( cacing)
Immunoglobulin D
Ig D mula dikenali oleh para saintis pada tahun 1965, tetapi malangnya hanya
sedikit diketahui tentang tugas utama Immunoglobulin ini.Ianya mula dikaji setelah
penemuan
nya
didalam
pesakit
MultipleMyeloma.
Separa hayatnya adalah 2.8 hari. Molekul IgD terdiri dari 2 rantai L dan 2
rantai H jenis delta dan wujud sebagai monomer. Kepekatannya dalam serum amat
rendah mungkin kerana ia tidak dirembeskan oleh sel plasma.I gD diekspres
bersama IgM pada permukaan sel B matang dan berfungsi sebagai reseptor sel B.a
juga amat senang dibinasakan oleh proses proteolisis .
Immunoglobulin A
( Rajah menunjukkan sintesis IgA dimer oleh sel plasma. IgA kemudian
bergabung dengan reseptor poli-Ig yang mengangkut IgA melalui sel epitelium.
Reseptor ini dipotong oleh enzim dan membentuk komponen rembesan.)
IgA ialah antibodi utama dalam rembesan luar seperti air liur, peluh,
cecair usus dan perut, mukus serta air mata. Selain itu ia juga antibodi utama dalam
kolostrum dan susu. Oleh itu ia penting untuk membekalkan keimunan kepada
neonat
dan
bayi.
Molekul IgA terdiri dari 2 rantai L dan 2 rantai H jenis alpha. Secara keseluruhan IgA
merupakan antibodi yang paling banyak dalam tubuh. IgA dalam serum mempunyai
separa hayat 5.5 hari dan wujud dalam bentuk monomer. Kebanyakan IgA terdapat
dalam rembesan. Dalam rembesan IgA wujud dalam bentuk dimer yang terdiri dari 2
molekul IgA yang dihubungkan oleh satu rantai J (sama seperti yang terdapat pada
IgM pentamer) yang dihasilkan oleh sel plasma. Apabila IgA dimer dihasilkan oleh
sel plasma ia bergabung dengan reseptor poli-Ig pada membran dasar sel epitelium
berhampiran. Reseptor ini mengangkut molekul IgA melalui sel epitelium dan
membebaskannya
dalam
cecair
luar
sel.
Oleh kerana ia wujud dalam rembesan IgA penting sebagai pertahanan imunologi
utama terhadap infeksi pada saluran pernafasan dan gastrousus. Ini berlaku kerana
keupayaannya menghalang perlekatan dan kemasukan organisma kepada
permukaan epitelium. IgA tidak boleh mengaktifkan pelengkap tetapi mempunyai
aktiviti bakterisid (membunuh bakteria) terhadap bakteria Gram negatif dalam
kehadiran lisozim.
Immunoglobulin M
sebarang individu tetapi hanya boleh menerima darah jenis O kerana terdapat
isohemaglutinin anti-A dan anti-B dalam serum mereka.
Struktur pentamer IgM juga menjadikannya amat efisien mengaktifkan
pelengkap, tetapi ia kurang berkesan meneutralkan toksin.
*system pelengkap/complement system
Istilah "complement" (pelengkap) diperkenalkan oleh Paul Ehrlich untuk
menerangkan aktiviti yang terdapat dalam serum yang boleh "melengkapkan"
aktiviti antibodi spesifik melisiskan bakteria. Pelengkap terdiri dari tidak kurang
dari 30 protein. Aktivitinya dimusnahkan dengan perlakuan haba 56oC selama 30
min. (perlakuan ini tidak memusnahkan aktiviti antibodi). Aktiviti-aktiviti yang
diperantarakan oleh pelengkap termasuk pengopsoninan (opsonization), lisis,
penarikan leukosit ke tapak keradangan (chemotactic attraction), pengaktifan
leukosit
dan
pemprosesan
kompleks
imun.
