Anda di halaman 1dari 15

Menurut UU No.

13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat


2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat.

Berdasarkan
Klasifikasinya
dibedakan atas:
Berdasarkan penduduknya
Berdasarkan batas kerja
Berdasarkan kualitasnya

tenaga

kerja

Berdasarkan Penduduknya
Tenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang
dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika
tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang
Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai
tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15
tahun sampai dengan 64 tahun.
Bukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap
tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada
permintaan
bekerja.
Menurut
Undang-Undang
Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah
penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di
bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh
kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia
(lanjut usia) dan anak-anak.

Berdasarkan batas kerja


Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif
yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai
pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun
yang sedang aktif mencari pekerjaan.
Bukan angkatan kerja adalah mereka yang
berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya
bersekolah,
mengurus
rumah
tangga
dan
sebagainya

Berdasarkan kualitasnya
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang
memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam
bidang tertentu dengan cara sekolah atau
pendidikan formal dan nonformal. Contohnya:
pengacara, dokter , guru, dan lain-lain.
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang
memiliki keahlian dalam bidang tertentu dengan
melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini
dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga
mampu
menguasai
pekerjaan
tersebut.
Contohnya: apoteker, mekanik dan lain-lain.
Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah
tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan
tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu
rumah tangga, dan sebagainya

Peraturan ketenagakerjaan dapat diartikan sebagai hukum yang


mengatur tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah
masa kerja
Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan yang dilakukan
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di bidang
ketenagakerjaan itu harus memadai dan sesuai dengan laju
perkembangan pembangunan yang semakin pesat sehingga
dapat mengantisipasi tuntutan perencanaan tenaga kerja,
pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan
tenaga kerja.
Beberapa peraturan ketenagakerjaan antara lain :
Peraturan tentang pengawasan ketenagakerjaan
Peraturan tentang Kontrak Kerja
Peraturan tentang Jam Kerja
Peraturan tentang Cuti
Peraturan tentang pengunduran diri

1.
2.

3.

Sebelum berlakunya Peraturan Presiden Republik Indonesia tahun


No. 21 tahun 2010 Tentang Pengawasan Ketenagakerjaan maka
yang menjadi dasar Pengawasan ketenagakerjaan adalah
Undang-undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan
perburuhan.
Pemerintah ( cq.Depnaker) melalui pengawasan perburuhan
berdasarkan UU No.23 Tahun 1948 dan . UU. No. 3 Tahun 1951
tentang pengawasan perburuhan diberikan wewenang :
Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan peraturan
perburuhan pada khusus nya
Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal
hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluasluasnya guna membuat undang-undang dan peraturan-peraturan
perburuhan lainya
Menjalankan pekerjaan lainya yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

Pengawasan ketenagakerjaan dapat dipahami secara


luas, pengawasan ketenagakerjaan adalah segala
tindakan dan perbuatan yang tujuannya untuk
mengawasi pelaksanaan kesehatan kerja,keamanaan
kerja, pelaksanaan peraturan perlindungan kerja,
keamanaan kerja seperti waktu kerja, waktu istirahat, K3
dan
sebagainya,yang
dapat
dilakukan
oleh
pemerintah,asosiasi pengusaha,serikat pekerja buruh
dan sebagainya.
Untuk mencapai sasaran pengawasan yang diinginkan
maka pelaksanaan nya dilandasi oleh :
Landasan Hukum
Landasan Operasional
Landasan Sikap Mental

Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang


No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan adalah perjanjian
antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan
kewajiban para pihak.
Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menegaskan bahwa Perjanjian kerja
dibuat atas dasar:
kesepakatan kedua belah pihak
kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan
hukum
adanya pekerjaan yang diperjanjikan
pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan
perundang undangan yang berlaku

Jenis perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya, terdiri dari:


Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PWKT)
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.100/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, yang dimaksud Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan
pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu
tertentu atau untuk pekerja tertentu
Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PWKTT)
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 100/MEN/VI/2004
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu,
pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian
kerja
antara
pekerja/buruh
dengan
pengusaha
untuk
mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap.

Jam Kerja adalah waktu untuk melakukan pekerjaan,


dapat dilaksanakan siang hari dan/atau malam hari
Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur
dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan
pasal 85.
Pasal 77 ayat 1, UU No.13/2003 mewajibkan setiap
pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja.
Ketentuan jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem
seperti yang telah disebutkan diatas yaitu:
7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1
minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau
8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1
minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Pengaturan jam kerja dalam sistem shift diatur dalam UU no.13/2003


mengenai Ketenagakerjaan yaitu diatur dalam pasal-pasal sebagai
berikut :
Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan
hukum lainnya (selanjutnya disebut perusahaan) ditentukan 3
(tiga) shift, pembagian setiap shift adalah maksimum 8 jam perhari, termasuk istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat 2 huruf a UU
No.13/2003)
Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak
boleh lebih dari 40 jam per minggu (Pasal 77 ayat 2 UU
No.13/2003).
Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8
jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif
40 jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat
perintah (tertulis) dari pimpinan (management) perusahaan
yang diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat
2 UU No.13/2003).

Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003


Pasal 79 ayat (2), hanya karyawan yang sudah
bekerja minimal 12 bulan yang berhak
mendapat cuti tahunan 12 hari
Peraturan mengenai pelaksanaan cuti baik cuti
seharusnya diatur secara jelas oleh perusahaan
untuk memberikan kejelasan kepada karyawan
mengenai karyawan yang boleh mengambil cuti
dengan gaji tetap dibayar
Dalam pasal 93 UU no 13/2003 tentang tenaga
kerja disebutkan bahwa pekerja berhak atas cuti
tidak masuk kerja karena halangan dan tetap
dibayar penuh.

Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja


karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan perusahaan. Hal ini dapat terjadi
karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau
habis kontrak.
Menurut pasal 61 Undang undang No. 13 tahun 2003 mengenai
tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
Pekerja meninggal dunia
Jangka waktu kontrak kerja telah berakhir
Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap
Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian
kerja sama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja. Jadi pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka
waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak
lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu
berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

Dalam Pasal 162 ayat (3) Undang-undang No 13 tahun


2003 mengenai ketenagakerjaan diatur mengenai syarat
bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah :
Mengajukan permohonan pengunduran diri secara
tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri
Tidak terkait dalam ikatan dinas
Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal
mulai pengunduran diri

Anda mungkin juga menyukai