Protein-protein pelengkap bertindak bersama dan berurutan: pergabungan satu
protein akan membolehkan pergabungan protein berikutnya, dan berakhir
dengan pembentukan kompleks serangan membran yang akan melisiskan sel
sasaran. Terdapat 3 tapak jalan pengaktifan pelengkap: Tapak jalan klasik
(classical pathway) dicetuskan oleh kompleks imun yang terdiri dari antigen dan
antibodi (lazimnya IgG atau IgM). Tapak jalan pilihan (alternative pathway)
diaktifkan oleh bahan-bahan seperti polisakarida dan struktur polimer yang
terdapat pada bakteria. Tapak jalan lektin (lectin pathway) merupakan tapak
jalan pengaktifan yang terbaru ditemui dan mempunyai banyak persamaan
dengan tapak jalan klasik
Immunoglobulin G
Antibodi yang paling banyak wujud dalam darah, cecair limfa, cecair
serebrospinal
dan
cecair
peritoneum.
Molekul IgG terdiri dari 2 rantai H jenis gamma dan 2 rantai L (kappa atau
lamda) yang digabungkan oleh ikatan dwisulfida.Dalam manusia terdapat 4
subkelas
IgG
iaitu
IgG1,
IgG2,
IgG3
dan
IgG4.
Separa hayat IgG adalah paling panjang antara semua isotip
imunoglobulin iaitu lebih kurang 23 hari (kecuali IgG3 yang mempunyai separa
hayat 7 hari). Ini menjadikan IgG antibodi paling sesuai untuk pengimunan pasif
melalui pemindahan antibodi.
IgG (kecuali IgG2) merupakan satu-satunya isotip antibodi yang boleh
melintasi plasenta (uri). Ini membolehkan ibu memindahkan keimunan kepada
janinnya.anin dan neonat (bayi baru lahir) bergantung kepada antibodi daripada
ibu untuk mendapatkan keimunan kerana keupayaanya untuk menjana IgG
sendiri hanya bermula 3-4 bulan selepas kelahiran. IgG juga merupakan antibodi
yang bertindak sebagai opsonin, iaitu ia memudahkan proses fagositosis.
( Fagosit: Fagositosis ialah proses penelanan dan pemusnahan bahanbahan partikulat termasuk bahan asing seperti bakteria. Ada beberapa jenis sel
yang boleh melakukan fagositosis. Ini termasuklah leukosit polimorfonukleus
(granulosit) dan monosit/makrofaj yang merupakan fagosit khusus atau
profesional. Banyak mikroorganisma menghasilkan bahan-bahan yang menarik
sel-sel fagosit (chemotactic factors, chemoattractants). Proses fagositosis boleh
bertindak secara tak spesifik dalam keimunan semula jadi.Proses fagositosis:
Fagosit mungkin tertarik ke tempat-tempat di mana berlaku gerak balas
keradangan. Ini dipanggil kemotaksis. Apabila tiba di tempat keradangan fagosit
akan mengcam agen infeksi kemudian bergabung melalui reseptor pada
permukaannya. Reseptor-reseptor ini membolehkan fagosit bergabung secara
tak spesifik dengan banyak mikroorganisma. Pergabungan ini akan tertingkat
jika bahan tersebut diselaputi oleh opsonin. Contoh opsonin termasuklah
komponen pelengkap C3b dan antibodi spesifik.)
IgG juga sangat berkesan meneutralkan toksin seperti tetanus dan
botulinus, serta menyahaktifkan racun ular (venom) melalui pergabungannya
kepada tapak aktif toksin. Ini menjadikan IgG amat sesuai untuk pengimunan
pasif terhadap toksin dan venom.
IgG amat berkesan menghentikan pergerakan bakteria motil melalui
tindak balasnya dengan antigen pada flagela dan silia mikroorganisma. Selain itu
IgG juga efisien meneutralkan virus melalui pergabungannya kepada antigen
permukaan virus yang terlibat dengan pergabungan virus kepada reseptor pada
permukaan sel sasaran.
d. Isolasi Virus
Serologi serum
e. Uji Kultur
Uji kultur adalah perkembangan mikroorganisme atau sel jaringan hidup di dalam
media yang kondusif bagi pertumbuhannya.
Untuk isolasi
Untuk memperbanyak virus
Untuk menghitung jumlah virus
Untuk identifikas virus
f. Identifikasi Virus
1. Partikel dapat diperoleh hanya dari sel atau jaringan yang terinfeksi.
2. Partikel yang diperoleh dari berbagai sumber identik tanpa memandang asal sel
tempat virus tumbuh.
3. Tingkat aktivitas infektif dari sediaan bervariasi sebanding jumlah partikel yang ada.
4. Destruksi partikel fisik yang disebabkan oleh tindakan fisis atau kimiawi disertai
hilangnya aktivitas virus.
5. Sifat tertentu partikel dan infektivitas hharus terbukti identik.
6. Spektrum absorpsi partikel fisik yang dimurnikan pada rentang ultraviolet harus
bertepatan dengan spektrum inaktivasi ultraviolet virus.
7. Antiserum yang disediakan terhadap virus infeksius harus bereaksi dengan partikel
yang dimaksudkan dan sebaliknya.
8. Partikel harus mampu menyebabkan penyakit yang khas secara in vivo.
9. Masuknya partikel dalam biakan jaringan harus menyebabkan produksi progeny
dengan sifat biologi dan antigenik virus.
Secara Fisis
Cara membunuh kuman dengan panas (thermal kill)
Pemanasan Basah
Otoklaf
Tekhnik penguapan air yang disertai dengan tekanan yang
dilakukan dalam alat otoklaf. Didalam otoklaf yang
mensterilkannya adalah panas basah dan bukan tekanannya .
Oleh karena itu selama air didalam tangki mendidih dan
mulai dibentuk uap air , maka uap air ini akan dialirkan
keruang pensteril guna mendesak keluar semua udara
didalamnya.
Merebus
Waktu disinfeksi yang dianjurkan adalah 15 menit dihitung
setelah air mendidih . Sel vegetatif akan mati dalam waktu 5
sampai 10 menit pemaparan , tetapi spora dan kebanyakan
virus mampu bertahan berjam-jam dengan cara ini.
Pasteurisasi
Pemanasan Kering
Pembakaran
Cara sterilisasi yang 100 % efektif , tetapi cara ini terbatas
penggunaannya . Cara ini dipergunakan untuk mensterilkan
alat penanam kuman ( sengkelit atau oase ) dengan
membakarnya hingga pijar . Pembakaran juga dilakukan
terhadap bangkai , binatangg percobaan yang telah mati
Sterilisasi udara panas
Caranya dengan memanaskan udara didalam oven tersebut
hingga 160 derajat sampai 180 derajat celcius selama 1
sampai 2 jam , digunakan untuk mensterilkan alat alat.
Radiasi
Radiasi ungu ultra ( ultraviolet )
Mikroorganisme diudara dapat dibunuh dengan penyinaran
dengan memakai sinar ungu ultra . Panjang gelombang yang
membunuh organisme 220-290 nm , radiasi paling efektif
253,7 nm .
Untuk memperol eh hasil yang baik , maka bahan bahan
yang akan disetrilkan , baik berupa cairan , gas atau aerosol
harus dilewatka (dialirkan) atau ditempatkan langsung
dibawah sinar ungu ultra dalam lapisan-lapisan yang tipis.
Penyaringan
Penyaringan dengan mengalirkan cairan atau gas melalui
suatu bahan penyaring yang memiliki pori cukup kecil untuk
menahan.
Logam-logam berat
Hg organik efektif untuk mengobati luka luka kecil
(ringan) dan sebagai preserfatif didalam serum dan vaksin.
Ag : pada konsentrasi 1 % AgNO3 biasa dipergunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi gonokokus pada mata
bayi yang baru lahir.
As : Arsen pernah terkenal sebagai obat pertama sifilis ,
dan kini masih dipergunakan sebagai pengobatan infeksi
oleh protozoa.
Zn : Dalam bentuk pasta , dipakai untuk mengobati
infeksi karen akuman atau jamur.
Aldehida
B.
Secara kimiawi
Antiseptik kimia
Umumnya isopropanol alkohol 70-90 % adalah yang termurah
namun antiseptik yang sangat efektif .
Perlu diperhatikan bahwa beberapa senyawa bersifat iritatif , dan
kepekaan kulit.
Halogen
Meliputi senyawa-senyawa klorin dan yodium , baik yang organik
maupun yang inorganik. Kebanyakan senyawa halogen membunuh
sel hidup. Mereka membunuh sel karena mengoksidasi protein ,
dan demikian merusak membran dan mengaktifkan enzim-enzim.
Yodium
Yodium bersifat sangat antisseptik dan telah dipakai lama untuk
antiseptik kulit sebelum proses pembedahan yodium juga efekti f
terghadap berbagai macam protozoa . Misalnya Amoeba yang
menyebabkan disentri.
Klorin
Sejak lama dikenal sebagai deodoran dan disinfektan yang sangat
baik . Dirumah-rumah sakit dipakai untuk mendisfeksi ruangan ,
permukaan permukaan serta alat non bedah.
Alkohol
Merupakan zat paling efektif dan dapat diandalkan untuk sterilisasi
dan disinnfeksi
Ada 3 jenis alkohol :
a.
Metanol (CH3OH)
b.
Etanol (CH3CH2OH)
c.
Isopropanol [ (CH3)2CHOH ]
Menurut ketentuan semakin tinggi berat molekulnya meningkat pula
daya bakterisidnya , oleh karena itu isopropanol alkohol adlah yang
terbanyak dipergunakan.
Peroksida
Zat Warna
a.
Derivat akridin
b.
Akrifalin [campuran derifat akridin dan senyawa lain ]
dipergunakan untuk mengobati traktus urinarius.
c.
Zat warna rosalinin
d.
Ungu Kristal yang merupakan derivat metil dari rosalinin
bersifat bakteriostatik bagi kuman-kuman (+) gram.
Deterjen
Mungkin bermuatan listrik (ionik) , mungkin pula tidak (nonionik).
Yang nonionik biasanya tidak merupakan disinfektan yang baik ,
bahkan dalam beberapa hal dapat menyokong pertumbuhan kuman
dan jamur
Mikroorganisme dengan ukuran tertentu .
Penyaringan dilakukan untuk mensterilkan substansi yang peka
terhadap panas. Seperti serum , solusi enzim , ekstrak sel dan
sebagainaya.
Menyaring cairan
Hal ini dilakukan sebagai filter , seperti :
a.
Menyaring cairan
Hal ini dilakukan dengan berbagai filter seperti
Saringan Seitz , yang mempergunakan bahan obestos
sebagai alat penyaringnya .
Saringan Berkfeld , yang mempergunakan filter
terbuat dari tanah doatome .
Saringan Chamberland , yang mempergunakaan filter
terbuat dari porselen
Frintted glass filter, yang mempergunakan fillter
terbuat dari gelas
b.
Menyaring udara
Dengan kapas , harus dijaga agar kapas tidak basah
Untuk mencegah pencemaran oleh kuman kuman
udara pada waktu menyaring pembenihan , dapat
dipergunakan suatu alat yang laminar flow beanch
6. Mekanisme Demam
Neutrofil
Pirogen Endogen
Prostaglandin
Produksi panas
Pengurangan panas
a. Demam
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau peradangan.
Sebagai respons terhadap invasi mikroba, sel-sel darah putih tertentu mengeluarkan suatu zat
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen, yang memiliki banyak efek untuk melawan
infeksi dan juga bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
termostat. Hipotalamus sekarang mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan
di suhu tubuh normal. Jika, sebagai contoh pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,90C (98,60F) terlalu dingin, dan organ ini memicu mekanisme-mekanisme
respons-dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 38,90C. Mengigigl ditimbulkan agar
dengan cepat meningkatkan produksi panas, sementara vasokontriksi kulit juga berlangsung
untuk dengan cepat mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong
suhu naik. Mekanisme-mekanisme tersebut menyebabkan timbulnya rasa dingin mengigigil
yang mendadak pada permulaan demam. Karena merasa kedinginan,orang yang bersangkutan
mungkin memakai selimut sebagai mekanisme volunter untuk membantu meningkatkan suhu
tubuh dengan menkonservasi panas. Setelah suhu baru tercapai, suhu tubuh diatur seperti
pada keadaan normal sebagai respons terhadap pajanan dingin atau panas, tetapi dengan
patokan yang lebih tinggi. Dengan demikian, pembentukan demam sebagai respons terhadap
infeksi adalah sesuatu yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme
termoregulasi. Walaupun makna fisiologis dari demam masih belum jelas, banyak pakar
medis yang berpendapat bahwa peningkatan suhu tubuh bersifat menguntungkan untuk
melawan infeksi. Demam memperkuat respons peradangan dan mungkin mengganggu
multiplikasi bakteri.
Pirogen endogen meningkatkan titik patokan termostat hipotalamus selama demam dengan
memicu pengeluaran lokal prostaglandin, yaitu zat perantara kimiawi lokal yang bekerja
PENDAHULUAN
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30
nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4X106
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DAN DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotype ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara
serotipe dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese enchepalitis dan West
Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primate. Survei epidemilogi pada hewan ternak didapatkan
antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi,dan babi. Penelitian pada artropoda
menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan
Toxorhynchites.
EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. Albopictus. Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
linkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).
Beberpa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu: 1).
Vektor : perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan,
transportasi vektor dari satu ke tempat lain; 2). Pejamu : terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi paparan terhadap nyamuk, usia, dan jenis kelamin; 3).
Lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.
PATOGENESIS
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Berdasarkan data yang ada terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis
berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue
Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah :
a). Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksitas yang dimediasi antibodi. Antibodi
terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau
makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE);
b). Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik(CD8) berperan dalam respon imun
seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T Helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon
gamma, IL-2 dan limfokin sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10; c).
Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibod. Namun
proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh
makrofag; d). Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a
Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang
menyatakan bahwa DHF terjadi bila sesorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang
berbeda. Re-infeksi menyebabkan reaksi anamnestik antibodi sehingga mengakibatkan
konsentrasi kompleks imun yang tinggi.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsteed dan peneliti lain;
menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang me-fagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya
infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga
diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF alfa, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
terjadi kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme : 1). Supremasi sumsum
tulang, dan 2). Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi(<5 hari) menujukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menujukkan kenaikan,hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoieis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD. Konsumsi trombosit selama
proses koagulapati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit.
Koagulasi terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi
endotel. Berbagai penelitian menunjukkan penelitian terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak.
1. Hemoglobin
Pigmen pengangkut O2 utama dan terdapat di eritrosit.
Dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Metod eyang paling banyak
digunakan adalah penghitung sel otomatis yang secara langsung mengukur Hb dalam
saluran sel darah merah.
Kadar normal : 11-12 gr/dl.
Pada keadaan DBD, ketika Ht naik, Hb normal atau cenderung turun. Setelah
pemberian cairan kristaloid intravena, Hb naik 10-20%.
2. Hematokrit
Persentase volume eritrosit dalam darah keseluruhan. ( Packed red cell volume )
Dapat diukur dengan metode mikrohematokrit. Dengan prinsip, darah vena atau
kapiler dimasukkan pada sebuah tabung kapiler, disentrifugasi 4-5 menit, 10.000 g
lalu dibaca dengan alat pembaca berkalibrasi.
Kadar normal : 35-49%
Nilai kritis <14% dan >60%.
Pada kondisi DBD, Ht naik >20% dari kondisi normal. Ht naik mengindikasikan
perembesan cairan keluar dari pembuluh darah sehingga darah menjadi kental.
3. Trombosit
Fragmen tidak berinti dari sitoplasma megakariosit.
Dapat diukur dengan dua cara. Manual dan elektronik.
Manual : dengan mikroskop fase-kontras pada sampel yang diencerkan 1:100 dalam
ammonium oksalat.
Elektronik : sampel darah yang ditambahkan asam etilendiamintetraasetat (EDTA)
Uji HI yang merupakan uji serologis yang dianjurkan menurut standar WHO, dapat
mendeteksi antibodi anti dengue, baik IgM maupun IgG dalam serum, dimana infeksi virus
dengue akut ditandai dengan terdapatnya peningkatan titer empat kali atau lebih antara
sepasang sera yaitu serum akut dan serum konvalesen. Akhir-akhir ini IgM maupun IgG antidengue telah dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan Dengue Blot / Dengue
Stick / Dot imunoasai Dengue. Uji ini merupakan salah satu tes pilihan untuk diagnosis
infeksi dengue akut, baik primer ataupun sekunder, dengan melihat terdeteksinya kadar IgM
anti-dengue pada serum tunggal. Sedangkan dengan terdeteksinya IgG anti-dengue dapat
dipakai untuk melihat apakah infeksi tersebut primer atau sekunder, tergantung dari
standarisasi masing-masing reagen yang telah ditetapkan setara berapa kadar HI-nya.
Uji serologis HI merupakan standard WHO untuk diagnosis infeksi virus dengue.
Antibodi HI bertahan di dalam tubuh sampai bertahun-tahun, disamping itu dapat dibedakan
antibodi terhadap serotipe tertentu, sehingga uji ini baik untuk studi sero-epidemiologi.
Sayangnya uji ini membutuhkan sepasang serum (paired sera), yang diambil pada fase akut
(hari ketiga ketujuh) dan pada fase konvalese (hari kesepuluh keempatbelas). Diagnosis
ditegakkan bila terdapat kenaikan titer konvalesen (hari kesepuluh keempatbelas).
Diagnosis ditegakkan bila terdapat kenaikan titer konvalesen 4x lipat atau lebih titer serum
akut.
Uji serologis lain yang mengandalkan adanya antibodi IgM maupun IgG spesifik
terhadap dengue serta cukup praktis karena tidak perlu paired sera antara lain Dengue
blot/Dengue Stick/Dot imunoasai Dengue, uji Captured-ELISA dan tes ICT
(Immunochromatography Test). Uji serologis yang terdahulu seperti uji fiksasi komplemen
dan uji netralisasi tidak lagi digunakan karena kurang sensitif, tidak praktis, mahal, perlu
waktu lama serta teknik yang sukar.
Prinsip dasar uji Dengue blot/Dengue Stick/Dot imunoasai Dengue adalah uji ELISA,
baik uji ELISA tak langsung (indirect ELISA) atau menggunakan Captured-ELISA. Yang
membedakan uji Dengue blot/Dengue Stick/Dot imunoasai Dengue dibandingkan dengan
ELISA yaitu pada fase padatnya, menggunakan kertas nitroselulose yang bersifat high
capacity.
Pada uji Dengue blot/Dengue Stick/Dot imunoasai Dengue dapat menggunakan metode
ELISA tak langsung yaitu antigen virus dilekatkan langsung pada fase padat, dimana setelah
diberikan blokade untuk menutup celah-celah diantara antigen pada kertas nitroselulose,
langsung diberikan serum penderita. Bila didalam serum penderita terdapat antibodi antidengue dapat berupa IgG anti-dengue atau IgM anti-dengue, yang dikerjakan secara terpisah
yaitu IgG indirect ELISA saja atau IgM indirect ELISA, maka antibodi tersebut akan berikatan
dengan antigen yang terikat pada kertas nitroselulose. Setelah tahap inkubasi dan pencucian,
ikatan antigen-antibodi ini dapat dilacak dengan menggunakan konjugat yaitu antibodi yang
berlabel enzim AP (alkalinefosfatase), HRP (horseradish peroxidase) maupun colloidal gold
yang akan memberikan dot berwarna biru keunguan setelah ditambah substrat berkromogen.
Selain dengan metode ELISA tak langsung, uji ini dapat dilakukan dengan
menggunakan metode Captured ELISA, misalnya pada IgM Captured ELISA dimana
antihuman IgM dilekatkan pada fase padat kertas nitroselulose. Antihuman IgM ini akan
menangkap IgM didalam serum penderita. Tahap berikutnya diberikan antigen dengue,
selanjutnya diberikan pelacak seperti yang terdapat pada metode ELISA tak langsung diatas
dan akan memberikan hasil dot berwarna biru keunguan yang menunjukkan hasil positif.
Uji Dengue blot/Dengue Stick/Dot imunoasai Dengue yang saat ini banyak digunakan
di Indonesia adalah Dengue blot/Dengue Stick IgG, dengan metode ELISA tak langsung.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pokja DBD LPUI, 1995, dengan membandingkan
Dengue Stick IgG buatan dalam negeri (PT. Kalbe Farma) dan Dengue blot IgG, didapatkan
hasil pada infeksi primer, dengan menggunakan serum akut saja kedua uji ini menunjukkan
hasil negatif sebesar 82,8% dan 93,2%, yang seharusnya kedua uji ini harus 100% negatif,
karena infeksi primer serum akut belum mempunyai IgG. Baru pada serum konvalesen,
didapatkan hasil 72,4% positif untuk Dengue blot IgG dan 68,9% positif untuk Dengue Stick
IgG.
Pada infeksi sekunder, dengan serum akut didapatkan hasil positif 66,6% untuk Dengue
blot IgG dan 64,4% untuk Dengue stick IgG. Sedangkan pada serum konvalesen hasil positif
didapatkan naik menjadi 100% untuk Dengue blot IgG dan 97,8% Dengue stick IgG. Disini
tampak banwa Dengue blot IgG maupun Dengue stick IgG mempunyai sensitivitas yang
sama, dimana dengan memeriksa serum konvalesen sensitivitas keduanya dapat ditingkatkan
baik untuk infeksi primer maupun sekunder.
Senada dengan pendapat Yatim, 1996, uji Dengue stick IgG sensitivitasnya tinggi untuk
infeksi dengue sekunder dengan serum akut, sedangkan infeksi primer sensitivitasnya rendah
pada serum akut.
Waktu pengerjaan Dengue stick IgG adalah 2,5 jam, dengan biaya yang relatif tidak
mahal karena memakai bahan lokal. Sedangkan untuk Dengue stick IgM memakai metode
IgM Captured ELISA, dengan waktu pengerjaan 5,5 jam pada suhu 37 0C dan 23 jam pada
suhu ruang, dengan biaya yang lebih mahal karena masih memakai reagen impor.
Saat ini juga sudah dikembangkan uji dot imunoasai (Agus Sjahrurachman, 2000) untuk
deteksi IgM anti-dengue, dengan metode IgM Capture ELISA dengan nama BDIA
(Biotinylated Dengue Immunoassay) menggunakan antigen biotinylated-dengue virus dan
pelacak HRP-labelled Streptavidin dan substrat 5-chloronaphtol yang memberikan hasil dot
berwarna ungu pada serum positif, dengan cut off value absorbans lebih besar atau sama
dengan 0,11. Sensitivitas lebih tinggi untuk infeksi dengue sekunder, tetapi rendah pada
infeksi primer, juga pada serum konvalesen lebih tinggi kadarnya dibandingkan serum akut.
Yang mengejutkan adalah adalah juga ditemukan IgM anti-dengue dengan kadar rendah pada
kelompok non-dengue, dimana kemungkinan penderita ini pernah terpapar virus dengue dan
masih dalam fase konvalesen. Waktu pengerjaan 4,5 jam. Dot imunoasai ini belum
dipasarkan secara luas.
Pada penelitian Wu SL, 2000, diteliti sensitivitas IgM dipstick ELISA dengan metode
ELISA indirek, menggunakan antigen Dengue2, dengan waktu pengerjaan 75 menit
dibandingkan dengan Immunochromatographic card assay, dengan antigen tetravalent
(campuran D1, D2, D3, D4) untuk deteksi IgM dan IgG anti-dengue. Hasil IgM dipstick
ELISA bila positif juga berupa dot berwarna biru keunguan. Kedua tes memiliki spesifisitas
dan sensitivitas yang bagus yaitu > 90% untuk deteksi IgM anti-dengue.
Infeksi primer ditandai dengan timbulnya antibodi IgM terhadap dengue sekitar tiga
sampai lima hari setelah timbulnya demam, meningkat tajam dalam satu sampai tiga minggu
serta dapat dideteksi sampai tiga bulan. Antibodi IgG terhadap dengue diproduksi sekitar dua
minggu sesudah infeksi. Titer IgG ini meningkat amat cepat, lalu menurun secara lambat
dalam waktu yang lama dan biasanya bertahan seumur hidup. Pada infeksi sekunder terjadi
reaksi anamnestik dari pembentukan antibodi, khususnya dari kelas IgG dimana pada hari
kedua saja, IgG ini sudah dapat meningkat tajam. Pada berbagai penelitian di daerah dimana
dengue primer dan sekunder terjadi keduanya, didapatkan suatu angka signifikan yang
menyatakan bahwa pada pasien dengan infeksi sekunder dengue, antibodi IgM tidak
terdeteksi dalam waktu lima hari sejak infeksi timbul, bahkan pada beberpa kasus tidak
menunjukkan suatu respon hingga hari ke 20.
Hasil pada uji ini didapatkan IgG (+) = sedang terinfeksi atau pernah terinfeks,i IgM (+)
= sedang menderi, IgG dan IgM (+) = infeksi berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Mekanisme
Deni 9 tahun
Keluhan utama
Sudah 2 hari menderita demam
mekanisme demam
Diberi obat
demam
kemudian meningkat
Pemeriksaan penunjang
definisi
Pemeriksan lab.
( Hb, Ht, Trombosit )
tujuan
definisi
prinsip
tujuan
hasil
prinsip
kadar
Definisi
Morfologi
struktur
epidemiologi
cara penularan
Virus
klasifikasi
DNA
RNA
PRION
Reproduksi Aseksual
Siklus
tahapan
pembebasan
patogenesis dan
patogenesis
diagnosis infeksi
diagnosis
sistem imun
isolasi
kultur
identifikasi
DBD
farmako
pulang
sembuh
Terapi
non farmako
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat-Nya
sehingga kami dapat tepat waktu menyelesaikan makalah ini.
Sesuai dengan proses pembelajaran tutorial kami, kami membuat makalah yang merupakan
laporan dari hasil diskusi kami saat tutorial.
Dalam makalah ini tentunya terdapat banyak kekurangan. Namun dengan rendah hati, kami
mohon kritik dan saran apabila terdapat sesuatu hal dalam makalah ini yang dirasa kurang
tepat.
Kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kesalahan baik dalam penulisan makalah
kami maupun dalam proses tutorial kami.
Terimakasih.
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Kasus
Learning progress report
- Terminologi
- Problem
- Hipotesis
- Mekanisme
- More info
- IDK
- LI
Pembagian IDK
Pembahasan terminologi
Pembahasan IDK
Virus
I.
d. Cara penularan
e. Epidemiologi
II.
Klasifikasi Virus
a. DNA
b. RNA
c. Prion
a. Demam
b. Demam berdarah
VII. Pemeriksaan uji Ht, Hb, dan Trombosit
VIII. Pemeriksaan uji dengue blot